Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Berkebutuhan khusus

1. Pengertian

Anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas

dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan

khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang

spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak dikatakan

berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih

dalam dirinya. Seperti yang dikemukakan oleh Mulyati (2013:9) sebagai

berikut :

anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan


yang bersifat permanen atau menetap (anak yang kekurangan atau
kelebihan dari anak biasa) dan kelainan yang bersifat temporer atau
sementara (anak biasa tidak memperoleh pendidikan secara optimal
karena faktor eksternal) sehingga mereka membutuhkan layanan
pendidikan secara khusus. Layanan pendidikan khusus yang
dimaksud tergantung pada jenis, serta berat dan ringannya masalah
belajar.
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan

khusus meliputi dua kategori yaitu anak berkebutuhan khusus permanen,

yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebuthan temporer, yaitu

mereka yang mengalami hambatan dalam perkembangan dan belajar

karena kondisi dan situasi lingkungan.


2. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkeutuhan khusus adalah anak yang dilihat secara

signifikan merupakan seorang anak yang memiliki kelainan, baik

dalam fisik, emosional, mental ataupun sosial, dalam proses

pertumbuhannya jika dibandingkan dengan sejumlah anak yang

lainnya yang memang seusia dengannya. Maka dari itu ada berbagai

macam jenis-jenis Anak berkebutuhan khusus menurut Mulyati

(2013:13) adalah sebagai berikut :

a. Gangguan penglihatan (tunanetra) terdiri dari anak buta (blind)

dan kurang lihat (low vison);

b. Anak yang mengalami pendengaran (tunarungu) terdiri atas tuli

(deaf) dan anak kurang dengar (hard of hearing);

c. Anak yang mengalami hambatan kecerdasan, kesulitan dalam

perilaku adaptif, dan termanufestasi pada periode

perkembangan (tunagrahita) terdiri : tunagrahita ringan (mild

mentally retarted), tunagrahita sedang (moderate mentally

retarded), tunagrahita berat (severe mentally raterted);

d. Anak yang mengalami hambatan gerak (tunadaksa) meliputi

anak yang mengalami kelayuan/kelumpuhan akibat virus polio

(poliomyelitis), dan celebral palsy;

e. Anak yang mengalami gangguan perilaku dikelompokan terdiri

dari anak yang sulit menyesuaikan diri dan mengalami

gangguan emosi;
f. Anak autis, tunaganda, kesulitan belajar, gangguan konsentrasi

(ADD/ADHD), kesulitan bicara (dyslexia), kesulitan menulis

(dysgraphia), kesulitan berhitung (dyscalculia), kesulitan

berbahasa (dysphasila);

g. Dan mereka termasuk kelompok cerdas istimewa dan bakat

istimewa (gifted dan tallented).

3. Sebab – sebab

Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus pada seseorang sangat

beragam jenisnya. Mulyati (2013:13) mengemukakan pengebab anak

menjadi berkebutuhan khusus , sebagai berikut :

1. Penyebab prenatal, yaitu penyebab yang terjadi sebelum

kelahiran. Pada saat janin masih berada dalam kandungan

kemungkinan sang ibu terserang virus rubela, mengalami

trauma, salah minum obat, kekurangan gizi, yang semuanta itu

berakibat bagi munculnta kelainan pada bayi.

2. Penyebab natal, penyebab yang terjadi pada saat

berlangsungnya proses kelahiran. Pada saat tersebut misalnya

terjadi infeksi atau benturan yang mengakibatkan trauma di

otak, proses kelahiran yang telalu lama sehingga bayi

kekurangan oksigen, proses kelahiran dengan bantuan alat, atau

bayi lahir premature.

3. Penyebab postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah

kelahiran, seperti terjadinya kecelakaan, jatuh, menderita

penyakit tertentu, kekurangan gizi. Hal-hal ini tentu dapat


dihindari dengan selalu menjaga kesehatan dan menyiapkan

lingkungan yang kondusif bagi keluarga dan masyarakat.

B. Anak Berkesulitan Belajar

1. Pengertian

Pengertian tentang anak berkesulitan belajar sangat perlu

dijelaskan karena masih banyak yang keliru mengartikan anak kesulitan

belajar. banyak orang cenderung sulit membedakan anak berkesulitan

belajar dengan anak tunagrahita, mereka menganggap anak berkesulitan

itu sama dengan anak tunagrahita.

Pada kenyataannya anak berkesulitan belajar berbeda dengan anak

tunagrahita. Anak berkesulitan belajar umumnya hanya tidak mampu

menguasai salah satu bidang studi saja yang diprogramkan oleh guru

berdasarkan kurikulum yang berlaku, maka dari itu umumnya anak

berkesulitan belajar bisa kita temui di sekolah umum. Salah satu definisi

menurut Abdurrahman (2012:1) adalah “Kesulitan belajar merupakan

suatu konsep multidisipliner yang digunakan dilapangan ilmu pendidikan,

psikologi, maupun ilmu kedokteran”.

Definisi diatas sejalan dengan pendapat Hallan, Kauffman dan

Lloyd (1985:14) sebagai berikut:

Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari
proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan
penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut
mungkin menampakan diri dalam bentuk kesulitan dalam
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja
atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti
gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia
perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang
memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari
hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan
karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena
kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.

Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa anak berkesulitan belajar

adalah anak yang memiliki IQ rata-rata dan anak yang hanya memiliki

hambatan dalam satu bidang akademik saja.

2. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar

Membuat klasifikasi anak berkesulitan belajar tidak mudah karena

anak berkesulitan belajar berbeda dengan anak berkebutuhan khusus

seperti anak tunarungu, tunagrahita, atau tunanetra yang sudah jelas

panangananya dari setiap masing-masing ketunaan. Sedangkan anak

berkesulitan belajar memiliki banyak tipe yang memerlukan diagnosis dan

pembekalan peran yang berbeda.

Secara garis besar berkesulitan belajar dapat diklasifikasikan

kedalam dua kelompok, antara lain adalah:

a. Kesulitan Belajar Perkembangan (Developmental Learning Disabilities)

Kesulitan belajar ini mencakup pada gangguan motoric dan

persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar

dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik

menunjuka pada kegagalan-kegagalan mencakup penguasaan,

keterampilan dalam membaca, menulis dan/atau matematika.

b. Kesulitan Belajar Akademik (Academic Learning Disabilities)


Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang

tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa

kemampuan akademik. Lain halnya dengan kesulitan belajar

perkembangan yang sulit diketahui oleh guru atau orangtua karena tidak

ada pengukuran yang sistematis. Kesulitan belajar akademik dapat

diukur secara sistematis sejauh mana kesulitan belajar yang dihadapi

anak.

3. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar

Anak berkesulitan belajar memiliki karakteristik sendiri yang

menandainya. Seperti klasifikasi anak berkesulitan belajar menurut

Berry & Kirk (1980), Bourke & Reevers (1992) menyebutkan:

a. Kelainan yang terjadi berkaitan dengan faktor psikologis sehingga

mengganggu kelancaran berbahasa, saat berbicara, dan saat

menulis;

b. Pada umumnya tidak mampu untuk menjadi pendengar yang baik,

untuk berfikir, untuk berbicara, membaca, dan menulis, meng-eja

huruf, bahkan perhitungan yang bersifat matematis;

c. Hasil tes IQ atau tes prestasi belajar khususnya kemampuan-

kemampuan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan

persekolahan;

d. Kondisi kelainan dapat disebabkan oleh persepsitual handicaps,

brain, injury, minimal brain dysfungcition, dyslexia, dan

developmental aphasia;
e. Mereka tidak tergolong penyandang tunagrahita, tunalaras , atau

mereka yang mendapat hambatan dari faktor lingkungan, budaya,

atau faktor ekonomi;

4. Penyebab Kesulitan Belajar

Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu

kemungkinan adanya disfungsi neurologis. Disfungsi neurologis tidak

hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga terkadang dapat

menyebabkan tunagrahita. Beberapa faktor neurologis yang dapat

menyebabkan kesulitan belajar adalah.

a. Faktor genetik.

b. Luka pada otak karena luka fisik atau karena kekurangan oksigen.

c. Biokimia yang dilakukan untuk memfungsikan otak hilang.

d. Biokimia yang dapat merusak otak.

e. Pencemaran lingkungan.

f. Gizi yang tidak memadai

g. Pengaruh-pengaruh psikologi dan sosial yang merugikan perkembangan

anak.

Dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan

dari yang ringgan hingga yang berat.

5. Upaya Penanganan Anak Berkesulitan Belajar

Untuk mengatasi anak berkesulitan belajar harus ada

penanganannya secara baik yang dilakukan oleh guru, karena jika tidak

ditangani segera dan dengan baik kemungkinan akan membuat anak


berkesulitan belajar putus asa karena merasa tertinggal dengan teman

lainnya. Juga dapat berakibat buruk bagi pembentukan kepribadiannya.

Oleh karena itu penanganan anak berkesulitan belajar perlu

pemahaman, diantaranya adalah:

a. Penanganan Teori Dalam Penanganan Anak Berkesulitan Belajar

Teori adalah sekumpulan bangunan pengertian atau konsep,

definisi, dan dalil yang saling terkait yang memungkinkan terbentuknya

suatu gambaran yang sistematik tentang penomena dengan menjelaskan

hubungan antar bagian variabel.

Dengan demikian, teori ilmiah tentang anak berkesulitan belajar

dapat digunakan untuk menjelaskan tentang fenomena kesulitan belajar,

meramalkan peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi jika suatu

perlakuan digunakan, dan dapat digunakan untuk mengontrol atau

mengendalikan agar fenomena kesulitan belajar tidak terjadi atau

bertambah parah.

b. Diagnosis Kesulitan Belajar

Diagnosis kesulitan belajar umumnya dilakukan pada tiap akhir

kegiatan pembelajaran dari suatu mata pelajaran. Guru melakukan

evaluasi formatif, dan setelah adanya evaluasi formatif itulah anak-anak

yang belum menguasai bahan pelajaran diberikan pengajaran remedial,

agar tujuan yang telah diterapkan sebelumnya dapat tercapai.

Dalam perjalanan pembelajaran remedial itu ada anak yang tetap

memperoleh prestasi belajar yang tidak sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Bahkan, mungkin masih ada anak yang


pemahaman pembelajarannya masih terlalu rendah. Maka dari itu

disuatu sekolah idealnya ada dua jenis guru, guru regular (guru kelas

atau guru mata pelajaran) dan guru remedial yang khusus memberikan

pelayanan pengajaran remedial bagi anak-anak berkesilitan belajar.

Sebelum dilakukannya pengajaran remedial, guru lebih dahulu

perlu menegakkan diagnosis kesulitan belajar, yang mana menurut

Samuel A. Kirk (1986;265), prosedur diagnosis mencakup lima

langkah, yaitu:

1) Menentukan potensi atau kapasitas anak.

2) Menentukan taraf kemampuan dalam suatu bidang studi yang

memerlukan pengajaran remedial.

3) Menentukan gejala kegagalan dalam suatu bidang studi.

4) Menganalisis faktor-faktor yang terkait, dan

5) Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.

Dengan adanya lima prosedur diagnosis tersebut diharapkan program

remedial dapat dilaksanakan dengan baik.

c. Belajar Dan Hasil Belajar

Tanpa memahami hakikat belajar dan hasil belajar, tampaknya

orang akan sulit memahami kesulitan belajar. Maka dari itu, pada

bagian ini secara berturut-turut akan dibahas pengertian belajar dan

hasil belajar.

Proses belajar merupakan suatu proses dari suatu individu yang

berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar,

yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.


6. Layana Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar

Dalam menentukan layanan pendidikan bagi anak berkesulitan

belajar ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Faktor tersebut

adalah tingkat kesulitan, kebutuhan anak untuk memperoleh pelayanan

yang sesuai, dan keterampilan sosial dan akademik anak.

Setelah melihat faktor tersebut guru dapat menempatkan pelayanan

pendidikan yang sesuai bagi anak berkesulitan belajar. Menurut Lerner

(1988:141) ada tiga sistempenempatan yang banyak dipilih oleh sekolah,

yaitu:

a. Kelas Khusus

Sekolah yang menyelenggarakan kelas khusus biasanya

menempatkan 10 atau 20 anak berkesulitan belajar dalam satu kelas.

Ada dua macam kelas khusus yaitu kelas khusus yang diselenggarakan

sepanjang hari belajar dan kelas khusus yang hanya diperuntukan bagi

bidang studi tertentu. Dalam kelas khusus anak hanya bisa berinteraksi

dengan sesame anak berkesulitan belajar saja sedangkan untuk

berinteraksi dengan teman lain hanya pada saat istirahat. Guru yang

menangani kelas khusus pun adalah guru khusus.

Sedangkan kelas khusus untuk bidang studi tertentu anak-anak

belajar dikelas khusus hanya pada bidang studi yang membuat anak

berkesulitan belajar, sedangkan selebihnya anak berkebutuhan khusus

dapat mengikuti pembelajaran di kelas biasa bersama teman-temannya

yang lain.

b. Ruang Sumber
Ruang sumber adalah ruangan yang disediakan sekolah bagi anak

berkesulitan belajar, yang berisikan guru remedial dan berbagai media

belajar.Aktivitas dalam ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada

upaya memperbaiki keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan

berhitung. Guru sumber atau guru remedial dituntut untuk menguasai

bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak

berkesulitan belajar.

c. Kelas Reguler

Dalam kelas regular yang dirancang untuk membantu anak

berkesulitan belajar diciptakan suasana belajar koperatif sehingga

memungkinkan semua anak, baik yang bberkesulitan belajar maupun

yang tidak berkesulitan belajar, dapat menjalin kerjasama untuk

mencapai tujtuan belajar.

Program pelayanan pendidikan individual diberikan kepada semua

anak yang membutuhkan, baik yang berkesulitan belajar maupun anak

yang tidak berkesulitan belajar.

Anda mungkin juga menyukai