Anda di halaman 1dari 17

TERAPI OBAT

Disusun oleh :
1. Helen Yosrantika (2014901060)
2. Linda Safitri (2014901068)
3. Marhamah (2014901071)

POLITENIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran ALLAH SWT karena atas karunia-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan studi kasus ini tepat pada waktunya. Sholawat serta
salam semoga selalu di limpahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW. Makalah yang
berjudul “Terapi Obat”

Di susun untuk memenuhi syarat salah satu tugas Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan studi kasus ini tidak terlepas dari bantuan,
motivasi dan do’a dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun
mengucapkan banyak trimakasih.

Bandar Lampung, September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

A. Obat-obatan yang umum dalam asuhan paliatif...................................................... 3


B. Rute pemberian obat. .............................................................................................. 3
C. Penyimpanan dan pemberian obat-obatan. ............................................................. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 13
B. Saran ....................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah perawatan pada seorang pasien dan keluarganya yang
memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan cara memaksimalkan kualitas
hidup pasien serta mengurangi gejala yang mengganggu, mengurangi nyeri dengan
memperhatikan aspek psikologis dan spiritual. Perawatan ini juga menyediakan sistem
pendukung untuk menolong keluarga pasien menghadapi kematian dari anggota keluarga
yang dicintai sampai pada proses perkabungan. Dimulai sejak penyakit terdiagnosis.
Tujuan perawatan paliatif untuk mengurangi penderitaan pasien,
meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Jadi,
tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan penyakit dan yang ditangani
bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya. Meski pada akhirya pasien meninggal,
yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta
tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif
seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit
pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan
paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan
penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan
perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun,
dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).
Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang tepat,
baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif
dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan
pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka
(Canadian Cancer Society, 2016). Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan
bahwa kebutuhan pasien paliatif tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik,

1
namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual yang
dilakukandengan pendekatan yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah obat-obatan yang umum dalam asuhan paliatif ?
2. Bagaimana rute pemberian obat ?
3. Bagaimana penyimpanan dan pemberian obat-obatan ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami mengenai obat-obatan yang umum dalam asuhan
paliatif.
2. Mahasiswa mampu memahami rute pemberian obat.
3. Mahasiswa mampu memahami penyimpanan dan pemberian obat-obatan.

D. Manfaat Penulisan
Mahasiswa mampu memahami mengenai terapi obat, obat-obatan yang umum dalam
asuhan paliatif, mampu memahami rute pemberian serta penyimpanan dan pemberian
obat-obatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Obat-obatan yang umum dalam asuhan paliatif


Penanganan paliatif dilakukan melalui pemberian obat-obatan yang umum serta
memperbaiki kesehatan psikosisial, emosi, dan spiritual pasien.
Prosedur pengelolaan nyeri pada pasien paliatif dengan tiga tahap nyeri, yakni ringan
hingga sedang, sedang hingga berat, dan berat sekali. Pada nyeri ringan hingga sedang,
pasien diberikan obat-obatan jenis nonopioid. Jenis obat ini antara lain parasetamol dan
obat-obatan nonsteroid anti-pembengkakan, seperti Voltaren Diclofenc, dan Celebrex
(Celecoxid).
Selanjutnya penderita dengan kondisi nyeri sedang hingga berat diberikan obat-
obatan jenis, opioid ringan, seperti Tramadol, Ultracet, dan Cadeine. Sedangkan untuk
tahap sangat berat diberikan morfin, pemberian morfin dikenal praktis karena banyak
tersedia dan harganya murah. Pilihan lainnya adalah fentanyl, yang efek sampingnya lebih
rendah disbanding morfin. Pada tahap sangat berat ini, diberikan pula obat penghilang rasa
nyeri pendamping berupa oxycodone, oxynorm, atau oxycontin neo. Dosisnya dapat
dikurangi atau bahkan dihentikan ketika nyeri sudah tidak terasa.
Adapun target pengobatan yang diberikan pada pasien paliatif berupa:
1. Meredakan nyeri hebat
2. Mengurangi kesulitan bernapas
3. Mengurangi kelemahan dan kelelahan serta meningkatkan nafsu makan
4. Mengurangi efek mual dan muntah
5. Menangani masalah depresi, kecemasan dan kesedihan
6. Melibatkan keluarga dan dukungan emosional
7. Pendekatan spiritual
8. Pengelolaan pengasuh

B. Rute Pemberian Obat


Obat bisa masuk ke dalam tubuh dengan berbagai jalan. Setiap rute memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Rute yang paling umum adalah melalui mulut (per oral)

3
karena sederhana dan mudah dilakukan. Beberapa rute tidak bisa dilakukan oleh setiap
orang, namun harus diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
Berikut macam-macam rute pemberian obat:
1. Diminum (oral)

Banyak obat dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, cairan (sirup,
emulsi), kapsul, atau tablet kunyah. Rute ini paling sering digunakan karena paling
nyaman dan biasanya yang paling aman dan tidak mahal. Namun, rute ini memiliki
keterbatasan karena jalannya obat biasanya bergerak melalui saluran pencernaan.
Untuk obat diberikan secara oral, penyerapan (absorpsi) bisa terjadi mulai di mulut
dan lambung. Namun, sebagian besar obat biasanya diserap di usus kecil. Obat
melewati dinding usus dan perjalanan ke hati sebelum diangkut melalui aliran darah
ke situs target. Dinding usus dan hati secara kimiawi mengubah (memetabolisme)
banyak obat, mengurangi jumlah obat yang mencapai aliran darah. Akibatnya, ketika
obat yang sama diberikan secara suntikan (intravena), biasanya diberikan dalam dosis
yang lebih kecil untuk menghasilkan efek yang sama.

Ketika obat diambil secara oral, makanan dan obat-obatan lainnya dalam saluran
pencernaan dapat mempengaruhi seberapa banyak dan seberapa cepat obat ini diserap.
Dengan demikian, beberapa obat harus diminum pada saat perut kosong, beberapa obat
lain harus diambil dengan makanan, beberapa obat lain tidak harus diambil dengan
obat-obatan tertentu lainnya, dan beberapa obat yang lain tidak dapat diambil secara
oral sama sekali.

Beberapa obat oral mengiritasi saluran pencernaan. Misalnya, aspirin dan


sebagian besar obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID) dapat membahayakan
lapisan lambung dan usus kecil untuk berpotensi menyebabkan atau memperburuk
ulser yang sudah ada sebelumnya. Beberapa obat lain penyerapannya buruk atau tidak
teratur dalam saluran pencernaan atau dihancurkan oleh enzim asam dan pencernaan
di dalam perut.
Rute pemberian lain yang diperlukan ketika rute oral tidak dapat digunakan,
misalnya:
• Ketika seseorang tidak bisa mengambil apapun melalui mulut

4
• Ketika obat harus diberikan secara cepat atau dalam dosis yang tepat atau sangat
tinggi
• Ketika obat buruk atau tidak teratur diserap dari saluran pencernaan

2. Diberikan melalui suntikan ke pembuluh darah (intravena), ke dalam otot


(intramuskular), ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang (intratekal), atau
di bawah kulit (subkutan).
Pemberian dengan suntikan (parenteral) meliputi rute berikut:
• Subkutan (di bawah kulit)
• Intramuskular (dalam otot)
• Intravena (dalam pembuluh darah)
• Intratekal (sekitar sumsum tulang belakang)
Suatu obat dapat dibuat atau diproduksi dengan cara yang memperpanjang
penyerapan obat dari tempat suntikan selama berjam-jam, hari, atau lebih lama. Produk
tersebut tidak perlu diberikan sesering produk obat dengan penyerapan yang lebih
cepat.

3. Ditempatkan di bawah lidah (sublingual) atau antara gusi dan pipi (bukal)
Beberapa obat ditempatkan di bawah lidah (secara sublingual) atau antara gusi dan
gigi (secara bucal) sehingga mereka dapat larut dan diserap langsung ke dalam
pembuluh darah kecil yang terletak di bawah lidah. Obat ini tidak tertelan. Rute
sublingual sangat baik untuk nitrogliserin, yang digunakan untuk meredakan angina,
karena penyerapan yang cepat dan obat segera memasuki aliran darah tanpa terlebih
dahulu melewati dinding usus dan hati. Namun, sebagian besar obat tidak bisa
digunakan dengan cara ini karena obat dapat diserap tidak lengkap atau tidak teratur.

4. Dimasukkan ke dalam rektum (dubur) atau vagina (vagina)


Banyak obat yang diberikan secara oral dapat juga diberikan secara rektal
sebagai supositoria. Dalam bentuk ini, obat dicampur dengan zat lilin yang larut atau
mencairkan setelah itu dimasukkan ke dalam rektum. Karena dinding rektum adalah
tipis dan kaya pasokan darah, obat ini mudah diserap. Supositoria diresepkan untuk

5
orang-orang yang tidak bisa menggunakan obat oral karena mereka mengalami mual,
tidak bisa menelan, atau memiliki pembatasan makan, seperti yang diperlukan sebelum
dan setelah operasi bedah. Obat-obatan yang dapat diberikan secara rektal termasuk
asetaminofen atau parasetamol (untuk demam), diazepam (untuk kejang), dan obat
pencahar (konstipasi). Obat yang membuat perih dalam bentuk supositoria mungkin
harus diberikan melalui suntikan.

5. Ditempatkan di mata (rute okular) atau telinga (rute otic)


Obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mata (seperti glaukoma,
konjungtivitis, dan luka) dapat dicampur dengan zat aktif untuk membuat cairan, gel,
atau salep sehingga mereka dapat diberikan pada mata. Tetes mata cair relatif mudah
digunakan, namun mudah keluar dari mata terlalu cepat untuk diserap dengan baik.
Formulasi gel dan salep menjaga obat kontak dengan permukaan mata, tetapi mereka
mungkin mengaburkan penglihatan. Obat mata yang hampir selalu digunakan untuk
efek lokal. Misalnya, air mata buatan yang digunakan untuk meredakan mata kering.
Obat lain (misalnya, yang digunakan untuk mengobati glaukoma, seperti asetazolamid
dan betaksolol, dan yang digunakan untuk melebarkan pupil, seperti fenilefrin dan
tropikamid) menghasilkan efek lokal (beraksi langsung pada mata) setelah obat diserap
melalui kornea dan konjungtiva. Beberapa obat ini maka memasuki aliran darah dan
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan pada bagian tubuh lainnya.
Obat yang digunakan untuk mengobati radang telinga dan infeksi dapat
diberikan secara langsung ke telinga. Tetes telinga yang mengandung larutan atau
suspensi biasanya diberikan hanya pada liang telinga luar. Sebelum meneteskan obat
tetes telinga, orang harus benar-benar membersihkan telinga dengan kain lembab dan
kering. Kecuali obat yang digunakan untuk waktu yang lama atau digunakan terlalu
banyak, sedikit obat masuk ke aliran darah, sehingga efek samping pada tubuh tidak
ada atau minimal. Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute otic termasuk
hidrokortison (untuk meredakan peradangan), siprofloksasin (untuk mengobati
infeksi), dan benzokain (untuk memati-rasakan telinga).

6
6. Disemprotkan ke hidung dan diserap melalui membran hidung (nasal)
Untuk pemberian obat melalui rute ini, obat harus diubah menjadi tetesan kecil
di udara (dikabutkan, aerosol) supaya bisa dihirup dan diserap melalui membran
mukosa tipis yang melapisi saluran hidung. Setelah diserap, obat memasuki aliran
darah. Obat yang diberikan dengan rute ini umumnya bekerja dengan cepat. Beberapa
dari obat mengiritasi saluran hidung. Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute
hidung termasuk nikotin (untuk berhenti merokok), kalsitonin (osteoporosis),
sumatriptan (untuk sakit kepala migrain), dan kortikosteroid (untuk alergi).

7. Terhirup masuk ke dalam paru-paru, biasanya melalui mulut (inhalasi) atau mulut
dan hidung (dengan nebulisasi)
Obat diberikan dengan inhalasi melalui mulut harus dikabutkan menjadi tetesan
lebih kecil dibanding pada rute hidung, sehingga obat dapat melewati tenggorokan
(trakea) dan ke paru-paru. Seberapa dalam obat bisa ke paru-paru tergantung pada
ukuran tetesan. Tetesan kecil pergi lebih dalam, yang meningkatkan jumlah obat yang
diserap. Di dalam paru-paru, mereka diserap ke dalam aliran darah.
Relatif sedikit obat yang diberikan dengan cara ini karena inhalasi harus dimonitor
untuk memastikan bahwa seseorang menerima jumlah yang tepat dari obat dalam
waktu tertentu. Selain itu, peralatan khusus mungkin diperlukan untuk memberikan
obat dengan rute ini. Biasanya, metode ini digunakan untuk pemberian obat yang
bekerja secara khusus pada paru-paru, seperti obat antiasma aerosol dalam wadah dosis
terukur (disebut inhaler), dan untuk pemberian gas yang digunakan untuk anestesi
umum.

Serupa dengan rute inhalasi, obat yang diberikan dengan nebulisasi (dikabutkan)
harus diubah menjadi aerosol berupa partikel kecil untuk mencapai paru-paru.
Nebulisasi memerlukan penggunaan perangkat khusus, paling sering sistem nebulizer
ultrasonik atau jet. Menggunakan perangkat benar membantu memaksimalkan jumlah
obat dikirim ke paru-paru. Obat-obat yang diberikan melalaui rute ini misalnya
tobramisin (untuk cystic fibrosis), pentamidin (pneumonia Pneumocystis jirovecii),
dan albuterol atau salbutamol (untuk serangan asma).

