Bahasa Adalah sebuah sistem kata, simbol, atau lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh
anggota suatu masyarakat bentuk bekerjasama berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
A. Fonologi
Fonologi adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi ujar dalam bahasa tertentu.
Adapun pembahasan yang dijelaskan dalam fonologi adalah mengkaji bunyi-bunyi bahasa sebagai
satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan antarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata
(Chaer 2009; 5). Dalam fonologi, terdapat dua pandangan dalam mempelajari bunyi, yaitu fonetik dan
fonemik.
Fonetik adalah cabang fonologi yang membahas bunyi ujar tanpa memperhatikan fungsi bunyi tersebut,
contohnya kata "bebek" (unggas) dan kata "bebek" (rujak yang ditumbuk). Sementara itu, fonemik
adalah cabang fonologi yang membahas bunyi dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai
pembeda makna, contohnya penggunaan bunyi "s" pada kata "sari", dan bunyi "d" pada kata "dari".
Perbedaan 1 bunyi akan membedakan arti.
B. Morfologi
Morfologi adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji pembentukan kata atau
morfem-morfem dalam suatu bahasa. Cabang ilmu ini tidak hanya membahas bagaimana kata itu
terbentuk, tetapi juga membahas seluk-beluk bentuk kata dan fungsi perubahan-perubahan bentuk
kata.
Dalam bahasa Indonesia, morfem dapat ditemukan pada kata yang menggunakan imbuhan, seperti
membaca maka morfem dalam kata tersebut adalah "meN": pada kata mempelajari, maka morfem
imbuhannya adalah awalan "meN" dan akhiran "i".
C. Semantik
Semantik adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji makna yang terkandung dalam
bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi. Semantik akan memiliki hubungan yang erat kaitannya
dengan sintax dan pragmatik yang akan dibahas selanjutnya.
D. Sintax
Sintax adalah aturan dalam pembentukan kalimat agar mampu dimengerti dengan benar. Sebagai
contoh, Ani berkata kepada ibunya, "Aku sedang buah dan sayur makan". Kalimat tersebut tidak
dituliskan/diucapkan dengan tata kata yang baik sehingga makna yang akan disampaikan tidak
ditangkap oleh orang lain. Maka dari itu, sintax berfungsi dalam menata kata hingga membentuk kalimat
yang utuh.
E. Pragmatik
Pragmatik adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa yang
dikaitkan dengan konteks pemakaiannya.
#Teori empiris
Teori empiris atau yang biasa dikenal dengan teori belajar menunjukkan bahwa ketika bayi dilahirkan,
mereka dikelilingi oleh bahasa. Kita berbicara dengannya setiap waktu walaupun kita tahu kalau mereka
tidak dapat mengerti dan merespons apa yang kita sedang bicarakan.
Ketika seseorang mengajak bayi berbicara, itu merupakan salah satu cara bagaimana bayi belajar
memproduksi bahasa. Pada tahap awal, bayi akan mengikuti suara yang sering mereka dengar,
kemudian mereka belajar untuk menangkap makna kata dan meniru peraturan tata bahasa berdasarkan
apa yang mereka dengar.
#Teori nativisme
Noam Chomsky adalah ahli bahasa terkemuka yang mengatakan bahwa manusia terlahir dengan
perangkat akuisisi bahasa atau language acquisition device (LAD). Chomsky tidak memercayai jika bayi
belajar mengembangkan bahasa dengan cara mengikuti perkataan orang dewasa di sekitarnya karena
orang dewasa sangat jarang berbicara dengan menggunakan tata bahasa yang benar. Hal tersebut tidak
memungkinkan anak belajar mengembangkan bahasa dari orang dewasa.
Dalam mengembangkan bahasa, terdapat tiga bagian otak yang digunakan, yaitu broca, motor context,
dan wernicke.
Pada bagian broca, seseorang akan memproduksi kemampuan berbahasa atau dikenal dengan pusat
bahasa. Sementara itu, motor context berfungsi untuk mengatur gerakan sadar.
Selain itu, terdapat bagian otak yang bernama wernicke. Wernicke berasal dari nama seorang psikiater
dan ahli syaraf dari Jerman. Pada otak, bagian wernicke berfungsi untuk memahami bahasa yang
kemudian digabungkan ke otak bagian broca melalui syaraf. Ketiga bagian otak ini saling berkaitan
dalam memproduksi bahasa sehingga jika terdapat kerusakan pada satu bagian, akan berpengaruh pada
bagian otak yang lainnya.
#Teori interaksi
Teori ini menjelaskan interaksi antara perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, dan kemampuan
berpikir secara umum. Teori ini banyak terkait mengenai teori kognitivitas dari Piaget. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif adalah sebuah proses genetik yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf. Dengan semakin bertambahnya umur seseorang, semakin kompleks
susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya. Oleh karena itu, kemampuan anak
umur 1 dan 3 berbeda dalam proses belajar.
Ada seseorang berbicara →didengar oleh orang lain → diingat oleh orang tersebut diingat kembali kata-
kata yang memiliki arti → terjadi proses berpikir → mengucapkan apa yang telah disampaikan dalam
ingatan.
1. Periode Pralinguistik
Tahap perkembangan bahasa sudah terjadi sejak bayi. Walaupun mereka belum dapat bicara atau
mengatakan apa yang mereka mau, mereka mengirimkan pesan dengan berbagai cara, seperti ekspresi
wajah dan suara (menangis, berteriak, tertawa, dan sebagainya).
2. Periode Holophrase
Tahap ini dikenal dengan one-word period atau tahap satu kata. Pada tahap ini, anak belum memulai
mengombinasikan kata-kata, tetapi mereka sedang belajar untuk menangkap makna yang lebih sulit dari
pada tahap sebelumnya. Contohnya, pada tahap pralinguistik, anak akan menangis jika ia haus. Namun,
pada tahap ini, anak akan mulai membentuk makna dari satu kata, seperti susu. Maka kemungkinan
anak ingin minum susu walaupun ia tidak mengatakan dengan kalimat yang lengkap. "Aku mau susu."
3. Periode Telegrafis
Jika pada tahap holophrase, anak mencoba menyampaikan pesan melalui satu kata, pada tahap
telegrafis, anak mencoba membentuk makna dengan mengombinasikan dua kata. Contohnya, anak
mengatakan "mam nasi" yang sebenarnya anak itu ingin sampaikan adalah ia sedang makan nasi atau ia
ingin makan nasi. Namun, kemampuannya masih terbatas sehingga ia hanya mengatakan dua kata.
Menurut benner ada 4 tahap yaitu prabicara, kata-kata pertama pemunculan nama, kombinasi kata, dan
tata bahasa.
BILLINGUALISME
Pemerolehan bahasa kedua dilakukan setelah seseorang sudah menguasai bahasa pertamanya. Elis
(Maharani dan Astuti, 2018) berpendapat bahwa pembelajaran bahasa kedua akan lebih jika seseorang
telah menguasai bahasa pertamanya dengan baik karena kemampuan bahasa pertama dapat berguna
dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Berbeda dengan proses pemerolehan bahasa pertama,
bahasa kedua pada umumnya diperoleh dari proses sadar melalui pembelajaran.
Bambang Kaswanti Purwo (1989) meneliti pemerolehan bahasa kedua, khususnya bahasa Inggris oleh
anak sekolah dasar (SD). Dari penelitian tersebut disimpulkan hal berikut.
1. Masa emas seseorang belajar bahasa kedua adalah saat ia berusia 6-12 tahun sehingga pembelajaran
bahasa kedua pada masa ini harus dilakukan dengan maksimal. Walaupun pada masa ini pembelajaran
bahasa kedua sebaiknya dilakukan dengan maksimal, pengajar sebaiknya tidak memforsir keadaan ini
mengingat usia anak yang masih muda.
2. Pada pembelajaran usia 6-8 tahun, kemampuan yang lebih ditonjolkan adalah penguasaan fonologi
(tata bunyi/pelafalan). Hal ini terjadi karena kondisi psikologi yang belum matang sehingga belum bisa
berpikir tentang tata kalimat.
3. Pada usia 9-12 tahun, kemampuan anak ditonjolkan pada penguasaan morfologi dan sintaksisnya
karena fonologi sudah dikuasai saat mereka berada pada usia 6-8 tahun. Pada usia ini, kondisi psikologi
anak lebih siap untuk mengonstruksi kata dan kalimat.
terdapat tiga macam cara manusia dalam memecahkan masalah sebagai berikut.
a. Climbers merupakan sekelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kesuksesan, siap
menghadapi rintangan yang ada, dan selalu membangkitkan dirinya pada kesuksesan.
b. Campers merupakan sekelompok orang yang masih ada keinginan untuk menanggapi tantangan yang
ada, tetapi tidak mencapai puncak kesuksesan dan mudah puas dengan apa yang sudah dicapai.
c. Quitters merupakan sekelompok orang yang lebih memilih menghindar dan menolak kesempatan
yang ada, mudah putus asa, mudah menyerah, cenderung pasif, dan tidak bergairah untuk mencapai
puncak keberhasilan.
#menggunakan semua label nomor dalam dengan objek yang mereka hitung
#mengatakan angka akhir dalam urutan perhitungan untuk mengatakan berapa banyak benda dalam
satu himpunan.
Dalam memahami konsep bilangan ordinal, seorang anak harus mengenal terlebih dahulu sistem
numerik. Sistem numerik adalah simbol atau kumpulan dari simbol yang merepresentasikan sebuah
bilangan. Contoh, simbol dari bilangan sebelas adalah 11. Namun, jika seorang anak telah memahami
sistem numerik, bukan berarti mereka sudah dikatakan bisa berpikir secara matematis. Ada hal yang
tidak kalah penting untuk anak dapat mencapai titik tersebut, yaitu anak perlu memahami konsep
bilangan ordinal. Bilangan ordinal atau yang biasa dikenal dengan bilangan asli adalah bilangan yang
digunakan untuk mengindikasikan aturan dalam satu hubungan dengan hubungan yang lain.
Teori interaksi berpandangan tentang kemampuan matematika. Seseorang dikatakan paham mengenai
numerik ketika ia dapat menyamakan antara angka dan jumlah. Contoh, seorang ibu memberikan angka
lima maka anaknya akan memberikan lima buah jeruk.
2.Pandangan Teori Nativisme
Teori nativisme mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki sistem bawaan yang memberi kita
kemampuan untuk membuat perkiraan penilaian tentang jumlah angka. Sistem ini memungkinkan kita
untuk memetakan label nomor agar digunakan dalam menghitung dengan jumlah yang sesuai,
contohnya penggunaan angka pada jam.
Teori empirisme berpendapat bahwa hal yang harus diketahui oleh anak dalam belajar matematika
adalah membedakan antara angka dan jumlah. Angka bisa saja digunakan untuk mewakili jumlah, tetapi
ini tidak disampaikan dengan jelas kepada anak-anak sejak mereka dapat menghitung.
1. Penalaran Aditif
Penalaran aditif adalah penalaran yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah dalam operasi
penjumlahan dan pengurangan pada matematika. Kata "penalaran aditif" lebih dipilih daripada
"penyelesaian penjumlahan dan pengurangan" karena banyaknya kemungkinan untuk menyelesaikan
permasalahan yang sama dengan menjumlahkan atau mengurangi.
Martin Hughes (1981) mengategorikan cara anak memecahkan masalah berdasarkan umurnya.
1) Umur (12) memecahkan masalah dengan menggunakan benda yang nyata karena pada umur tersebut
anak masih membutuhkan stimulasi untuk memahami jumlah benda.
2) Umur (34) memecahkan masalah dengan berimajinasi. Contoh: seorang guru berkata, "Bayangkan
Luni memiliki lima buah kelereng dalam sebuah kotak, kemudian ia masukkan dua buah kelereng.
Berapa jumlah kelereng yang ada dalam kotak tersebut?" Cara ini lebih efektif untuk digunakan daripada
menanyakan secara langsung (5+2=...).
Pada anak yang baru saja belajar penjumlahan dan pengurangan, mereka masih meraba-raba konsep
matematika tersebut. Biasanya, anak yang baru mengenal konsep penjumlahan dan pengurangan akan
diberikan pertanyaan seperti di atas karena mudah untuk dipecahkan. Namun, saat anak sudah mulai
paham konsep penjumlahan dan pengurangan, mereka akan diberikan soal yang lebih bervariasi.
Dadang memiliki 2 mobil-mobilan dan Reno memiliki 4 mobil-mobilan. Jika digabung, berapakah mobil-
mobilan yang mereka miliki?
Pada jenis permasalahan ini, anak tidak mengetahui jumlah benda yang akan digabungkan sehingga
anak harus mencari tahu dengan cara menjumlahkan. Namun, ada juga jenis permasalahan bahwa anak
sudah mengetahui jumlah benda saat sudah digabung. Dadang dan Reno memiliki 8 mobil-mobilan.
Mobil-mobilan milik Dadang adalah 3. Berapakah mobil-mobilan milik Reno?
3)Perbandingan
Soal matematika dengan perbandingan lebih sulit untuk dikerjakan. Hal tersebut disebabkan soal
dengan kategori perbandingan adalah soal yang membutuhkan pemahaman yang tinggi atau biasa
disebut dengan higher order thinking skill.
2. Penalaran Multiplikatif
Penalaran multiplikatif biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam operasi perkalian
atau pembagian. Jika penalaran aditif menggunakan satu variabel, tetapi ini tidak terjadi pada penalaran
multiplikatif.
Pada soal pembagian, anak dapat menyelesaikan masalah perkalian dengan cara membagi sampai habis.
Contoh, Jamal memiliki delapan buah biskuit. Ia akan membagikan biskuit itu kepada empat orang
temannya. Maka Jamal akan membagikan biskuit tersebut satu per satu dengan sama rata sampai
semua biskuit habis. Proses penyelesaian masalah ini juga dapat disebut dengan sharing problem. Opsi
kedua, jika Jamal sudah memahami konsep pembagian, ia bisa menyelesaikan permasalahan di atas
dengan mengelompokkan biskuit dua buah-dua buah yang kemudian langsung ia berikan kepada empat
orang temannya.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa sharing problem adalah cara menyelesaikan persoalan
dalam pembagian dengan cara membagi variabel dengan rata. Biasanya, anak diajarkan untuk membagi
variabel dengan "satu untuk kamu, satu untuk aku" sampai habis.
3) Pemahaman produk (measurement of product) Pemecahan masalah pada jenis ini biasa dilakukan
dengan jumlah variabel yang lebih dari satu. Contoh:
Variabel 1: baju
Variabel 2: celana