Oleh:
Fadilla Husna Zahra 12160123497
Feby karina
Hana surya
Sekar Raudhatul Jannah
FAKULTAS PSIKOLOGI
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami ucapkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta berkah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
ini tepat waktu. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah psikologi
kesehatan yang diberikan pada semester 5. Makalah ini disusun dari berbagai
sumber yang berkaitan dengan Psikologi kesehatan. Makalah ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa
memperlancar pembuatan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
3.1 Tujuan
1. Menjelaskan intervensi farmokologi
2. Menjelaskan intervensi dukuungan sosial dan relaksasi
3. Menjelaskan intervrnsi individu
4. Memahami manajemen stress
BAB II
PEMBAHASAN
A. PHARMACOLOGICAL INTERVENTIONS
Penyakit kronis merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanganan
jangka panjang. Intervensi farmakologi memainkan peran utama dalam mengatasi
penyakit kronis, membantu mengontrol gejala, memperlambat perkembangan penyakit,
dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Makalah ini membahas berbagai jenis
intervensi farmakologi yang digunakan dalam mengatasi penyakit kronis, dengan fokus
pada perspektif psikologi kesehatan Indonesia. Berikut ini macam-macam penyakit
kronis dan intervensi farmakologi nya.
1. Diabetes
Terapi Insulin: Penting pada diabetes tipe 1 untuk menggantikan insulin yang
tidak diproduksi oleh tubuh.
Obat Antidiabetik Oral: Seperti metformin, membantu mengurangi kadar
gula darah pada diabetes tipe 2.
2. Penyakit Kardiovaskular
Statins: Mengurangi kolesterol LDL, mengurangi risiko penyakit jantung.
Antiplatelet Agents: Misalnya aspirin, mencegah pembekuan darah yang
dapat menyebabkan serangan jantung.
3. Gangguan Saluran Pernapasan Kronis
Bronkodilator: Membantu pasien asma atau COPD bernapas lebih mudah
dengan merelaksasi saluran udara.
Inhaled Corticosteroids: Mengurangi peradangan di saluran udara, membantu
mengontrol gejala pernapasan.
4. Gangguan Mental (Depresi, Kecemasan)
Antidepresan: Seperti SSRI, membantu mengatasi depresi dengan
meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin.
Anxiolytics: Mengurangi kecemasan dengan menekan aktivitas saraf.
5. Artritis Reumatoid
DMARDs (Disease-Modifying Antirheumatic Drugs): Mengubah respon
sistem kekebalan tubuh untuk meredakan peradangan pada sendi.
Biologics: Obat yang mempengaruhi respons sistem kekebalan tubuh,
membantu mengurangi peradangan dan nyeri.
B. INDIVIDUAL THERAPY
Terapi individu merupakan salah satu intervensi psikologis yang umum
dilakukan pada pasien yang mengalami komplikasi psikososial akibat penyakit kronis.
Namun ada perbedaan penting antara psikoterapi dengan pasien medis dan psikoterapi
dengan pasien yang utamanya memiliki gangguan psikologis.
Pertama, terapi dengan pasien medis lebih cenderung bersifat episodik
dibandingkan berkelanjutan. Penyakit kronis kadang-kadang menimbulkan krisis dan
masalah yang mungkin memerlukan bantuan. Misalnya, suatu kondisi yang kambuh
atau memburuk dapat menimbulkan krisis yang perlu ditangani oleh terapis. Kedua,
kolaborasi dengan dokter pasien dan anggota keluarga sangat penting. Dokter dapat
memberi tahu psikolog atau konselor lain mengenai kondisi fisik pasien saat ini. Ketiga,
terapi dengan pasien medis memerlukan penghormatan terhadap pertahanan pasien.
Dalam psikoterapi tradisional, salah satu tujuan terapis adalah untuk menantang
pertahanan pasien yang mungkin mengganggu pemahaman yang memadai tentang
masalahnya. Namun, pada kasus pasien yang sakit kronis, pertahanan ini mungkin
berfungsi baik dalam melindungi mereka dari dampak penyakit yang mereka derita.
Keempat, terapis yang menangani pasien medis harus memiliki pemahaman
komprehensif tentang penyakit pasien dan cara pengobatannya. Penyakit dan
pengobatannya sendiri menimbulkan masalah psikologis (misalnya depresi akibat
kemoterapi), dan terapis yang tidak mengetahui fakta ini mungkin akan membuat
interpretasi yang salah. Pelatihan keterampilan mengatasi dapat meningkatkan fungsi
penyakit kronis. Program-program tersebut dapat meningkatkan pengetahuan tentang
penyakit, mengurangi kecemasan, meningkatkan perasaan pasien akan tujuan
dan makna hidup.
Terdapat berbagai macam intervensi yang efektif dalam menurunkan kecemasan
pada pasien dengan penyakit kronik, salah satunya adalah intervensi mindfulness.
Intervensi mindfulnessmerupakan bagian dari keperawatan holistik, karena
meningkatkan kesadaran atas keadaan yang terjadi saat ini dengan cara memusatkan
pikiran dan perhatian kepada keyakinan tanpa pemberian reaksi penolakan yang dapat
menurunkan gejala psikis dan fisik. Selain itu, intervensi mindfulnessini juga
mendorong individu untuk mengidentifikasi gejala fisik yang sedang dirasakan
dengan cara menyadari berbagai hal yang terjadi pada saat ini atau tidak hanya
berfokus pada kondisi sakit saja, sehingga keluhan ataupun gejala fisik akan berkurang
(Aherne et al., 2016). Dalam psikologi klinis terapi Mindfulness memiliki dua poin
penting. Pertama adalah kesadaran terhadap momen di setiap pengalaman yang terjadi
tanpa memberikan judgmentdan kedua adalah adanya sikap menerima (acceptance)
(Keng et al., 2011). Intervensi mindfulness juga merupakan terapi yang
mengajarkan individu untuk dapat melibatkan perhatian secara penuh dan tidak
menghakimi atau memberikan judgment terhadap peristiwa yang sedang terjadi
saat itu juga (Spiegler, 2015). Kesadaran diri inilah yang membantu individu
menuju tahap penerimaan (acceptance)sebagai strategi koping yang efektif menuju
kondisi yang adaptif (Antoni MH, 2014). Pada terapi mindfulness bertujuan untuk
membantu individu menghindari kebiasaan untuk merespon secara destruktif atau
langsung dan belajar untuk mengobservasi pikiran, emosi dan peristiwa yang terjadi saat
itu juga tanpa memberikan judgment atau reaksi secara langsung.
C. SOSIAL SUPPORT INTERVENTIONS AND RELAXATION
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Maeland & Havick, 1987; Marks dkk, 1986
(dalam amylia,2013) menyatakan bahwa kecemasan dan depresi banyak ditemui pada penderita
penyakit kronis. Sehingga untuk menurunkan jumlah penderita yang mengalami gangguan
psikologis telah dikembangkan beberapa macam intervensi untuk mengatasi masalah yang
berhubungan dengan penyakit kronis, diantaranya intervensi farmakologi, terapi individual,
intervensi psikoterapi singkat, relaksasi dan berlatih, dan dukungan sosial. Namun, diantara
kelima macam jenis intervensi tersebut, dukungan sosial merupakan cara yang efektif bagi
penderita penyakit kronis. Dukungan sosial diperlukan dalam menurunkan stres yang dapat
memicu kecemasan yang dialami oleh pasien karena kondisi yang diderita.
