Oleh kelompok 1 :
Mohamad Rustom Nawawi : 214201446175
Neng Herni : 214201446164
Uyung Sunayah : 2142011446158
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat serta
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif ini
pada program S1 Keperawatan Universitas Nasional dengan baik.
Harapan penyusun, semoga makalah ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan yang lebih
kepada pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat pula dalam bidang keperawatan
khususnya bagi proses pembelajaran Keperawatan Paliatif.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penyusun harapkan untuk perbaikan baik dari segi materi maupun teknik
penulisan.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 4
2.1. Perawatan Paliatif ...................................................................... 4
2.2. Masalah Keperawatan pada Pasien Paliatif ................................ 6
2.3. Tahapan Penerimaan Pasien Paliatif ........................................... 15
2.4. Peran Perawat Paliatif ................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah
tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada kecenderungan
untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk dilakukan. Untuk itu,
mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan pengetahuan yang memadai
mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga dalam kajian sosial budaya
tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalh
yang berhububgan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
Kebutuhan akan perawatan paliatif tidak dapat dihindari sehubungan dengan makin
meningkatnya jumlah pasien kanker. Dengan sudah dituangkannya program pelayanan
paliatif ke dalam Sistem Kesehatan Nasional perawatan paliatif kini menjadi bagian dari
tata laksana penyakit kanker di Indonesia yang perlu terus dikembangkan. Dalam makalah
ini, penulis akan membahas asuhan keperawatan paliatif dalam perspektif agama, spiritual
budaya dan sosial.
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan definisi perawatan paliatif
2. Menjelaskan masalah keperawatan pada pasien paliatif
2
3. Menjelaskan tahapan penerimaan pasien paliatif
4. Menjelaskan peran perawat paliatif
5. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan masalah
keperawatan dalam perspektif agama, spiritual budaya dan sosial
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
1. menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan fisik
lainnya, penanggulangan nyeri,
2. menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal ,
3. tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian,
4. memberikan dukungan psikologis, sosial dan spiritual,
5. memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin,
6. memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita,
7. serta menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya.
5
8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
9. Perawatan yang berkesinambungan. Dimana seluru sistem pelayanan kesehatan yang
ada dapat menjamin koordinasi, komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk
mencegah krisis dan rujukan yang tidak diperukan.
10. Akses yang tepat. Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus bekerja pada
akses yang tepat bagi seluruh cakupanusia, populasi, kategori diagnosis, komunitas,
tanpa memandang ras, etnik, jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
11. Hambatan pengaturan. Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat kebijakan,
pelaksanaan undang-undang, dan pengaturan yang dapat mewujudkan lingkungan
klinis yang optimal.
12. Peningkatan kualitas. Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi
teratur dan sistemik dalam kebutuhan pasien.
a. Masalah Fisik
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien
paliatif yaitu nyeri (Anonim, 2017). Nyeri merupakan pengalaman emosional dan
sensori yang tidak menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang
terjadi secara tiba-tiba dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan
diprediksi. Masalah nyeri dapat ditegakkan apabiladata subjektif dan objektif dari
pasien memenuhi minimal tiga kriteria (NANDA, 2015).
b. Masalah Psikologi
6
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah
kecemasan. Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit
yang membuat pasien takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun
keluarga (Misgiyanto & Susilawati, 2014).
Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana
hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmani dimana
seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa
yang akan datang dengan perasaan khawatir. Menurut Carpenito (2000) kecemasan
merupakan keadaan individu atau kelompok saat mengalami perasaan yang sulit
(ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan
atau ancaman tidak spesifik. NANDA (2015) menyatakan bahwa kecemasan adalah
perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom, perasaan
takut yang disebabkan olehantisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda
waspada yang member tanda individu akan adanya bahaya dan mampukah individu
tersebut mengatasinya.
c. Masalah Spiritual
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien
paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena diagnose
penyakit kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta
ketidakmampuan pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya
dapat dilakukan secara mandiri. Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang
lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid,
2008).Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis
dan psikososial (Keliat dkk, 2011).
d. Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidak normalan
kondisi hubungan social pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu
7
keluarga maupun rekan kerja (Misgiyanto & Susilawati, 2014). Isolasi sosial adalah
suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan
sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006 ).
