Anda di halaman 1dari 15

Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

T2-2 Eksplorasi Konsep (Pertemuan II dan III)

 Lembar kerja reflektif individual – 1

Tuliskan hal baru yang anda ketahui tentang peserta didik berkebutuhan khusus!

Terdapat banyak hal baru yang saya dapatkan mengenai materi pendidikan inklusi pada
topik kali ini. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau
keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
lain yang seusia dengannya. Hal ini menyebabkan anak berkebutuhan khusus membutuhkan
suatu penanganan yang khusus.

Karakteristik : a) Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh b) Kesulitan dalm gerak


(tidak sempurna,tidak lentur/tidak terkendali) c) Terdapat bagian anggota gerak yang tidak
lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasanya d) Terdapat cacat pada alat gerak e) Jari tangan
kaku dan tidak dapat menggengam.

Ada beberapa faktor penyebab anak berkebutuhan khusus, yaitu sebelum kelahiran
seperti faktor genetik, infeksi kelahiran atau usaha pengguguran. selama proses kelahiran seperti
proses kelahiran yang lama atau prematur dan setelah kelahiran seperti kekurangan nutrisi,
terinfeksi penyakit ataupun keracunan.

Menurut Hallahan et al. (2020) tipe-tipe kebutuhan khusus yang diakui oleh Departemen
Pendidikan Amerika Serikat adalah (1) kesulitan belajar spesifik, (2) gangguan bicara dan
bahasa, (3) autism, (4) disabilitas intelektual, (5) gangguan emosi, (6) keterlambatan
perkembangan (developmental delay), (6) disabilitas ganda, (7) hambatan pendengaran, (8)
hambatan fisik, (9) hambatan penglihatan, (10) traumatic brain injury, dan (11) gangguan
kesehatan lainnya. Di Indonesia sendiri berdasarkan Permendiknas No 70 tahun 2009 peserta
didik berkelainan yang memerlukan adanya layanan pendidikan khusus terdiri dari (1) tunanetra,
(2) tunarungu, (3) tunawicara, (4) tunagrahita, (5) tunadaksa, (6) tunalaras, (7) berkesulitan
belajar, (8) lamban belajar, (9) autis, (10) memiliki gangguan motorik, (11) menjadi korban
penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya (12) memiliki kelainan lainnya,
dan (13) tunaganda.
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

Pada pembelajaran topik ini saya mendapatkan pengetahuan baru tentang peserta didik
berkebutuhan khusus, yaitu: 1) Anak berkebutuhan khusus dengan hambatan sensorik, 2) Anak
dengan hamabatan intelektual (tunagrahita), 3) Anak dengan hambatan fisik (tunadaksa), 4)
Anak dengan hambatan lainnya. Secara singkat masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus
dan layanan yang diperlukan dijelaskan sebagai berikut:

1. Anak berkebutuhan khusus dengan hambatan sensorik

a. Anak yang mengalami hambatan penglihatan (tunanetra)

Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan
menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus
masih tetap memerlukan pelayanan khusus. Klasifikasi gangguan penglihatan berdasarkan
tingkat ketajaman penglihatan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu kelompok low vision dan
hambatan penglihatan total (totally blind). Anak dikatakan mengalami low vision jika memiliki
ketajaman penglihatan 20/70 atau mampu melihat dari jarak 6 meter. Gambaran umum pada
kelompok ini mereka masih mampu mengenal bentuk objek dari berbagai jarak dan menghitung
jari dari berbagai jarak. Pada kelompok hambatan penglihatan total mereka tidak dapat
memfungsikan kemampuan visualnya atau tidak dapat membedakan adanya sinar seperti
mengetahui siang dan malam.

Layanan khusus yang diperlukan oleh anak dengan hambatan penglihatan total adalah
keterampilan membaca dan menulis menggunakan huruf braille. Bagi yang masih memiliki sisa
penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak dengan ukuran yang besar. Selain itu
adanya hambatan pada penglihatan erlu dikompensasi dengan penggunaan media yang dapat
diraba, didengar, atau diperbesar. Anak juga perlu diajarkan untuk mempunyai ketrampilan
orientasi mobilitas (OM) yang akan membantu mereka dalam menjalankan ativitas sehari-hari.

Pada beberapa kasus tertentu, anak dengan hambatan penglihatan mempuyai dampak pada
kemampuan akademik, sosial emosional, perilaku, perkembangan bahasa, dan perkembangan
motorik. Oleh karena itu, layanan khusus terkait dengan permasalahan ini juga diperlukan oleh
anak dengan hambatan penglihatan.
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

b. Anak yang mengalami gangguan pendengaran (tunarungu)

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya
sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan
pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan khusus. Kelompok
tunarungu terbagi atas: kurang dengar (Hard of Hearing) dan tuli (deaf). Kelompok yang
mengalami kurang dengar adalah mereka yang kehilangan pendengaran ≤ 90 dB. Kelompok
yang mengalami tuli (deaf) yaitu mereka yang kehilangan pendengaran di atas 90 dB.

Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosialemosional adalah sebagai berikut.

1) Pergaulannya terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan


dalam kemampuan berkomunikasi.

2) Memiliki sifat ego-sentrisnya melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan


sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain,
serta sukarnya menyesuaikan diri. Tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”,
sehingga mereka merasa keinginannya harus selalu dipenuhi.

3) Merasa takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, sehingga mereka tergantung


pada orang lain dan kurang percaya diri.

4) Apabila anak tunarungu menyukai suatu benda atau pekerjaan, perhatian mereka
sukar dialihkan.

Kebutuhan dalam layanan pembelajaran bagi anak dengan hambatan pendengaran antara
lain:

1) Tidak mengajak anak berbicara dengan membelakanginya.

2) Anak ditempatkan duduk di depan sehingga memiliki peluang lebih mudah untuk
membaca gerak bibir gurunya.

3) Perhatikan postur tubuh anak yang sering memiringkan kepala untuk


mendengarkan.

4) Bicara dengan anak dalam posisi berhadapan, jika memungkinkan posisikan


kepala guru sejajar dengan anak.

5) Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibir yang jelas.
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

2. Anak dengan hambatan intelektual (tunagrahita)

Tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan
perkembangan intelektual jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial. Diagnostic and Statistic
Manual of Mental Disorders edisi 5 (DSM5) menggolongkan disabilitas intelektual dalam
gangguan neurodevelopmental yang dimulai pada masa kanak-kanak dengan karakteristik
adanya kesulitan dalam penguasaan konsep, sosial maupun aktivitas hidup sehari-hari
(American Psychiatric Association, 2013). DSM-5 menetapkan tiga kriteria yang harus
terpenuhi untuk mendiagnosis hambatan intelektual, yaitu: (1) defisit pada fungsi
intelektual; (2) defisit pada fungsi adaptif; dan (3) onset defisit tersebut terjadi selama masa
kanak-kanak. AAIDD menyebutkan usia 22 tahun sebagai batas usia maksimal terjadinya
keterbatasan pada fungsi intelektual dan perilaku adaptif tersebut.

Salah satu cara yang digunakan untuk mengukur fungsi intelektual adalah tes IQ standar
dan dilakukan secara individual. Hasil tes IQ dengan skor 70 atau tidak lebih 75 sudah
menunjukkan adanya keterbatasan pada fungsi intelektual (Schalock et al., 2010). Saat ini
hasil tes IQ walaupun secara umum dinilai akurat namun tidak bisa memberikan hasil yang
sempurna karena hanya menunjukkan salah satu kemampuan fungsi saja (Hallahan et al.,
2012). Oleh karena itu, perilaku adaptif dipertimbangkan untuk menjadi indikator lain
karena terkadang ditemukan anak dengan hasil tes IQ yang sangat rendah tetapi masih
memiliki kemampuan pada level di atasnya. Ciri-ciri yang dapat digunakan untuk mengenali
anak tunagrahita (hambatan intelektual) adalah sebagai berikut:

1) Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar.

2) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia.

3) Perkembangan bicara/bahasa terlambat.

4) Perhatiannya terhadap lingkungan tidak ada/kurang sekali.

5) Sulit menyesuaikan diri dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar.

6) Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali).

7) Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).


Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

8) Secara akademik masih mampu membaca, menulis, dan berhitung sederhana


tetapi tidak naik kelas dua kali terturut-turut.

9) Tidak mampu berpikir secara abstrak.

Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di
bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan
atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh
lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal,
mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-
tugas akademik maupun non akademik.

Pendidikan bagi anak dengan hambatan intelektual seharusnya bertujuan untuk


mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal agar anak dapat hidup mandiri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Karakteristik perbedaan mendasar pada proses
belajar anak dengan hambatan intelektual adalah pada tingkat kemahiran dalam
memecahkan masalah, melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru, serta
minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas.

3. Anak dengan hambatan fisik (tunadaksa)

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat
gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan khusus.
Tunadaksa mengalami gangguan fungsi gerak yang bisa diakibatkan oleh amputasi, lumpuh
layuh atau kaku, paraplegi, cerebral palsy (CP), stroke, kusta, dan orang kecil. Peserta didik
yang memiliki kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, otot dan sendi) dan
syaraf pusat membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan. Ciri-ciri anak tunadaksa dapat
diidentifikasi melalui gejala sebagai berikut.

1) Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.

2) Mengalami kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna atau tidak lentur/tidak


terkendali).
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

3) Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil


dari biasa.

4) Terdapat cacat pada alat gerak.

5) Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.

6) Mengalami kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap


tubuh tidak normal.

7) Hiperaktif/tidak dapat tenang.

Pada pembelajaran juga perlu diperhatikan prinsip multisensory dan individualiasi serta
penanganan lingkungan belajar. Pada bangunan gedung perlu diperhatikan kemudahan untuk
akses keluar masuk, kemudahan bergerak dalam ruangan, dan kemudahan mengadakan
penyesuaian.

4. Anak dengan hambatan lainnya

a. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi

Anak dengan gangguan perilaku dan emosi mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok
usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:

1) Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.

2) Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.

3) Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

Secara umum anak hambatan perilaku dan emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Cenderung membangkang

2) Mudah terangsang emosinya

3) Sering melakukan tindakan agresif, merusak, dan mengganggu

4) Sering bertindak melanggar normal sosial/norma susila/norma hukum

5) Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah


Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

Pada kelompok ini juga terdapat anak dengan ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktif). ADHD adalah sebuah gangguan yang muncul pada anak dan dapat
berlanjut hingga dewasa dengan gejala meliputi gangguan pemusatan perhatian dan kesulitan
untuk fokus, kesulitan mengontrol perilaku, dan hiperaktif (overaktif). Gejala tersebut harus
tampak sebelum usia 7 tahun dan bertahan minimal selama 6 bulan. Kebutuhan pembelajaran
bagi anak dengan hambatan emosi dan perilaku yang perlu diperhatikan oleh guru antara lain:

1) Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang berisiko mengalami
gangguan emosi dan perilaku.

2) Menggunakan variasi teknik yang fleksibel untuk mengontrol perilaku target.

3) Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten dan terampil dalam memecahkan


masalah dan megatasi konflik.

4) Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement decara individual dan


modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku.

5) Mengintegrasikan proses belajar, pendidikan afektif, dan manajemen perilaku baik


secara individual maupun kelompok.

b. Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan komunikasi,


interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun,
bahkan anak yang termasuk autisme infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir. Beberapa pola
perilaku khas yang ditunjukkan oleh anak dengan autisme antara lain:

1) marah, menangis, atau tertawa tanpa alasan yang jelas,

2) hanya menyukai atau mengonsumsi makanan tertentu,

3) melakukan tindakan atau gerakan tertentu dilakukan secara berulang, seperti


mengayun tangan atau memutar-mutarkan badan

4) hanya menyukai objek atau topik tertentu,

5) melakukan aktivitas yang membahayakan dirinya sendiri, seperti menggigit


tangan dengan kencang atau membenturkan kepala ke dinding,
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

6) memiliki bahasa atau gerakan tubuh yang cenderung kaku, dan

7) sulit tidur.

Peserta didik dengan autisme juga memiliki masalah komunikasi, seperti sulit bicara,
menulis, membaca, dan memahami bahasa isyarat, seperti menunjuk dan melambai. Mereka juga
sering mengucapkan satu kata secara berulang atau yang beberapa waktu lalu didengarnya,
mengucapkan sesuatu dengan nada tertentu atau seperti sedang bersenandung, atau sering
tantrum. Peserta didik dengan autism juga memiliki kesulitan bersosialisasi karena mereka sering
terlihat asyik dengan dunianya sendiri sehingga kurang responsif atau sensitif terhadap
perasaannya sendiri atau pun orang lain. Oleh karena itu, anak autis biasanya tidak mudah
berteman, bermain dan berbagi mainan dengan teman, atau fokus terhadap suatu objek atau mata
pelajaran di sekolah.

Kebutuhan pembelajaran bagi anak autis antara lain sebagai berikut:

1) Diperlukan adanya pengembangan strategi belajar dalam seting kelompok.

2) Perlu menggunakan beberapa teknik untuk menghilangkan perilaku stereotip yang


muncul dan mengganggu proses pembelajaran.

3) Guru perlu mengembangkan ekspresi verbal dengan berbagai bantuan.

4) Guru terampil mengubah lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan untuk
anak.

c. Anak cerdas istimewa berbakat istimewa

Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan
tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anakanak seusianya (anak normal),
sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus.

Kebutuhan pembelajaran bagi anak cerdas istimewa berbakat istimewa meliputi program
pengayaan horisontal dan vertikal. Program pengayaan horisontal meliputi:

1) Mengembangkan kemampuan eksplorasi

2) Mengembangkan pengayaan dalam arti memperdalam dan memperluas hal-


hal yang ada di luar kurikulum biasa
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

3) Eksekutif intensif dalam arti memberikan kesempatan untuk mengikuti


program intensif pada bisang terntentu sesuai peminatan.

Program pengayaan vertikal meliputi:

1) Acceleration, percepatan dalam mengikuti program sesuai dengan


kemampuannya

2) Independent study, memberikan kesempatan pada anak untuk belajar seluas-


luasnya sesuai bidang yang diminati

3) Mentorship, bimbingan dari ahli terhadap peminatan yang dipilih oleh anak

d. Kesulitan belajar spesifik (disleksia, diskalkulia, disgrafia)

Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik khusus , terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan
berhitung atau matematika. Permasalahan tersebut diduga disebabkan karena faktor disfungsi
neurologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang
di atas normal). Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca
(disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia),
sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.

Prinsip pembelajaran yang diperlukan oleh anak berkesulitan belajar spesifik adalah
pelibatan seluruh indera dalam proses belajar. Salah satu teknik yang dapat dikenalkan adalah
teknik multisensori.

1) Visual, peserta didik belajar dengan cara melihat informasi yang diberikan
misalnya menggunakan kartu bergambar.

2) Auditori, peserta didik belajar dengan cara mendengarkan apa yang diajarkan.

3) Taktil, peserta didik belajar melalui sentuhan.

Peran guru terhadap anak berkebutuhan khusus yaitu mendampingi saat anak
Belajar, Menyediakan Tempat belajar yang baik dan senyaman mungkin, Bicara Dengan Aksen
Nada Jelas, Selalu Bersikap Baik dan Positif Dalam Kondisi Apapun.
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

 Lembar kerja reflektif individual – 2

Setelah mempelajari materi ragam peserta didik berkebutuhan khusus, menurut pengalaman
Anda saat praktik mengajar sebelumnya apakah terdapat peserta didik yang membutuhkan
layanan pendidikan khusus?

Setelah saya mempelajari materi tentang ragam peserta didik berkebutuhan khusus, di tempat
PPL saya yaitu SDN Giwangan terdapat banyak berkebutuhan khusus. Karena di SDN Giwangan
merupakan sekolah inklusi terbesar yang ada di Yogyakarta. Pengalaman praktik mengajar saya
pada kelas yang saya ampu terdapat beberapa peserta didik berkebutuhan khusus, yaitu Tuna
grahita.

Anak dengan gangguan perilaku dan emosi mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok
usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:

1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.


2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

Secara umum anak hambatan perilaku dan emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Cenderung membangkang
2. Mudah terangsang emosinya
3. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, dan mengganggu
4. Sering bertindak melanggar normal sosial/norma susila/norma hukum
5. Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah

Dengan adanya keberagaman peserta didik yang berbagai macam seperti itu dibutuhkan
layanan khusus berupa diberikannya metode pembelajaran dan gaya mengajar yang berpusat
kepada peserta didik. Sebagai seorang guru yang baik maka harus bisa memilih metode dan gaya
mengajar yang tepat bagi peserta didiknya supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

- Lembar Kerja Mahasiswa (dikumpulkan sebagai penilaian partisipasi)

Setelah mempelajari materi ragam peserta didik berkebutuhan khusus serta kebutuhan
pembelajaran pada masing-masing kelompok, identifikasi kembali peserta didik pada saat Anda
mengajar/praktik mengajar sebelumnya. Jika Anda menemukan peserta didik berkebutuhan
khusus, tuliskan jenis kebutuhan khusus yang ada pada peserta didik tersebut dan kebutuhan
pembelajaran khusus sesuai bidang studi dan jenjang yang Anda ajar. Jika Anda belum
menemukan peserta didik berkebutuhan khusus pada pengalaman mengajar sebelumnya, tuliskan
kemungkinan yang akan Anda temui pada kelas yang akan diampu.

Saat saya praktik mengajar sebelumnya, tidak ada peserta didik dengan kebutuhan
khusus. Oleh karena itu saya akan menuliskan kemungkinan yang akan saya temui pada kelas
yang akan saya ampu dan juga melihat dari teman guru yang pernah mengajar anak
berkebutuhan khusus.

Nama / NIM : Ghani Nanda Pratama


Jenjang / Mata Pelajaran yang di Ampu : SD / PJOK

Jenis Peserta didik Karakteristik yang Dimiliki Kenutuhan Layanan Khusus


Berkebutuhan Khusus Sesuai Bidang Studi
Anak yang mengalami Klasifikasi gangguan Layanan khusus yang
hambatan penglihatan penglihatan berdasarkan tingkat diperlukan oleh anak dengan
(tunanetra) ketajaman penglihatan dapat hambatan penglihatan total
dikelompokkan menjadi 2, yaitu adalah keterampilan
kelompok low vision dan membaca dan menulis
hambatan penglihatan total menggunakan huruf braille.
(totally blind). Anak dikatakan Bagi yang masih memiliki
mengalami low vision jika sisa penglihatan diperlukan
memiliki ketajaman penglihatan kaca pembesar atau huruf
20/70 atau mampu melihat dari cetak dengan ukuran yang
jarak 6 meter. Gambaran umum besar. Selain itu adanya
pada kelompok ini mereka masih hambatan pada penglihatan
mampu mengenal bentuk objek perlu dikompensasi dengan
dari berbagai jarak dan penggunaan media yang
menghitung jari dari berbagai dapat diraba, didengar, atau
jarak. Pada kelompok hambatan diperbesar. Anak juga perlu
penglihatan total mereka tidak diajarkan untuk mempunyai
dapat memfungsikan kemampuan ketrampilan orientasi
visualnya atau tidak dapat mobilitas (OM) yang akan
membedakan adanya sinar seperti membantu mereka dalam
mengetahui siang dan malam. menjalankan ativitas sehari-
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

hari.
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

Anak yang mengalami Kelompok tunarungu terbagi Kebutuhan dalam layanan


gangguan pendengaran atas: kurang dengar (Hard of pembelajaran bagi anak
(tunarungu) Hearing) dan tuli (deaf). dengan hambatan
Kelompok yang mengalami pendengaran antara lain:
kurang dengar adalah mereka 1) Tidak mengajak anak
yang kehilangan pendengaran ≤ berbicara dengan
90 dB. Kelompok yang membelakanginya.
mengalami tuli (deaf) yaitu
mereka yang kehilangan 2) Anak ditempatkan
pendengaran di atas 90 dB. duduk di depan
Karakteristik anak tunarungu sehingga memiliki
peluang lebih mudah
dalam aspek sosialemosional untuk membaca gerak
adalah sebagai berikut. bibir gurunya.
3) Perhatikan postur
1. Pergaulannya terbatas dengan tubuh anak yang sering
sesama tunarungu, sebagai memiringkan kepala
untuk mendengarkan.
akibat dari keterbatasan dalam
4) Bicara dengan anak
kemampuan berkomunikasi. dalam posisi
2. Memiliki sifat ego-sentrisnya berhadapan, jika
memungkinkan
melebihi anak normal, yang posisikan kepala guru
ditunjukkan dengan sukarnya sejajar dengan anak.
mereka menempatkan diri 5) Guru bicara dengan
volume biasa tetapi
pada situasi berpikir dan dengan gerakan bibir
perasaan orang lain, serta yang jelas.

sukarnya menyesuaikan diri.


Tindakannya lebih terpusat
pada “aku/ego”, sehingga
mereka merasa keinginannya
harus selalu dipenuhi.
3. Merasa takut (khawatir)
terhadap lingkungan sekitar,
sehingga mereka tergantung
pada orang lain dan kurang
percaya diri.
4. Apabila anak tunarungu
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

menyukai suatu benda atau


pekerjaan, perhatian mereka
sukar dialihkan.

Anak dengan hambatan Lamban belajar (slow learner) 1. Memodifikasi alokasi


intelektual (slow learner) adalah anak yang memiliki waktu dengan
memberikan tambahan
potensi intelektual sedikit di
waktu untuk mengerjakan
bawah normal tetapi belum tugas.
termasuk tunagrahita. Dalam 2. Menggunakan bahasa
yang sederhana dan jelas
beberapa hal mengalami
dalam menjelaskan materi
hambatan atau keterlambatan pembelajaran
berpikir, merespon rangsangan 3. Melakukan pengulangan
materi jika menyampaikan
dan adaptasi sosial, tetapi masih
materi pelajaran, akan
jauh lebih baik dibanding dengan mendapatkan hasil yang
yang tunagrahita, lebih lamban lebih optimal jika
dibanding dengan yang normal, disampaikan secara
individual.
mereka butuh waktu yang lebih 4. Melakukan pembelajaran
lama dan berulang-ulang untuk secara kooperatif karena
dapat menyelesaikan tugas-tugas anak lamban belajar atau
slow learner tidak
akademik maupun non akademik.
menyenangi kompetitif.
5. Memberikan pemahaman
konsep walau
membutuhkan waktu
cukup lama dibandingkan
dengan menghafal konsep
karena akan membuat
anak putus asa.

Hiperaktif 1. Sering kehilangan fokus 1. Mengelola kelas agar


ketika pembelajaran sedang lebih kondusif dan
berlangsung, dan membuat pembelajaran
perhatiannya mudah dengan menyenangkan.
Nama : Ghani Nanda Pratama Kelas : PJKR B PPG / 22621299575

teralihkan pada hal-hal kecil. 2. Menciptakan


lingkungan yang
2. Sering berdiri dan berlarian di
terstruktur, yaitu dengan
kelas jika ketika
membuat aturan dengan
pembelajaran berlangsung.
hukuman. Jika siswa
3. Usil dan berbicara terus-
melakukan pelanggaran
menerus sehingga membuat
aturan, maka akan
temannya merasa terganggu.
diberi hukuman, dan
4. Mudah gelisah dan ingin jika siswa melakukan
mengambil mainan untuk perilaku sesuai aturan
menenangkannya.
maka guru akan
memberikan hadiah.
3. Menggunakan metode
pembelajaran yang
berbasis proyek.

Anda mungkin juga menyukai