Oleh : Kelompok
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga tugas makalah yang berjudul . “Patofisiologi Penyakit
Terminal” Ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah di tentukan.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan serta masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang besifat konstruktif dan membangun demi kesempurnaan penyusun ke
depannya. Tugas makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan, arahan serta
bimbingan dari berbagai pihak. Maka, dari itu izinkan kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya kami
penyusunnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B.Rumusan Masalah........................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................................1
KONSEP TEORI.................................................................................................................................2
A. KONSEP KEPERAWATAN PALIATIF..............................................................................2
1. Pengertian Keperawatan Paliatif............................................................................................2
2) Definisi Kanker......................................................................................................................9
4) Etiologi Kanker....................................................................................................................10
5) Patofisiologi Kanker............................................................................................................12
7) Stadium Kanker...................................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian tidak bisa dihindari dan semua orang cepat atau lambat pasti akan
menemuinya. Bagi sebagian orang, kematian adalah hal yang menakutkan. Mereka
tidak mau memikirkan, apalagi membicarakannya. Sebagian orang lain
menganggap kematian adalah hal yang biasa, sebagai awal kehidupan baru di akhirat.
Karena setiap orang akan mati, setiap orang juga akan melalui proses sekarat. Ada
yang cepat ada juga yang lambat, menyakitkan dan menyengsarakan disinilah
perawatan paliatif diperlukan. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga
dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan
penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan
penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).
Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala ; dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang
tepat, baik di rumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan
paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan
menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarga mereka (Canadian Cancer Society, 2016).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
KONSEP TEORI
2
meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala lainnya, membuat pasien menganggap
kematian sebagai proses yang normal, mengintegrasikan aspek-aspek pikokologis dan
spritual. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia
sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi penyakit yang
dideritanya.
Tujuan perawatan paliatif meliputi :
a. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya,
b. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian,
c. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien,
d. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian,
e. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu,
f. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi penyakit
pasien dan kehilangan mereka.
3
e. Pemilih tempat dilakukannya perawatan
4
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus ikut serta
dalam diskusi ini.
f. Komunikasi
Komunikasi yang baik antar dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah
sangat penting dan mendasar dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
g. Aspek klinis : perawatan yang sesuai
Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan proporis dari penyakit
yang diderita pasien. Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas
kemudian.
h. Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi
Perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik clan integratif,
sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta
koordinasi yang baik dari masing-masing anggota tim tersebut untuk memberikan hasil
yang maksimal kepada pasien dan keluarga.
i. Kualitas perawatan yang sebaik mungkin.
Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi, dan berkelanjutan. Perawatan
medis yang konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang
tidak terduga, dimana hal ini akan sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga.
j. Perawatan yang berkelanjutan
Pemberian perawatan simptomatis dan suportif dari awal hingga akhir merupakan
dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah yang sering terjadi adalah pasien
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga sulit untuk mempertahankan
perawatan.
k. Mencegah terjadinya kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah
terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan
penyakit. Pasien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-
masalah yang sering terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress fisik
dan emosional.
l. Bantuan dalam perawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah
terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan
penyakit. Pasien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-
masalah yang sering terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress fisik
5
dan emosional.
6
m. Pemeriksaan ulang
Perlu terus dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien, mengingat pasien
dengan penyakit lanjut kondisinya akan cenderung menurun dari waktu ke waktu.
7
efek positif yang diperoleh dari berbagai aspek untuk kepentingan pasien.
8
d. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk mengurangi nyeri
dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh akibat desakan massa tumor /
metastasis. Pada umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah ortopedi / bedah
untuk mengatasi obstruksi visceral.
e. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke, demikian hasil riset
yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang rajin mendengarkan music setiap
hari, menurut hasil riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan
memiliki mood yang lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik.
f. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra fisik, harga diri
dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah / dikurangi
dengan melakukan penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat
dilaksanakan secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.
g. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat
sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa
bermanfaat dalam menerapi banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress,
fobia, gangguan kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
Penting bagi pasien agar bisa memiliki akses ke ahli kesehatan yang mengkhususkan
diri dalam kesehatan mental, sehingga mampu membantu mereka agar lebih kuat
menjalani setiap masalah psikologis yang harus mereka hadapi. Untuk membantu
kecemasan mereka, perawatan ini menawarkan :
1) Konseling
2) Visualisasi
3) Terapi kognitif
4) Terapi obat
5) Terapi manajemen relaksasi stres juga bagian dari perawatan paliatif yang
melibatkan pemberian dukungan emosional.
9
2) Penatalaksanaan keluhan fisik lain,
3) Asuhan keperawatan,
4) Dukungan psikologis,
5) Dukungan sosial,
6) Dukungan kultural dan spiritual,
7) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat
rumah.
Implementasi program paliatif di masyarakat dan fasyankes adalah dengan
memperhatikan prinsip mampu laksana, optimal, efektif, efisien dan menitikberatkan
pada kebutuhan serta kenyamanan pasien pada stadium lanjut. Petugas kesehatan harus
dapat merubah pola pikir dengan mengedepankan pendekatan pelayanan paliatif tanpa
mengabaikan kuratif.
1
B. KONSEP KANKER STADIUM LANJUT
Kanker stadium lanjut adalah kanker yang tidak dapat disembuhkan dapat berupa
kanker primer maupun sekunder (terjadi metastase) yang mengacu pada kondisi terminal
dan tahap akhir. Kanker stadium lanjut dapat dilakukan perawatan yang tujuannya untuk
mengatasis gejala yang ditimbulkan oleh kanker dan untuk mempertahankan kualitas
hidup yang baik (American Cancer Society, 2012). Kanker stadium lanjut secara klinis
memiliki pola yang tidak jelas beberapa diantaranya tidak berespon terhadap pengobatan,
mengalami peningkatan prognosis penyakit, timbulnya anoreksia atau kehilangan
keinginan untuk hidup. Jenis kanker memiliki prognosis yang berbeda dan lebih
progresif sehingga definisi status terminal berbeda pada beberapa jenis kanker (Aabom,
Kragstrup, Vondeling, Bakketeig, & Stovring, 2005).
1) Epidemiologi Kanker
(Sumber: Global Atlas of Palliative Care at the End of Life, WHO, 2020)
Mengingat angka kesakitan dan kematian akibat kanker dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Pada tahun 2018, data WHO menyebutkan angka kejadian penyakit kanker di
Indonesia adalah 348.809 dengan angka kematian mencapai 207.210. Diperkirakan pada
10
1
tahun ke depan penderita kanker akan meningkat hingga 30%. Angka kejadian penyakit
kanker di Indonesia (136.2/100.000 penduduk) berada pada urutan 8 di Asia Tenggara,
sedangkan di Asia urutan ke 23. Angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki – laki
adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian
10,9 per 100.000 penduduk, yang diikuti dengan kanker hati sebesar 12,4 per 100.000
penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka
kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per
100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk yang diikuti
kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per
100.000 penduduk. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia
menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79
per 1000 penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di provinsi DI
Yogyakarta 4,86 per 1000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 79 per 1000 penduduk
dan Gorontalo 2,44 per
1000 penduduk.
2) Definisi Kanker
Penyakit Kanker merupakan penyakit tidak menular yang ditandai dengan adanya
sel/jaringan abnormal yang bersifat ganas, tumbuh cepat tidak terkendali dan dapat
menyebar ke tempat lain dalam tubuh penderita. Sel kanker bersifat ganas dan dapat
menginvasi serta merusak fungsi jaringan tersebut. Penyebaran (metastasis) sel kanker
dapat melalui pembuluh darah maupun pembuluh getah bening. Sel penyakit kanker
dapat berasal dari semua unsur yang membentuk suatu organ, dalam perjalanan
selanjutnya tumbuh dan menggandakan diri sehingga membentuk massa tumor
(Kemenkes RI, 2019)
1
Faktor pekerjaan berisiko terhadap kejadian kanker dan dapat terjadi akibat kontak
yang terlalu lama dengan pekerjaan. Karsinogen ini disebut sebagai karsinogen
pekerjaan. Ada 8 jenis karsinogen yang masuk dalam daftar penyakit pekerjaan seperti
kanker kandung kemih akibat benzidin, kanker paru dan mesotelioma akibat asbes,
leukemia akibat benzena, kanker paru dan kulit akibat arsen, hemangiosarkoma hati
akibat kloretena, kanker paru akibat buangan kompor batubara, dan kanker paru akibat
senyawaan kromat.
Pola hidup yang buruk juga menjadi faktor resiko terjadinya penyakit kanker. Faktor
ini dihubungkan dengan latar belakang masyarakat, perilaku sosioekonomi masyarakat
lingkungan, kebiasaan, kesukaan, hubungan sosial, norma, dan lain-lain. Pola hidup yang
berpengaruh pada timbulnya tumor yaitu merokok, minuman keras, minum teh, pola diet
dan masukan nutrisi, dan faktor biologis dan genetik.
4) Etiologi Kanker
Ada tiga golongan karsinogen yang menjadi penyebab terjadinya kanker yaitu:
a. Karsinogen Kimiawi
Menurut mekanisme kerjanya maka karsinogen kimiawi dibagi menjadi tiga
jenis yaitu:
1) Karsinogen langsung
Karsinogen langsung adalah zat yang masuk secara langsung ke dalam tubuh
dan langsung bekerja dalam sel tubuh tanpa terlebih dahulu mengalami proses
metabolisme. Sifat karsinogenik zat ini kuat, efeknya cepat, dan sering
digunakan untuk riset karsinogenesis in vito.
2) Karsinogen tidak langsung
Karsinogenik tidak langsung adalah zat karsinogen yang masuk ke dalam
tubuh dan mengalami aktivasi kerja enzim oksidase multifungsi mikrosomal
dalam tubuh menjadi bentuk kimiawai aktif dan berfungsi sebagai
karsinogenik.
3) Zat pemacu kanker
Zat ini disebut juga promotor kanker. Zat ini tidak dapat secara langsung
menjadi kanker dan tetapi bekerja memicu karsinogen lain menjadi pemicu
kanker. Zat ini biasanya ditemukan pada minyak kroton, sakarin, dan
fenobarbital Berdasarkan hubungandengan manusiamaka karsinogen kimiawai
dapat dibagi menjadi karsinogen defenitif, karsinogen suspek, dan karsinogen
1
potensial.
1
b. Karsinogen Fisika
Karsinogen fisika terbagi menjadi dua bagian yaitu radiasi pengion dan sinar
ultraviolet.
1) Radiasi pengion
Merupakan karsinogen yang terpenting terutama radiasi elektromagnetik
bergelombang pendek dan berfrekuensi tinggi serta radiasi elektron, proton,
netron, partikel alfa, dan lain-lain. Kontak jangka panjang dengan radium,
uranium, radon, kobal, stronsium, dan isotop radioaktif lain dapat
menyebabkan kejadian kanker. Kanker yang berkaitan dengan radiasi antara
lain: kanker kulit, leukemia, kanker tiroid, kanker paru,kanker mamae, tumor
tulang, mieloma multifel dan limfoma, dan tumor lainya.
