Anda di halaman 1dari 16

Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif

TEKNIK MENYAMPAIKAN BERITA BURUK DAN PRINSIP

KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALIATIF

Oleh

Kelompok 3

Noviyanti Rizky Saputri 841418049

Apriliya Ismail 841418056

Ramlia A. Nusi 841418061

Adelia Hasan 841418060

Intan Patria Abdjul 841418069

Vikryanto R. Iman 841418051

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Teknik Menyampaikan Berita Buruk
Dan Prinsip Komunikasi Dalam Perawatan Paliatif” dengan baik dan tepat waktu. Adapun
pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan
Menjelang Ajal dan Paliatif. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
manfaat yang berguna bagi pengetahuan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu
dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Selain
itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun terhadap kekurangan
dalam makalah agar selanjutnya kami dapat memberikan karya yang lebih baik dan sempurna.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan para pembaca.

Gorontalo, 3 April 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

2.1 Pengertian Perawatan Paliatif……………………………………………2


2.2 Komunikasi Dalam Perawatan Paliatif…………………………………..3
2.3 Contoh Komunikasi yang Baik dan Buruk dalam Keperawatan Paliatif...5

BAB III PENUTUP………………………………………………………………12

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….12

3.2 Saran…………………………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Palliative care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi
penderita pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga
memberikan support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya
salah satu tujuan dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang
termasuk didalamnnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Seiring berkembangnnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang dulunya
hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas
menjadi perawatan holistic yang mencakup aspek fisik, social, psikologis, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang
menderita penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak
adanya. Banyak oakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan masyarakat
ada;ah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa
komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka
manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu keperawatan paliatif/paliatif care?
2. Bagaimana komunikasi dalam perawatan paliatif?
3. Bagaimana contoh komunikasi yang baik dan yang buruk dalam keperawatan
paliatif?
1.3 Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui apa itu perawatan paliatif.
2. Untuk dapat mengetahui komunikasi dalam perawatan paliatif.
3. Untuk dapat mengetahui contoh komunikasi yang baik dan yang buruk dalam
keperawatan paliatif.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perawatan Paliatif
Palliative care atau perawatan paliatif merupakan tipe perawatan yang tidak
hanya menekankan pada gejala fisik saja, tetapi perawatan ini juga fokus terhadap aspek-
aspek emosional, psikososial, dan ekonomis serta spiritual untuk memenuhi kebutuhan
akan perbaikan kualitas hidup pasien. Pelayanan kanker merupakan salah satu bentuk
pelayanan paliatif di Indonesia, pelayanan ini berfokus pada pengobatan dan
pengontrolan progresi kanker (Deli and Ana, 2014; Sherwen, 2014; Selman et al., 2017).
Area paliatif ataupun pelayanan kanker adalah area praktek dengan masalah yang sering
dirasakan menantang dan sulit baik bagi perawat maupun pasien atau keluarganya. Salah
satu tantangan dan kesulitan itu seperti bagaimana mengatur masalah komunikasi yang
ada di pelayanan paliatif atau kanker yang sangat kompleks contohnya bagaimana
memberikan informasi secara tepat tentang berita buruk terkait diagnosis atau prognosis,
bagaimana mendiskusikan tujuan perawatan dan keinginanpasien serta bagaimana cara
memulai diskusi tentang kematian dan proses kematian dimana dikalangan masyarakat
masih relative tabu (Brighton and Bristowe, 2016). Palliative medicine is the study and
management of patients with active, progressive, far-advanced disease for whom the
prognosis is limited and the focus of care is the quality of life. Perawatan paliaif adalah
semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita, terutama yang tak mungkin
disembuhkan. Tindakan aktif yang dimaksud antara lain menghilangkan nyeri dan
keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan dalam aspek psikologis, sosial dan spiritual.
Perawatan paliatif yang baik mampu merubah kualitas hidup pasien kanker sesorang
menjadi lebih baik. Namun perawatan paliatif mash jarag terdapat dirumah sakit di
Indonesia. Hal ini dikarenakan masih kurangnya pemahaman dan kesadaran rumahsakit
terhadap pentingnya perawatan paliatif bagi pasien kanker stadium akhir.
Tujuan perawatan paliatif adalah Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap
kematian sebagai proses normal, tidak mempercepat atau menunda kematian,
menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu, menjaga keseimbangan
psikologis dan spiritual, mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
dan mengusahakan membantu mengatasi suasana duka cita pada keluarga. Namun masih