8
kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan
faktor di luar perilaku (non-behaviour cause).
Penyakit yang tidak dapat disembuhkan mengubah status sosial pasien. Selain rasa
sakit, dan gejala serta komplikasi yang menghancurkan lainnya, pasien mungkin
menderita efek yang tidak diinginkan dari penyakit yang mempengaruhi penampilan
pasien; hilangnya peran sosial, profesional, dan keluarga; kemampuan untuk tetap
mandiri dan berfungsi secara normal, dan sebagian besar penting persepsi masa depan.
Menurut Sherbourne dan Stewart, dukungan sosial melayani berbagai dimensi
termasuk
9
1. Dukungan emosional yang didefinisikan sebagai empati dan memahami, memiliki
pengaruh positif, dan mendorong ekspresi perasaan;
2. Memberikan bantuan dan bantuan seperti transportasi, bantuan keuangan dan / atau
rumah tangga dianggap sebagai instrumen mendukung;
3. Dukungan informasi melibatkan penawaran informasi, bimbingan, dan saran; dan
4. Dukungan penuh kasih sayang yang terdiri memiliki seseorang yang
mengekspresikan cinta dan kasih sayang.
Ini, pada gilirannya, memberi pasien alasan untuk hidup dan tujuan untuk tetap
terlibat dan hidup saat mereka sekarat. Demikian pula, Mikulincer, Florian, dan
Hirschberger mendalilkan bahwa sosial dekat hubungan yang melampaui kematian
fisik dapat memberikan perlindungan yang memungkinkan pasien untuk menghadapi
kenyataan kematian dengan lebih baik. Mereka menunjukkan bahwa hubungan dekat
ini mempromosikan pelestarian diri, bantuan pasien dengan masalah kematian, dan
membantu mereka dalam mewujudkan artinya dan nilai hidup mereka.
e. Masalah Budaya
Budaya adalah istilah yang menggabungkan konsep ras, etnis, agama, bahasa,
asal kebangsaan, dan faktor lainnya. Ras dan etnis bisa dipertukarkan sebagai variabel
yang digunakan untuk mengidentifikasi budaya. Menurut Johnson, Kuchibhatla, dan
10
Tulsky (2008), etnisitas adalah pembuat kepercayaan budaya dan nilai-nilai yang dapat
memengaruhi pengambilan keputusan di akhir kehidupan. Selanjutnya, Peneliti dan
cendekiawan telah menyarankan bahwa pandangan dunia budaya pada kelompok orang
tertentu menentukan bagaimana mereka memahami kehidupan dan kematian, dan
pendekatan pengambilan keputusan akhir kehidupan (Braun et al., 2000; Parry & Ryan,
2000). Pengetahuan dan kesadaran akan nilai-nilai budaya, sikap, dan perilaku dapat
membantu praktisi menghindari stereotip dan bias, sementara menciptakan interaksi
positif dengan pasien yang mengarah pada hasil pasien yang lebih baik dibandingkan
ketika penyedia kurang sadar budaya (Reith & Payne, 2009).
Dalam kelompok budaya, kesehatan didefinisikan untuk para anggotanya.
Metode adalah diresepkan untuk menjaga kesehatan, serta untuk menangani penyakit
dan kematian (Lo, 2010; Parry & Ryan, 2000). Nilai-nilai bersama, tradisi, norma, adat,
pengalaman hidup, dan peran institusi (yaitu, keluarga, agama, perkawinan) dari
sekelompok orang menentukan bagaimana seseorang akan berinteraksi dengan
penyedia layanan (Braun et al., 2000) dan apakah seseorang akan memilih untuk
melakukan kontrol dan otonomi dalam proses perawatan akhir kehidupan (Volker,
2005). Penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa perbedaan dalam nilai,
keyakinan (Ludke & Smucker, 2007; Bullock et al., 2005; Burr, 1995; Reese, Ahern,
Nair, O'Faire, & Warren, 1999), dan perilaku terikat budaya — termasuk pola
komunikasi (Shrank et al., 2005) —pengaruh pengambilan keputusan akhir kehidupan.
Nilai-nilai pasien dan keyakinan tentang, dan interpretasi dari apa yang diceritakan oleh
seorang anggota tim perawatan, dan harapan perawatan mereka mungkin berbeda dari
mereka penyedia perawatan.
Praktek kompetensi budaya telah diterima secara luas dalam pekerjaan sosial
sebagai a standar yang mengurangi kesenjangan dalam kualitas layanan yang
disampaikan ke etnis kelompok minoritas. NASW (2007) Standar untuk Kompetensi
Budaya termasuk pedoman yang membahas beberapa bidang utama praktik kerja
sosial— termasuk etika dan nilai-nilai, kesadaran diri, pengetahuan lintas budaya,
keterampilan lintas budaya, pemberian layanan, pemberdayaan dan advokasi,
11
keanekaragaman tenaga kerja, pendidikan profesional, keanekaragaman bahasa, dan
kepemimpinan lintas budaya. Namun, pedoman tidak cukup tanpa pemahaman yang
lebih jelas tentang apa yang penting bagi pasien dan keluarga mereka. Studi ras dan
perbedaan etnis dalam preferensi perawatan akhir hidup (Caralis, Davis, Wright, &
Marcial, 1993; Tulsky, Cassileth, & Bennett, 1997; Blackhall et al., 1999) telah
digunakan untuk membuat kesimpulan terhadap perbedaan budaya pengambilan
keputusan perawatan akhir hidup. Sebagai contoh, praktisi sangat menyadari bahwa
banyak pasien, terlepas dari apa pun latar belakang budaya, melibatkan keluarga ketika
mereka menerima paliatif dan perawatan akhir kehidupan (Kehl, Kirchhoff, Kramer, &
Hovland-Scafe, 2009; Hudson, Remedios, & Thomas, 2010; Kovacs, Bellin, & Fauri,
2006; Kramer, Boelk, & Auer, 2006; Townsend, Ishler, Shapiro, Pitorak, & Matthews,
2010).
Namun, ketika bekerja dengan pasien ras dan etnis minoritas, yang cenderung
untuk lebih mengandalkan dukungan informal daripada dukungan formal, keluarga
mungkin seorang aspek yang lebih besar dari rencana perawatan. Bagi para praktisi,
yang beroperasi pada a Model perawatan medis berbasis Barat, ini mungkin menjadi
sumber pertengkaran.
Terlebih lagi, bagi praktisi tampaknya tujuan perawatan kurang diarahkan pada
pasien daripada pada anggota keluarga. Penelitian difokuskan pada etnis dan variasi
rasial dalam dokumen keputusan akhir kehidupan yang berpotensi menjadi area konflik
(Bright-Long, 2010; Stein, Sherman, & Bullock, 2009; Torke, Quest, Kinlaw, Eley, &
Branch, 2004). Ketika konflik antara sistem nilai penyedia layanan kesehatan dan
pasien muncul (Lo, 2010), kegagalan untuk berurusan dengan mereka dengan benar
dapat mengakibatkan perawatan yang tidak memadai (Fins, 2006) atau tidak ada
perawatan.
12
memimpin mereka untuk memilih perawatan yang lebih agresif dan invasif daripada
perawatan paliatif (Lahir, Greiner, Sylvia, Butler, & Ahluwalia, 2004; Caralis et al.,
1993; Crawley et al., 2002).
Penilaian budaya
Mengembangkan kompetensi budaya mensyaratkan bahwa perawat
mendengarkan dengan cermat dan mengumpulkan informasi budaya. Latar belakang
pasien dapat memberikan petunjuk tentang keyakinan seseorang; Namun, ini hanya
asumsi kecuali divalidasi dengan menanyakan pasien tentang keyakinan, kebutuhan,
harapan, dan keinginan mereka. Pengetahuan tentang kelompok budaya seseorang
harus berfungsi hanya sebagai titik awal atau pedoman dalam menilai keyakinan dan
perilaku individu (Kagawa-Singer, 1998; Lipson, Dibble, & Minarik, 1996).
Dalam melakukan penilaian budaya, ada beberapa bidang yang harus ditangani:
1. Identifikasi tempat kelahiran pasien.
2. Tanyakan kepada pasien tentang pengalaman imigrasi mereka.
13
3. Tentukan tingkat identitas etnisnya.
4. Mengevaluasi tingkat akulturasi yang dibuktikan dengan penggunaannya atas
Bahasa Inggris, lamanya waktu di Amerika Serikat, dan adaptasinya.
5. Tentukan struktur keluarganya.
6. Identifikasi penggunaan jaringan informal dan sumber dukungan dalam
masyarakat.
7. Identifikasi siapa yang mengambil keputusan, seperti pasien individu, keluarga,
atau unit sosial lainnya.
8. Menilai bahasa primer dan sekundernya.
9. Tentukan pola komunikasi verbal dan nonverbal orang tersebut
10. Pertimbangkan masalah gender dan kekuasaan dalam hubungan.
11. Mengevaluasi rasa harga diri pasien.
12. Identifikasi pengaruh agama atau kerohanian pada harapan dan perilaku pasien dan
keluarga.
13. Pastikan persepsi pasien tentang diskriminasi atau rasisme.
14. Identifikasi tradisi memasak dan makan dan arti makanan.
15. Tentukan tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi pasien.
16. Menilai sikap, kepercayaan, dan praktik yang terkait dengan kesehatan, penyakit,
penderitaan, dan kematian.
17. Tentukan preferensi pasien dan keluarga mengenai lokasi kematian.
18. Diskusikan harapan tentang perawatan kesehatan.
19. Tentukan tingkat fatalisme atau aktivisme dalam menerima atau mengendalikan
perawatan dan kematian.
20. Mengevaluasi pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai sistem perawatan
kesehatan.
21. Menilai nilai dan penggunaan terapi komplementer.
22. Diskusikan bagaimana harapan dipertahankan
(American Medical Student Association, 2001; ELNEC, 2013; Ersek et al., 1998)
14
tersebut adalah dengan mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan
yang inovatif sesuai dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.
Berikut beberapa model kompetansi budaya yang juga sering digunakan untuk
pengajaran kompetensi budaya bagi para profesional kesehatan, dan untuk mengkaji
latar belakang budaya pasien, yaitu:
15
Kompetensi budaya merupakan proses untuk mengembangkan sesuatu yang mana
hal tersebut tergantung pada kesadaran diri, pengetahuan dan keterampilan.
16
Perawat sebagai pendidik memfasilitasi filosofi yang kompleks, etik dan diskusi
tentang penatalaksanaan di klinik sehingga semua tim dapat mencapai hasil yang positif.
Perawat memperlihatkan dasar keilmuannya yang meliputi : mengatasi nyeri neuropatik,
berperan mengatasi konflik profesi, mencegah dukacita dan resiko kehilangan.
Perawat pendidik dengan tim lainnya, seperti komite dan ahli farmasi, berdasarkan
pedoman dan tim perawatan paliatif, maka memberikan perawatan yang berbeda dan
khusus dalam menggunaan obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri neuropatik yang
tidak mudah di atasi.
Perawat sebagai peneliti menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan-
pertanyaan penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditujukan pada pertanyaan-
pertanyaan. Perawat dapat meneliti dan terintegrasi pada penelitian perawatan paliatif.
Perawat sebagai salah satu tim pelayanan kesehatan akan bekerjasama (Collaborator)
melakukan pengkajian dalam mengkaji bio-psiko-sosial-spiritual serta penatalaksananya.
Perawat membangun dan mempertahankan kolaborasi dengan tim perawatan paliatif.
Perawat memfasilitasi dalam mengembangkan anggota dalam pelayanan, perawat
bekerjasama dengan tim perawatan paliatif dalam rangka mempersiapkan pelayanan
dengan hasil yang terbaik.
Perawat sebagai penasihat (concultant) akan bekerjasama dan berdiskusi dengan
dokter, tim perawatan paliatif dan komite untuk menentukan strategi pengobatan yang tepat
untuk menetukan tindakan dan memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Nyonya A usia 55 tahun asal Surabaya masuk ke Rumah Sakit tanggal 5 februari
2019 akibat mengalami penyakit Ca. Colon. Klien datang ke RSUD Pringsewu diantar oleh
keluarganya melalui IGD, pada tanggal 5 februari 2019, dengan keluhan nyeri pada
abdomen, kram perut, pola defekasi bermasalah, sering sembelit, feses berwarna kehitaman
17
dan kadang disertai darah merah segar, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, dan
cepat letih. Kesadaran klien composmentis, Vital Sign TD 110/90 mmHg, Nadi 70x/menit,
irama reguler kekuatan sedang, Respirasi 20x/menit, irama regular, Suhu 36,5 0 C.
Pekerjaan Ny. A yaitu seorang PNS dan waktu luangnya diisi dengan beristirahat
di rumah dan berkumpul bersama keluarga. Klien jarang berolahraga. Saat sakit, klien
hanya bisa berbaring di tempat tidur, aktifitas terbatas, dan klien dibantu oleh keluarganya.
Sebelum sakit lama tidur klien 7-8 jam/hari, hanya dipergunakan untuk tidur malam karena
klien jarang sekali tidur siang dan tidak ada gangguan dalam tidur. Saat sakit lama tidur
klien hanya 5 jam dengan tidur siang selama 1 jam. Klien kadang-kadang kesulitan tidur
di rumah sakit karena nyeri yang dialami klien, klien tampak lemah. Klien merasakan nyeri
pada perutnya dalam 2 bulan belakangan ini. Nyeri akan lebih terasa menyakitkan jika
beraktifitas dan saat defekasi, dan akan berkurang saat klien beristirahat. Region nyeri yaitu
pada abdomen bagian bawah (dessendens bawah). Skala nyeri klien 8, raut muka klien
tampak menahan nyeri. Sebelum sakit, frekuensi makan Ny. A tidak teratur dikarenakan
kesibukan jam kerja yang mengakibatkan sering telat makan. Berat badan klien 68 kg.
Berat badan dalam 1 bulan terakhir turun drastis menjadi 63 kg. Jenis makanan yang paling
sering dikonsumsi klien yaitu daging hewan dan makanan cepat saji (sate & gulai). Klien
tidak suka sayuran, dan tidak memiliki pantangan terhadap makanan apapun. Klien tidak
pernah mengalami operasi gastrointestinal. Saat sakit, klien hanya mengkonsumsi nasi
lembek, sayuran hijau, buah tapi jarang habis karena klien mual, tidak nafsu makan, &
klien tidak makan yang pedas & berminyak. Sebelum sakit frekuensi minum klien 7-8
gelas/hari. Saat sakit, frekuensi minum klien + 2-3 gelas/hari. Turgor kulit tidak elastis.
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur, klien tidak
batuk, klien tidak merokok, klien tidak terpasang oksigen. Frekuensi BAB klien sebelum
sakit 1x sehari di pagi hari. Feses berwani kuning, konsistensi padat, berbau khas, warna
kuning kecoklatan, dan tidak ada keluhan. Saat sakit, klien kesulitan BAB, mengalami
sembelit, feses berwarna kehitaman, konsistensi keras, kadang disertai darah merah segar,
berbau anyir. Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola
berkemih. Klien tidak menggunakan kateter. Klien tidak memiliki gangguan dan riwayat
penyakit yang menyangkut sensori, persepsi, dan kognitif.
18
3.2 Pengkajian
1. Biodata
Nama : Ny. A
No RM : 123.456.xx
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : surabaya
Tanggal masuk : 5 Februari 2019
Diagnosa medis : Ca. Colon
Pekerjaan : PNS
Status : menikah
Agama : islam
Pendidikan : sarjana
2. Keluhan utama
Nyeri pada bagian perut selama 3 bulan, semakin lama semakin nyeri.
3. Riwayat penyakit :
a. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri pada abdomen, kram perut, pola defekasi bermasalah, sering sembelit, feses
berwarna kehitaman dan kadang disertai darah merah segar, tidak nafsu makan,
penurunan berat badan, dan cepat letih.
b. Riwayat penyakit dahulu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa.
4. Pemeriksaan fisik Head to Toe
a. Keadaan umum
Kesadaran : composmentes
TD : 110/90 mmHg
Nadi : 70x/menit (irama reguler kekuatan sedang)
Respirasi : 20x/menit (rama regular)
19
Suhu : 36,50 C
b. Kepala
Kulit kepala normal, tidak ada hematoma, lesi atau kotor. Rambut mudah patah
saat dicabut, hitam tanpa uban, dan bersih.
o Mata : mata klien secara umum normal, bentuk simetris, konjungtiva tampak
anemis, sklera tidak ikterik, pupil dapat merespon terhadap cahaya, palpebra
normal, tidak ada oedema. Lensa mata normal, jernih, visus mata kanan dan kiri
normal.
o Hidung : Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, polip, epistaksis,
gangguan indera pencium, atau secret.
o Mulut : Mulut klien normal.
o Telinga : telinga klien simetris, bersih, dan tidak ada gangguan pendengaran.
o Leher : leher klien normal, tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk,
tidak ada hematoma, tida ada lesi. Tenggorokan klien normal, tidak ada nyeri tekan,
tidak hipremis, dan tidak ada pembesaran tonsil.
c. Dada
Bentuk dada normal. Irama jantung normal S1 S2 tunggal.
d. Abdomen
Bentuk aga cembung, adanya nyeri tekan pada bagian bawah.
e. Genetalia
Normal dan bersih.
f. Rectum
Normal, tidak ada hemoroid, tidak ada prolaps, dan tidak ada tumor.
g. Ekstremitas
Normal, Tidak ada gangguan.
5. Aktifitas dan latihan
Pekerjaan Ny. A yaitu seorang PNS dan waktu luangnya diisi dengan beristirahat di rumah
dan berkumpul bersama keluarga. Klien jarang berolahraga. Saat sakit, klien hanya bisa
berbaring di tempat tidur, aktifitas terbatas, dan klien dibantu oleh keluarganya
6. Istirahat dan tidur
20
Sebelum sakit lama tidur klien 7-8 jam/hari, hanya dipergunakan untuk tidur malam karena
klien jarang sekali tidur siang dan tidak ada gangguan dalam tidur. Saat sakit lama tidur
klien hanya 5 jam dengan tidur siang selama 1 jam. Klien kadang-kadang kesulitan tidur
di rumah sakit karena nyeri yang dialami klien, klien tampak lemah.
7. Kenyamanan dan nyeri
Klien kadang-kadang kesulitan tidur di rumah sakit karena nyeri yang dialami klien, klien
tampak lemah. Klien merasakan nyeri pada perutnya dalam 2 bulan belakangan ini. Nyeri
akan lebih terasa menyakitkan jika beraktifitas dan saat defekasi, dan akan berkurang saat
klien beristirahat. Region nyeri yaitu pada abdomen bagian bawah (dessendens bawah).
Skala nyeri klien 8, raut muka klien tampak menahan nyeri.
