Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TAHAP PENCEGAHAN PADA LANSIA

DISUSUN OLEH

1. ANI CANDRA LESTARI


2. BAIQ ITA FITRIANA
3. DIYAH AHADYATUNNISA
4. ESY RISKAYANA PUTRI
5. ARI FITRI HATIARSIH
6. INA YATUSOLIHATI
7. IIN PUTRI AULI
8. IWAN SUSANTO

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Assamualaikum. Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-Nya
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang
berjudul “PALIATIF CARE PADA LANSIA”. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, baik dari segi penulisan, bahasa ataupun penyusunannya. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen pengampuh mata kuliah Keperawatan Gerontik menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik dimasa yang akan
datang.

Mataram,18 Oktober 2020


Penyusun

Kelompok V
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................i


KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................3
A. Definisi Paliatif Care .........................................................................................3
B. Terapi Modalitas .................................................................................................4
C. Terapi Aktivitas Kelompok ................................................................................6
BAB III PENUTUP.......................................................................................................17
A. Kesimpulan ......................................................................................................17
B. Saran..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi tua atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di


dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup yang di mulai sejak permulaan kehidupan (Padila, 2013). Lanjut
usia atau lansia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun atau
lebih (WHO, 2010). Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998
menjelaskan tentang kesejahteraan lansia juga menyebutkan lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Memasuki
usia tua banyak mengalami kemuduran baik kemunduran fisik maupun
psikologis. Semakin lansia seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin
berkurang. Hal ini akan dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi
dengan lingkungan. Kondisi ini dapat berdampak pada tingkat kesepian
seseorang (Nugroho, 2012).
Kesepian yang dialami oleh lansia mempunyai dampak yang
cenderung menyebabkan berbagai masalah seperti depresi, kecemasan,
keinginan bunuh diri, cenderung untuk terkena penyakit, pola makan dan
tidur seseorang kacau, menderita sakit kepala dan muntah-muntah
(Stuart & Sundeen, 2007). Depresi merupakan perasaan keputusasaan,
kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga
mampu melakukan tindakan nekat.

Kesepian bisa diatasi dengan beberapa cara seperti latihan


keterampilan sosial training (SST), Cognitive-Behavioral Therapy,
Shyness Grups dan terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama
(Keliat, 2005). Sedangkan terapi aktivitas kelompok sosialisasi yaitu
terapi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi
sosial maupun berperan dalam lingkungan social (Purwaningsi, 2010).
Adapun tujuan dari terapi aktivitas kelompok yaitu: meningkatkan
kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, mengubah perilaku
dan meningkatkan interaksi sosial antar lansia (Siti, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan paliatif care ?
2. Apakah yang dimaksud dengan terapi modalitas ?
3. Apakah tujuan dari terapi modalitas ?
4. Apa saja jenis dari terapi modalitas ?
5. Apa saja macam – macam dari terapi modalitas ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari paliatif care
2. Untuk mengetahui pengertian dari terapi modalitas
3. Untuk mengetahui tujuan dari terapi modalitas
4. Untuk mengetahui jenis dari terapi modalitas
5. Untuk mengetahui macam – macam dari terapi modalitas
BAB II

PEMBAHASAN

A. Paliatif Care

Menurut WHO Palliative care (perawatan paliatif) merupakan suatu


cara pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarganya dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang mengancam kehidupan, melalui pencegahan dan
mengurangi penderitaan dengan identifikasi awal, penanganan yang
benar, pengobatan rasa sakit dan masalah yang lain,yaitu fisik, psikososial
dan spiritual. Adapun Perawatan paliatif sebagai berikut:

1. Mengurangi rasa sakit dan gejala-gejala lain yang menyusahkan


2. Menggabungkan aspek psikologis dan spiritual dari perawatan pasien
3. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup secara
aktif sebisa mungkin sampai meninggal
4. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga mengatasi
kesukaran selama pasien sakit
5. Menggunakan pendekatan dengan suatu tim untuk memenuhi
keperluan pasien dan keluarganya, termasuk konseling
6. Akan meningkatkan kualitas kehidupan, dan dapat secara positif
mempengaruhi perjalanan penyakit
7. Dapat diterapkan dini pada perjalanan penyakit, berhubungan dengan
terapi-terapi lain yang bertujuan untuk memperpanjang kehidupan,
seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan termasuk pemeriksaan lain
yang diperlukan untuk lebih memahami dan mengatur komplikasi
klinis yang lain.

Tujuan akhir dari perawatan paliatif adalah mencapai kualitas


hidup yang terbaik untuk pasien dan keluarganya. Pada pasien paliatif,
prioritas pelayanan kesehatan berubah dari pengobatan ke perawatan (from
cure to care), dari intervensi ke pencegahan dan rehabilitasi. Jadi, tujuan
utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit. Dulu
perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang secara medis
sudah tidak dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan pada semua
stadium kanker, bahkan juga pada penderita penyakit-penyakit lain yang
mengancam kehidupan seperti HIV/AIDS dan berbagai kelainan yang
bersifat kronis.
Perawatan yang memadai bagi pasien menjelang ajal disebut
perawatan hospice/hospitium. Hospice care adalah sebuah konsep
perawatan bagi pasien terminal yang dirancang untuk membebaskan
penderitaan dan meringankan gejala-gejala yang tidak diinginkan.
Perawatan hospice sendiri dibagi dua, yaitu inpatient hospice adalah
perawatan yang memberikan harapan bagi pasien–pasien dengan gejala
yang tidak terkendali dengan baik, sedangkan Outpatient hospice
menyediakan pelayanan yang terkoordinasi bagi pasien menjelang ajal
yang berada di rumah atau dalam fasilitas perawatan jangka panjang.
Perawatan hospice terdiri dari suatu “team work“, yaitu dokter,
psikolog, perawat, terapi rehabilitasi, ahli gizi, pekerja sosial, dll yang
bersama–sama memberikan tindakan yang terpadu atas tahapan–tahapan
psikologis penderita dengan cara yang berbeda–beda.
Palliative medicine (Kedokteran Paliatif) merupakan bagian dari ilmu
kedokteran yang mempelajari dan melaksanakan tindakan medis secara
aktif dan progresif untuk pasien dengan penyakit lanjut yang mempunyai
prognosis buruk dengan fokus perawatan pada upaya untuk
mempertahankan kualitas hidup pasien.

B. Terapi Modalitas

Terapi modalitas merupakan terapi berupa kegiatan yang


dilakukan lanjut usia guna mengisi waktu luang, dengan tujuan
meningkatakan kesehatan lanjut usia, meningkatkan produktivitas
lanjut usia, meningkatkan interaksi sosial antar lanjut usia serta
mencegah terjadinya masalah pada psikologis dan mental pada lanjut
usia (Artinawati, 2014). Jenis kegiatan dalam terapi modalitas, antara
lain :

1. Psikodrama
Terapi ini bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lanjut usia
sehingga lanjut usia dapat menyampaikan perasaannya sesuai
peran yang dipilih.

2. Terapi aktivitas kelompok (TAK)


Terapi yang terdiri atas 7 – 10 orang, dengan tujuan
meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman,
dan mengubah perilaku.

3. Terapi musik
Terapi yang bertujuan untuk menghibur para lanjut usia sehingga
meningkatkan gairah hidup, mencegah penurunan fungsi kognitif
serta dapat mengenang masa lalu.

4. Terapi berkebun
Terapi yang bertujuan melatih kesabaran, kebersamaan, dan
memanfaatkan waktu luang.

5. Terapi dengan binatang


Terapi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan
mengisi hari–hari sepinya dengan bermain bersama binatang.
6. Terapi okupasi
Terapi yang bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan
meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan
karya dari bahan yang sudah disediakan.

7. Terapi kognitif
Terapi yang bertujuan untuk mencegah penurunan fungsi kogntif
dan penurunan daya ingat.

8. Life review terapi/ reminiscence therapy


Terapi yang bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan
harga diri, serta mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif
serta meningkatkan fungsi kognitif yang berarti dengan
menceritakan pengalaman hidupnya.

9. Rekreasi
Terapi yang bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup,
menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan.
10. Terapi keagamaan
Terapi yang diberikan dengan tujuan untuk kebersamaan, persiapan
menjelang kematian, dan meningkatkan rasa nyaman.
11. Terapi keluarga
Terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit
penanganan (treatment unit). Tujuannya agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya.
C. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu

dengan yang lain saling ketergantungan dan mempunyai norma yang

sama (Stuart & Sundeen, 1998). Aktivitas Kelompok adalah kumpulan

individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain saling

terikat dan dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang

diberikan kelompok klien dengan tujuan memberi terapi bagi

anggotanya. Dimana berkesempatan untuk meningkatkan kualitas

hidup dan meningkatkan respon sosial.

2. Prinsip-prinsip memilih peserta terapi aktivitas kelompok

Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah

homogenitas, yang dijabarkan antara lain :


1) Gejala sama

Misalnya terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi,

khusus untuk pasien halusinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi

aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa

untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi

halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai bila

pasien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka

dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.

2) Jenis kelamin sama

Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien

dengan gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi

dari pada perempuan. Maka lebih baik dibedakan.

3) Kelompok umur hampir sama

Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi

antar pasien.

4) Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi

Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai

karena akan terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien.

Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan

tujuanya sulit tercapai.

5) Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia

a. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai

eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain


b. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain

serta merubah perilaku yang destrkutif dan maladaptif

c. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling

mambantu satu sama lain unutk menemukan cara

menyelesaikan masalah

6) Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia

a. Stimulasi Sensori (Musik)

Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi

para pendengar yang mendengarkan maupun bagi pemusik

yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki andil

terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak

pada struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang

mampu menuju pada ketidakberesan dalam kehidupan

seseorang. Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman

musikal, seperti menyanyi, dapat menghasilkan integrasi

pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan roh. Bagi

penyanyi dalam sebuah kelompok, musik memberikan suatu

komunikasi yang intim dan emosional antara pemimpin dan

anggota kelompok secara individu, juga antara anggota itu

sendiri, dan masih terjadi ketika hubungan antarpribadi itu

menjadi terbatas dan pecah. Musik dapat mempersatukan suatu

kelompok yang beraneka ragam menjadi suatu unit yang

fungsional. Fungsi musik sebagai ungkapan perhatian dapat


dilihat ketika musik dialami sebagai suatu pemberian dari

orang-orang yang kelihatannya tidak memiliki apa-apa.

a) Musik sebagai Terapi dan Ungkapan Perhatian

Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan

suatu terapi tambahan bagi konseling pastoral melibatkan

integrasi dari beberapa disiplin sejarah: pendidikan musik,

pelayanan musik, dan terapi musik. Terapi musik

merupakan yang paling muda dari ketiga bidang ini dan

yang langsung berhubungan dengan aplikasi klinis musik.

Kata “terapi” dalam konteks ini berarti lebih daripada

sekadar “penyembuhan suatu penyakit”. Di zaman stres,

penuh keraguan, penuh perpecahan, putus asa, dan

kekalahan ini, musik dapat disebut sebagai terapi untuk

menstimulasi, memulihkan, menghidupkan,

mempersatukan, membuat seseorang peka, menjadi

saluran, dan memerdekakan. Terapi musik memiliki suatu

kapasitas yang unik dan mapan sehingga memungkinkan

terjadinya perubahan hidup. Musik merupakan bagian dari

musik temporal, yaitu bahwa musik hadir dalam tari dan

drama. Musik mengandung kumpulan yang sistematis dan

teratur dari berbagai komponen suara irama, melodi, dan

keselarasan untuk dapat dilihat dan dinikmati. Musik,

seperti bentuk seni lainnya, merupakan ekspresi yang

penuh gaya. Musik melibatkan pengelolaan serta


keterampilan dari materi artistik sehingga dapat

menyajikan atau mengomunikasikan suatu hal tertentu,

gagasan, atau keadaan perasaan. Musik dapat ditinjau dari

berbagai sudut pandang: sejarah, teori, filsafat, estetika,

atau fungsional.

