Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Gangguan bicara merupakan masalah yang bisa memengaruhi kemampuan
seseorang dalam berkomunikasi dengan baik. Gangguan bicara bisa disebabkan oleh
berbagai faktor, baik itu faktor biologis maupun lingkungan.

Beberapa faktor biologis yang dapat menyebabkan gangguan bicara antara lain
kelainan pada otak atau sistem saraf, kelainan pada organ bicara seperti lidah, gigi, dan
bibir, serta masalah pendengaran. Sementara itu, faktor lingkungan seperti kurangnya
stimulasi bicara pada anak-anak, pengalaman traumatis, atau kurangnya kesempatan
untuk berbicara juga dapat memengaruhi kemampuan bicara seseorang.

Gangguan bicara dapat berdampak negatif pada kehidupan sosial, emosional, dan
akademik seseorang. Misalnya, anak-anak yang mengalami gangguan bicara dapat
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan guru di sekolah,
sehingga dapat memengaruhi prestasi akademik mereka. Orang dewasa dengan gangguan
bicara juga dapat mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan atau berkomunikasi
dengan rekan kerja. Oleh karena itu, penting bagi individu yang mengalami gangguan
bicara untuk mendapatkan perawatan yang tepat agar dapat meningkatkan kemampuan
bicaranya dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

2. Rumusan masalah
3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Selective Mutisme
1. Pengertian Selective Mutisme
Menurut APA (2005) menyatakan bahwa Selective mutisme adalah istilah untuk
seorang anak yang terus-menerus gagal berbicara disituasi social spesifik ketika ia
diharapkan untuk berbicara ( misalnya di dalam kelas ) , tetapi konsisten berbicara di
situasi social lainnya (misalnya dirumah dengan ibunya ).

Selective mutisme adalah gangguan bicara di mana individu memiliki


kemampuan bicara yang normal atau hampir normal, namun memilih untuk tidak
berbicara dalam situasi-situasi tertentu seperti di sekolah atau dalam lingkungan sosial
tertentu. Orang dengan selective mutisme biasanya merasa cemas atau takut saat
berbicara di depan orang yang tidak akrab, meskipun mereka mampu berbicara dengan
lancar di rumah atau di lingkungan yang lebih akrab. Kondisi ini biasanya terjadi pada
anak-anak dan sering kali dianggap sebagai gangguan kecemasan. Namun, selective
mutisme juga dapat terjadi pada remaja dan dewasa. Menurut data yang tersedia,
selective mutisme terjadi pada sekitar 0,8% hingga 1% anak-anak sekolah di seluruh
dunia.

Selective mutisme dapat memengaruhi kehidupan sosial, akademik, dan


emosional seseorang. Anak-anak yang mengalami selective mutisme dapat mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan guru di sekolah, serta dapat
memengaruhi prestasi akademik mereka. Orang dewasa dengan selective mutisme juga
dapat mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan atau berkomunikasi dengan rekan
kerja.

Faktor risiko untuk selective mutisme masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi
faktor-faktor seperti riwayat keluarga dengan gangguan kecemasan, lingkungan yang
tidak mendukung, dan kejadian traumatis dapat memainkan peran dalam perkembangan
selective mutisme. Pengobatan untuk selective mutisme dapat melibatkan terapi bicara
dan terapi perilaku kognitif, yang bertujuan untuk membantu individu mengatasi
ketakutan dan cemas mereka terhadap situasi sosial tertentu. Selain itu, dukungan dari
keluarga, teman, dan guru juga dapat membantu individu dengan selective mutisme
dalam membangun kepercayaan diri dan kemampuan komunikasi mereka.
2. Karakteristik selective mutisme
Berikut adalah beberapa karakteristik umum dari selective mutisme:
a. Ketidakmampuan untuk berbicara atau berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak
akrab atau dalam situasi sosial tertentu, meskipun individu tersebut mampu berbicara
dengan lancar di lingkungan yang lebih akrab.
b. Kecemasan dan ketakutan yang intens saat berada dalam situasi-situasi sosial tertentu,
seperti di sekolah atau di tempat umum.
c. Kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan guru di sekolah.
d. Ketergantungan pada orang-orang tertentu dalam lingkungan sosial mereka, seperti
anggota keluarga atau teman dekat.
e. Gangguan kecemasan dan depresi yang sering terjadi bersamaan dengan selective
mutisme.
f. Keterlambatan dalam kemampuan berbicara saat masih anak-anak.
g. Keterbatasan dalam ekspresi emosional atau dalam mengekspresikan kebutuhan dan
keinginan mereka.
h. Tidak berpartisipasi dalam kegiatan kelas di sekolah, seperti membaca di depan kelas
atau berbicara di depan teman sebaya.
i. Kesulitan dalam mencari pekerjaan atau berkomunikasi dengan rekan kerja saat
dewasa.
j. Kebutuhan untuk waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
dan situasi sosial baru.

Karakteristik selective mutisme dapat bervariasi pada setiap individu dan dapat
memengaruhi kehidupan sosial, akademik, dan emosional mereka. Pengenalan dini dan
intervensi yang tepat dapat membantu individu dengan selective mutisme dalam
mengatasi ketakutan dan membangun kemampuan komunikasi yang lebih baik.

3. Identifikasi selective mutisme


Identifikasi selective mutisme dapat dilakukan melalui observasi perilaku individu di
berbagai situasi sosial. Beberapa tanda dan gejala yang dapat mengindikasikan adanya
selective mutisme antara lain:
a. Individu cenderung diam atau tidak berbicara di situasi sosial tertentu, seperti di
sekolah, di tempat umum, atau di depan orang yang tidak akrab.
b. Individu sering kali menunjukkan ekspresi wajah yang cemas atau takut saat berada
dalam situasi sosial tertentu.
c. Individu terlihat kaku atau tidak rileks saat berada di lingkungan sosial yang tidak
akrab.
d. Individu lebih suka berbicara dengan orang yang dikenal atau dekat dengan mereka,
seperti keluarga atau teman akrab.
e. Individu sering kali tidak berpartisipasi dalam kegiatan di kelas, seperti membaca atau
menjawab pertanyaan.
f. Individu dapat menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan atau kecemasan, seperti
menggigit kuku, menggeliat, atau menarik diri dari interaksi sosial.
g. Individu sering kali menolak atau menghindari situasi sosial tertentu, seperti pesta
ulang tahun atau pertemuan keluarga.

B. Speech Delay
1. Pengertian Speech Delay
Speech delay atau keterlambatan bicara adalah kondisi ketika anak mengalami
keterlambatan dalam kemampuan berbicara pada usia yang diharapkan. Pada umumnya,
anak yang mengalami speech delay membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai
tahap perkembangan bahasa yang normal dibandingkan dengan anak-anak sebaya
mereka. Keterlambatan bicara dapat memengaruhi kemampuan komunikasi dan interaksi
sosial anak, sehingga perlu ditangani dengan serius dan tepat waktu.

Menurut American Speech-Language-Hearing Association (ASHA), speech delay


terjadi ketika anak belum mencapai milestone bicara yang diharapkan untuk usianya.
Anak yang mengalami speech delay mungkin mengalami kesulitan dalam memahami
kata-kata, mengucapkan kata-kata secara jelas, atau menghasilkan kalimat yang baik dan
benar secara gramatikal.

Ahli bicara dan bahasa dari University of Michigan, Rhea Paul, menjelaskan
bahwa keterlambatan bicara dapat terjadi karena faktor-faktor yang berbeda, seperti
faktor genetik atau lingkungan. Faktor lingkungan seperti kurangnya interaksi verbal
dari orang dewasa atau lingkungan yang kurang mendukung perkembangan bicara anak,
dapat menyebabkan keterlambatan bicara pada anak.

Sedangkan menurut McLeod dan Crowe, ahli bicara dan bahasa dari Charles Sturt
University di Australia, keterlambatan bicara dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
developmental speech delay dan specific language impairment (SLI). Developmental
speech delay terjadi ketika anak mengalami keterlambatan dalam perkembangan
kemampuan bicara, sedangkan SLI terjadi ketika anak mengalami kesulitan dalam
mempelajari bahasa yang memengaruhi kemampuan komunikasi mereka secara umum.
2. Karakteristik Speech Delay
Berikut adalah beberapa karakteristik atau ciri-ciri anak yang mengalami speech delay:
a. Kesulitan dalam mengucapkan kata-kata dengan jelas dan benar secara gramatikal.
Anak mungkin mengalami kesulitan dalam pengucapan huruf tertentu atau
merangkai kata-kata menjadi kalimat yang sesuai.
b. Kesulitan dalam memproduksi kalimat yang sesuai dengan konteks. Anak mungkin
mengalami kesulitan dalam menggunakan kata-kata yang tepat untuk
menggambarkan situasi atau peristiwa tertentu.
c. Kesulitan dalam memahami instruksi sederhana. Anak mungkin mengalami
kesulitan dalam memahami instruksi verbal seperti "ambil buku di atas meja" atau
"duduk di kursi".
d. Kurangnya minat dalam berinteraksi secara verbal dengan orang lain. Anak
mungkin terlihat tidak tertarik untuk berbicara atau berinteraksi secara verbal
dengan orang dewasa atau teman sebayanya.
e. Kesulitan dalam mengikuti percakapan dengan orang lain. Anak mungkin
mengalami kesulitan dalam memahami dan mengikuti alur percakapan, serta
kesulitan dalam memberikan respons yang sesuai.
f. Sulit mengikuti instruksi verbal. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam
mengikuti instruksi verbal yang diberikan oleh orang dewasa, seperti saat di sekolah
atau di rumah.

3. Penyebab speech delay


Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan speech delay pada anak:
a. Faktor genetik atau keturunan. Beberapa kasus speech delay mungkin disebabkan
oleh faktor genetik yang diturunkan dari orang tua atau anggota keluarga lainnya.
b. Faktor lingkungan. Lingkungan tempat tumbuh kembang anak juga dapat
berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak. Misalnya, anak yang tumbuh di
lingkungan dengan kurangnya stimulasi bahasa, seperti kurangnya interaksi sosial
atau kurangnya kegiatan membaca, mungkin lebih rentan mengalami speech delay.
c. Masalah kesehatan. Beberapa kondisi kesehatan, seperti infeksi telinga berulang
atau gangguan pendengaran, dapat menyebabkan speech delay pada anak.
d. Masalah perkembangan. Beberapa anak mungkin mengalami speech delay karena
masalah perkembangan yang menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan
berbicara.
e. Masalah neuropsikologis. Beberapa kasus speech delay mungkin disebabkan oleh
masalah neuropsikologis, seperti autisme atau gangguan spektrum autis.
f. Faktor emosional atau psikologis. Beberapa anak mungkin mengalami speech delay
karena faktor emosional atau psikologis, seperti kecemasan atau trauma.
g. Keterlambatan dalam perkembangan motorik. Keterlambatan dalam perkembangan
motorik dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam mengembangkan
kemampuan berbicara, karena kemampuan berbicara juga melibatkan koordinasi
antara otot-otot mulut dan lidah.
h. Keterlambatan dalam perkembangan sosial dan emosional. Anak yang mengalami
keterlambatan dalam perkembangan sosial dan emosional juga dapat mengalami
kesulitan dalam mengembangkan kemampuan bahasa, karena kemampuan bahasa
juga melibatkan interaksi sosial dengan orang lain.

4. Klasifikasi speech delay


Klasifikasi speech delay biasanya didasarkan pada jenis kemampuan bahasa yang
terpengaruh. Berikut adalah beberapa jenis klasifikasi speech delay:
a. Expressive language delay: Jenis speech delay ini terjadi ketika anak kesulitan
dalam mengeluarkan kata-kata atau kalimat yang tepat untuk menyampaikan
maksudnya. Anak-anak dengan expressive language delay mungkin memiliki
keterlambatan dalam mengucapkan kata-kata atau dalam membuat kalimat yang
terstruktur dengan baik.
b. Receptive language delay: Jenis speech delay ini terjadi ketika anak kesulitan dalam
memahami bahasa lisan yang diterima dari orang lain. Anak-anak dengan receptive
language delay mungkin kesulitan memahami instruksi atau perintah sederhana,
seperti "ambilkan gelas dari meja".
c. Global language delay: Jenis speech delay ini terjadi ketika anak mengalami
keterlambatan dalam seluruh aspek kemampuan bahasanya. Anak-anak dengan
global language delay mungkin kesulitan dalam mengeluarkan kata-kata dan
memahami bahasa yang diterima dari orang lain.
d. Articulation disorder: Jenis speech delay ini terjadi ketika anak kesulitan dalam
mengucapkan suara atau bunyi-bunyi tertentu dengan jelas dan tepat. Anak-anak
dengan articulation disorder mungkin mengganti, menghilangkan, atau
menambahkan bunyi dalam kata-kata mereka.
e. Phonological disorder: Jenis speech delay ini terjadi ketika anak mengalami
kesulitan dalam memahami dan menggunakan sistem bunyi dalam bahasa tertentu.
Anak-anak dengan phonological disorder mungkin mengalami kesulitan dalam
membedakan bunyi yang berbeda dalam bahasa tertentu atau dalam menghasilkan
pola bunyi yang tepat untuk kata-kata dalam bahasa tertentu.

Perlu dicatat bahwa klasifikasi speech delay ini dapat tumpang tindih dan banyak anak
mungkin mengalami kombinasi beberapa jenis speech delay.
C. Metode Assesment dan Intervensi dalam gangguan bicara
Metode assessment dan intervensi yang digunakan dalam gangguan bicara dapat
bervariasi tergantung pada jenis gangguan bicara yang terjadi dan kebutuhan individu
yang bersangkutan. Namun, secara umum, terdapat beberapa metode assessment dan
intervensi yang sering digunakan dalam pengobatan gangguan bicara.

1. Metode Assessment:
a. Observasi perilaku: Observasi perilaku dapat dilakukan oleh orang tua, guru, atau
terapis dalam situasi sosial tertentu untuk memahami bagaimana seseorang
dengan gangguan bicara berinteraksi dan bertindak.
b. Tes formal: Tes formal seperti tes bahasa standar dan tes kognitif dapat membantu
dalam mengukur kemampuan bahasa dan fungsi kognitif seseorang dengan
gangguan bicara.
c. Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pendengaran,
penglihatan, dan kondisi kesehatan umum dapat membantu mengidentifikasi
penyebab gangguan bicara yang mendasar.
d. Wawancara dengan orang tua dan keluarga: Wawancara dengan orang tua dan
keluarga dapat membantu dalam memahami latar belakang keluarga,
perkembangan bahasa anak, dan lingkungan sosial yang mempengaruhi anak atau
individu yang bersangkutan.

2. Metode Intervensi:
a. Terapi bicara dan bahasa: Terapi bicara dan bahasa merupakan metode intervensi
utama untuk mengatasi gangguan bicara. Terapi ini dapat dilakukan oleh terapis
bicara dan bahasa atau ahli terkait lainnya dan meliputi latihan pengucapan,
pemahaman bahasa, dan peningkatan kemampuan berbicara.
b. Terapi perilaku: Terapi perilaku seperti terapi bermain dan terapi kelompok dapat
membantu individu dengan gangguan bicara untuk meningkatkan keterampilan
sosial, kemampuan adaptasi, dan mengatasi kecemasan.
c. Teknologi asistif: Teknologi asistif seperti alat bantu pendengaran, aplikasi
ponsel, atau perangkat lunak khusus dapat membantu individu dengan gangguan
bicara untuk berkomunikasi dengan lebih efektif.
d. Pendekatan multidisipliner: Pendekatan multidisipliner melibatkan tim profesional
kesehatan seperti terapis fisik, terapis okupasi, psikolog, dan ahli terkait lainnya
untuk membantu individu dengan gangguan bicara dalam mengatasi masalah yang
terkait dengan kondisi mereka secara menyeluruh.
Penggunaan metode assessment dan intervensi yang tepat dan efektif dapat membantu
individu dengan gangguan bicara untuk mengatasi masalah mereka dan meningkatkan
kemampuan berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan bicara seperti selective mutisme dan speech delay dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain. Selective
mutisme adalah gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan individu untuk berbicara di
lingkungan sosial tertentu, meskipun mereka mampu berbicara dengan lancar di lingkungan
yang lebih aman dan terbiasa. Gangguan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
kecemasan, stres, atau pengalaman trauma. Karakteristik dan ciri-ciri selective mutisme
meliputi ketidakmampuan untuk berbicara, kecemasan sosial, dan hambatan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Diagnosis dan intervensi selective mutisme dapat dilakukan
melalui terapi bicara dan bahasa, terapi perilaku, dan pendekatan multidisipliner.

Sementara itu, speech delay adalah kondisi di mana seseorang mengalami keterlambatan
dalam perkembangan kemampuan berbicara dan berkomunikasi. Penyebab speech delay
dapat bervariasi, seperti faktor genetik, masalah pendengaran atau lingkungan yang tidak
mendukung. Ciri-ciri speech delay meliputi kesulitan dalam pengucapan kata, keterbatasan
dalam kemampuan pemahaman bahasa, dan keterlambatan dalam perkembangan kemampuan
berbicara. Diagnosis dan intervensi speech delay dapat dilakukan melalui tes formal, terapi
bicara dan bahasa, teknologi asistif, dan pendekatan multidisipliner.

Dalam mengatasi gangguan bicara, penting untuk mengidentifikasi faktor penyebab dan
menentukan metode assessment dan intervensi yang tepat dan efektif untuk setiap individu
yang bersangkutan. Dengan diagnosis dan intervensi yang tepat, individu dengan selective
mutisme dan speech delay dapat mengatasi masalah mereka dan meningkatkan kemampuan
berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

American Speech-Language-Hearing Association. (2014). Speech and Language Delay and


Disorder. Retrieved from https://www.asha.org/public/speech/disorders/speech-language-
delay/

Bergman, R. L., Piacentini, J., & McCracken, J. T. (2002). Prevalence and description of
selective mutism in a school-based sample. Journal of the American Academy of Child &
Adolescent Psychiatry, 41(9), 1045-1052.

Chiang, H. M., & Lin, Y. H. (2012). Characteristics of children with selective mutism in Taiwan:
A comparison with children with other anxiety disorders. Journal of Anxiety Disorders,
26(3), 344-354.

Elfenbein, M. H., & Fujiki, M. (2018). Speech and Language Delay in Children. In Pediatric
Physical Diagnosis-E-Book (pp. 459-468). Elsevier Health Sciences.

Kurniawan, E., & Putri, F. A. (2020). Profil komunikasi anak dengan selective mutism: Studi
kasus di Sekolah Dasar XYZ. Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran, 7(2), 152-
162.

Nurhayati, R. (2019). Pengaruh stimulasi motorik terhadap kemampuan bicara pada anak dengan
delayed speech development. Jurnal Keperawatan, 11(2), 90-96.

Pratiwi, R. W., & Setyawati, E. (2019). Terapi bicara pada anak dengan selective mutism. Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat, 10(2), 79-87.

Steinhausen, H. C., Wachter, M., & Laimböck, K. (2006). Selective mutism: a review of the
current status of the concept and its validity. European child & adolescent psychiatry,
15(1), 1-11.

Sulistyowati, E., & Kurniawati, D. A. (2020). Terapi konvensional dan terapi alternatif pada
anak dengan speech delay. Jurnal Keperawatan, 12(1), 55-64.

Yudawanti, M. (2018). Gangguan bicara: Delayed speech development pada anak. Jurnal
Kesehatan Holistik, 12(2), 92-99.

Anda mungkin juga menyukai