2) Sinar ultraviolet
Sinar Ultra violet juga bersifat karsinogenik bagi kulit manusia jika terpapar
terlalu lama. Kanker kulit akibat sinar ultraviolet terkait dengan terbentuknya
pirimidin dimer pada DNA. Sehingga dimer tidak tereliminasi secara efektif
dan menimbulkan perubahan struktur gen dan kekeliruan replikasi DNA.
c. Virus Karsinogen
Apabila kita mendengar kata Virus kita mungkin hanya berfikir gejala minor
yang sementara seperti demam yang terjadi. Namun, berdasarkan penelitian telah
dibuktikan transmisi informasi, siklus sel, mekanisme sel, sampai timbulnya
kanker akibat virus onkogenik. Penelitian juga membuktikan pola interaksi
anatara faktor lingkungan dan faktor genetik hospes. Perkembangan ini sangat
memperkaya pemahaman mekanisme molekular karsinogenesis virus Virus tumor
adalah jenis virus yang menimbulkan tumor pada tubuh dan membuat sel berubah
jadi ganas. Berdasarkan asam nukleat yang dikandung di dalamnya maka virus
tumor dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu virus tumor RNA dan DNA. Yang
termasuk ke dalam virus DNA yaitu: papovavirus, adonovirus, herpesvirus, virus
hepatitis B, dan jenis poksvirus. Sementara virus RNA tumorigenik yaitu
morfologi virus A, B, C, D, virus nondefek dan defek, virus RNA tumorigenik
akut dan kronis, retrovirus jenis transduksi, cisaktivasi, dan trans-aktivasi (Desen,
W., 2013).
1
5) Patofisiologi Kanker
1
Terdapat 2 jenis nyeri pada kanker yaitu nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.
1) Skala Nyeri:
a) NRS (Numeric Rating Scale)
Tanyakan intensitas nyeri dengan menggunakan angka 0- 10 Catatan : 0
berarti tidak nyeri 1 – 3 berarti nyeri sedang 4 – 10 berarti nyeri berat
dan 10 sangat nyeri
b) Categorial Scale Dibagi atas : nyeri ringan – nyeri sedang – nyeri berat
1
c) Behaviour Pain Scale (Payen JF et al. Crit Care Med, 2001) Digunakan
pada pasien yang tidak dapat berkomunikasi atau menggunakan
ventilator
1
c) Lain-lain
Modifikasi terhadap proses patologi yang ada : diperlukan pada kondisi
darurat seperti patah tulang karena proses metastase, resiko patah tulang
pada tulang penyangga tubuh, metastase ke otak, leptomeningeal atau
epidural, obstruksi memerlukan radioterapi dan infeksi memerlukan
antibiotik.
2
satu
2
waktu. Oleh karena itu perawat harus mampu membedakan jenis nyeri yang
dialami oleh pasien. Dalam mengontrol nyeri, perawat berperan dalam percaya
pada pasien, mengkaji nyeri, mengidentifikasi akar masalah, membuat rencana
asuhan keperawatan, menyediakan obat, mengevaluasi efektivitas pengobatan,
memberikan pengontrolan nyeri yang tepat. Menurut Mahfud(2011) dalam
mengontrol nyeri kanker, perawat harus mengetahui kebutuhan status psikologi
pasien, nyeri kanker, penanganan nyeri, efek yang menyebabkan nyeri tidak
terkontrol, dan budaya pasien.
b. Dispneu
Dispneu merupakan gambaran subjektif yang dirasakan oleh klien yang
ditandai dengan sulit untuk bernapas. Dispneu terjadi pada 50-70%klien yang
berakhir masa hidupnya (Black dan Hawks, 2014). Perawat melakukan
pengkajian yang meliputi data subjektif dan juga objektif serta mengidentifikasi
penyebab dasar dari dispneu tersebut. Data ini dapat membantu menetapkan
intervensi yang tepat yang akan dilakukan pada klien. Manajemen dispneu yang
dapat dilakukan perawat adalah memberikan posisi yang nyaman bagi klien, serta
berkolaborasi pemberian medikasi seperti opioid, agen antiansietas,
bronkodilator, kortikostreoid, antibiotik dan terapi oksigen.
c. Delirium
Delirium merupakan salah satu komplikasi yang umum terjadi dari penyakit
pada penyakit stadium lanjut seperti kanker serviks. Delirium bersifat reversible
dan dapat dikaji diawal dengan menggunakan pengkajian Mini Mental State
Examination (MMSE).
Instrumen ini umum digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan kognitif
seperti orientasi, perhatian, ingatan dan bahasa. Seringkali sulit membedakan
gejala delirium dengan depresi dan demensia. Disini analisis perawat dibutuhkan
untuk membedakan delirium dan dimensia agar intervensi yang diberikan tepat.
Ada tiga kriteria delirium menurut diagnostic and statistical manual of mental
disorder (DSM-IV-TR) dalam Black dan Hawks (2014) yang pertama adalah
a) Gangguan pada tingkat kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk
fokus, mempertahankan atau mengalihkan perhatian,
b) Adanya perubahan pada kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan
bahasa) atau berkembangnya gangguan perceptual,
2
c) Perkembangan gangguan pada periode singkat (hitungan jam hingga hari)
dan tendensi yang berfluktuasi dari hari kehari.
d. Depresi
Depresi merupakan hal yang umum terjadi pada pasien stadium lanjut, kan
tetapi hal ini kadang jarang diidentifikasi perawat karena sulit membedakan
gejalanya dengan penyakit terminal seperti turunnya berat badan, insomnia,
anoreksi, dan keletihan. Indikator manifestasi klinis dari depresi adalah
perubahan suasana hati, merasa tidak memiliki harapan, tidak berharga atau
perasaan yang bertumpuk, munculnya harapan-harapan kematian seperti ingin
bunuh diri (Black dan Hawks, 2014). Beberapa manifestasi ini dapat
membantu perawat dalam mengidentifikasi lebih mudah depresi klien, sehingga
depresi dapat berkurang dan semangat hidup klien dapat meningkat.
Depresi umum terjadi pada penyakit terminal, dan ini berkaitan dengan
neurotransmitter serotonin abnormal (5hidroksikpriptamin) di SSP, selain itu
asam gama aminobutirat (GABA) dan norepineprin dapat dikaitkan dengan
ansietas klien (Black dan Hawks, 2014). Penyebab turunnya neurotransmiter ini
masih belum diketahui secara pasti. Hipotesis yang ada memperkirakan adanya
reaksi kompleks lain yang mempengaruhi kaskade intraseluler monoamin. Proses
ini diatur oleh sistem serotonergik dan noradrenergik yang memproduksi
serotonin 1A (5-HT1A), serotonin 1B (5-HT1B), dan norepinefrin. (Black dan
Hawks ,2014).
Otak merupakan bagian terpenting dalam pengaturan perilaku dan emosi. Pada
depresi terjadi perubahan struktur otak yang masih belum diketahui penyebabnya.
Studi meta-analisis menunjukkan adanya peningkatan ukuran ventrikel lateral,
peningkatan volume cairan serebropsinal, dan penurunan volume ganglia basalis,
talamus, hipokamus, lobus frontal, dan korteks orbitofrontal pada depresi (Black
2
dan Hawks, 2014).
2
Depresi juga dapat terjadi bila terdapat gangguan pada jalur frontostriatal
dikortek sprefontral dorsolatera, korteks orbito frontal, kingulata anterior,
kingulata dorsal, hipokampus, amigdal, dan sirkuitlimbik. Walaupun demikian,
depresi harus tetap di tangani untuk menjaga kenyamanan klien. Depresi dapat
dikurangi dengan mengombinasikan psikoterapi yang suportif, teknik kognitif-
behavioral, dan manajemen farmakologis. Disini perawat dapat berkolaborasi
dengan disiplin ilmu lain untuk memberi asuhan terbaik pada klien. Perawat harus
mengetahui efek dari obat – obat farmakologi yang diberikan agar dapat
memberikan edukasi kepada klien.
e. Keletihan dan Kelemahan
Keletihan dan kelelahan dapat dikaitkan dengan keganasan yang sudah
stadium lanjut. Klien biasanya menggambarkan keletihan sebagai kelelahan,
keletihan, kelemahan, hilangnya energi, peningkatan keinginan untuk istirahat
atau tidur, hilangnya motivasi, hilangnya kapasitas untuk memperhatikan atau
suasana hati yang menggangu (Black dan Hawks, 2014). Hal ini merupakan
pengalaman subjektif klien yang harus dikaji perawat agar dapat diberikan
intervensi yang tepat karena keletihan dari klien bersifat reversibel.
Perawat dapat mengkaji penyebab keletihan klien seperti efek samping dari
obat. Jika memungkinkan obat tersebut dapat dikurangi dosisnya. Selanjutnya
jika yang menyebabkan keletihan adalah anemia, maka dapat kolaborasi dengan
disiplin ilmu lain untuk transfuse darah. Keletihan juga dapat disebabkan oleh
kemoterapi yang dilakukan klien. Perawat dapat memberikan intervensi untuk
mengatasi keletihan seperti konseling, edukasi, relaksasi, dan pijat.
f. Gangguan Tidur
Tidur merupakan kebutuhan dasar setiap manusia baik sehat maupun sakit.
Kebutuhan ini sering terabaikan pada klien dengan penyakit terminal atau kanker
stadium lanjut, karena dianggap bagian sakit. Padahal tidur sangat penting bagi
klien karena berpengaruh pada fungsi penyembuhan dan proteksi tubuh klien dari
cedera dan infeksi jaringan. Ada beberapa faktor penyebab gangguan tidur yaitu
nyeri, mual dan muntah, gatal, masalah-masalah pernapasan, medikasi
(kortikosteroid, bronkodilator, antihipertensi), gangguan metabolic, faktor
psikologis (ansietas, dan depresi) dan delirium (Black dan Hawks, 2014).
Perawat dapat mengkaji gangguan tidur pada klien dengan mengevaluasi
waktu tidur biasa klien, ada atau tidak masa terbangun pada malam hari, waktu
2
biasanya
2
klien terbangun malam hari, frekuensi dan lama tidur siang dan penyebab
gangguan tidur yang dapat didentifiksiklien. Perawat dapat memberikan
intervensi untuk mengurangi gangguan tidur klien dengan berkolaborasi
menghentikan obat-obatan penyebab gangguan tidur jika memungkinkan. Selain
itu, strategi untuk mengurangi gangguan tidur juga dapat dilakukan meliputi
membuat jadwal tidur teratur,beraktivitasdisiang hari,tidur siang jika perlu saja,
meminimalisasi gangguan di malam hari, dan menghindari stimulan (kafein dan
nikotin) dimalam hari. Berbagai strategi tersebut dapat dilakukan kepada klien
sesuai dengan toleransi klien.
g. Kakhesia
Kaheksia merupakan sindrom yang kompleks yang berhubungan dengan
perubahan metabolik, penyusutan lemak dan otot, kehilangan nafsu makan, dan
kehilangan berat badan secara tidak sengaja. Kaheksia sering dihubungkan
dengan gejala mual kronis dan konstipasi. Beberapa penelitian mengidentifikasi
bahwa kaheksia disebabkan karena bebarapa sitokinase, seperti alfa nekrosis
tumor, interleukin-1, interleukin-6, dan interferon. Subtansi ini diperkirakan
meningkatkan metabolisme dan mengganggu penyimpanan lemak, dan
mengakibatkan hilangnya protein pada otot (Black dan Hawks, 2014).
Kaheksia melebihi kelaparan, kaheksi tidak akan dapat kembali ke kondisi
semula walaupun diberikan makanan yang cukup. Oleh karena itu intervensi yang
tepat diberikan oleh perawat kepada klien adalah makan sedikit tapi sering
dengan mengutamakan kenyamanan klien yakni dengan makanan yang klien suka
tanpa melihat nilai nutrisinya. Selain itu, melakukan perawatan mulut yang baik,
mempertahankan kondisi sekitar yang nyaman dan menyenangkan bagi klien
merupakan intervensi yang dapat mendukung kenyamanan klien.
7) Stadium Kanker
Pemutusan terhadap diagnosis dan stadium kanker membutuhkan tim yang
multidisiplin seperti dokter, radiologi, ahli bedah, onkologi, patologis dan
perawat.Diagnosis didasarkan atas stadium daritumor dan pengkajian perjalanan
penyakit. Pemeriksaan histopatologi menentukan ada atau tidaknya keganasan, jenis
keganasan, sifat dan tingkat keganasan. Pada proses keganasan terdapat penyusupan
sel ke jaringan sehat sekitarnya. Hal ini ditandai dengan adanya batas tegas antara
tumor dan jaringan normal. Selanjutnya ditentukanlah jenis keganasan untuk
2
meramalkan
2
prognosis. Prognosis ditentukan berdasarkan tingkat diferensiasi jaringan. Semakin
kacaunya susunan histologik atau semakin besarnya perbedaan sel satu dengan yang
lain, maka semakin ganas dan semakin agresif suatu kanker tersebut yang otomatis
membuat prognosis penyakitnya semakin memburuk (Sjamsuhidayat and De Jong,
2004; otto 2001).
2
Informasi yang didapat dari klasifikasi sistem TNM ini selanjutnya dapat
digunakan untuk mendefinisikan stadium kanker Potts and Mandleco (2007) telah
membagi stadium kanker dapat dilihat pada tabel 2.3:
Sebagian besar kanker memiliki empat tahap yaitu stadium I sampai IV, dan
beberapa jenis kanker juga memiliki stadium 0 (nol).
a. Tahap 0
Tahap ini menggambarkan kanker in situ yang berarti “di tempat.” Stadium 0
kanker masih berada di tempat mereka mulai dan belum menyebar ke jaringan
3
terdekat. Tahapan kanker ini seringkali sangat bisa disembuhkan, biasanya
dengan mengeluarkan seluruh tumor dengan operasi.
b. Tahap I
Tahap ini biasanya merupakan kanker kecil atau tumor yang belum tumbuh
secara mendalam ke jaringan terdekat. Tahap ini juga belum menyebar ke
kelenjar getah bening atau bagian tubuh lainnya. Hal ini sering disebut stadium
awal kanker
c. Tahap II dan III
Tahapan ini menunjukkan kanker atau tumor lebih besar yang tumbuh lebih
dalam ke jaringan terdekat. Mereka mungkin juga menyebar ke kelenjar getah
bening tapi tidak ke bagian tubuh yang lain.
d. Tahap IV
Tahapan ini berarti bahwa kanker telah menyebar ke organ lain atau bagian
tubuh. Mungkin juga disebut kanker lanjut atau kanker metastatik. Kemampuan
sel ganas untuk bermetastasis dan menyerang jaringan yang tidak berdekatan
adalah sifatnya yang paling ganas. Patogenesis invasi dan metastasis
memungkinkan perawat untuk mengerti alasan pencegahan dan pengendalian
perawatan yang diberikan agar perawatan menjadi lebih efektif dan kualitas hidup
pasien semakin membaik. Metastasis adalah urutan langkah-langkah dan saling
berkaitan antara pembentukan satu tumor sekunder atau lebih di tempat terpisah
dari tumor primer. Urutan metastatik telah dijelaskan dalam enam langkah:
pertumbuhan tumor dan neovaskularisasi, Invasi sel tumor pada membran dasar
dan matriks ekstraseluler lainnya,detasemen dan embolisme agregat sel tumor,
penangkapan di dasar kapiler organ jauh, ekstravasasi, dan proliferasi dalam
organ parenkim.
3
8) Jenis-jenis Terapi Pada Pasien Kanker
Keberhasilan terapi pada pasien dengan kanker tergantung kepada stadium
kanker. Terapi mutakhir saat ini pada kanker mencakup radioterapi dan pembedahan.
Sebelum memulai terapi, daftar riwayat penyakit haruslah dilengkapi serta catatan
mengenaitampilan klinis (performance scale) sudah dikaji dengan benar. Skala
kemampuan dari WHO dapat digunakan untuk melihat penampilan klinis pasien
dalam prakteksehari-hari.
a. Pembedahan
Pembedahan memberikan kemungkinan terbaik bagi penyembuhan tumor atau
meringankan penderitaan pasien. Pengangkatan tumor seluruhnya dapat diakukan
apabila yang dihadapi adalah tumor stadium awal yang berbatas tegas. Namun
ketika tumor telah bermetastasis atau tumor ganas, maka dapat dilakukan terapi
dengan pembedahan yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pasien akibat
tumor yang telah bermetastase telah menekan saraf disekitarnya (Langhorne et
al., 2007)
Pembedahan pada kanker stadium lanjut terbatas dan untuk mengurangi beban
pasien yang bertujuan untuk memperpanjang kelangsungan hidup dan
meningkatkan kualitas hidup dalam perawatan paliatif. Lesi metastasis yang
sering dilakukan pembedahan antara lain kanker paru-paru, hati, nodul otak, ini
dapat dihilangkan untuk mengontrol gejala yang ditimbulkan. Jika ada harapan
penyembuhan maka pembedahan paliative akan diikuti dengan terapi lanjutan
seperti kemoterapi dan radioterapi (Newton et all,2009).
Pembedahan pada pasien kanker perlu pertimbangan yang baik berdasarkan
data, karakteristik tumor, karakteristik pasien dan faktor lingkungan. Perlu
pengetahuan yang baik bagaimana dampak pada pasien sebelum dan sesudah
pembedahan keuntungan yang paling banyak yang dialami oleh pasien.
Berhubungan juga dengan usia pasien, status kesehatan,prioritas terapi, riwayat
kesehatan terdahulu, status emosional yang perlu dikaji pada pasien yang akan
menjalani pembedahan (Newton et all, 2009).
3
b. Terapi Radiasi
Terapi radiasi berfungsi menghancurkan sel-sel tumor menggunakan radiasi
ionisasi. Radiasi biasanya digunakan sebagai tindakan tambahan pada
pembedahan, untuk memperkecil ukuran tumor atau tujuan-tujuan paliatif.
Namun efek sampingnya adalah dapat membuat sel normal dapat terbunuh akibat
terapi radiasi. Selain itu dapat terjadi pembentukan jaringan parut pada jaringan
normal, timbul fibrosis dan penurunan fungsi organ. Sekitar 60 persen pasien
kanker biasanya akan di rawat dengan terapi radiasi.
Terapi radiasi dapat digunakan sebagai penatalaksanaan primer, adjuvan, atau
paliatif. Radiasi sebagai terapi primer dilakukan untuk mendapatkan kesembuhan
lokal dari kanker. Radiasi sebagai terapi tambahan diberikan sebelum dan
sesudah operasi untuk membantu dalam menghancurkan sel kanker dan dapat
dipakai beriringan dengan kemoterapi untuk terapi penyakit pada tempat yang
tidak dapat diakses pada kemoterapi. Radiasi sebagai terapi paliatif dipakai
untukmengurangi nyeri yang berhubungan dengan obstruksi, fraktur patologis,
kompresi spinal. Radiasi tidak dapat digunakan pada kondisi kanker yang sudah
menyebar karena akan meyebabkan banyak kerusakan jaringan normal (Black &
Hawks, 2009).
Pengobatan dengan radiasi dapat memberikan efek samping baik lokal
maupun general. Beberapa efek samping general menyebabkan gangguan pada
kulit, reaksi kulit akibat radiasi dapat berupa erythema atau hiperpigmentasi,
dermatitis, dry desquamation atau moist desquamation. Reaksi kulit pada radiasi
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien yang bersumber dari nyeri atau
ketidaknyamanan, keterbatasan aktivitas sehari-hari. Selain gangguan kulit efek
samping lainya adalah fatique dan supresi sumsum tulang. Fatique merupakan
gejala yang paling sering dialami pasien sebagai efek samping pengobatan yang
dialami 90% pasien kanker. Beberapa studi menunjukan fatiq meningkat saat
menjalani terapi radiasi. Reaksi hematologi selama radiasi berupa leukopeni,
trombositopeni yang dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan pada pasien
(Langhorne et al., 2007;Desen, 2013).
Efek samping lokal pada pasien yang menjalani radiasi bergantung pada
tempat dilakukan radiasi. Radiasi yang dilakukan pada kepala dan leher dapat
menyebabkan mukositis, xerostomia (mulut kering) sebagai salah satu yang
paling memberatkan, perubahan rasa caries gigi dan membusuk,
3
osteoradionecrosis. Efek samping pada radiasi dada menyebabkan esophagitis,
batuk yang tidak produktif,
3
pneumonitis, fibrosis. Efek samping pada radiasi abdomen mual dan muntah.
Radiasi pelvis menyebabkan diare, cystitis, disfungsi ereksi, dapat menyebabkan
infertil. Pada otak dapat menyebabkan cerebral edema, alopecia, iritasi pada kulit
kepala, disfungsi kognitif (Langhorne et al.,2007).
Perawat memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien tentang hal yang
boleh dan tidak boleh dilakukan selama menjalani radiasi yakni 5 hari setiap
minggu selama 7 minggu. Hal yang harus diketahui oleh keluarga dan pasien
adalah tentang perawatan kulit yang diradiasi seperti hanya boleh mencuci bagian
yang diradiasi dengan air bersih, tidak boleh menggunakan sabun dan dilarang
memberikan obatobatan, bedak tabur, dan juga pelembab kulit (Nursing, 2015).
Bagian yang diradiasi juga tidak boleh di gosok oleh pasien, jika terjadi
perubahan kulit yang serius, anjurkan keluarga untuk melaporkan ke bagian
radiologis. Pasien dianjurkan menggunakan pakaian yang lembut selama
dilakukan radiasi, lindungi kulit dari paparan matahari setelah di radiasi dan
selama satu tahun setelah terapi radiasi diberhentikan. Tutup kulit dengan pakaian
yang tertutup setelah diradiasi dan pasien harus istirahat yang cukup dan makan
dengan diet yang seimbang. Radiasi eksternal tidak beresiko terhadap orang lain
yang kontak dengan pasien.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obat anti kanker dalam bentuk
kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Kemoterapi
berdampak membunuh sel kanker dan dapat menurunkan metastase. Kemoterapi
sering digunakan sebagai tambahan pembedahan, dan juga digunakan untuk
tujuan-tujuan paliatif. Terapi ini menyebabkan penekanan sumsum tulang, yang
menyebabkan kelelahan, anemia, kecenderungan perdarahan dan peningkatan
risiko infeksi. Tujuan kemoterapi adalah menghancurkan sel-sel tumor tanpa
kerusakan berlebih pada sel-sel normal. Beberapa jenis kanker dapat
disembuhkan dengan kemoterapi bahkan stadium lanjut hanya 10% dari semua
jenis tumor. Penggunaan obat kemoterapi ditujukan dalam tiga area yaitu kuratif,
kontrol dan paliatif. Pemberian obat kemoterapi pada area paliatif tidak dapat
memberikan hasil yang maksimal, tetapi hanya dapat berperan menguarangi
gejala dan memperpanjang waktu survival (Langhorne, Fulton, & Otto, 2007;
Newton et all, 2009; Desen, 2013).