Musik yang fungsi utamanya lebih bersifat

sosiologis atau psikologis daripada estetika murni disebut

musik fungsional. Dengan perkataan lain, ketika musik

digunakan dengan tujuan utama lebih menitikberatkan pada

musiknya, maka saat itu berarti musik telah digunakan

secara fungsional. Penggunaan musik secara estetika, di

pihak lain, merupakan “musik demi musik belaka” atau

“musik demi kepuasan artistik”.

Sebenarnya, pada batas tertentu kebanyakan musik

memiliki kedua fungsi tersebut sehingga suatu klasifikasi

yang eksak kadang-kadang sulit diperoleh. Suatu

pembedaan seharusnya dibuat antara penggunaan musik

secara terapis yang dibawakan dalam wujud informal dan

tanpa bentuk dengan penggunaan terapi musik sebagai

suatu dimensi khusus dari suatu cara terapi yang

terintegrasi. Mula-mula pengalaman musikal dapat dipilih

sendiri oleh pasien atau diusulkan oleh terapis, mungkin

dapat juga dilakukan dengan memasukkan aktivitas-

aktivitas seperti berperan serta dalam paduan suara gereja


atau koor umum, menghadiri pagelaran musik, ikut

pelajaran musik, dan lain-lain. Ini mengingat terapi musik

formal sering menggunakan irama sederhana dan instrumen

perkusi yang dapat dimainkan oleh hampir setiap orang.

Dalam sebuah klinik, seseorang dapat juga memperoleh

pengalaman musikal dengan “nilai terapetis” yang tidak

berupa terapi musik formal. Misalnya, mereka dapat

berpartisipasi dengan nyanyi bersama dalam acara rekreasi,

mendengarkan rekaman musik yang inspiratif, atau

menyanyikan lagu pujian di sisi tempat tidur pasien. Di

pihak lain, terapi musik sebagai disiplin saintifik,

menyangkut pemanfaatan secara hati-hati dan sengaja dari

semua dinamika mendalam dan potensial yang

berhubungan dengan pengalaman musikal, termasuk

memilih, memasang, dan memainkan musik itu sendiri,

selain hubungannya dengan interaksi antara terapis dan

pasien.

Dalam arti yang lebih formal, terapi musik dapat

dijabarkan sebagai suatu aktivitas kelompok secara umum

dari lingkungan pergaulan terapetik dalam bentuk

kelompok nyanyi, koor atau ensambel musik, dan kelas

apresiasi musik atau secara perseorangan dapat ditujukan

kepada pasien tertentu berdasarkan kebutuhan terapi

mereka yang unik dan kecakapan dalam bentuk vokal atau


latihan instrumen dan teori musik dan pelajaran komposisi.

Pilihan materi musik, medium musik, tingkat kompleksitas,

dan sasaran terapetik merupakan keputusan dan

kesepakatan antar terapis, dan antara terapis musik dan

pasien. Seperti dalam semua cara terapi, terapi musik

menyangkut penilaian terhadap pasien, aktivitas yang akan

dilakukan (termasuk sasaran), pengalaman terapetik, dan

evaluasi. Kadang-kadang terapi musik dapat digabungkan

secara efektif dengan aktivitas seni lain yang kreatif,

misalnya menari, psikodrama, puisi dan tulisan kreatif,

melukis dan membuat patung, dan bermacam bentuk terapi

pertukangan (kerajinan tangan, perkayuan, dan

hortikultura). Selanjutnya, setiap terapi tambahan dapat

menjadi kapasitas yang unik untuk menstimulasi dan

mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki individu.

Secara psikologis, semua bentuk ekspresi artistik memiliki

kapasitas untuk memberi kepuasan kebutuhan akan ego

dasar dari individu, terutama untuk merasa memiliki,

mencapai, mengungguli, memuja, memimpikan, mengasihi

dan dikasihi, dan mengembangkan suatu citra diri yang

positif. Terapi musik menempati posisinya yang kuat di

antara terapi- terapi seni kreatif karena beberapa alasan.

Pertama, musik secara tradisional dan secara benar disebut

sebagai “bahasa universal”.


Setiap kultur memiliki tradisi musikal yang

mencakup seluruh bidang kehidupan agama, sosial,

estetika, dan komersial. Kedua, musik merupakan seni yang

serba guna dan dapat diperoleh. Hampir setiap orang dapat

terlibat dalam aktivitas musik dengan kadar kemampuan

yang sama. Akhirnya yang ketiga, musik, terutama musik

vokal dengan campuran musik dan puisi, mampu

mengekspresikan dan membangkitkan seluruh tangga nada

emosi, nilai-nilai, aspirasi, serta pengalaman manusia.

b) Musik sebagai Terapi Tingkah Laku

Terapi musik lebih dari sekadar penghiburan; lebih

daripada sekadar pengalaman yang mendidik atau suatu

aktivitas sosial, walaupun pada batas tertentu berfungsi

sebagai penghiburan, bersifat mendidik, dan maksud-

maksud sosial. Secara teknis, terapi musik telah

didefinisikan sebagai “suatu sistem yang telah

dikembangkan secara maksimal untuk menstimulasi dan

mengarahkan tingkah laku untuk mencapai sasaran terapi

yang benar-benar jelas”. Salah satu penyajian yang terbaik

dan paling singkat dari kerangka konseptual ini adalah

yang diberikan oleh William Sears dalam makalahnya yang

berjudul “Proces in Music Therapy”.

c) Musik memberikan pengalaman di dalam struktur


Sasarannya ialah untuk memperpanjang komitmen

kepada aktivitas, untuk membuat aneka ragam komitmen,

dan menumbuhkan kesadaran akan manfaat yang diperoleh.

Dengan cara yang tidak memaksa, musik menuntut tingkah

laku yang sesuai dengan urutan waktu, realitas yang teratur,

kecakapan yang teratur, dan pengaruh yang teratur. Musik

menimbulkan gagasan dan asosiasi ekstramusikal. Musik

memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri.

Pengalaman memengaruhi sikap, perhatian, nilai-

nilai, dan pengertian seseorang. Sasaran harus memberikan

kepuasan sehingga seseorang akan berusaha untuk

memperoleh lebih banyak pengalaman serupa yang aman,

baik, dan nikmat. Musik menyediakan kesempatan untuk

ekspresi diri dan untuk memperoleh kecakapan baru yang

memperkaya citra diri (terutama bagi yang memiliki

keterbatasan tubuh/cacat).

d) Musik memberikan pengalaman dalam hubungan antar

pribadi.

Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan

kelompok di mana individu telah mengesampingkan

kepentingannya demi kepentingan kelompok. Sasarannya

ialah untuk memperbanyak jumlah anggota dalam

kelompok, menambah jangkauan dan variasi interaksi, dan

menyediakan pengalaman yang akan memudahkan


melakukan adaptasi terhadap kehidupan di luar lembaga.

Pengalaman kelompok memungkinkan seseorang berbagi

rasa secara intens dalam cara- cara yang secara sosial dapat

diterima; musik memberikan penghiburan dan rekreasi

yang diperlukan bagi lingkungan terapi secara umum. Juga

bantuan pengalaman dalam pengembangan kecakapan

sosial secara realitis dan pola tingkah laku pribadi yang

dapat diterima secara lembaga dan kelompok sebaya dalam

masyarakat.

b. Stimulasi Persepsi

Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan

atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien

dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini

maka diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus

dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktifitas berupa stimulus

dan persepsi. Stimulus yang disediakan : seperti baca majalah,

menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman masa lalu

yang menghasilkan proses persepsi klien yang mal adaptif atau

destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian .

c. Orientasi Realitas

Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar

klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien

atau orang yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang

pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula


dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana

ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu,

tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.

d. Sosialisasi

Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu

yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan

secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok,

dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam

kelompok.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang di mulai
sejak permulaan kehidupan (Padila, 2013). Lanjut usia atau lansia adalah
seseorang yang telah berusia 60 tahun atau lebih (WHO, 2010).
Palliative care (perawatan paliatif) merupakan suatu cara
pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya
dalam menghadapi masalah
B. Saran
Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang
bermanfaat bagi pembaca. Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan
bagi pembaca terutama perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans
Info Media.

Azizah. Lilik, M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan keperawatan Gerontik. Yogyakarta :


Salemba Medika

Fatimah, (2010). Merawat manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan Gerontik. Jakarta : Tim

Noorkasiani & Tamber. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai