Anda di halaman 1dari 10

Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus

Pengertian

Menurut Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara sederhana sebagai anak yang
lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya sehingga mereka memerlukan layanan yang spesifik dan berbeda
dengan anak-anak pada umumnya.

Secara umum anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan atau
kelainan lainnya sehingga memerlukan penanganan secara khusus. Berkenaan dengan istilah disability,
anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki keterbatasan baik fisik maupun psikis. Istilah
lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.

Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: anak yang memiliki
kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan
khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang
disebabkan kondisi dan situasi lingkungan.

Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki
perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang
dialami oleh setiap anak disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) faktor lingkungan, (2) faktor dalam diri anak
sendiri, dan (3) kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak.

Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Karakteristik spesifik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan
fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensorimotor, kognitif,
kemampuan berbahasa, keterampilan diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta
kreativitasnya. Karakteristik-karakteristik tersebut, antara lain:
1. Karakteristik Anak Berkelainan Fisik
Karakteristik anak berkelainan fisik meliputi:
A. Karakteristik Tunanetra /Anak yang Mengalami Gangguan Penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan
menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus
masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Beberapa karakteristik khas anak
tunanetra, diantaranya adalah
o Fisik, adanya kelainan pada indera penglihatan
o Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya.
o Motorik, kurang dapat melakukan mobilitas secara umum
o Sosial-emosional, mudah tersinggung dan bersifat verbalisme yaitu dapat bicara tetapi tidak
tahu nyatanya
B. Karakteristik Tunarungu /Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga
tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan
pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Beberapa karakteristik khas anak tunarungu, diantaranya adalah
o Fisik, kesan lahiriah tidak menampakan adanya kelainan pada anak
o Kemampuan akademik, sama dengan anak normal pada umumnya
o Motorik, memiliki keseimbangan motorik yang kurang baik
o Sosial-emosional, perasaan curiga yang berlebihan dan mudah tersinggung
C. Karakteristik Tunadaksa /Mengalami Kelainan Anggota Tubuh atau Gerakan
Anak Tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik atau cacat tubuh, yang
mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan anggota gerak dan
kelumpuhan yang disebabkan karena kelainan yang ada di saraf pusat atau otak sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Beberapa karakteristik khas anak tunadaksa,
diantaranya adalah
o Fisik, jelas menampakkan adanya kelainan baik fisik maupun motorik
o Kemampuan akademik, untuk tunadaksa ringan sama dengan anak normal pada umumnya
sedangkan untuk tunadaksa berat terutama bagi anak yang mengalami gangguan
neuromuscular, disertai dengan keterbelakangan mental
o Motorik, mengalami gangguan motorik kasar maupun motorik halus
o Sosial – emosional, cenderung merasa rendah diri (minder) dalam pergaulan
2. Karakteristik Anak Berkelainan Mental Emosional
Anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental-emosional, yaitu
A. Karakteristik Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya
memerlukan layanan pendidikan khusus. Berdasarkan berat ringannya kelainan dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Mampudidik
Mampudidik merupakan istilah untuk mengelompokan tunagrahita ringan. Kemampuan
maksimalnya setara dengan anak usia 12 tahun atau kelas 6 SD, apabila mendapat pelayanan
dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak mampudidik dapat lulus sekolah dasar.
Tunagrahita mampudidik umumnya tidak disertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun
motoris, sehingga kesan lahiriah anak mampudidik sama dengan anak normal sebaya.
2) Mampulatih
Tunagrahita mampulatih secara fisik sering memiliki kelainan fisik baik sensori maupun
motoris, bahkan hampir semua anak yang memiliki kelainan dengan tipe klinik masuk dalam
kelompok mampulatih sehingga sangat mudah untuk mendeteksi anak mampu latih, karena
penampilan fisiknya berbeda dengan anak normal sebaya. Anak mampulatih kemampuan
tertingginya setara dengan anak normal usia 8 tahun (kelas 2 SD). Anak mampulatih tidak
dapat mengikuti pelajaran yang bersifat akademik walaupun secara sederhana seperti
membaca, menulis dan berhitung, mereka hanya mampu dilatih dalam keterampilan
mengurus diri sendiri dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3) Perlu rawat
Adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat, istilah kedokterannya disebut idiot.
Memiliki kapasitas inteligensi di bawah 25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan,
hanya mampu dilatih pembiasaan (conditioning) dalam kehidupan sehari-hari. Seumur
hidupnya tidak dapat lepas dari orang lain.
B. Karakteristik Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak-anak yang mengalami gangguan perilaku, yang ditunjukkan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun dalam lingkungan sosialnya. Pada
hakekatnya, anak-anak tunalaras memiliki kemampuan intelektual yang normal. Kelainan
banyak terjadi pada perilaku sosialnya. Beberapa karakteristik menonjol dari anak yang
berperilaku kelainan sosial:
1) Karakteristik umum
o Mengalami gangguan perilaku; suka berkelahi, memukul, menyerang, merusak milik
sendiri atau orang lain, melawan, sulit konsentrasi, tidak mau bekerjasama, sok aksi,
ingin menguasai orang lain, mengancam, berbohong, tidak bisa diam, tidak dapat
dipercaya, suka mencuri, mengejek dsb.
o Mengalami kecemasan,khawatir,ketakutan,tertekan,sulit bergaul,menarik diri,kurang
PD,bimbang,sering menangis,malu dan sebagainya.
o Kurang dewasa, suka berfantasi, berangan-angan, mudah dipengaruhi, kaku, pasif, suka
mengantuk, mudah bosan, dan sebagainya.
o Agresif, suka mencuri dengan kelompoknya, loyal terhadap teman jahatnya, sering
pulang larut malam, dan terbiasa minggat dari rumah.
2) Sosial/emosi
Karakteristiknya: Sering melanggar norma masyarakat, sering mengganggu, bersifat agresif,
secara emosional sering merasa rendah diri mengalami kecemasan.
3) Karakteristik akademik
Karakteristiknya: Hasil belajarnya sering jauh di bawah rata-rata, Sering tidak naik kelas,
sering membolos, seringkali melanggar peraturan sekolah dan lalulintas.
C. Karakteristik Anak yang Mengalami Gangguan Komunikasi
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara,
artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan
bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor
ketunarunguan.
D. Karakteristik Anak Autis
Autis dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian dapat diartikan seorang anak yang
hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi,
dan perilaku sosial. Anak autis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
o Mengalami hambatan di dalam bahasa
o Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial
o Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan
o Kurang memiliki perasaan dan empati
o Sering berperilaku diluar kontrol dan meledak-ledak
3. Karakteristik Anak Berkelainan Akademi
Anak-anak berkelainan akademik terdiri dari:
A. Karakteristik Anak Berbakat /Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa
Anak berbakat merupakan istilah untuk menunjukkan adanya anak berkelainan mental tinggi
yaitu di atas rata-rata anak normal. Adapun karakteristik atau ciri yang menonjol meliputi:
1) Karakteristik intelektual, cepat dalam belajar, rasa ingin tahunya tinggi, daya konsentrasinya
cukup lama, memiliki daya kompetetif tinggi
2) Karakteristik sosial-emosional, mudah bergaul, mudah beradaptasi di lingkungan yang baru,
memiliki sifat kepemimpinan terhadap teman sebayanya, jujur, tenggang rasa, mampu
mengontrol emosi
3) Karakteristik fisik-kesehatan, berpenampilan menarik, memiliki sistem imun yang baik,
dapat memelihara penampilan fisik yang bersih dan rapi
B. Karakteristik Anak Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (Gifted and Talented)
Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat
istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan
tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal),
sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak
cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai ”gifted & talented children”. Anak cerdas istimewa
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
o Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas
Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi
o Mempunyai inisiatif, kreatif dan original dalam menunjukkan gagasan
o Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logis, sistimatis dan kritis
o Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan
C. Karakteristik Anak yang Lamban belajar (slow learner)
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah
normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau
keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik
dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh
waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik
maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
D. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan
berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neurologis, bukan
disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal),
sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat
berupa
o Kesulitan belajar membaca (disleksia)
o Kesulitan belajar menulis (disgrafia)
o Kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
Sedangkan untuk mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan atau
berarti.

Aspek Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus

Pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus perlu adanya pengarahan dan bimbingan dengan
pendekatan yang berbeda, menyesuaikan proses perkembangan kognitif anak berkebutuhan khusus
tersebut. Untuk memahami perkembangan anak tersebut, perlu pemahaman tentang aspek-aspek
perkembangan abnormalitas seorang anak berkebutuhan khusus. Aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aspek fisik – yaitu ketidakmampuan anak yang memiliki kebutuhan khusus dari segi fisiknya.
Sebagai contoh anak tunarungu, tunadaksa, tunawicara, dan lain sebagainya
2. Aspek sosial – dalam hal aspek sosial, anak berkebutuhan khusus akan mengalami kesulitan dalam
bersosialisasi ataupun menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya. Anak yang memiliki
kesulitan dalam aspek sosial termasuk dalam kategori tunalaras.
3. Aspek mental – ada dua jenis kemampuan mental seorang anak. Yang pertama adalah anak dengan
mental lebih (supernormal), atau anak berbakat, dan yang kedua adalah anak yang memiliki
kemampuan mental rendah (subnormal), atau tunagrahita.

Model Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


1. Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan
anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah
penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan
pendidikan untuk anak normal.
Ada empat bentuk pelayanan pendidikan dengan sistem segregasi yaitu:
 Sekolah Luar Biasa (SLB)
 Sekolah Luar Biasa Berasrama
 Kelas Jauh/Kelas Kunjung
 Sekolah Dasar Luar Biasa
2. Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak normal
belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu yakni
sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan
anak normal.
Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut
Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut adalah:
 Bentuk Kelas Biasa
 Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
 Bentuk Kelas Khusus

Diagnosis Kesulitan Belajar


Suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan belajar dengan
menghimpun dan mempergunakan data/informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga
memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif kemungkinan
pemecahannya.

Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik.
Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.
o Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang kurang perhatian di saat
mengikuti pembelajaran
o Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami gangguan belajar yang
berasal dari luar diri peserta didik, misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal,
pergaulan, dan sebagainya
o Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami ketunaan pada diri mereka,
misalnya tunarungu, tunanetra¸tunadaksa, dan sebagainya
Ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan belajar, yaitu
o Hasil belajar rendah
o Hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan
o Lambat melakukan tugas-tugas belajar
o Menunjukkan siap kurang wajar
o Menunjukkan perilaku berkelainan
o Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar

Faktor – faktor Penyebab Kesulitan belajar


1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang berasal dari dalam diri sendiri. Faktor
intern siswa meliputi gangguan dan kekurangmampuan psikofisik siswa, yakni:
o Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual atau
inteligensi siswa
o Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap
o Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera
penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa. Faktor
ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas
belajar siswa. Faktor ini dapat dibagi tiga macam, yaitu:
o Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga
o Lingkungan perkampuan atau masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum
area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal
o Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat
pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan
kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah
sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom yang berarti satuan
gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan
kesulitan belajar itu.
o Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca
o Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis
o Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki potensi
IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya,
kesulitan belajar siswa yang mengalami sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya
minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Reber, 1988).

Prosedur dan Teknik Diagnosis Kesulitan Belajar


1. Menurut Ross dan Stanley ada beberapa langkah:
o Who are the pupils having trouble? (Siapa siswa-siswa yang mengalami gangguan?)
o Where are the errors located? (Di mana kelemahan itu dapat dilokalisasikan?)
o Why are the errors occur? (Mengapa kelemahan itu terjadi?)
o What remedies are suggested? (Penyembuhan apakah yang disarankan?)
o How can errors be prevented? (Bagaimana kelemahan itu dapat dicegah?)
2. Burton, mendasarkan pada teknik dan instrumennya, yang meliputi:
o General diagnosys, menggunakan tes baku
o Analystic diagnosys, menggunakan tes diagnosis
o Psychological diagnosys, menggunakan:
 Observasi
 Analisis karya tulis
 Analisis proses dan respon lisan
 Analisis berbagai catatan objektif
 Wawancara
 Pendekatan laboratorium dan klinis
 Studi kasus
Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar, antara lain
o Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi
prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan
o Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi
tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami
kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian
o Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali
lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik
o Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta
didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan
belajar peserta didik
Langkah-Langkah Diagnosis Kesulitan Belajar
o Identifikasi siswa yang mungkin mengalami kesulitan belajar
o Melokalisasi letak kesulitan belajar
o Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar
o Memperkirakan alternatif bantuan
o Menetapkan kemungkinan cara mengatasi
o Tindak Lanjut

Cara Mengatasi Kesulitan Belajar


1. Remedial teaching
Remedial teaching adalah kegiatan pemberian bantuan kepada siswa dalam menguasai bahan
pelajaran. Remedial teaching dilaksanakan dengan jalan melakukan penyampaian ulang beberapa
pokok bahan pelajaran yang telah disampaikan. Pengarahan yang dapat diarahkan dalam remedial
teaching, antara lain:
o Menganjurkan siswa untuk memepelajari kembali bahan yang telah disajikan
o Membaca kembali bagian yang dianggap sulit
o Mengusahakan siswa agar mengikuti pelajaran dengan memeperhatikan bahan yang diberikan
guru
2. Program pengayaan
Program pengayaan adalah pemberian tambahan/perluasan pengalaman atau kegiatan peserta didik
yang teridentifikasi melampaui ketuntasan belajar yang ditentukan oleh kurikulum. Pengarahan yang
dapat diarahkan dalam program pengayaan, antara lain:
o Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan memperluas wawasan bagi KD
(kompetensi dasar) tertentu
o Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraph, dan lain-lain
o Memberikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan
o Membantu guru membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan

Anda mungkin juga menyukai