Pemberian obat kemoterapi memberikan efek toksik baik pada sel kanker
3
maupun sel normal. Efek toksik kemoterapi terdiri dari efek jangka pendek dan
3
jangka panjang. Efek jangka pendek antara lain depresi sumsum tulang
menimbulkan kejadian leukopenia, trombositopenia dan anemia dengan derajat
bervariasi. Reaksi gastrointestinal menimbulkan mual, muntah dan diarea dengan
derajat variasi yang berbeda. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan infeksi
virus hepatitis laten memburuk dan menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut.
Gangguan fungsi ginjal yang dapat merusak parenkim ginjal, nefropati asam urat,
oliguri dan uremia sehingga diperlukan pengkajian yang memadai dan rehidrasi
yang sesuai. Reaksi kardiotoksisitas, pulmotoksisitas dan neurotoksisitas
menyebabkan insufisiensi jantung, kerusakan parenkim paru, pneumonitis,
perineuritis. Reaksi alergi dapat menimbulkan menggigil, syok anafilaktik,
odema. Efek jangka panjang menyebabkan karsinogenisitas dapat terjadi setelah
beberapa tahun menyebabkan terjadinya tumor primer kedua. Infertilitas dapat
terjadi jangka panjang pada obat kemotrapi menekan fungsi spermatozoa dan
ovarium (Desen, 2013).
d. Imunoterapi
Imunoterapi adalah bentuk terapi kanker yang digunakan untuk
mengidentifikasi tumor dan memungkinkan pedeteksian semua tempat metastasis
yang bersembunyi. Imunoterapi dapat merangsang sistem kekebalan tubuh agar
berespon secara lebih agresif terhadap tumor yang dapat diserang oleh antibodi.
Pengobatan pasien untuk penyembuhan pasien pada pasien kanker paliatif sudah
3
tidak mungkin diberikan. Penting sekali perawat berfokus untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawat harus dapat melihat masalah pasien
secara multidimensi yaitu fokus pada masalah pribadi pasien, penyakitnya,
lingkungan sosialnya, harapan dan kebutuhan mereka sekarang dan yang akan
datang ketika mendekati kematian (Alvarez A, Walsh D, 2011).
Adanya kanker di dalam tubuh pasien dan efek terapi pengobatannya memberikan
pengaruh yang nyata pada penurunan kualitas hidup pasien (Chan JKC, Bray F, Mc
Carron P,2005). Pemilihan terapi yang tepat pada penderita kanker merupakan
masalah yang tidak mudah untuk ditanggulangi. Terapi kanker yang dipilih harus
sesuai prinsip paliatif yaitu sesuai dengan kebutuhan pasien dandapatmemperbesar
angkaharapanhidup (life expectancy), mengatasi gejala dan keluhan pasien serta
meningkatkan kualitas hidup pasien (quality of life). Ketika tindakan penyembuhan
tidak memungkinkan lagi akibat stadium kanker pasien sudah mencapai tahap
terminal, maka pasien kanker dapat diberikan perawatan paliatif dengan porsi yang
lebih besar agar pasien memperoleh kenyamanan dan mengatasi keluhan (Potts and
Mandleco, 2007).
Ketika keadaan umum pasien memburuk dan keluhan tampak sering terjadi, maka
perlu dipersiapkan kebutuhan perawatan khusus untuk pasien kanker dengan kondisi
terminal. Kebutuhan-kebutuhan khusus meliputi tindakan untuk mengatasi keluhan
fisik psikososial, spiritual dan berkomunikasi yang efektif dengan anak dan keluarga
untuk menjelaskan tentang kondisi penyakitnya (Chiu TY et al, 2009). Menurut
Aslakson et all (2012) kebutuhan pasien kanker Paliatif meliputi pencegahan dan
mengatasi nyeri serta keluhan lain, mendukung keluarga dan caregiver untuk
melakukan perawatan paliatif di rumah, memberikan informasi tentang perawatan
paliatif hospis atau home care, menjaga emosi dengan baik, mempertahankan fungsi
dan kelangsungan hidup lebih lama.
3
disembuhkan, serta diberikan saat didiagnosa ataupun selama mengalami
kekambuhan (Craig , et all. 2007).
4
C. KONSEP PERAWATAN PALIATIF KANKER STADIUM LANJUT
4
3
2. Perawatan Terminal
1) Pastikan agitasi dan gelisah bukan karena: cemas, takut, reten-si urin, fecal
impaction, ataupun drug withdrwal.
2) Pastikan bahwa pasien memiliki gejala yang tidak dapat dikon-trol dengan cara
tata laksana sesuai pedoman oleh tenaga ahli paliatif .