8. Nutrisi
Berat badan klien 68 kg. Berat badan dalam 1 bulan terakhir turun drastis menjadi 63 kg.
Jenis makanan yang paling sering dikonsumsi klien yaitu daging hewan dan makanan cepat
saji (sate & gulai). Klien tidak suka sayuran, dan tidak memiliki pantangan terhadap
makanan apapun. Klien tidak pernah mengalami operasi gastrointestinal. Saat sakit, klien
hanya mengkonsumsi nasi lembek, sayuran hijau, buah tapi jarang habis karena klien mual,
tidak nafsu makan, & klien tidak makan yang pedas & berminyak.
9. Cairan
Sebelum sakit frekuensi minum klien 7-8 gelas/hari. Saat sakit, frekuensi minum klien +
2-3 gelas/hari. Turgor kulit tidak elastis.
10. Oksigen
Klien tidak mengalami sesak, tidak ada keluhan saat bernafas, irama teratur, klien tidak
batuk, klien tidak merokok, klien tidak terpasang oksigen.
11. Eliminasi urin
Frekuensi BAK klien 2x sehari. Klien tidak mengalami perubahan pola berkemih. Klien
tidak menggunakan kateter.
12. Eliminasi fekal
Feses berwani kuning, konsistensi padat, berbau khas, warna kuning kecoklatan, dan tidak
ada keluhan. Saat sakit, klien kesulitan BAB, mengalami sembelit, feses berwarna
kehitaman, konsistensi keras, kadang disertai darah merah segar, berbau anyir.
21
13. Sensori, persepsi, dan kognitif
Klien tidak memiliki gangguan dan riwayat penyakit yang menyangkut sensori, persepsi,
dan kognitif.
14. Pemeriksaan penunjang
c Hasil Nilai Normal Interpretasi
15. Psikologis
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah gelisah. Cara mengatasi gelisahnya
klien dihibur keluarga. Dukungan yang diberikan oleh keluarga sangat baik, keluarga
memberikan semangat kepada klien agar klien selalu berdo’a supaya cepat sembuh. Klien
juga mengatakan sedikit cemas dengan penyakitnya. Klien takut akan perubahan status
kesehatannya.
16. Sosial
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah sebagai anggota RT 5 Kalirejo. Kebiasaan
lingkungan yang tidak disukai adalah lingkungan yang kotor. Cara mengatasinya dengan
melakukan kegiatan kerja bakti.
17. Budaya
Budaya yang diikuti klien adalah budaya jawa. Kebudayaan yang dianut tidak merugikan
kesehatannya.
18. Spiritual
22
Aktivitas ibadah sehari-hari sholat 5 waktu. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
adalah yasinan. Keyakinan klien tentang masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami
: klien yakin akan dirinya pasti sembuh.
DO :
- Klien tampak gelisah
- Klien sulit tidur
- Klien sering bertanya
mengenai kondisinya
DS : Insomnia
Klien mengatakan susah Kanker kolon
tidur saat di rumah sakit
Obstruksi kolon
DO :
Kompresi jaringan
Durasi tidur malam 3 jam
dan tidur siang 1 jam Reseptor nyeri
Nyeri
23
Susah tidur
DO :
-
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons
autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
24
diharapkan klien tidak - Mendengarkan - Keluarga dapat
mengalami kecemasan, penyebab kecemasan mengungkapkan
dengan kriteria hasil : klien dengan penuh penyebab
perhatian kecemasannya
Tingkat Kecemasan
sehingga perawat dapat
(1211)
menentukan tingkat
25
- Menganjurkan keluarga dan
keluarga untuk tetap mengurangi tingkat
mendampingi klien kecemasannya
- Mengurangi atau
menghilangkan
rangsangan yang
menyebabkan
kecemasan pada
keluarga klien
Definisi: Gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat fungsi.