7
Efek samping bisa terjadi bila obat disimpan langsung di paru-paru (seperti
batuk, mengi, sesak napas, dan iritasi paru-paru), penyebaran obat ke lingkungan
(mungkin mempengaruhi orang lain), dan kontaminasi dari perangkat yang digunakan
untuk pengabutan (terutama bila perangkat digunakan kembali dan tidak cukup
dibersihkan). Menggunakan perangkat benar membantu mencegah efek samping.

8. Diterapkan pada kulit (kutanea) untuk efek lokal (topikal) atau seluruh tubuh
(sistemik)
Obat diterapkan pada kulit biasanya digunakan untuk efek lokal dan dengan
demikian yang paling sering digunakan untuk mengobati gangguan kulit yang dangkal,
seperti psoriasis, eksim, infeksi kulit (virus, bakteri, dan jamur), gatal-gatal, dan kulit
kering. Obat ini dicampur dengan bahan tidak aktif sebagai pembawa. Tergantung
pada konsistensi bahan pembawa, formulasi bisa berupa salep, krim, losion, larutan,
bubuk, atau gel.

9. Dihantarkan melalui kulit dengan patch (transdermal, semacam koyo) untuk efek
sistemik.
Beberapa obat dihantarkan ke seluruh tubuh melalui patch (bentuknya semacam
koyo) pada kulit. Obat ini kadang-kadang dicampur dengan bahan kimia (seperti
alkohol) yang meningkatkan penetrasi melalui kulit ke dalam aliran darah tanpa injeksi
apapun. Melalui patch, obat dapat dihantarkan secara perlahan dan terus menerus
selama berjam-jam atau hari atau bahkan lebih lama. Akibatnya, kadar obat dalam
darah dapat disimpan relatif konstan. Patch sangat berguna untuk obat yang cepat
dieliminasi dari tubuh karena obat tersebut, jika diambil dalam bentuk lain, harus
sering digunakan. Namun, patch dapat mengiritasi kulit beberapa orang. Selain
itu, patch dibatasi oleh seberapa cepat obat dapat menembus kulit. Hanya obat yang
akan diberikan dalam dosis harian yang relatif kecil dapat diberikan melalui patch.
Contoh obat tersebut termasuk nitrogliserin (untuk nyeri dada), skopolamin (untuk
mabuk perjalanan), nikotin (untuk berhenti merokok), klonidin (untuk tekanan darah
tinggi), dan fentanil (untuk menghilangkan rasa sakit).

8
C. Penyimpanan dan pemberian obat-obatan
1. Penyimpanan Obat
Obat membutuhkan perlakuan khusus dalam penyimpanan tergantung dari
karakteristiknya sehingga obat tetap bisa dipakai dan tidak kehilangan efeknya. Masa
penyimpanan dari semua jenis obat pun terbatas. Hal ini disebabkan, karena lambat laun
obat akan terurai secara kimiawi akibat pengaruh cahaya, udara, dan suhu. Akhirnya
khasiat obat akan berkurang.
Berikut merupakan cara menyimpan obat dengan baik dan benar :
1) Sediakan wadah penyimpanan obat dan pilah-pilah obat menurut jenisnya, untuk
memudahkan ketika kita mencarinya.
2) Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. Penandaan pada
kemasan asli serta brosur jangan dibuang, karena pada etiket obat tersebut tertera
cara penggunaan dan informasi penggunaan obat yang penting. Ini penting, agar
selalu mengetahui keterangan obat dengan lengkap.
3) Simpan sesuai dengan petunjuk yang tertera. Kebanyakan obat dapat disimpan pada
tempat sejuk dan kering yaitu pada suhu kamar yang jauh dari sumber panas
(matahari langsung). Jika obat tidak tahan terhadap cahaya maka dapat digunakan
botol bewarna coklat atau botol plastik yang tidak tembus cahaya. Jangan simpan
obat di dalam lemari pendingin, kecuali petunjuk yang tertera pada obat yang harus
disimpan di lemari pendingin. Tapi jangan disimpan di freezer.
4) Periksa kondisi obat secara rutin. Sebelum minum obat selalu lihat tanggal
kadaluwarsa pada kemasan obat dan jangan simpan obat yang telah kadaluwarsa,
apalagi sampai mencampur obat kadaluwarsa dengan obat yang masih baik
5) Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika anda punya kebiasaan untuk menyimpan
obat ditempat yang mudah terlihat agar mudah ingat untuk meminumnya,
tinggalkan wadah obat yang kosong ditempat itu dan simpan obatnya pada tempat
yang tidak mudah dijangkau anak-anak.
6) Bersihkanlah wadah/kotak tempat penyimpanan obat secara rutin.

9
2. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat yang tepat dan sesuai dengan dosis adalah merupakan salah satu
tanggung jawab penting bagi seorang perawat. Terutama bila dilakukan perawatan dan
proses penyembuhan yang dilakukan di tempat pelayanan kesehatan seperti halnya
Rumah sakit dan Puskesmas. Meskipun obat bermanfaat bila digunakan sesuai dengan
dosis serta aturan pakai, namun bukan berarti tanpa reaksi yang dapat merugikan.
Sebagai seorang perawat dan bekerja dalam bidang keperawatan kita juga harus
bisa mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam pemberian obat secara aman yang dikenal
dengan prinsip benar pemberian obat. Dibawah ini prinsip benar obat, meliputi :
1. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa papan identitas di
tempat tidur, gelang identitas- atau ditanyakan langsung kepada pasien atau
keluarganya. jika pasientidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal
dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. jika pasien tidak sanggup
mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara
identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. bayi harus
selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. setiap obat dengan nama
dagang yang kita asing dan baru kita dengar namanya- harus diperiksa nama
generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau
kandungan obat. sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau
kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan
botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang
diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. jika labelnya tidak terbaca, isinya
tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.jika pasien
meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. saat memberi obat perawat
harus ingat untuk apa obat itu diberikan. ini membantu mengingat nama obat dan
kerjanya.

10
3. Benar dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. jika ragu, perawat
harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum
dilanjutkan ke pasien. jika pasien meragukan dosisnya perawat harus
memeriksanya lagi. ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis
yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya
berapa ? ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8
mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi harus tetap hati-
hati dan teliti.

4. Benar cara
Rute Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja
yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal,
rektal, inhalasi.
a. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga di absorpsi melalui rongga
mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
b. Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron
berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna,
yaitu melalui vena (perset / perinfus).
c. Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep,
losion, krim, spray, tetes mata.
d. Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang
akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek
lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar
/ kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat
dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua
obat disediakan dalam bentuk supositoria.

11
e. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki
epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian
obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent,
berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.

5. Benar waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk
mencapaiatau mempertahankan kadar darah yang memadai. jika obat harus
diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi
satu jam sebelum makan. ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh
diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum
dapat diserap. ada obat yang harus diminum setelah makan,untuk menghindari
iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

6. Benar Dokumentasi setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute,
waktu dan oleh siapaobat itu diberikan. bila pasien menolak meminum obatnya,
atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat 8 obatan yang aman .


Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan
mempertanyakan perintahtersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang
diberikan di luar batas yang direkomendasikan . Secara hukum perawat
bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya
tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien
. Sekali obat telah diberikan , perawat bertanggung jawab pada efek obat yang
diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti , Daftar Obat Indonesia
(DOI) Physicians Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia , seperti ahli
farmasi , harus dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas mengenai reaksi
terapeutik yang diharapkan , kontraindikasi , dosis , efek samping yang mungkin
terjadi , atau reaksi yang merugikan dari pengobatan (Kee and Hayes, 1996).

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penanganan paliatif dilakukan melalui pemberian obat-obatan yang umum serta
memperbaiki kesehatan psikosisial, emosi, dan spiritual pasien. Prosedur pengelolaan nyeri
pada pasien paliatif dengan tiga tahap nyeri, yakni ringan hingga sedang, sedang hingga
berat, dan berat sekali. Penyimpanan obat-obatan membutuhkan perlakuan khusus dalam
penyimpanan tergantung dari karakteristiknya sehingga obat tetap bisa dipakai dan tidak
kehilangan efeknya.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas maka diharapkan mahasiwa mampu memahami tentang
terapi obat pada klien paliatif dan mampu memahami rute pemberian obat serta
penyimpanan dan pemberian obat-obatannya

13
DAFTAR PUSTAKA

http://patrisatisha.blogspot.com/2016/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html

https://www.academia.edu/24965954/PROSEDUR_PEMBERIAN_OBAT_DALAM_KEPERA
WATAN

https://www.academia.edu/35340932/MAKALAH_konsep_kep_paliatif

http://www.konimex.com/post/everyday-health-solution/cara-menyimpan-obat-yang-benar/

https://askep-net.blogspot.com/2012/02/pemberian-obat.html

14

Anda mungkin juga menyukai