Pasien penyakit kronis yang memiliki hubungan sosial yang baik akan mampu
beradaptasi secara lebih baik dengan penyakitnya. Dukungan sosial memiliki peran penting
dalam memperbaiki status kesehatan seseorang (Kaplan & Toshima, 1990). Peran dukungan
sosial pada pasien penyakit kronis adalah untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan,
peningkatan produktivitas, dan pengaruh positif lainnya yang dapat mengurangi gangguan
psikologis yang dialami oleh pasien. Dukungan sosial dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
untuk menjadi lebih baik, membantu proses pemulihan atau memberi kesempatan hidup lebih
lama bagi pasien. Dukungan keluarga pada pasien penyakit kronis menjadi penting, karena
dapat meningkatkan fungsi fisik dan emosional pasien. Adanya dukungan dari teman dan
keluarga yang memberi dukungan emosional akan memberikan rasa aman, tenang dan berharga
bagi pasien. Selain itu juga dapat menjadikan pasien patuh atau mengikuti proses pengobatan
(Taylor, dalam amylia, 2013).
Dukungan sosial didefinisikan sebagai interaksi sosial yang memberikan bantuan nyata
atau perasaan kasih sayang kepada individu atau kelompok, yang dapat dirasakan oleh individu
atau kelompok yang bersangkutan sebagai perhatian, cinta, dan penghargaan (Hobfoll dan
Stroke dalam amylia 2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat
membantu individu untuk beradaptasi dengan segala situasi atau peristiwa yang tidak
diharapkan. Berkaitan dengan kesehatan, dukungan sosial efektif menurunkan kecemasan pada
penderita penyakit kronis. Pasien yang menerima dukungan sosial yang tinggi menunjukkan
prognosa dan penyesuaian yang lebih baik (Bootzin, dkk, dalam amylia 2013). Namun,
penerimaan dukungan sosial tergantung pada interpretasi pasien terhadap dukungan sosial
tersebut.
Interpretasi dukungan sosial terjadi karena adanya proses persepsi. Persepsi adalah
proses kognitif yang digunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami suatu obyek.
Persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan. Oleh karena itu, setiap individu
memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama (Gibson dkk, dalam
amylia 2013). Sikap, kata, maupun perbuatan yang diberikan lingkungan kepada individu akan
dipersepsi oleh individu. Persepsi yang berbeda akan menimbulkan interpretasi yang berbeda
pula. Hal ini yang menentukan apakah respon dari lingkungan tersebut dapat dimaknai sebagai
sebuah dukungan atau tidak.Pasien yang menginterpretasikan dukungan sosial yang diperoleh
dari lingkungan secara positif akan menganggap peristiwa yang dialami menjadi sesuatu hal
yang tidak terlalu mendatangkan stres dan merasa aman serta nyaman karena merasa
diperhatikan, dicintai dan dirinya dapat diterima di lingkungan dengan baik. Sehingga, pasien
dapat bertahan terhadap konsekuensi penyakitnya, meningkatkan harga diri, serta mempunyai
perasaan dan pemikiran yang positif terhadap dirinya sendiri. Namun, jika dukungan sosial yang
diperoleh dari lingkungan diinterpretasi sebagai hal yang biasa saja tanpa ada respon yang
positif, maka dukungan tersebut menjadi tidak efektif dan pasien merasa tidak nyaman karena
tidak dapat membalas dukungan yang diberikan atau percaya bahwa kontrol pribadinya dibatasi
oleh dukungan sosial yang diberikan. Sehingga pasien merasa dukungan tersebut seperti sebuah
tuntutan yang diberikan kepadanya. Dukungan sosial yang diberikan kepada pasien
leukemia akan mempengaruhi tingkat kecemasan yang dialami.
D. STRESS MANAGEMENT
Manajemen stress merupakan salah satuperilaku positif yang bila terus menerus
diulangi penggunaannya akan membentuk sebuah kebiasaan. Hal ini sejalan dengan
teori perilaku yang menyebutkan bahwa perubahan perilaku dapat menjadi suatu
perubahan yang stabil bila dilakukan terus menerus, dan dibutuhkan waktu sekitar
minimal enam bulan untuk membuat suatu perilaku dilakukan dengan kesadaran sendiri
oleh individu (Stuart, Keliat, pasaribu, dalam florensa 2019). Ada pun Usaha-usaha
mengatasi stress yaitu :
a. Prinsip Homeostatis.
Stres merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan cenderung bersifat
merugikan. Oleh karena itu setiap individu yang mengalaminya pasti berusaha
mengatasi masalah ini. Hal demikian sesuai dengan prinsip yang berlaku pada
organisme, khususnya manusia, yaitu prinsip homeostatis. Menurut prinsip ini
organisme selalu berusaha mempertahankan keadaan seimbang pada dirinya.
Sehingga bila suatu saat terjadi keadaan tidak seimbang maka akan ada usaha
mengembalikannya pada keadaan seimbang. Prinsip homeostatis berlaku selama
individu hidup. Sebab keberadaan prinsip pada dasarnya untuk mempertahankan
hidup organisme. Lapar, haus, lelah, dll. merupakan contoh keadaan tidak
seimbang. Keadaan ini kemudian menyebabkan timbulnya dorongan untuk
mendapatkan makanan, minuman, dan untuk beristirahat. Begitu juga halnya
dengan terjadinya ketegangan, kecemasan, rasa sakit, dst. mendorong individu
yang bersangkutan untuk berusaha mengatasi ketidak seimbangan ini.
b. Proses Coping terhadap Stres
Upaya mengatasi atau mengelola stress dewasa ini dikenal dengan proses
coping terhadap stress. Menurut Bart Smet, coping mempunyai dua macam
fungsi, yaitu : (1) Emotional-focused coping dan (2) Problem-focused coping.
Emotionalfocused coping dipergunakan untuk mengatur respon emosional
terhadap stress. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu seperti
penggunaan minuman keras, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak
menyenangkan, dst. Sedangkan problem-focused coping dilakukan dengan
mempelajari keterampilan-keterampilan atau cara-cara baru mengatsi stres.
Menurut Bart Smet, individu akan cenderung menggunakan cara ini bila dirinya
yakin dapat merubah situasi, dan metoda ini sering dipergunakan oleh orang
dewasa. Berbicara mengenai uapaya mengatasi Stres, Maramis berpendapat
bahwa ada bermacam-macam tindakan yangdapat dilakukan untuk itu, yang
secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu (1) cara yang berorientasi pada
tugas atau task oriented dan (2) cara yang berorientasi pada pembelaan ego atau
ego defence mechanism.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Intervensi Psikologis pada Penyakit Kronis adalah bahwa pendekatan holistik
yang mencakup intervensi farmakologi, terapi individu, dukungan sosial, relaksasi,
dan manajemen stres adalah kunci dalam mengatasi dampak psikososial penyakit
kronis. Dalam mengelola penyakit kronis, pentingnya peran psikologis, dukungan
sosial, dan strategi relaksasi menjadi sangat nyata. Kombinasi antara pengobatan
medis dan dukungan psikologis dapat membantu pasien mengatasi stres, mengurangi
kecemasan, dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Pendekatan ini mencerminkan
pentingnya memahami aspek psikologis dan emosional pasien dalam proses
penyembuhan penyakit kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., & Stansilaus, F. (2018). Psikologi Kesehatan: Teori, Konsep, dan Aplikasi. Salemba
Medika.
Amylia, Y. (2013). Hubungan antara persepsi dukungan sosial dengan tingkat kecemasan
pada penderita leukemia (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Florensa, M. V. A., Paula, V., Sitanggang, Y., Hasibuan, S. Y., Anggraini, M. T., &
Situngkir, A. (2019). Manajemen Stres Dan Ansietas Warga Di Kelurahan Bencongan
Indah Tangerang. Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan
Corporate Social Responsibility (PKM-CSR), 2, 409-415.
Setiadi, A. P. (2017). Psikologi Kesehatan: Sebuah Pengantar untuk Perawat dan Profesi
Kesehatan Lainnya. Andi Offset.
Sriati, Aat. (2022). Intervensi Mindfulness Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Pasien
Penyakit Kronis: Narrative Review. Jurnal Cakrawala Ilmiah, 2(3):954.