26
- Tidak ada kesulitan - Terapkan langkah – - Kenyamanan dapat
memulai tidur (5) langkah kenyamanan mengurangi sedikit
seperti pijat, dan rasa sakit yang
sentuhan afektif dirasakan klien
Teknik Menenangkan
(5880) Teknik Menenangkan
(5880)
- Intruksikan klien
untuk - Perasaan tenang
menggunakan dapat mengurangi
metode stres yang dirasakan
mengurangi klien
kecemasan (teknik
bernafas dalam,
relaksasi otot
progresif,
mendengar musik
lembut)
- Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan tanpa
Terapi Relaksasi (6040)
distraksi dengan
lampu redup dan - Lingkungan yang
suhu lingkungan nyaman
yang nyaman memberikan
- Gunakan relaksasi perasaan tenang
sebagai strategi - Relaksasi dapat
tambahan dengan mengurangi nyeri
obat-obatan nyeri
27
atau sejalan dengan - Evaluasi untuk
terapi lain mengetahui
- Evaluasi laporan efektifitas terapi
individu terkait
relaksasi yang
dicapai secara
teratur
28
kelompok yang telah
berhasil mengalami
pengalaman yang
sama
Dukungan Emosional
(5270)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang memiliki tujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien yang terfokus pada pasien dan keluarga pasien dalam menghadapi
29
penyakit yang sedang dialami. Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai
sesuatu yang harus dihindari, tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi
sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa. Permasalahan yang
sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan perawat paliatif meliputi masalah
psikologis, social, konsep diri, dukungan keluarga dan aspek spiritual.
Permasalahan yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-kejadian yang dapat
mengancam diri sendiri, misalnya nyeri, masalah fisik, psikologi, social, kultural dan
spiritual. Perawatan paliatifi ini bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati
ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidup selama mungkin.
Teori “The Five Stage of Grief” menyebutkan bahwa respon psikologis yang dialami
seseorang karena kehilangan terbagi atas lima tahap, yaitu penyangkalan (denial),
marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression) dan
penerimaan (acceptance). Respons psikologi ini juga bias digunakan untuk memahami
reaksi pasca kejadian traumatic yang dialami oleh seseorang. Dapat dikatakan pula bahwa
teori ini berkembang sangat pesat.
Dalam hal ini peran perawat paliatif memiliki peran penting dalam memberikan
dukungan bagi penderita kanker dalam mengatasi gejala yang dialami. Sebagai salah satu
petugas klinik tentu perawat dapat memahami dan mengevaluasi keluhan-keluhan pasien.
Perawat dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, guna mengembangkan dan
menerapkan perencanaan perawatan yang komprehensif.
4.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Purnamaningrum. 2010. F aktor-F aktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Masyarakat
Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Mata (Factors Related To The Community’s
Behaviour To Get Eye Health Servic). Universitas Diponegoro.
Boedhi, Darmojo, R. 2011 .Buku Ajar Geriatic (IlmuKesehatanLanjutUsia) edisike – 4.Jakarta
:BalaiPenerbit FKUI
31
Bullock, K. (2011). The influence of culture on end-of-life decision making. Journal of social work
in end-of-life & palliative care, 7(1), 83-98.
Dobríková, P., Macková, J., Pavelek, L., AlTurabi, L., Miller, A., & West, D. (2016). The effect
of social and existential aspects during end of life care. Nursing and Palliative Care, 1(3),
47-51.
Dochteran, J. M., & Bulechek, G. M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). 6th ed.
America: Mosby Elseiver
Dwi Hapsari, dkk.2012. Pengaruh Lingkungan Sehat dan Perilaku Hidup Sehat Terhadap Status
Kesehatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan. Jakarta.
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.
Lukman Hakim, dkk.. 2013. Faktor Sosial Budaya Dan Orientasi Masyarakat Dalam Berobat
(Socio-Cultural Factors And Societal Orientation In The Treatment). Universitas Jember
(UNEJ). Jember.
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2013). Nursing Outcomes Classification
(NOC). 5th ed. United states of America: Mosby Elseiver.
32