3) Pastikan bahwa pasien dalam kondisi menjelang ajal ( prognosis dibuat oleh
sekurang kurangnya 2 dokter yang menyatakan pasien akan meninggal dalam
hitungan jam atau hari)
4) Diskusikan kembali aspek etika pemberian sedasi pada pasien tersebut, bahwa
tujuannya bukan menghilangkan nyawa/mengakhiri kehidupan
5) Dapatkan informed consent tentang sedasi dari pasien atau keluarga
6) Jelaskan bahwa sedasi adalah memberikan obat secara suntikan yang bersifat
kontinyu yang akan membawa pasien pada kondisi tidak sadar
7) Jelaskan bahwa pemberian sedasi dibarengi dengan penghentian life prolonging
therapies dan tidak dilakukannya CPR . Obat yang digunakan:
a) Clonazepam 0,5 mg, SC atau IV setiap 12 jam atau 1 – 2 mg/24 jam dalam
infus, titrasi
3
b) Midazolam 1 – 5 mg SK setiap 2 jam atau 30 mg/24 jam dalam infus, titrasi
c) Diazepam 5 – 10 mg IV atau 10 – 20 mg PR, titrasi
d) Lorazepam 1 – 2,5 mg SL setaip 2-4 jam, titrasi
e) Bila gagal: phenobarbitone 100 – 200mg SK tiap 4 – 8 jam titrasi dan berikan
dalm infus 24 jam
3. Perawatan Pada Saat Pasien
Meninggal Kualitas meninggal:
1) Nyeri dan gejala lain terkontrol dengan baik
2) Ditempat yang diinginkan pasien, berada di tengah keluarga, sesuai dengan
kultur yang dianut dan sempat membuat WASIAT
3) Hubungan sosial yang baik dan rekonsiliasi, tidak ada masalah belum selesai.
4) Secara spiritual siap: didoakan, tenang, telah dimaafkan dan memaafkan,
percaya dan siap memasuki kehidupan yang akan
5) Memiliki kesempatan untuk menyampaikan selamat tinggal
6) Keluarga mendapatkan dukungan yang
diperlukan Intervensi:
3
4) Mereview melalui catatan medis masalah medis yang berhubungan dengan
kematian
5) Diskusikan kualitas perawatan
6) Diskusikan respons keluarga terhadap kematian
7) Diskusikan respon petugas terhadap kematian
8) Lakukan ritual masa duka untuk petugas
9) Identifikasi petugas yang memiliki resiko terhadap masa duka cita bermasalah
4. Perawatan Setelah Pasien Meninggal Rasa Kehilangan, Berdukacita Dan
Dukungan Pada Masa Berkabung.
Berduka adalah sekumpulan emosi yang mengganggu yang diakibatkan oleh
perubahan atau berakhirnya pola perilaku yang ada. Hal ini biasanya terjadi setelah
seseorang kehilangan, termasuk karena kematian. Rasa kehilangan bisa mulai
dialami pasien, keluarga, kerabat serta teman teman pada saat seseorang
mengalami penyakit. Kehilangan dapat berupa kehilangan kesehatan, fungsi,
mobilitas, potensi, harapan, mimpi dan akhirnya kehilangan kehidupan yaitu
kematian. Dua puluh persen dari rasa duka yang muncul akibat kematian bersifat
patologis, yaitu berupa gangguan kecemasan atau depresi yang berkepanjangan
atau berlebihan. Rasa berduka dipengaruhi oleh siapa yang meninggal, kedekatan
dengan yang meninggal, penyebab kema-tian, pribadi dan kondisi sosial.
Tahap berduka meliputi shock, tidak percaya, penyangkalan, marah,
menimbang nimbang, depresi dan penerimaan. Manifestasi rasa duka bisa berupa
ekspresi perasaan, distorsi kognitif, gang-guan fisik dan gangguan perilaku. Rasa
duka yang patologis ditandai dengan hilangnya motivasi dan munculnya tanda
tanda depresi lain yang menetap seperti putus asa, rasa bersalah dan penyesalan
yang berlebihan, serta munculnya keinginan untuk bunuh diri. Keinginan untuk
bertemu yang berlebihan dengan pasien yang telah meninggal dapat meru-pakan
tanda adanya duka patologis. Dalam hal ini, konsultasi ke psikister diperlukan.
Hubungan dengan pasien yang telah meninggal dapat mempengaruhi
kemampuan keluarga untuk beradaptasi terhadap kondisi yang ada. Hubungan
yang baik dan dekat dapat menim-bulkan rasa kehilangan, kesepian dan tidak
berguna. Pada kondisi ini, pendekatan yang diperlukan adalah membantu agar
merasa memiliki harga diri, percaya diri, rasa aman. Konseling pribadi atau
dukungan dari support group akan bermafaat dalam mengatasi hal tersebut. Jika
hubungan dengan pasien yang telah meninggal tidak baik, masalah dapat timbul
3
pada masa dukacita,
3
misalnya munculnya rasa penyesalan, sedih, rasa bersalah dan depresi yang
berkepanjangan. Dukungan pada kondisi seperti ini sangat diperlukan misalnya
dengan mengatakan bahwa mengeta-hui dan dapat memahami apa yang dirasakan.
Dorongan untuk dapat memaafkan dan kembali bersosialisasi melalui dukungan
dari keluarga yang lain, teman atau support group diperlukan.
Tugas dari pelayanan paliatif adalah memberikan dukungan, agar rasa duka
yang timbul tidak menjadi duka yang patologis. Dukungan pada masa berkabung
dilakukan pada saat pasien meninggal dan pada saat pemakaman. Satu atau dua
minggu setelah pemakaman, follow up kepada keluarga yang berdukacita perlu
dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan mengatasi rasa
kehilangan dan kemampuan beradaptasi terhadap situasi baru, yaitu kehidupan
tanpa pasien yang telah meninggal. Follow up bisa sebaiknya dilakukan dengan
kun- jungan rumah, namun bila tidak memungkinkan bisa dilakukan melalui tilpon.
Tujuan dukungan masa berkabung adalah:
a) Membantu agar keluarga bisa menerima kenyataan bahwa pasien telah
meninggal dan tidak akan kembali
b) Membantu agar keluarga mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi baru
c) Membantu merubah lingkungan yang memungkinkan keluarga dapat
melanjutkan hidup tanpa pasien yang meninggal
d) Membantu keluarga agar mendapatkan kembali rasa percaya diri untuk
melanjutkan hidup
3
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih
banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena
itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah
wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
3
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Petunjuk Juknis Paliatif Kanker pada Dewasa.