2
jarang terdapat perawatan paliatif dirumah sakit karena masih berfokus kepada kuratif.
Sedangkan perubahan secara fisik, social dan spiritual tidak bisa diintervensi seluruhnya
dengan kuratif.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada polar dasar berikut ini, yaitu :
- Meningkatkan kualitas hidup dan menggangap bahwa kematian sebagai proses yang
normal
- Tidak mempercepat atau menunda kematian
- Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menggangu
- Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
- Berusaha agar penderita tatap aktif sampai akhir hayatnya
- Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita pada keluarga

2.2 Komunikasi Dalam Perawatan Paliatif

Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu keperawatan ajal, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi
penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistic yang mencakup aspek fisik,
social, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif ini karena semakin hari semakin
banyak pasien yang menderita penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu
perkembangan adalah mutlak adanya.

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan masyarakat ini
adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa
komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk. Sebaliknya, tanpa masyarakat maka
manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (riswadi, 2009). Komunikasi
dalam kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada
psikologi social, pendidikan, kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk
mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan untuk pencegahan.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik

3
mengarah pada bentuk komunikasi intrapersonal. Komunikasi perawat dengan pasien
khususnya sangatlah penting. Perawat harus bisa menerapkan komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik diterapkan tidak hanya pada pasien yang sadar saja, namun pada
pasien yang tidak sadar juga harus diterapkan komunikasi terapeutik tersebut.

Tiap fase yang dialami oleh pasien kritis itu berbeda. Sehingga perawat juga
memberikan respon yang berbeda. Sehingga perawat juga memberikan respon yang
berbeda pula. Dan dalam berkomunikasi perawat itu harus memperhatikan pasien
tersebut berada pada fase yang seperti apa, sehingga mudah bagi perawat dalam
menyesuaokan dimana fase yang dialami pasien. Fase tersebut adalah :

a. Fase denial (pengingkaran)

Reaksi pertama individu ketika mengalami kehilangan atau mengalami kabar


buruk mengenai kondisinya dalam keadaan ini mengalami penyakit kronis, maka
biasanya akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi
pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan,
detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut
akan cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai ada juga yang sampai
bertahun-tahun. Tehnik komunikasi yang digunakan adalah :

- Memberikan kesempatan kepada klien untuk menggunakan koping yang


kontruktif dalam menghadapi kehiloangan dan kematian
- Selalu berada di dikat klien
- Pertahankan kontak mata
b. Fase anger (marah)

Fase ini dimulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang terjadi
kehilangan atau ketika mengetahui kondisi penyakit kronisnya. Biasanya individu
tersebut menunjukan perasaan yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada orang
yang ada disekitarnya. Biasanya juga menunjukan perilaku agresif, bicara kasar,
menolak pengobatan, dan menuduh perawat dan dokter tidak becus. Respon fisiknya
yaitu muka merah, nadi ceoat, sulit tidur, gelisah, tangan menggepai. Tehnik komunikasi
yang digunakan adalah :

4
- Memberikan kesemoatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaanya,
hearing, hearing, hearing dan menggunakan tehnik respek.
c. Fase begining ( tawar menawar)

Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,


maka selanjutnya ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
hati dari tuhan. Tehnik komunikasi yang kita gunakan adalah :

- Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan kepada


pasien apa yang diinginkan.
d. Fase depression

Individu pada fase ini sering menunjukan sikap antara lain menarik diri, tidak
mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut
atau dengan ungkapan menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala
disiknya adalah menolak makan, susah tidur, letih.

Fase komunikasi yang digunakan adalah :


- Jangan mencoba menenang klien dan biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan kesedihannya.
e. Fase acceptance ( penerimaan)
Pada fase ini biasanya klien menanyakan apa yang akan dilakukanya agar
kondisinya bias kembali normal. Tehnik komunikasi yang dignakan perawat
adalah :
- Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk mendiskusikan perasaan
keluarga terhadap kematian.

2.3 Contoh Komunikasi yang Baik dan Buruk dalam Keperawatan Paliatif

Penelitian pada anggota keluarga pasien yang selamat dari kematian yang
traumatic menunjukan, bahwa hal terpenting dari penyampaian berita buruk adalah
attitude (sikap dan perilaku) penyampai berita, informasi yang jelas, privasi dan
kemampuan penyampai berita menjawab pertanyaan. Terdapat enam langkah dalam
menyampaikan berita buruk :

5
a. Melakukan Persiapan
1) Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang
akan disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium
ataupun pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga
pengetahuan dasar tentang prognosis ataupun terapi pilihan terkait penyakit
pasien.
2) Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman.
Pastikan bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staff medis lain
ataupun dering telepon.
3) Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir.
Perkenalkan diri pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan hubungan
mereka dengan pasien
4) Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Tulislah kata
kata spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau yang harus dihindari
dalam penyampaian.
b. Menanyakan Apa yang Pasien Tahu tentang Penyakitnya
Mulailah diskusi dengan menayakan apakah pasien tahu bahwa dirinya sakit parah,
atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya tersebut. Hal ini
bertujuan untuk menjaga apakah pasien atau keluarga nya dapat memahami berita
buruk yang akan disampaikan. Contoh pertanyaan yang dapat diajukan:
1) Apa yang anda ketahui tentang sakit anda?
2) Bagaimana anda menggambarkan kondisi kesehatan anda saat ini?
3) Apakah anda khawatir mengenai sakit atau kondisi anda?
4) Apakah petugas medis anda sebelumnya mengatakan apa penyakit anda?
Atau menyarankan anda melakukan suatu pemeriksaan?
5) Dengan gejala gejala yang ada, menurut anda penyakit apa yang mungkin
terjadi?
6) Apakah menurut anda ada hal serius ketika berat badan anda turun drastis?
c. Menanyakan seberapa Besar Keingintahuan Pasien Tentang Penyakitnya
Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keingin tahuan pasien, orang
tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang dapat

6
berbeda beda tergantung suku, agama, ras, social dan budaya masing masing. Setiap
orang mempunyai hak untuk menolak ataupun menerima informasi lebih lanjut.Jika
pasien menunjukan tanda tidak menginginkan informasi yang lebih detail, maka
petugas medis harus menghormati keinginannya dan menanyakan pada siapa
informasi sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui
berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa:
1) Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah anda ingin
mengetahuinya lebih lanjut?
2) Apakah anda ingin saya menerapkan dengan lebih rinci mengenai kondisi
anda? Jika tidak, apakah anda ingin saya menyampaikan pada seseorang?
3) Beberapa orang mungkin tidak mau tahu sama sekali apa yang terjadi pada
diri mereka, sementara keluarga justru sebaliknya. Mana yang anda pilih?
4) Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan menjelaskan
dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah kesehatan?
5) Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini?
Sering keluarga pasien meminta petugas medis untuk tidak menyampaikan
pada pasien diagnosis atau informasi penting lainnya. Sementara petugas
medis mempunyai kewajiban secara hokum untuk memberikan inform
consent pada pasien dan disisi lain hubungan terapeutik yang efektif juga
membutuhkan kerja sama keluarga. Maka jika keluarga meminta demikian,
tanyakan mengapa mereka tidak menginginkan petugas medis memberikan
informasi pada pasien, apa yang mereka takutkan akan apa yang petugas
medis sampaikan, dan apa pengalaman mereka tentang berita buruk.
Srankan bahwa petugas medis bersama keluarga menemui pasien dan
menanyakan apakah pasien ingin informasi mengenai kesehatannya dan apa
pertanyaan yang mungkin diajukan
d. Menyampaikan Berita
Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, juju, sensitive dan penuh
empati.Hindari penyampaian seluruh informasi dalam satu kesemapatan.Sampaikan
informasi, kemudian berikan jeda.Gunakan kata kata sederhana yang mudah
dipahami. Hindari kata kata manis (eufemisme) ataupun istilah istilah kedokteran.

7
Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti “meninggal atau kanker”.Jangan
meminimalkan keparahan penyakit.Sering sering memberikan jeda setelah
penyampain suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa yang
disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai diskusi. Hindari kalimat
“ Saya minta maaf atau Maafkan saya” karena kalimat tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa petugas medis bertanggung jawab atas apa yang terjadi,
atau bahwa sema ini karena kesalahan petugas medis. Lebih baik gunakan kalimat
“Maafkan saya harus menyampaikan pada anda mengenai hal ini”. Beberapa
kalimata lain yang dapat dipilih untuk menyampaikan berita buruk:
1) Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsy menunjukan anda terkena
kanker leher Rahim
2) Saya merasa tidak enak menyampaikannya, bahwa berdasarkan hasil
pemeriksaan dan USG bayi yang anda kandung sudah meninggal.
3) Hasil pemeriksaan laboratorium yang ada titik sesuai dengan apa yang kita
harapkan. Hasil ini menunjukan anda pada stadium awal penyakit kanker
4) Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsy smsum tulang
belakang menunjukan putri anda menderita leukemia.
e. Memberikan Respon Terhadap Perasaan Pasien
Setelah berita buruk disampiakan sebaiknya petugas medis untuk memberi
jeda.Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi.Respon pasien dan keluarga
dalam menghadapi berita buruk beragam. Ada pasien yang menangis, marah, sedih
cemas, menolak, menyalahkan, merasa bersalah, tidak percaya, takut, merasa tidak
berharga, malu, mencari alasan mengapa hal ini terjadi, bahkan bisa jadi pasien
pergi meninggalkan ruangan. Siapkan diri dalam menghadapi berbagai
reaksi.Dengarkan dengan tenang dan perhatian penuh.Pahami emosi pasien dan ajak
pasien untuk menceritakan perasaan. Contoh kalimat yang dapat digunakan untuk
merespon perasaan pasien:
1) Saya merasakan bahwa ini merupakan situasi yang sulit
2) Anda terlihat sangat marah. Dapatkan anda ceritakan apa yang anda
rasakan?
3) Apakah berita ini membuat anda takut?

8
4) Sampaikan saja perasaan anda tentang apa yang baru saya sampaikan
5) Saya berharap hasil ini berbeda
6) Apakah ada seseorang yang anda ingin saya hubungi?
7) Saya akan coba membantu anda
8) Saya akan bantu untuk menyampaikannya pada anak anak anda

Pasien atau anggota keluarga tidak suka disentuh, bersikap sensitive terhadap
perbedaan budaya dan pilihan personel.Hindari humor atau komentar yang tidak
pada tempatnya.Beri waktu pasien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.
Jangan mendesak dengan terburu buru menyampaikan informasi lebih lanjyt. Jika
emosi sudah dikeluarkan, biasanya pasien atau keluarga lebih mudah diajak pada
langkah berikutnya.

f. Merencanakan Tindak Lanjut


Buatlah rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa:
1) Pemeriksaan lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi
2) Pengobatan gejala gejala yang ada
3) Membantu orang tua mengatakan pada anak tentang penyakit dan
pengobatannya
4) Tawarkan harapan yan realistis. Walaupun tidak ada kemungkinan untuk
sembuh, bangun harapan pasien dan sampaikan tentang pilihan terapi apa
saja yang tersedia.
5) Mengatur rujukan yang sesuai
6) Diskusikan tentang sumber sumber yang dapat memberikan dukungan
secara emosi dan praktis, missal keluarga, teman, tokoh yang disegani,
pekerja social, konselor spiritual, peer group, ataupun terapis professional

Rencana tindak lanjut ini akan meyakinkan pasien dan keluarga, bahwa
petugas medis tidak meninggalkan atau mengabaikan mereka, dan petugas
medis akan terlibat aktif dalam rencana yang akan dijalankan. Katakana
mereka dapat menghubungi petugas medis jika ada pertanyaan lebih
lanjut.Temukan waktu untuk pertemuan berikutnya. Petugas medis juga harus
memastikan bahwa pasien akan aman dan selamat saat pulang. Cari tahu:

9
apakah pasien dapat mengemudikan sendiri kendaraan saat pulang? Apakah
pasienApakah pasien sangat cemas atau khawatir, merasa putus asa atau ingin
bunuh diri? Apakah ada seseorang di rumah yang dapat memberikan
dukungan pada  pasien?
g. Mengkomunikasikan Prognosis
Pasien sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana  perjalanan
penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka ingin mempunyai
kepastian tentang masa depan sehingga dapat merencanakan hidup mereka, atau
pasien merasa ketakutan dan  berharap bahwa Petugas medis akan mengatakan
penyakitnya tidak serius.
Sebelum langsung menjawab pertanyaan pasien tentang  prognosis, sebaiknya
Petugas medis mengumpulkan informasi tentang alasan mereka menanyakan hal
tersebut. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain:
1. Apa yang Anda harapkan akan terjadi?
2. Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan  penyakit
seperti ini?
3. Apa yang Anda harapkan terjadi?
4. Apa yang Anda harapkan untuk saya lakukan?
5. Apa yang membuat Anda takut untuk yang akan terjadi?
Petugas medis harus mempertimbangkan dampak pemberian informasi prognosis.
Pasien yang ingin merencanakan hidup mereka  biasanya mengharapkan informasi
yang lebih rinci. Sedangkan pasien yang sangat khawatir atau cemas, mungkin akan
lebih baik mendapat informasi secara umum saja. Jawaban Petugas medis yang
definitif seperti : “Anda hanya mempunyai usia harapan hidup sampai 1 tahun”
akan berisiko menyebabkan kekecewaan jika ternyata terbukti usia harapan
hidupnya lebih singkat. Jawaban seperti ini juga dapat menimbulkan kemarahan dan
rasa frustasi jika dokter merendahkan usia harapan hidup pasien. Kalimat berikut
lebih disarankan dalam menjawab pertanyaan tentang prognosis: Sekitar sepertiga
pasien dengan kasus seperti ini dapat bertahan hidup sampai satu tahun, separuhnya
bertahan hidup dalam 6 bulan, apa yang akan terjadi sesungguhnya pada diri Anda,
saya sungguh tidak tahu.

10
Setelah jawaban tersebut Petugas medis sebaiknya melanjutkan dengan
menyampaikan bahwa kita harus berharap untuk yang terbaik, sambil tetap
berencana untuk kemungkinan terburuk.Sampaikan juga ke pasien dan keluarga
bahwa kejutan yang tidak diharapkan dapat terjadi hal ini dan pasien lebih
mempersiapkan mental untuk menghadapi sehingga dapat mengurangi penderitaan.
Petugas medis harus meyakinkan pasien dan keluarga bahwa Petugas medis akan
siap mendukung dan membantu mereka (Wahyuliati SpS, 2016).

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi dan masyarakat ini adalah dua kata kembar yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat
terbentuk. Sebaliknya, tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat
mengembangkan komunikasi (riswadi, 2009). Komunikasi dalam kesehatan sangat
efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi social,
pendidikan, kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan
dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan untuk pencegahan.
Hal terpenting dari penyampaian berita buruk adalah attitude (sikap dan
perilaku) penyampai berita, informasi yang jelas, privasi dan kemampuan penyampai
berita menjawab pertanyaan.

3.2 Saran

Dari pembahasan di atas, diharapkan agar makalah ini dapat dijadikan bahan
pembelajaran bagi mahasiswa maupun pembaca untuk kedepannya dan juga mahasiswa
dapat memahami dan menerapkan teknik komunikasi yang benar, baik untuk
menyampaikan berita baik maupun menyampaikan berita buruk kepada pasien dan
keluarga pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai