Anda di halaman 1dari 9

PSIKOEDUKASI

Pengertian ABK
Anak Berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan atau
penyimpangan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan baik berupa fisik, mental, dan
emosional. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dibandingkan dengan anak normal pada umumnya
mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Jannah & Darmawanti, 2004 :15).
ABK (anak berkebutuhan Khusus) adalah anak yang memiliki perbedaan dengan
anak-anak secara umum lainnya. Anak ini dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang
kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. ABK adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang
digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan berdasarkan gangguan
atau kelainan pada aspek fisik/motorik, kognitif, bahasan & bicara, pendengaran, pengelihatan,
serta sosial dan emosi (Ratnasari : 2013).
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kelainan atau yang berbeda
dengan anak normal pada umumnya. Adapun pengertian anak berkebutuhan khusus menurut
Frieda Mangunsong dalam buku “Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”, (2009 :
4) anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata
anak normal dalam ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular,
perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, serta memerlukan modifikasi dari
tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan untuk pengembangan potensi.
Beberapa definisi dari para ahli di atas tentang anak berkebutuhan khusus dapat
disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami
penyimpangan atau perbedaan dari rata-rata anak normal lainnya. Pada proses pertumbuhan atau
perkembangannya terjadi kelainan seperti kelainan fisik, mental, sosial dan emosi. Anak
berkebutuhan khusus ini pun memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya atau
memiliki perbedaan sesuai dengan jenis kelainan yang dialami oleh anak.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak
berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang
digunakan dan merupakan terjemahan dari children with special need yang telah
digunakan secara luas di dunia internasional. Ada beberapa istilah lain yang digunakan
untuk menyebut anak berkebutuhan khusus. antara lain anak disabilitas, anak tuna,
anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. Selain itu, WHO juga
merumuskan beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan
khusus, yaitu:
a. Impairement : merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu
mengalami kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi struktur
anatomisecara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami
amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki
b. Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi “kurang mampu”
melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan impairement, seperti
kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada orang yang cacat kaki, dia akan
merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas
c. Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan
dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang
yang mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami masalah mobilitas sehingga
dia memerlukan kursi roda (Purwanti, 2012).
Selain istilah yang umum digunakan WHO, ada juga yang menggunakan istilah
anak difabel yang merupakan kependekan dari diference ability. Istilah ini digunakan
untuk menyebut mereka yang memiliki kemampuan di atas atau dibawah rata-rata
orang pada umumnya. Misalnya pada anak tunagrahita dan gifted.

Sumber :
https://eprints.umm.ac.id/37194/3/jiptummpp-gdl-faradilara-48110-3-babii.pdf
http://etheses.uin-malang.ac.id/1484/6/11410112_Bab_2.pdf

Jenis-jenis ABK
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus. Secara singkat masing-masing jenis
kelainan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan
menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus
masih tetap memerlukan pelayanan khusus.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga
tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan khusus.
3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak
(tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan khusus.
4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan
tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal),
sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus.
5. Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
6. Lamban belajar (slow learner) :
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah
normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau
keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik
dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh
waktu yang lebih lama dan berulangulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik
maupun non akademik.
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik khusus , terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan
berhitung atau matematika. Permasalahan tersebut diduga disebabkan karena faktor disfungsi
neurologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di
atas normal). Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca
(disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia),
sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi;
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara,
artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan
bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor
ketunarunguan.
9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun
masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
10. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)
ADHD/GPPH adalah sebuah gangguan yang muncul pada anak dan dapat berlanjut hingga
dewasa dengan gejala meliputi gangguan pemusatan perhatian dan kesulitan untuk fokus,
kesulitan mengontrol perilaku, dan hiperaktif (overaktif). Gejala tersebut harus tampak sebelum
usia 7 tahun dan bertahan minimal selama 6 bulan.
11. Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan komunikasi,
interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun,
bahkan anak yang termasuk autisme infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir

Pengertian Kesulitan Belajar:

· ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam
Lovitt, (1989) mengatakan bahwa kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis
yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan
kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal.

· NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000)


berpendapat bahwa kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan
dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

· Pengertian kesulitan belajar menurut Clement adalah kondisi yang merupakan sindrom
multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning
disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional.

· Menurut Cruickshank (1980) gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan


latar[1]figure, visual-motor, visual-perceptual, pendengaran, intersensory, berpikir konseptual
dan abstrak, bahasa, sosio-emosional, body image, dan konsep diri.

Dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak,
berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi
minimal otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial,
budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain. Tidak seperti cacat fisik, kesulitan belajar tidak terlihat dengan
jelas dan sering disebut “hidden handicap”.

Karakteristik Kesulitan Belajar:

Anak kesulitan belajar mempunyai beberapa karakteristik meliputi:

1. Gangguan Internal

Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri.
Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat.
Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap
objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun
persepsi taktil[1]kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan).
Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal
dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.

2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi

Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa


diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi
akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi
dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik
yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung
(diskalkulia)

3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental

Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental.
Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar berikut ini:

a. Tunagrahita (Mental Retardation) Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi
tersebut menghambat prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap. b. Lamban
Belajar (Slow Learner) Slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan,
sehingga proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit dibawah rata- rata dengan
IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow learner disebut
anak border line (“ambang batas”), yaitu berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori
mental retardation (tunagrahita)

c. Problem Belajar (Learning Problem) Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar)
adalah anak yang mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut
berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau di sekolah, dan lain sebagainya.
Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan mempengaruhi prestasi belajar.
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan
kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan
belajar khusus.

1. Sejarah kegagalan akademik berulang kali

Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan
harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.

2. Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar

Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu
berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.

3. Kelainan motivasional

Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua
ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar,
dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.

4. Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang

Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik
dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera
datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam
keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.

5. Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga

Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan
angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan
perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini
lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.

6. Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap

Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi
yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan
mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang
keterbelakangan mental.

7. Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai

Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak
mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu
sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang
pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.

Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Penyebab terjadinya hendaya kesulitan belajar (Geddes, 1981) adalah faktor organ tubuh
(organically based etiologies), dan lingkunga (environmentally based etiologies). Ahli lainnya
menyebutkan bahwa penyebab terjadinya anak dengan hendaya kesulitan belajar adalah
disebabkan oleh tiga kategori, yaitu : faktor organik dan biologis (organic and biological factors),
faktor genetika (genetic factors), dan faktor lingkungan (envoronmental factors) (Hallahan &
Kauffman, 1991).
Penyebab dari faktor organ tubuh (Geddes, 1981) disebabkan oleh adanya faktor-faktor
berikut :
a. Konsep tentang minimal disfungsi otak. Kegiatan otak yang berada di bawah optimal
tidak terjadi dikarenakan adanya cedera pada struktur lapisan luar otak (cortex)
b. Faktor patologis terjadinya disfungsi otak, disebabkan adanya kondisi-kondisi seperti
cerebral hemorrhage, penyakit, luka akibat kecelakaan pada kepala, kelahiran prematur,
anoxia (kelangkaan oksigen), ketidaksesuaian faktor Rh, kecacatan bawaan, dan
faktor-faktor genetika.
c. Hubungan di antara tipe-tipe disfungsi otak ketrampilam neural di bawah optimal
menyebabkan terjadinya hendaya pada daerah cerebral berkaitan dengan manifestasi
tanda-tanda yang bersifat neurologis halus.
d. Hubungan antara disfungsi otak dan kelainan belajar khusus pada anak dimungkinkan
menunjukkan :
➔ Gejala-gejala disfungsi otak tetapi tidak terdeteksi mempunyai ketidakmampuan
belajar
➔ Kedua-duanya, baik disfungsi otak dan ketimampuan belajar, atau
➔ Adanya ketidakmampuan belajar tetapi tanda-tanda adanya malfungsi otak tidak
teramati.
e. Adanya kelainan-kelainan yang bersifat medis dewasa ini (Kauffman & Hallahan, 1976)
lebih menitikberatkan pada kegiatan melakukan hipotesis tentang kasus-kasus yang
meliputi : kelainan kelenjar, hypoglycemia, narcolepsy complex, penyimpangan
penggunaan vitamin, dan alergi.
Sedangkan etiologi berdasarkan atas faktor lingkungan (Geddes, 1981), meliputi hal-hal
sebagai berikut :
a. Pengaruh dari gangguan emosional. Indikasinya adalah anak dengan masalah-masalah
emosional berkecenderungan mempunyai kelemahan dalam persepsi, bicara, dan mata
pelajaran akademik (Myers & Hammill, 1976)
b. Pengalaman-pengalaman yang tidak memadai yang diperoleh sebelumnya. Diperlukan
adanya peningkatan dalam proses sensori motor untuk meningkatkan
ketrampilan-ketrampilam perseptual (oleh karena itu dalam setiap program yang
berkaitan dengan persepsi gerak selalu diimplementasikan sensori motor guna
meningkatkan ketrampilan perseptual) (Myers & Hammill, 1976)
c. Kehilangan lingkungan (Kauffman & Hallahan, 1976). Kecenderungan kehilangan
lingkungan bagi seorang anak akan menimbulkan masalah belajar yang mungkin menjadi
penyebab adanya pengalaman-pengalaman belajar yang kurang memadai, kegiatan
belajar yang sangat rendah, rendahnya perawatan yang bersifat medis menjadikan
seorang anak mempunyai cedera pada otak.
Faktor organik dan biologis sebagai penyebab anak dengan hendaya kesulitan belajar
(Hallahan & Kauffman, 1991) adalah sebagai berikut :
a. Adanya pengembangan terhadap suatu teori yang menyatakan bahwa mixed dominance
sebagai indikasi dari patologi otak sebagai penyebab adanya kesulitan membaca. Mixed
dominance merupakan istilah yang diterapkan terhadap seseorang yang mempunyai
kondisi yang mengutamakan penggunaan secara tetap campuran sisi anatomisnya,
sehingga memberikan gambaran adanya perkembangan tidak normal pada otak.
Contohnya, kegiatan yang dilakukan lebih mengutamakan menggunakan gerak campuran
dari beberapa anggota tubuh secara bersamaan, seperti tangan kana dengan mata sebelah
kiri (Orton dalam Hallahan & Kauffman, 1991, Kelly & Vergasson, 1978)
b. Kebanyakan anak dengan hendaya kesulitan belajar mempunyai getaran otak yang tidak
normal, jika diukur dengan komputer digital dan dilakukan analisis dengan
electroencephalogram (EEG). Pencatatan kegiatan elektris pada otak dengan
menempatkan elektrode pada lokasi yang berbeda pada anak yang bersangkutan
c. Melalui penggunaan metode baru, seperti penggunaan computerized tomographic scans
(CT Scans), bertujuan untuk meninjau sampai sejauh mana fisiologis otak. (Hynd &
Semrud-Clikeman dalam Hallahan & Kauffman, 1991).

Janis-Jenis Anak Kesulitan Belajar


a. Disleksia
Menurut Hallahan, Kauffman, Uyod sebagaimana dikutip oleh Mulyono bahwa perkataan
disleksia berasal dari bahasa Yunani yang artinya: “Kesulitan Membaca”, Ada nama-nama lain
yang menunjuk kesulitan belajar membaca yaitu Corrective Readers dan Remedial Readers.
Sedangkan kesulitan belajar membaca yang berat disebut aleksia (alexia) (1999:204). Menurut
Mercer sebagaimana dikutip oleh Mulyono pula ada empat kelompok karakteristik kesulitan
membaca, yaitu : pertama, yang berkenan dengan kebiasaan membaca. Kedua, kekeliruan
mengenal kata. Ketiga, kekeliruan dalam pemahaman. Keempat, adanya gejala-gejala serbaneka
(1990:204). Pada anak berkesulitan belajar membaca, sering memperlihatkan kebiasaan membaca
yang tidak wajar, mereka sering memperlihatkan adanya gerakan-gerakan yang penuh
ketegangan, seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir
bahkan adapula yang memperlihatkan adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku
atau menolak untuk membaca atau mencoba melawan guru. Sering pula ditemui pada saat
membaca mereka kerap kehilangan jejak sehingga terdapat kata yang tidak dibaca, mereka juga
sering memperlihatkan adanya gerakan kepala ke arah kiri atau ke kanan, dan kadang-kadang
meletakkan kepalanya pada buku, anak seperti ini juga sering memegang buku bacaan yang
terlalu menyimpang dari kebiasaan anak normal, yaitu antara mata dan buku bacaan kurang dari
15 inci (kurang dari 37,5 cm).
b. Disgrafia
Disgrafia adalah kesulitan belajar menulis. Dan kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga
agrafia (Abdurrahhman, 1999:227). Seperti dikutip oleh Abdurrahman, (1999:224) Markam
menjelaskan bahwa menulis adalah suatu aktivitas kompleks yang mencakup gerakan lengan,
tangan, jari dan mata secara terintergrasi. Menulis juga terkait dengan pamahaman bahasa dan
kemampuan berbicara. Masih dikutip oleh Abdurrahman, Poteet mendefinisikan “menulis
merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan, dan ide dengan menggunakan simbol
– simbol sistem bahahsa penulisnya untuk keperluan komunikasi dan mencatat. Banyak sekali
definisi yang dikemukakan para ilmuwan, namun dapat disimpulkan bahwa :
1) Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi
2) Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam
bentuk lambang-lambang bahasa grafis.
3) Menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi
Walaupun banyak orang yang lebih menyukai membaca dari pada menulis karena mereka merasa
menulis lebih lambat dan lebih sulit, namun pada kenyataannya, kemampuan menulis sangat
diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Misalnya bagi para
siswa, mereka memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin,
mencatat, alat untuk menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sementara
adalam kehidupan masyarakat, orang memerlukan kemampuan menulis
untuk keperluan berkirim surat, mengisi formulir, atau membuat catatan. Beberapa faktor yang
mempunyai pengaruh terhadap kemampuan menulis dengan tangan yaitu : motorik, perilaku,
persepsi, memori, kemampuan melaksanakan cross modal, penggunaan tangan yang
dominan dan kemampuan memahami instruksi (1999:248).
c. Diskalkulia
Diskalkulia adalah ketidakmampuan seorang anak atau siswa dalam
belajar berhitung (matematika) kesulitan belajar berhitung yang berat
disebut akalkulia. Menurut Paling, seperti dikutip oleh Abdurrahman.
Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap
masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi,
menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan
pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan
menggunakan hubungan-hubungan. (Abdurrahman, 1999:180).
Abdurrahman menyebutkan bahwa ada beberapa karakteristik anak
berkesulitan belajar matematika, yaitu:
1) Adanya Gangguan dalam Hubungan Keruangan: Adanya kondisi instruksi yang diduga karena
disfungsi otak dan
kondisi ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang
terselenggaranya komunikasi dapat menyebabkan anak mengalami
gangguan dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan
sehingga dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem
bilangan secara keseluruhan.
2) Abnormalitas Persepsi Visual
Yaitu kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungan dengan kelompok atau set. Anak
yang mengalami abnormalitas persepsi visual akan mengalami kesulitan bila mereka diminta
untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan empat
anggota.
3) Asosiasi Visual Motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak menghitung
benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “satu,
dua, tiga, empat, lima”.
4) Perseverasi
Gangguan yang berupa perhatiannya melekat pada sesuatu saja
dalam jangka waktu yang relatif lama. Anak demikian mungkin pada
mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan
perhatiannya melekat pada suatu obyek tertentu.
5) Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol
Simbol yang dimaksud misalnya +,-,=,>,< dan sebagainya.
Kesulitan semacam ini dapat disebabkan olah adanya gangguan
memori dan juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi
visual.
http://digilib.uinsby.ac.id/8167/4/bab2.pdf
Sumber :
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/elementary/article/download/1455/1331

Anda mungkin juga menyukai