Anda di halaman 1dari 16

1.

HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


A. DEFINISI

Anak Berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami


kelainan atau penyimpangan dalam proses pertumbuhan atau
perkembangan baik berupa fisik, mental, dan emosional. Anak
berkebutuhan khusus (ABK) dibandingkan dengan anak normal pada
umumnya mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Jannah &
Darmawanti, 2004 :15).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus


(Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak
berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan
kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel
sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded)
yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan
memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya.

B. JENIS-JENIS ABK

Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus.


Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut :

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan


Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya
penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan
walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih
tetap memerlukan pelayanan khusus.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian
daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu
berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan khusus.

3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan


“Pelatihan Layanan Komprehensif Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Inklusif” 3 Tunadaksa adalah anak yang mengalami
kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot)
sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan khusus.

4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa


Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan
(inteligensi), kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task
commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga
untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan
pelayanan khusus.

5. Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh
di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.

6. Lamban belajar (slow learner)


Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir,
merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik
dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan
yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulangulang
untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non
akademik.

7. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku


Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat
pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.

8. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas)
ADHD/GPPH adalah sebuah gangguan yang muncul pada anak
dan dapat berlanjut hingga dewasa dengan gejala meliputi gangguan
pemusatan perhatian dan kesulitan untuk fokus, kesulitan mengontrol
perilaku, dan hiperaktif (overaktif). Gejala tersebut harus tampak
sebelum usia 7 tahun dan bertahan minimal selama 6 bulan.

9. Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi
gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang
mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun, bahkan anak yang
termasuk autisme infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir.

C. KARAKTERISTIK ABK
1. Tunanetra

Menurut Rudiyati (2002), anak penyandang tuna yang


kehilangan informasi secara visual memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Perasaan mudah tersinggung
b. Rasa curiga terhadap orang lain
c. Verbalisme
d. Rendah diri
e. Suka berfantasi
f. Berpikir kritis
g. Pemberani

2. Tunarungu
Menurut Sutjihati (2006), karakteristik anak yang
mengalami tunarungu adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik fisik 
Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk, gerakan
matanya cepat, agak beringas, gerakan tangan dan kakinya
cepat atau lincah, pernafasannya pendek dan agak terganggu.
b. Karakteristik intelegensi 
Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan
intelegensi anak normal pada umumnya. Namun demikian
secara fungsional intelegensi anak tunarungu di bawah anak
normal disebabkan oleh kesulitan anak tunarungu dalam
memahami bahasa karena terbatasnya pendengaran. Anak-anak
tunarungu sulit dapat menangkap pengertian yang abstrak,
sebab untuk dapat menangkap pengertian yang abstrak
diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun
bahasa tulisan. Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu
terhambat, yang mengalami hambatan hanya bersifat verbal,
misalnya dalam merumuskan pengertian, menarik kesimpulan,
dan meramalkan kejadian.
c. Karakteristik emosi 
Emosi anak tunarungu selalu bergolak, di satu pihak karena
kemiskinan bahasanya dan di lain pihak karena pengaruh-
pengaruh dari luar yang diterimanya. Keterbatasan yang terjadi
dalam komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan
perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu
melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk
memahami dan mengikutinya secara menyeluruh sehingga
menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan
kurang percaya diri.
d. Karakteristik sosial 
Dalam pergaulan anak tunarungu cenderung memisahkan
diri terutama dengan anak normal, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan kemampuan untuk melakukan komunikasi secara
lisan.
e. Karakteristik bahasa 
Miskin dalam kosakata, sulit dalam mengartikan
ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, sulit
mengartikan kata-kata abstrak, kurang menguasai irama dan
gaya bahasa. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat
antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran,
mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan
sehingga para anak tunarungu sangat terbatas dalam segi
bahasa.

3. Tunadaksa
a. Karakteristik Kognitif/Akademik
Tingkat kecerdasan anak Tunadaksa sangat bervariatif.
Pada umumnya anak dengan kecacatan fisik mempunyai IQ
yang normal dan bisa berinteraksi dengan anak-anak normal
lainnya. Untuk anak Cerebral palsy, Hardman (dalam
Astati;1990) melakukan kajian, ia menemukan bahwa 45 %
anak Cerebral Palsy mengalami keterbelakang mental atau
Tunagrahita (. Sisanya mempunyai IQ normal dan sedikit di
bwah normal.
Kebanyakan anak cerbral palsy mengalami gangguan
persepsi, kognisi, dan simbolisasi. Problem tersebut disebabkan
karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak mengalami
kerusakan, sehingga proses persepsi yang dimulai dari stimulus
merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh saraf sensoris,
kemudian ke otak mengalami gangguan.
Kemampuan kognisi terbatas disebabkan karena adanya
kerusakan otak sehingga mengganggu fungsi kecerdasan,
penglihatan, pendengaran, bicara, dan rabaan. Gangguan pada
simbolisasi disebabkan karena adanya kesulitan dalam
menerjemakhan apa yang didengar dan dilihat. Kesemua
problem tersebut akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan
belajar anak-anak.
b. Karakteristik Sosial dan Emosi
Sama halnya dengan anak-anak berkebutuhan khusus  yang
lain, anak Tunadaksa hampir mayoritas (tidak semuanya),
mengalami perasaan-perasaan negatif, seperti merasa rendah
diri, tidak berguna, dan lain-lain. Akhirnya perasaan-perasaan
negatif tersebut mempengaruhi emosi dan perkembangan sosial
anak. Namun ada beberapa anak Tunadaksa yang tidak
terpengaruh. Mereka yang tidak terpengaruh dengan kondisi
fisik ini, bisa survive hingga mampu mempengaruhi
lingkungan sekitar. Salah satu contohnya adalah motivator
handal asal jepang bernama Horotada Ototake.
c. Karakteristik Fisik
Anak Tunadaksa mengalami kecacatan fisik. Kondisi ini
mempengaruhi aspek-aspek yang lain, dalam kehidupan sehari-
hari. Pegaruh tersebut terlihat dalam melakukan aktivitas ADL
(Activity daily Living), problem penglihatan, gangguan bicara,
dan lain-lain.  
Anak Cerebral Palsy mengalami ganguan turunan yang
paling banyak. Mereka kebanyakan mengalami gangguan
bicara. Gangguan bicara disebabkan karena kelainan motorik
alat bicara, seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga
mengganggu dalam pembentukan artikulasi yang benar. Ketika
mereka berbicara, rata-rata lawan bicara mengalami kesulitan
untuk memahami.
Kondisi di atas salah satunya bisa disebabkan karena
Aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena organ
reseptor anak terganggu fungsinya. Selain itu juga disebabkan
karena Aphasia motorik, yaitu kondisi di mana anak CP bisa
menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui inra
pendengaran, tetapi ia tidak mampu melakukan timbal
balik/merespon.
Anak Cerebral Palsy juga mengalami kerusakan
pada pyramidal tract dan extrapyramidal(jaringan saraf bagian
dari sistem motorik) yang berfungsi mengatur sistem motorik.
Karena kondisi atau probelm tersebut mereka mengalami
kekakuan, problem keseimbangan, tidak dapat mengendalikan
gerakan, dan lain-lain.

4. Anak Berbakat
Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik,
sosial/emosi, dan fisik/kesehatan.
a. Karakteristik akademik
Roe, seperti dikutip oleh Zaenal Alimin (1996)
mengidentifikasikan karakteristik keberbakatan akademik
adalah (a) memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
(b) keranjingan membaca, (c) menikmati sekolah dan belajar.
Sedangkan Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh
Mulyono Abdurrahman (1994) mengemukakan karakteristik
keberbakatan bidang akademik adalah (a) memiliki perhatian
yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus, (b)
memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep,
metode, dan terminologi dari bidang akademik khusus, (c)
mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang
akademik khusus yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas
bidang lain, (d) kesediaan mencurahkan sejumlah besar
perhatian dan usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi
dalam suatu bidang akademik, (e) memiliki sifat kompetitif
yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan motivasi yang
tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan (f) belajar dengan cepat
dalam suatu bidang akademik khusus. Salah satu contoh yang
digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa Seorang anak berbakat
berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal
membaca sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan
berhitung sama dengan usia 11 tahun. Anak ini memiliki
keberbakatan dalam membaca.
b. Karakteristik sosial/emosi
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan
sosial, yaitu (a) diterima oleh mayoritas dari teman-teman
sebaya dan orang dewasa, (b) keterlibatan mereka dalam
berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan sumbangan
positif dan konstruktif, (c) kecenderungan dipandang sebagai
juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan
oleh teman sebayanya, (d) memiliki kepercayaan tentang
kesamaan derajat semua orang dan jujur, (e) perilakunya tidak
defensif dan memiliki tenggang rasa, (f) bebas dari tekanan
emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga
relevan dengan situasi, (g) mampu mempertahankan hubungan
abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa, (h) mampu
merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan (i)
memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi
situasi sosial dengan cerdas, dan humor. Dicontohkan pula oleh
Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal sosial dan emosi,
bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan
kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang,
bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan
tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang
mampu, dan akrab dalam bermain). Sikapsikap yang
diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16
tahun.
c. Karakteristik fisik/kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan (a)
memiliki penampilan yang menarik dan rapi, (b) kesehatannya
berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal
Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986). Dicontohkan pula oleh
Kirk bahwa Seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki
tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang
menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama
dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga
memperlihatkan sifat rapi. Karakteristik anak berbakat secara
umum, seperti yang dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam
Sisk, 1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness)
menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a)
kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas
tinggi dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap
tugas (task commitment).
Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai
inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru,
memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat
hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah
ada. Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap
tugas. Hal inilah yang mendorong seseorang untuk tekun dan
ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan
karena ia telah mengikatkan diri pada tugas atas kehendaknya
sendiri.

5. Tunagrahita

James D. Page (1995) menyebutkan beberapa ciri-ciri yang


dimiliki oleh penyandang Tunagrahita, yaitu kecerdasan
intelektual, sosial, fungsi mental, dorongan dan emosi,
kemampuan berbahasa, kemampuan secara akademis, dan
kemampuan berorganisasi. Berikut penjelasannya:

a. Intelektual

Tingkat kecerdasan penyandang Tunagrahita selalu di


bawah rata-rata teman sebayanya. Perkembangan
kecerdasannya juga sangat terbatas. Umumnya, mereka hanya
mampu mencapai tingkat usia mental setingkat anak SD kelas
IV atau bahkan ada yang hanya mampu mencapai tingkat usia
mental anak pra-sekolah.

b. Sosial
Kemampuan bidang sosial anak Tunagrahita mengalami
keterlambatan. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan anak
Tunagrahita yang rendah dalam hal mengurus, memelihara,
dan memimpin dirinya sendiri sehingga acap kali tidak
mampu bersosialisasi dengan orang lain.
c. Fungsi Mental
Anak Tunagrahita mengalami kesukaran dalam
memusatkan perhatian, jangkauan perhatiannya sangat sempit
dan cepat beralih sehingga kurang mampu menghadapi tugas.

d. Dorongan dan Emosi.


Perkembangan dorongan emosi anak Tunagrahita
berbeda-beda tergantung pada tingkat klasifikasi Tunagrahita
yang dimiliki. Pada
tingkat Severe dan Profound, penyandang Tunagrahita
umumnya tidak dapat menunjukkan dorongan untuk
mempertahankan diri. Contoh, mereka tidak dapat memberi
tahu saat sedang merasa lapar, tidak dapat menjaukan diri
saat mendapat stimulus yang memberikan rasa sakit. Secara
umum, kehidupan emosinya terbatas pada perasaan senang,
takut, marah, dan benci.

e. Kemampuan dalam Bahasa.


Kemampuan bahasa anak Tunagrahita sangat terbatas,
terutama pada perbendaharaan kata. Anak Tunagrahita
tingkat Severe dan Profound umumnya memiliki gangguan
bicara berat yang disebabkan cacat artikulasi dan masalah
dalam pembentukan bunyi di pita suara dan rongga mulut.

f. Kemampuan dalam Bidang Akademis.


Anak Tunagrahita sulit mempelajari sesuatu yang bersifat
akademis, terutama membaca dan berhitung. Namun, hal ini
dapat diatasi dengan melakukan pendampingan belajar yang
mendasar dan intensif.
g. Kepribadian dan Kemampuan Organisasi.
Dari berbagai penelitian oleh Leahy, Balla, dan Zigler
(dalam Hallahan & Kauffman, 1988), disebutkan bahwa anak
Tunagrahita umumnya memiliki kepercayaan diri yang
rendah sebab tidak mampu mengontrol dirinya sendiri dan
bergantung pada orang lain. Hal tersebut berdampak pada
kemampuan berorganisasi yang sangat kurang.

6. Lamban Belajar

Shaw (2010: 15) berpendapat bahwa anak lamban belajar


memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. memiliki kecerdasan dan kemampuan akademik yang rendah,


tetapi tidak masuk kriteria untuk pendidikan khusus, ataupun
ketidakmampuan belajar;
b. dapat memahami secara lebih baik ketika informasi disajikan
dalam bentuk yang konkret, instruksi dan konsep abstrak sulit
untuk dipahami anak lamban belajar;
c. memiliki kesulitan mentransfer atau melakukan generalisasi
keterampilan, pengetahuan, dan strategi;
d. memiliki kesulitan dalam mengorganisasi materi baru dan
menyesuaikan dengan informasi yang diperoleh sebelumnya;
e. memiliki kesulitan dengan tujuan jangka panjang dan
manajemen waktu;
f. memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengerjakan tugas
pada tingkat yang sama dengan teman sebayanya;
g. hampir selalu memiliki motivasi yang rendah;
h. memiliki konsep diri yang lemah;
i. rawan dikeluarkan dari sekolah.
7. Tunalaras

Berikut ini karakteristik yang berkaitan dengan segi


akademik, sosial/ emosional dan fisik/ kesehatan anak tunalaras.

a. Karakteristik Akademik:
Kelainan perilaku mengakibatkan penyesuaian sosial dan
sekolah yang buruk. Akibatnya, dalam belajarnya
memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:

 Hasil belajar dibawah rata-rata


 Sering berurusan dengan guru BK
 Tidak naik kelas
 Sering membolos
 Sering melakukan pelanggaran, baik di sekolah maupun di
masyarakat, dll.
b. Karakteristik Sosial/ Emosional:
Karakteristik sosial/emosional tunalaras dapat dijelaskan
sebagai berikut:

1) Karakteristik Sosial
(1) Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain:

 Perilaku itu tidak diterima masyarakat, biasanya melanggar


norma budaya
 Perilaku itu bersifat menggangu, dan dapat dikenai sanksi oleh
kelompok sosial
(2) Perilaku itu ditandai dengan tindakan agresif yaitu:
 Tidak mengikuti aturan
 Bersifat mengganggu
 Bersifat membangkang dan menentang
 Tidak dapat bekerjasama
(3) Melakukan tindakan yang melanggar hukum dan kejahatan
remaja

2) Karakteristik Emosional
 Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, misalnya
tekanan batin dan rasa cemas
 Ditandai dengan rasa gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan
dan sifat perasa/sensitif

c. Karakteristik fisik/ kesehatan


Pada anak tuna laras umumnya masalah fisik/ kesehatan
yang dialami berupa gangguan makan, gangguan tidur atau
gangguan gerakan. Umumnya mereka merasa ada yang tidak
beres dengan jasmaninya, ia mudah mengalami kecelakaan,
merasa cemas pada kesehatannya, seolah-olah merasa sakit, dll.
Kelainan lain yang berupa fisik yaitu gagap, buang air tidak
terkontrol, sering mengompol, dll.

8. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas)
1) Kurang perhatian
 Tdk bisa memusatkan perhatian atau banyak membuat
kesalahan dalam kegiatan
 Kesulitan mempertahankan perhatian pd tugas atau
kegiatan bermain
 Tdk menyelesaikan tugas
 Menghindari tugas2 yg menuntut usaha mental
 Sering kehilangan benda2 penting (alat tulis, tugas sekolah,
dll)
2) Hiperaktivitas
 Tangan & kaki tidak bisa diam
 Tdk bisa duduk diam dan sering meninggalk kursi
 Berjalan kemana-mana, memanjati segala macam benda
secara berlebihan
 Kesulitan bermain dengan tenang
 Penuh energi dan bergerak secara konstan
 Banyak berbicara
3) Impulsivitas
 Menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai
 Kesulitan menunggu giliran
 Menginterupsi percakapan orang lain
9. Autisme

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan


berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta
spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat
sekalipun.

a. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami


bahasa.
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau objek di
sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi.
c. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak
wajar.
d. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang
dikenali.
e. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola
perilaku yang tertentu

Jannah, Miftakhul & Darmawanti, Ira. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini &
Deteksi Dini pada Anak Berkebutuhan Khusus. Surabaya: Insight Indonesia,
2004.

Sutjihati, Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.


Rudiyati, Sari. 2002. Pendidikan Anak Tunanetra. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder Edition “DSM-5”. Washinton DC: American Psychiatric
Publishing. Washinton DC.

https://pijarpsikologi.org/mental-retardation-tuna-grahita-menghadapi-
anak-dengan-retardasi-mental/ diakses pada Selasa, 18 September 2018
pukul 14.27 WIB.

Desiningrum, D. R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.


Yogyakarta.

Shaw, S.R. 2010. Rescuing Students from the Slow Learner Trap. National
Association of Secondary School Principal. Diambil pada tanggal 31 Januari 2017
dari https://www.nasponline.org/Documents/Resources%20and%20Publications/
Handouts/Families%20and%20Educators/Slow_Learners_Feb10_NASSP.p df

Anda mungkin juga menyukai