Anda di halaman 1dari 16

PENGANTAR PENDIDIKAN

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


MODUL 6

(Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita)

Oleh

I MADE ADI WIADNYANA (859009454)


NI WAYAN YUSTI PURNADEWI (859009612)
SUSANTI (859009495)
GUSTI SURADA (859010799)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha

Esa, penulis dapat menyelesaikan ringkasan materi Modul 6 pada mata kuliah Pengantar

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus sesuai dengan rencana.

Menyadari dengan sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan,

disebabkan keterbatasan penulis, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran demi sempurnanya tulisan ini.

Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Gianyar, 31 April 2020

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ……….................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 1
1.3 Tujuan Peulisan …....................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penyebab dan cara pencegahan Tunagrahita..............………….. 3


2.2 Dampak Tunagrahita……............................................................ 6
2.3 Kebutuhan khusus dan profil pendidikan bagi anak tunagrahita.. 7
BAB III PENUTUP……………………………………………………… 12
3.1 Simpulan………………………………………………………… 12
3.2 Saran……………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekolah merupakan tempat yang dijadikan sarana dalam suatu pembelajaran
untuk anak. Pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan merupakan satu kebutuhan
esensial untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ABK secara optimal. Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus (Pengantar Pendidikan ABK) merupakan mata kuliah
pengantar yang secara umum membahas tentang hakikat anak berkebutuhan khusus,
dampak, dan kebutuhan pendidikannya.
Pendidikan bagi anak normal dan anak berkebutuhan khusus dilakukan dengan
strategi yang berbeda karena masing-masing anak berkebutuhan khusus memiliki
karakteristik dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Salah satu pendidikan yang
dapat diberikan adalah pendidikan khusus. Anak tunagrahita merupakan salah satu jenis
anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam hal inteligensi. Anak
tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki inteligensi di bawah
inteligensi normal dengan skor IQ sama atau lebih rendah dari 70”. Anak tunagrahita
memiliki usia mental yang rendah. Anak tunagrahita berdasarkan kemampuan
inteligensi ada 3 macam yaitu anak tunagrahita ringan, anak tunagrahitaa sedang, dan
anak tunagrahita berat. Anak tunagrahita ringan adalah seseorang yang mempunyai
kecerdasan atau IQ dibawah 84, memiliki keterbatasan dalam hal berpikir, daya ingat
yang rendah, sukar berpikir abstrak, daya fantasi yang rendah, sehingga mereka
mengalami kesulitan dalam bidang akademik, Keterbatasan inteligensi pada anak
tunagrahita menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran di
sekolah.
Jika Anak tunagrahita berada di SD biasa. Guru SD harus mampu memenuhi
kebutuhan pendidikan mereka. Agar dapat melayani Anak tunagrahita sesuai dengan
kebutuhan pendidikan mereka, para guru SD seyogianya memiliki wawasan yang
memadai tentang hakikat, dampak, dan kebutuhan pendidikan Anak tunagrahita. Guru
juga harus mampu memberikan layanan yang memadai bagi Anak tunagrahita yang ada
di kelas. Dengan mempelajari modul 6 ini diharapkan guru mampu melayani anak
tunagrahita yang kemungkinan ikut belajar bersama anak normal dikelas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penyebab ketunagrahitaan?
2. Apa dampak ketunagrahitaan?
3. Bagaimana kebutuhan khusus dan profil pendidikan bagi anak tunagrahita?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penyebab ketunagrahitaan serta cara pencegahannya
2. Untuk mengetahui dampak ketunagrahitaan
3. Untuk mengetahui kebutuhan khusus dan profil pendidikan bagi anak tunagrahita

1.4 Manfaat Penulisan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi
masyarakat umum tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus “Anak Tunagrahita”,
serta memiliki kegunaan bagi para pendidik dalam melayani pendidikan anak
tunagrahita yang kemungkinan ikut belajar bersama dengan anak normal di kelas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kegiatan Belajar 1


2.1.1 Definisi Tunagrahita
Istilah untuk tunagrahita yang sering digunakan antara lain:
1. Mental retardation (Amerika Serikat), Mental subnormality (Inggris),
Intelectual handicapped (New Zealand) dan diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai keterbelakangan mental.
2. Feebleminded (lemah pikiran) digunakan di Inggris untuk melukiskan
kelompok tunagrahita ringan.
3. Mental deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat
penyakit yang menyeranng organ tubuh.
4. Mentally handicapped, yang artinya cacat mental
5.  Intelectual disable, istilah yang digunakan oleh PBB
6. Development mental disability, hambatan perkembangan mental yang lebih
menitik beratkan pada kepemilikan potensi belajar dan pengembangan
kehidupan di masyarakat.
Perkembangan istilah tunagrahita sendiri di Indonesia sebagai berikut:
1. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967.
2. Terbelakangan mental, digunakan sejak tahun 1967-1983
3. Tunagrahita, digunakan sejak 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan
terbitnya PP No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Sedangkan definisi untuk tunagrahita sendiri dirumuskan oleh Grossmann
(1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental
Deficiency) yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya
Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian dan berlangsung (termanifestasi) pada masa
perkembangannya.  AFMR menjelaskan bahwa seseorang yang dikategorikan
tunagrahita harus melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di
bawah rata-rata, adanya ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma
dan tuntutan yang berlaku di masyarakat. Kategori penyandang tunagrahita harus
memiliki ketiga ciri-ciri dibawah ini:
1. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata
2. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif)
3.  Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan
Pada tahun 1992, AAMR memperbarui definisi tunagrahita dan lebih
menitik beratkan pada kebutuhan bagi anak-anak tunagrahita (perilaku adaptif)
ketimbang pada kecacatannya. Kategori perilaku adaptif antara lain: kemampuan
komunikasi, kemampuan sosial, kemampuan kerja, serta kemampuan tata laksana
pribadi.

2.1.2 Klasifikasi Anak Tunagrahita


Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan untuk mempermudah
guru dalam menyusun program dan melaksanakan layanan pendidikan.
Penglasifikasian ini pun bermacam – macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun
perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Berikut beberapa
Klasifikasi anak Tunagrahita
a. Klasifikasi yang digunakan AAMR sebagai berikut:
1. Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 ringan)
2. Mederate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55-40 sedang)
3. Severe mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40-25 berat)
4.  Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70-55 sangat berat)

b. Kemudian diperbarui pada tahun 1992 yang menitik beratkan pada


kebutuhannya, yaitu:
1.  Intermitten needs, tidak selalu membutuhkan bantuan.
2.  Limited needs, sering membutuhkan bantuan.
3. Extensive needs, membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan
bantuannya serius.
4. Pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.

c. Sedangkan, klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP


72 tahun 1991 adalah sebagai berikut:
1. Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
2. Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
3.  Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30.
d. Ada pula pengelompokkan berdasarkan kelainan jasmani/ Tipe Klinis,
diantaranya:
1.    Down Syndrome (Mongoloid), cirinya memiliki raut muka yang
menyerupai orang mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal dan
suka menjulur ke luar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik.
2.  Kretil (Cebol), cirinya badan gemuk dan pendek, kaki-tangan pendek dan
bengkok, kulit kering tebal dan keriput, lidah dan bibir tebal, kelopak
mata kecil, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi terlambat.
3.   Hydrocephalus, cirinya kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan
pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
4.   Microcephalus, cirinya ukuran kepala yang kecil.
5. Macrocephalus, cirinya ukuran kepala lebih besar dari orang normal.

2.1.3 Penyebab Serta Cara Pencegahan Ketunagrahitaan


1. Penyebab Ketunagrahitaan
Pemahaman penyebab ketunagrahitaan diharapkan adapat berguna dan dapat
membantu para pendidik dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak
tersebut. Menurut Smith (1998) penyebab terjadinya ketunagrahitaan, yaitu:
a. Penyebab Genetik dan Kromosom
Biasa dikenal dengan Phenylketonuria, merupakan kerusakan otak yang
disebabkan dari gen orang tua yang mengalami kurangnya produksi enzim
yang memproses dan terjadi penumpukan asam phenypyruvic. Down’s
Syndrome disebabkan oleh adanya faktor kromosom ekstra karena adanya
kerusakan perpindahan (trysomi).
b. Penyebab pada prakelahiran
Terjadi setelah pembuahan/ karena penyakit Rubella (campak Jerman) dan
infeksi penyakit Syphilis. Dapat juga karena ibu hamil menggunakan alkohol
dan obat-obatan ilegal.
c. Penyebab pada saat kelahiran
Kelahiran prematur dikarenakan kekurangan oksigen, trauma kepala karena
kelahiran dibantu alat kedokteran.
d. Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan remaja
Penyakit radang selaput otak (meningitis) dan radang otak
(encephalitis) mengakibatkan kerusakan otak.
Selain cedera otak, faktor gizi yang buruk atau keracunan juga dapat merusak
otak. Studi yang dilakuakan oleh Kirk menemukan bahwa anak yang berasal dari
keluarga yang tingkat sosial dan ekonominya rendah karena kurangnya rangsangan
intelektual mengakibatkan anak menjadi tunagrahita.

2. Usaha pencegahan ketunagrahitaan


Berbagai alternatif upaya pencegahan yanng disarankan, antara lain berikut
ini:
a. Penyuluhan genetic
b. Diagnostik prenatal
c. Tes darah
d. Melalui program keluarga berencana
e. Tindakan operasi
f. Sanitasi lingkungan
g. Pemeliharaan kesehatan
h. Pemeriksaan kesehatan selama hamil
i. Intervensi dini
j. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan

2.2 . KB. 2 Dampak Ketunagrahitaan


2.2.1 Dampak Ketunagrahitaan Secara Umum
Berikut ini dikemukakan beberapa ketunagrahitaan yaitu
1. Dampak Terhadap Kemampuan Akademik
 

Anak Tunagrahita memiliki kapasitas belajar yang terbatas terutama mengenai


hal-hal abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan membeo (role
learning), sering melakukan kesalahan yang sama, cenderung menghindari
perhatian, cepat lupa dan sukar membuat kreasi baru.

2. Sosial/Emosional
Dampak ini berasal dari ketidakmampuannya dalam  menerima dan
melaksanakan norma sosial (seperti aturan keluarga, sekolah serta masyarakat)
dan pandangan masyarakat yang mengganggap anak tunagrahita tidak dapat
berbuat sesuatu. Dalam pergaulan anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri,
memelihara, dan memimpin diri. Mereka cenderung bergaul dengan anak yang
lebih muda darinya. Meraka tidak mampu menyatakan rasa bangga dan kagum.
Kepribadiannya kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak
berpandangan luas. Namun, sebenarnya mereka menunjukkan ketekunan dan
rasa empati yang baik asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakukan
dan lingkungan yang kondusif.
3. Fisik/Kesehatan
Kelainan terjadi pada pusat pengolahan di otak, sehingga anak tunagrahita
melihat dan mendengar tetapi tidak memahaminya. Kurangnya kemampuan
bina diri, seperti: merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi,
adaptasi sosial, dan okupasi. Sehingga mereka tidak tampak sehat, tidak segar
dan mudah terserang penyakit.

2.2.2 Dampak Ditinjau Dari Ketunagrahitaan


Tingjat ketunagrahitaan menunjukkan dampak yang berbeda-beda, seperti berikut.
1. Tunagrahita ringan
Dalam belajar, mereka tidak mampu mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak.
Mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Guru perlu
memberikan perhatian tambahan, misalanya diberikan tambahan belajar,
program pelajaran yang dimodifikasi sesuai dengan kemampuannya.
2. Tunagrahita sedang
Mereka dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya rutin dan membutuhkan
pengawasan. Dalam hal akademik, mereka hanya mampu melakukannya dalam
hal-hal yang sifatnya sosial, seperti menulis nama, alamat, dan nama orang
tuanya.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat
Mereka membutuhkan bantuan secara terus menerus, namun dapat dilatih untuk
melakukan sesuatu yang sifatnya sederhana dan berulang-ulang dengan
pengawasan.

2.2.3   Dampak Dilihat Dari Waktu Terjadinya Ketunagrahitaan


1. Ketunagrahitaan sejak lahir
Anak tunagrahita sejak lahir tidak mereaksi dengan baik terhadap rangsangan
yang diperolehnya. Dampak ketunagrahitaan pada masa ini akan
mempengaruhinya dalam bermain, reaksi yang lambat, cepat tetapi tidak tepat.
Akibatnya mereka tidak mengeksplorasi lingkungan dengan baik dan tentu saja
akan dijauhi oleh teman-teman seusianya.
2. Ketunagrahitaan pada masa sekolah
Mereka mengalami kesulitan dalam calistung yang menyebabkan prestasi
belajarnya berkurang. Anak tunagrahita mengalami kelainan dalam persepsi,
asosiasi, mengingat kembali, kekurangmatangan motorik, dan gangguan
koordinasi sensorik motorik, perhatiannya mudah beralih.
3. Ketunagrahitaan pada masa puber
Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan
kepribadian berada di bawah usianya. Dampaknya mereka mengalami kesulitan
dalam pergaulan dan mengendalikan diri.

2.3 Kegiatan Belajar 3


2.3.1 Kebutuhan Khusus Anak Tunagrahita
1. Kebutuhan Pendidikan
Pendidikan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki individu, yaitu
sebagai berikut:
a.  Jenis mata pelajaran
Penentuan mata pelajaran lebih banyak diarahkan pada pelajaran
keterampilan.
b. Waktu belajar
Kebutuhan waktu untuk  mengulang pelajaran dan mereka membutuhkan
kebutuhan contoh-contoh yang kongkret serta alat bantu pembelajaran.
c. Kemampuan bina diri
Kajian biina diri dibutuhkan agar anak tidak tergantung pada orang lain.
Anak tunagrahita harus diajarkan secara rutin dan terencana.
2. Kebutuhan Sosial dan Emosi
Kebutuhan sosialisasi anak tunagrahita mengalami kesulitan karena
kelainannya dan respon lingkungan yang kurang memahami keberadaannya.
Mereka mengalami kesulitan dalam membersihkan diri, memasuki dunia
remaja, mencari kerja, sementara kebutuhan seksual mereka berkembang secara
normal. Masalah tersebut akan berkembang menjadi gangguan emosional.
Untuk itu diperlukan bantuan para ahli untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya.
3. Kebutuhan Fisik dan Kesehatan
Bagi tunagrahita sedang dan berat mengalami gangguan keseimbangan dan
ketidakmampuan dalam memelihara diri sehingga mereka cenderung
mengalami sakit.

2.3.2 Profil Pendidikan Anak Tunagrahita


1. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
Tujuan pendidikan anak tunagrahita perlu disesuaikan dengan tingkatan
kemampuan mereka dan dirumuskan lebih terperinci. Menurut Kirk (1986) tujuan
pendidikan anak tunagrahita adalah (a) dapat mengembangkan potensi sebaik-baniknya, (b)
dapat menolong diri, berdiri sendiri, dan berguna bagi masyarakat, (c) memiliki kehidupan
lahir batin yang layak.
Sedangkan Suhaeri H.N (1980) menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai tujuan
pendidikan anak tunagrahita disesuaikan dengan tingkatannya:
 Anak tunagrahita ringan: (1) dapat mengurus dan membina diri, (2) dapat bergaul di
masyarakat, (3) dapat mengerjakan sesuatu untuk bekal kehidupan.
 Anak tunagrahita sedang: (1) dapat mengurus diri sendiri (makan minum,berpakaian
dan membersihakan badan), (2) dapat bergaul dengan anggota keluarga dan
masyarakat, (3) dapat mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana.
 Anak tunagrahita berat: (1) dapat mengurus diri secara sederhana (memberi tanda
atau kata bila ingin sesuatu), (2) dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat, (3)
dapat bergembira (berlatih mendengarkan nyanyian, menonton TV, menatap mata
orang yang berbicara dengannya).
a) Tempat pendidikan anak tunagrahita ialah di tempat khusus terutama bagi anak
tunagrahita yang kelainannya sedang dan berat. Sedangkan tunagrahita ringan dapat
ditempatkan di sekolah umum dengan segala variasinya yang disesuaikan dengan
keadaan anak tersebut.
1) Sekolah khusus
Jenjang pendidikan ialah: TKLB (3 tahun), SDLB (6 tahun), SLTPLB (3
tahun), SMLB (3 tahun). Jumlah mujrid tiap kelas 5-12 siswa.
Pengelompokkan siswa saat KBM berdasarkan usia kronologis dan mentalnya
dengan model Individualized Education Program (IEP) yaitu program
berdasarkan kebutuhan individu. Kenaikan kelas diadakan setiap saat karena
kemajuan tiap anak berbeda. Anak mempelajari bahan  kelas berrikutnya
sementara ia tetap berada di kelasnya semula.
2) Kelas jauh
Administrasi dikerjakan di sekolah induknya, sedangkan KBM dikerjakan
guru di kelas jauh.
3)  Guru kunjung
Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai
dengan kebutuhan anak.
4) Lembaga perawatan (institusi khusus)
Layanan pendidikan dan perawatan bagi anak yang tergolong berat dan sangat
berat ketunagrahitaannya karena terkadang anak menderita penyakit lain.

b) Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)


Sistem terpadu bervariasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar,
bermain, atau bekerja sama dengan anak normal. Tempat pendidikan sistem
integrasi yang diadaptasi dari Moh. Amin (1995) diantaranya:
1) Di kelas biasa tanpa kekhususan, hanya memerlukan waktu belajar yang lebih
lama dan perhatian khusus dari guru kelas.
2)  Di kelas biasa dengan  guru konsultan, sesekali guru konsultan berkunjung
untuk membantu guru kelas dalam cara menangani, merancang bahan
pelajaran, dan metode yang sesuai kebutuhan anak tunagrahita.
3) Di kelas biasa dengan guru kunjung, berkunjung apabila guru kelas
mengalami kesulitan dan memberi saran kepada guru kelas.
4) Di kelas biasa dengan ruang sumber, Ruangan khusus yang dimenyediakan
berbagai fasilitas untuk mengatasi kesulitan belajar anak tunagrahita.
5) Di kelas khusus sebagian waktu, bila di kelas biasa mengalami kesulitan maka
anak tunagrahita belajar di kelas khusus dengan guru pendidikanluar biasa.
6) Kelas khusus, belajar di kelas khusus namun untuk kegiatan umum seperti
upacara, olahraga, dan penggunaan kantin bersam dengan anak normal linnya.

c) Di sekolah biasa dengan sistem inklusif


Pada sistem inklusi, anak tunagrahita berada di sekolah bersama anak biasa selama
mengikuti pendidikan dan memndapat program yang sesuai dengan kemampuannya.
2. Ciri Khas Pelayanan
a) Ciri-ciri khusus
1.  Bahasa yang digunakan sederhana, jelas, dan menggunakan kata yang sering
didengar.
2.  Penempatan anak tunagrahita di depan kelas dan berdekatan dengan anak yang
mempunyai sikap keakraban tinggi.
3. Ketersediaan program khusus bagi tunagrahita yang mengalami kesulitan
b) Prinsip khusus
1. Prinsip skala perkembangan mental, pemahaman guru mengenai usia
kecerdasan tunagrahita.
2. Prinsip kecepatan motorik, mempelajari sesuatu dengan melakukannya.
3. Prinsip keperagaan, alat peraga yang digunakan tidak abstrak dan menonjolkan
pokok materi yang diajarkan.Contoh: tulisan bebek harus tebal sementara
gambar bebek tipis, karena gambar hanya membantu pengertian anak.
4. Prinsip pengulangan, anak tunagrahita cepat lupa untuk itu dibutuhkan
pengulangan materi disertai contoh yang bervariasi.
5. Prinsip individualisasi, menekankan pada perhatian individu dengan kedalaman
materi yang berbeda dengan anak normal.

3. Materi
Lebih mengutamakan materi yang mengandung kecepatan motorik / unsur praktik.

4. Strategi Pembelajaran
Dalam menentukan strategi pembelajaran, harus memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Beberapa strategi yang cocok
untuk anak tunagrahita, diantaranya:
a.  Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
Materi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak. Dalam
pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:
1. Pengelompokan murid disesuaikan dengan minat dan kemampuan belajar
yang memungkinkan dapat berinteraksi dan bekerja sama.
2. Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan
kegiatan yang beraneka ragam.
3. Mengadakan pusat belajar (learning center), dilakuakn di sudut-sudut ruang
kelas dengan pelajaran yang berbeda dan disediakan bahan yang dapat dipilih
dan bernuansa aplikasi.
b. Strategi kooperatif
Efektif diterapkan pada kelompok murid yang heterogen, Karena semangat
kerjanya adalah yang lebih pandai membantu yang lemah (mengalami kesulitan)
dalam suasana keakraban. Jonshon D.W (1984) menyatakan bahwa guru harus
mampu merancang bahan pelajaran dan peran tiap anak yang adapat menunjang
terciptanya ketergantuang positif antara anak tunagrahita ringan dengan anak
normal.
c.  Strategi modifikasi tingkah laku
Tujuannya mengubah, menghilangkan, atau mengurangi tingkah laku yang tidak
baik. Guru harus terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan dan
ditambahkan teknik reinforcement. (hadiah penguatan)

5. Media
Diperlukan media khusus seperti: media untuk latihan motorik, latihan keseimbangan,
dan latihan konsentrasi dengan ketentuan: (1) bahan tidak berbahaya, (2) warna tidak
mencolok, (3) ukuran harus sesuai.

6.  Sarana
Sarana sama dengan anak normal, hanya ukuran, bentuk, dan warna perlu dimodufikasi
sesuai keadaan anak tunagrahita.

7. Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung seperti: alat terapi wicara, alat permaianan, miniatur yang
berkaitan dengan pelajaran.

8. Evaluasi
Evaluasi sama dengan anak biasa, dengan ketentuan khusus, diantaranya:
a. Waktu mengadakan evaluasi: dilakukan selama proses belajar. Dilihat juga
bagaimana reaksi anak, sikap anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak.
b.  Alat evaluasi: alat yang digunakan untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita
sama dengan anak normal, hanya berbeda pada urutan dan penggunaan.
c. Kriteria keberhasilan : keberhasilan belajar dibandingkan dengan kemajuan anak itu
sendiri dari waktu ke waktu.
d.  Pencatatan hasil evaluasi: berbentuk kuantitatif dan kualitatif.
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Seseorang dikatakan tunagrahita selalu menunjuk pada keterhambatan fungsi
kecerdasan secara umum berada dibawah usia kronologinya secara meyakinkan sehingga
membutuhkan pelayanan pendidikan khusus. Ketunagrahitaan dapat disebabkan oleh factor
perkelahiran, saat lahir, dan factor yang terjadi selama masa perkembangan anak-anak dan
remaja. Alternative pencegahannya yaitu dengan mengadakan penyuluhan genetic,
pemeriksaan kesehatan terutama pada saat ibi hamil, sanitasi lingkungan, imunisasi,
intervensi dini dan diet sesuai petunjuk ahli kesehatan.
Secara umum dampak anak tunagrahita ditinjau dari segi akademik,
social/emosional, fisik/kesehatan. Tingkat/berat dan ringannya ketunagrahitaan juga
menimbulkan dampak yang spesifik. Anak tunagrahita memiliki kebutuhan khusus seperti
kebutuhan pendidikan, kebutuhan social emosional, hdan kebutuhan fisik dan kesehatan.
Tempat pendidikan anak tunagrahita ialah ditempat khusus terutama bagi anak tunagrahita
yang kelainnya sedang dan berat, sedangkan tunagrahita ringan dspst ditempatkan
disekolah umum.

3.2 SARAN
Dengan adanya modul ini diharapkan semua pihak memiliki pengetahuan tentang
Anak Tunagrahita, Dan bagi para pendidik agar dapat memberikan layanan pendidikan
yang baik dan tepat bagi Anak Tunagrahita.
DAFTAR PUSTAKA

Wardani, IGAK. (2019). Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Tangerang


Selatan: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai