Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PERUBAHAN

PSIKO, SOSIAL DAN SPIRITUAL PADA LANSIA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik
Dosen: Yophi Nugraha, S.kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Amelia
Deris Rismansyah
Ela Halimatul Islah
Irna Diana Pangestika
Muhamad Wahyudi
Nanda Fatimatul Badriyah
Nunung Nurfitriani
Sri Mega Astuti

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB
MAJALENGKA
2020
ii
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul ‘’Asuhan Keperawatan
Pada Lansia dengan Perubahan Psiko, Sosial dan Spiritual pada Lansia’’
dapat terselesaikan dengan baik. Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidak
lain untuk memenuhi salah satu mata kuliah Keperawatan Gerontik serta
merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada Bapak Yophi Nugraha, S.kep, Ners, M.Kep selaku dosen pengempu
serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi
pembaca.
Terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Majalengka, Maret 2020


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................3
C. Rumusan Masalah........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4
A. Pengertian Spiritual.....................................................................................4
B. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia.................................4
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Spiritual..........................................5
D. Perkembangan Spiritual Pada Lansia.......................................................7
E. Penyesuaian-penyesuaian Pada Lanjut Usia.............................................7
F. Pendekatan-Pendekatan Lanjut Usia.........................................................9
G. Tujuan Keperawatan Lanjut Usia..............................................................13
H. Fokus Keperawatan Lanjut Usia................................................................14
I. Diagnosa Keperawatan ...............................................................................14

BAB III PENUTUP..................................................................................................24


A. Kesimpulan...................................................................................................24
B. Saran..............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa


keperawatan adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang
didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan
masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia.
Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau
kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan
timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :
a. Pensiunan dan masalah-masalahnya
b. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
c. Meningkatnya jumlah lanjut usia
d. Pencemaran pelayanan kesehatan
e. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo
f. Perkembangan ilmu
g. Program PBB
h. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
i. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
j. Mahalnya obat-obatan
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberikan dan

1
mendapatkan maaf. Dimensi spiritual ini berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika
sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000).
Di Indonesia, pelayanan kesejahteraan sosial bagi warga usia lanjut secara umum boleh
dikatakan masih merupakan hal yang baru. Hal ini dikarenakan prioritas yang diberikan pada
populasi usia lanjut memang baru saja mulai diperhatikan. Sebelum GBHN 1993, upaya kepada
populasi usia lanjut selalu dikaitkan dengan istilah “usia lanjut dan jompo“. Pandangan ini mulai
diperbaiki, seiring dengan peningkatan pengertian dan pemahaman tentang usia lanjut, sehingga
dalam GBHN 1993 usia lanjut mendapat perlakuan tersendiri, walaupun masih dalam seksi
bersama dengan wanita dan remaja. GBHN 1998 diharapkan memberikan perhatian yang lebih
bagi para usia lanjut. Dibanding negara maju, misalnya Amerika atau Australia, Indonesia sangat
tertinggal dalam hal pemberian kesejahteraan bagi lansia ini.
Populasi usia lanjut merupakan populasi yang heterogen : Tidak semua individu dalam
populasi usia lanjut memerlukan pelayanan sosial dalam bentuk yang sama. Ini dikarenakan
populasi usia lanjut, walaupun secara keseluruhan termasuk golongan populasi yang rapuh
kesehatan/kesejahteraan, tetapi dalam derajat yang berbeda–beda. Perbedaan ini terlihat bukan
saja dari aspek kesehatan (ada yang “ sehat “, setengah sehat setengah sakit, sakit akut, sakit
kronis sampai sakit terminal), tetapi juga dari segi psikologik dan sosial ekonomi (Hadi Wartono,
1997).
Pelayanan kesejahteraan sosial pada usia lanjut membutuhkan keterkaitan antara semua
bidang kesejahteraan, antara lain : kesehatan, sosial, agama, olah raga, kesenian, koperasi dan
lain–lain. Aspek spiritual pada lansia menjadi penting mengingat :Populasi usia lanjut yang
“sehat” : secara fungsional masih tidak tergantung pada orang lain, aktivitas hidup sehari–hari
(AHS) masih penuh, walaupun mungkin ada keterbatasan dari segi sosial–ekonomi yang
memerlukan beberapa pelayanan, misalnya perumahan, peningkatan pendapatan dan pelayanan
lain. Pelayanan kesehatan yang diperlukan terutama adalah dari segi prevensi dan promosi.
Kebutuhan spiritual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mencari tujuan dan
harapan hidup. Aspek dalam spiritual antara lain: harapan, kedamaian. Cinta, kasih, sayang,
bersyukur dan keyakinan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistic. Perawat

2
memandang klien sebagai mahluk bio–psiko–sosio– cultural dan spiritual yang berespon secara
holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan
yang diberikan perawat tidak bisa lepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari
interaksi perawat dengan klien (Martono, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, membawa konsekuensi pada
meningkatnya populasi lanjut usia dari tahun ke tahun, sehingga menimbulkan kebutuhan
pelayanan sosial bagi lanjut usia dalam mengisi hari tuanya (Depsos, 2007). Peningkatan jumlah
lanjut usia harus disertai dengan penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan, sosial dan aspek
lainnya yang memadai (Hidayat, 2004). Hal ini disebabkan perubahan-perubahan yang terjadi
pada beberapa aspek (Berger & William, 1992). Perubahan-perubahan yang signifikan pada
lanjut usia, antara lain : perubahan gaya hidup dan keuangan, merawat pasangan yang sakit,
menghadapi kematian, kehilangan pasangan hidup dan orang-orang yang dicintai,
ketidakmampuan fisik dan penyakit kronis, kesepian serta perubahan lainnya (Elderly Health
Service, 2003; Berger & William, 1992).
Berdasarkan kegiatan spiritual, kondisi lanjut usia meliputi dua hal yaitu mengenai ibadah
agama dan kegiatan didalam organisasi sosial keagamaan. Dalam hal ini kehidupan spiritual
mempunyai peranan penting, seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya tentu akan
memelihara umurnya dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat (Depsos, 2007).

B. Tujuan
Makalah ini dimasukkan sebagai pedoman, agar mahasiswa, dosen dan masyarakat
mengetahui tentang perubahan-perubahan yang lazim terjadi pada proses menua baik dari
segi Psikososial dan spiritual.

C. Rumusan Masalah
Secara garis besar, masalah yang kami rumuskan adalah sebagai berikut.
1. Mampu mengetahui pengertian Spiritual pada usia lanjut.
2. Mampu memahami Asuhan Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan pada Lansia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Spiritual

Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam
kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi:
kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri.
Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan Spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan
kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta
memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono, 2003).

Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta (Hamid, 1999). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri
sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang
lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan
senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan
(Nelson, 2002).

Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual adalah : kesehatan
spiritual adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan
lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985 dalam Potter & Perry, 1995).
Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang
terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali
muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari
Young, 2007).

B. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia


Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat

4
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan
keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
 Untuk lanjut usia yang masih aktif.
 asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene: kebersihan
gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut,
badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan
ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.
 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang
perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada
dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota
keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi
dekubitus (lecet).
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit
berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:
a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
c. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis
dan rapuh
d. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritual


Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2000), faktor penting
yang dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah :
1. Tahap perkembangan
Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa
kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali   suatu hubungan

5
dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi
seseorang.

2. Peranan keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu.

Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu belajar
tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu
keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai
pandangan, pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya
(Taylor, Lillis & LeMone, 1997).

3. Latar belakang etnik dan budaya

Keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya
seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya
menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta
dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.

4. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi Spiritual sesorang
dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual
pengalaman tersebut (Taylor, Lilis dan Lemon, 1997). Peristiwa dalam kehidupan seseorang
dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia menguji imannya.

5. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis sering dialami
ketika seseorang menghadi penyakit, penderitaan, proses spenuaan, kehilangan dan bahkan
kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk.
Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual
yang bersifat fiskal dan emosional (Toth, 1992; dikutip dari Craven & Hirnle, 1996).

6. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi
dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga
berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau
6
tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap
saat diinginkan (Hamid, 2000)

7. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk
menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan
(Hamid, 2000).

D. Perkembangan Spiritual pada Lansia

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan
agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang
diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta
menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat)menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri.
Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat
menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).

E. Penyesuaian- Penyesuaian pada Lanjut Usia

Beberapa penyesuaian yang dihadapi para lanjut usia yang sangat mempengaruhi kesehatan
jiwanya diantaranya

1. Penyesuaian terhadap masalah kesehatan

Setelah orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi mulai rontok,
tulang makin rapuh, dan lain-lain (Kuntjoro, 2002). Adapun perubahan fisik yang dialami
meliputi seluruh sistem tubuh yakni sistem pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem
tubuh lainya (Nugroho, 1999).

2. Penyesuaian pekerjan dan masa pensiun

Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap kerja ini
tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya terhadap masa pensiun yang
akan datang (Hurlock, 1999). Masa pensiun seringkali dianggap sebagai suatu kondisi yang tidak
menyenangkan sehingga menjelang masa tiba mereka merasa cemas pada kehidupan yang akan
7
dihadapinya. Oleh karena itu, sebagian lanjut usia umumnya kurang menikmati masa tua dengan
hidup santai, namun sebaliknya mengalami masalah kejiwaan maupun fisik (Rini, 2001).

3. Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam keluarga

Penyesuaian yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan pasangan, perubahan
perlaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi. Khususnya aspek sosial pada lanjut
usia yang pada umumnya mengalami penurunan fungsi tubuh sering menimbulkan keterasingan.
Dari segi ekonomi, pendapatan yang diperoleh lanjut usia akan berkurang karena tidak memiliki
pekerjaan lagi (Kuntjoro, 2002). Selain itu, lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri
dengan permasalahan keuangan karena menyadari kecilnya kesempatan untuk memecahkan
masalah tersebut (Hurlock, 1999)

4. Penyesuaian terhadap hilangnya pasangan dan orang yang dicintai

Penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan
karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau
penceraian (Hurlock, 1999). Kondisi ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut usia
akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat, 2004).

5. Pengkajian Individu atau Anggota Keluarga Pada Saat Klien Dengan Dying

Reaksi kehilangan, ditandai dengan dada merasa tertekan, bernafas pendek dan rasa tercekik.

6. Faktor yang mempengaruhi terhadap reaksi kehilangan :


a. Arti dari kehilangan yang tergantung kepada persepsi individu tentang pengalaman
kehilangan.
b. Umur berpengaruh terhadap tingkat pengertian dan reaksi terhadap kehilangan serta
kematian.
c. Kultur pada setiap suku/bangsa terhadap kehilangan berbeda-beda.
d. Keyakinan spiritual, anggota keluarga dengan sakaratul maut melakukan praktek
spiritual dengan tata cara yang dilakukan sesuaI dengan agama dan keyakinannya.
e. Peranan seks, untuk laki-laki diharapkan kuat dan tidak memperlihatkan kesedihan
dan perempauan dianggap wajar atau dibolehkan untuk mengekspresikan perasaannya
atau kesedihannya (menangis) sepanjang tidak mengganggu lingkungan sekitar
(menangis dengan meraung – raung atau merusak).

8
f. Status sosial ekonomi, berpengaruh terhadap sistem penunjang, sehingga akan
berpengaruh pula terhadap rekasi kehilanga akibat adanya kematian.
7. Pengkajian Terhadap Reaksi Kematian dan Kehilangan ; Berduka Cita
a. Karakteristik dari duka cita :
 Individu mengalami kesedihan dan merupakan reaksi dari shock dan
keyakinannya terhadap kehilangannya.
 Merasa hampa dan sedih.
 Ada rasa ketidak nyamanan, misalnya rasa tercekik dan tertekan pada daerah
dada.
 Membayangkan yang telah meninggal, merasa berdosa.
 Ada kecenderungan mudah marah.
b. Tingkatan dari duka cita :
 Shock dan ketidak yakinan, karena salah satu anggota keluarga akan meninggal,
bahkan menolak seolah-olah masih hidup.
 Berkembangnya kesadaran akan kehilangan dengan perilaku sedih, marah pada diri
sendiri atau pada orang lain.
 Pemulihan, dimana individu sudah dapat menerima dan mau mengikuti upacara
keagamaan berhubungan dengan kematian.
 Mengatasi kehilangan yaitu dengan cara mengisi kegiatan sehari – hari atau
berdiskusi dengan orang lain mengenai permasalahannya.
 Idealisasi, dimana individu menyesal karena kurang memperhatikan almarhum
selama masih hidup dan berusaha menekan segala kejelekan dari almarhum.
 Keberhasilan, tergantung dari seberapa jauh menilai dari obyek yang hilang, tingkat
ketergantungan kepada orang lain, tingkat hubungan sosial dengan orang lain dan
banyaknya pengalaman kesedihan yang pernah dialami.

F. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia


1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang
dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan

9
yang masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian
yaitu:
 Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri.
 Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan
klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan
keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif
dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau
membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan,
duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan
O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus
disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang
berlebihan.

10
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,
kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien
lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan
kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan
kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan
dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut
usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan,
bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa
melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat
mereka.

2. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

11
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan
dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari
ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien
usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang
dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.

12
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR.
Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang
merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu
untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

G. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia


Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup
klien lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik
kronis maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa
yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu.
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

13
H. Fokus Keperawatan Lanjut Usia
Keperawatan lanjut usia berfokus pada :
1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)
2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Aspek fisik atau biologis
Dx 1 : Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu dalam
memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi.
NOC I : Status nutrisi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:
1. Asupan nutrisi tidak bermasalah
2. Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah
3. Energy tdak bermasalah
4. Berat badan ideal
NIC I : Manajemen ketidak teraturan makan (eating disorder management)
1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai.
2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien.
5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien.
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan.
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.

14
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung
peningkatan berat badan.

Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih
awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan penuaan
perubahan pola tidur dan cemas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
1. Mengatur jumlah jam tidurnya
2. Tidur secara rutin
3. Miningkatkan pola tidur
4. Meningkatkan kualitas tidur
5. Tidak ada gangguan tidur.
NIC : Peningkatan Tidur
1. Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien.
2. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya.
3. Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik.
4. Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya

Dx 3 : Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular yang


ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan pengosongan
bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien mampu :
1. Kontinensia Urin.
2. Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).
3. Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.
4. Mengosongkan bladde dengan lengkap.
5. Mampu memprediksi pengeluaran urin.
NIC : Perawatan Inkontinensia Urin.
1. Monitor eliminasi urin.
2. Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.

15
3. Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.
4. Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.

Dx 4 : Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori


sekunder
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :
1. Mengingat dengan segera informasi yang tepat.
2. Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan.
3. Mengingat informasi yang sudah lalu.
NIC : Latihan Daya Ingat
1. Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan.
2. Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat.
3. Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien

Dx 5 : Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai


dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
NOC : Fungsi Seksual
1. Mengekspresikan kenyamanan.
2. Mengekspresikan kepercayaan diri
NIC : Konseling Seksual
1. Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.
2. Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.

Dx 6 : Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular


Yang ditandai dengan :
1. Perubahan gaya berjalan.
2. Gerak lambat.
3. Gerak menyebabkan tremor.
4. Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

16
NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Memposisikan penampilan tubuh.
2. Ambulasi : berjalan
3. Menggerakan otot
4. Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan
NIC : Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )
1. Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan
kebutuhan.
2. Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman.
3. Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)

Dx 7 : Kelelahan b.d kondisi fisik kurang


Yang ditandai dengan:
1. Peningkatan kebutuhan istirahat.
2. Lelah.
3. Penampilan menurun.
NOC Activity Tolerance
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
1. Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas.
2. Melaporkan aktivitas harian.
3. Memonitor ECG dalam batas normal.
4. Memonitor warna kulit.
NIC Energy Management
1. Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat.
2. Tentukan keterbatasan fisik pasien.
3. Tentukan penyebab kelelahan.
4. Bantu pasien untuk jadwal istirahat

17
Dx 8 : Risiko kerusakan integritas kulit
NOC : Kontrol Risiko ( risk control )
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Kontrol perubahan status kesehatan.
2. Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko.
3. Mengenal perubahan status kesehatan.
4. Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan.
NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance )
1. Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan.
2. Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan.
3. Monitor warna kulit.
4. Monitor suhu kulit.
5. Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat

Dx 9 : Kerusakan Memori b.d gangguan neurologis


Yang ditandai dengan :
1. Tidak mampu mengingat informasi factual.
2. Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau.
3. Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman.
4. Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru.
NOC : Orientasi Kognitif
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Mengenal diri sendiri.
2. Mengenal orang atau hal penting.
3. Mengenal tempatnya sekarang.
4. Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar.
NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )
1. Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan
dengan pasien.
2. Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.
3. Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali.

18
4. Monitor perilaku pasien selama terapi.

2. Aspek psikososial
1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,
dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
NOC I : koping (coping)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten
diharapkan mampu:
1. Mengidentifikasi pola koping efektif.
2. Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif.
3. Melaporkan penurunan stress.
4. Memverbalkan control perasaan.
5. Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan.
6. Beradaptasi dengan perubahan perkembangan.
7. Menggunakan dukungan social yang tersedia.
8. Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis
NIC : coping enhancement
1. Dorong aktifitas social dan komunitas.
2. Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan.
3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang
sama.
4. Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.
5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama.

2. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera,
perubahan status mental.
NOC: Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten
diharapkan mampu:
1. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama.

19
2. Berpatisipasi dala tradisi keluarga.
3. Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar.
4. Memberikan dukungan satu sama lain.
5. Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.
6. Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan.
7. Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas.
8. Memecahkan masalah.
NIC: Keterlibatan keluarga (Family involvement)
1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan
pasien.
2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan
yang utama.
3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien.
4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan
umur atau penyakitnya.

3. Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,


perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
NOC : Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien
diharapkan akan bisa memperbaiki konsep diri dengan criteria :
1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin
lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan).
2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya
terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan.
3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat
pnyakitnya.
4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual
NIC : Peningkatan harga diri
1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi.
2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya.

20
3. Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya

4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi
peran, lingkungan, status ekonomi
Yang ditandai dengan:
1. Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup.
2. Mudah tersinggung.
3. Gangguan tidur
NOC Anxiety Control
1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien
dapat.
2. Memonitor intensitas cemas.
3. Melaporkan tidur yang adekuat.
4. Mengontrol respon cemas.
5. Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress.
NIC Anxiety Reduction
1. Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas.
2. Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan.
3. Identifikasi ketika perubahan level cemas.
4. Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi.

5. Dx. Resiko Kesendirian


NOC Family Coping
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
1. Mendemontrasikan fleksibelitas peran.
2. Mengatur masalah.
3. Menggunakan strategi penguranagn stress.
4. Menghadapi masalah
NIC Family Support
1. Bantu pekembangan harapan yang realistis.
2. Identifikasi alami dukungan spiritual bagi keluarga.

21
3. Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga.
4. Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan. Dx.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
(ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi.
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien diharapkan
meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :
1. Merasa puas dengan penampilan tubuhnya.
2. Merasa puas dengan fungsi anggota badannya.
3. Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan.
NIC : Peningkatan Citra Tubuh
1. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan.
2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra
tubuh pasien.
3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama.
4. Aspek spiritual.

6. Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain,
cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.
NOC I : pengaharapan (hope)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:
1. Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif.
2. Mengekspresikan arti kehidupan.
3. Mengekspresikan rasa optimis.
4. Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri.
5. Mengekspresikan kepercayaan.
6. Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain.
NIC: penanaman harapan (hope instillation)
1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup.
2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri.
3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan.

22
4. Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group.
5. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien

7. Dx. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam


melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa
lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
Tujuan: Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam
keadaan sakit.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.
b. Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
c. Ajarkan tata cara tayamum.
d. Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
e. Datangkan seorang ahli agama.

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan spiritual, kondisi lanjut usia meliputi dua hal yaitu mengenai
ibadah agama dan kegiatan didalam organisasi sosial keagamaan. Dalam hal ini kehidupan
spiritual mempunyai peranan penting, seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya tentu akan
memelihara umurnya dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat

B. SARAN
percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan
diri-sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan
tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang
positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas

24
DAFTAR PUSTAKA

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA
International.

Read more at http://pinanursinginformatics.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-lansia-


sumber-httpwww.html#mQoE8LAz6DZsUBZC.99

http://www.sosial.spiritual.co.id

www.konsepspiritual.com

http://www.spiritualpadalansia.html.

25

Anda mungkin juga menyukai