Anda di halaman 1dari 7

1.

menjelaskan cara pengembangan bahasa anak

Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebuah sistem kata, simbol, atau
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa tidak hanya sebatas
kata-kata, tetapi lebih dari itu. Bahasa juga mencakup sesuatu yang abstrak, tetapi
mengandung pesan sehingga seseorang dapat menerjemahkan dan menangkap pesan
tersebut.

Secara garis besar dalam penyusunan bahasa terdapat lima komponen, yaitu; pertama;
Fonologi, yaitu sebuah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi ujar
dalam bahasa tertentu. Adapun pembahasan yang dijelaskan dalam fonologi mengkaji
bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan
antarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Kedua; Morfologi yaitu cabang dari
linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji pembentukan kata atau morfem-morfem
dalam suatu bahasa. Ketiga; semantic; yaitu cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang
mengkaji makna yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi.
Keempat; sintax yaitu aturan dalam pembentukan kalimat agar mampu dimengerti
dengan benar. Kelima ; pragmatik yaitu cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang
mengkaji penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya.

Secara garis besar terdapat tiga teori dalam perkembangan bahasa; yaitu

a. Teori empiris

Teori empiris atau yang biasa dikenal dengan teori belajar menunjukkan bahwa ketika
bayi dilahirkan, mereka dikelilingi oleh bahasa. Kita berbicara dengannya setiap
waktu walaupun kita tahu kalau mereka tidak dapat mengerti dan merespons apa yang
kita sedang bicarakan. Ketika seseorang mengajak bayi berbicara, itu merupakan
salah satu cara bagaimana bayi belajar memproduksi bahasa. Pada tahap awal, bayi
akan mengikuti suara yang sering mereka dengar, kemudian mereka belajar untuk
menangkap makna kata dan meniru peraturan tata bahasa berdasarkan apa yang
mereka dengar.

Pencetus teori empiris menegaskan betapa pentingnya persetujuan orang tua dan
penghargaan positif kepada anak dalam memengaruhi suara, kata, dan kalimat yang
akan diproduksi oleh bayi nantinya.

b. Teori nativisme

Noam Chomsky adalah ahli bahasa terlahir dengan perangkat akuisisi bahasa atau
language acquisition device (LAD). Chomsky tidak memercayai jika bayi belajar
mengembangkan bahasa dengan cara mengikuti perkataan orang dewasa di sekitarnya
karena orang dewasa sangat jarang berbicara dengan menggunakan tata bahasa yang
benar. Hal tersebut tidak memungkinkan anak belajar mengembangkan bahasa dari
orang dewasa.

Studi yang membahas macam-macam kesalahan yang dilakukan oleh anak-anak


membuat mereka lebih memahami penggunaan bahasa tersebut dibandingkan mereka
belajar memperbaiki tata kata. LAD menggambarkan bagian otak dan terdapat bukti
bahwa ada bagian di otak manusia yang bekerja untuk mengolah atau
mengembangkan bahasa.

Dalam mengembangkan bahasa, terdapat tiga bagian otak yang digunakan, yaitu:
broca, motor context, dan wernicke. Pada bagian broca, seseorang akan memproduksi
kemampuan berbahasa atau dikenal dengan pusat bahasa. Sementara itu, motor
context berfungsi untuk mengatur gerakan sadar. Selain itu, terdapat bagian otak yang
bernama wernicke. Wernicke berasal dari nama seorang psikiater dan ahli syaraf dari
Jerman Pada otak, bagian wernicke berfungsi untuk memahami bahasa yang
kemudian digabungkan ke otak bagian broca melalui syaraf. Ketiga bagian otak ini
saling berkaitan dalam memproduksi bahasa sehingga jika terdapat kerusakan pada
satu bagian, akan berpengaruh pada bagian otak yang lainnya.

c. Teori interaksi

Teori ini menjelaskan interaksi antara perkembangan bahasa, perkembangan kognitif,


dan kemampuan berpikir secara umum. Teori ini banyak terkait mengenai teori
kognitivitas dari Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah sebuah proses
genetik yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.
Dengan semakin bertambahnya umur seseorang, semakin kompleks susunan sel
syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuannya. Oleh karena itu, kemampuan
anak umur 1 dan 3 berbeda dalam proses belajar.

Berikut adalah tahapan pemerolehan bahasa yang terjadi.

Ada seseorang berbicara didengar oleh orang lain diingat oleh orang tersebut diingat
kembali kata-kata yang memiliki arti → terjadi proses berpikir → mengucapkan apa
yang telah disampaikan dalam ingatan.

Adapun Tahap Perkembangan Bahasa sebagai berikut ;

a) Periode Pralinguistik

Tahap perkembangan bahasa sudah terjadi sejak bayi. Walaupun mereka belum dapat
bicara atau mengatakan apa yang mereka n au, mereka mengirimkan pesan dengan
berbagai cara, seperti ekspresi wajah dan suara (menangis, berteriak, tertawa, dan
sebagainya).

b) Periode Holophrase

Tahap ini dikenal dengan one-word period atau tahap satu kata. Pada tahap ini, anak
belum memulai mengombinasikan kata-kata, tetapi mereka sedang belajar untuk
menangkap makna yang lebih sulit dari pada tahap sebelumnya. Contohnya, pada
tahap pralinguistik, anak akan menangis jika ia haus. Namun, pada tahap ini, anak
akan mulai membentuk makna dari satu kata, seperti susu. Maka kemungkinan anak
ingin minum susu walaupun ia tidak mengatakan dengan kalimat yang lengkap, "Aku
mau " susu”.

c) Periode Telegrafis

Jika pada tahap holophrase, anak mencoba menyampaikan pesan melalui satu kata,
pada tahap telegrafis, anak mencoba membentuk makna dengan mengombinasikan
dua kata. Contohnya, anak mengatakan "mam nasi" yang sebenarnya anak itu ingin
sampaikan adalah ia sedang makan nasi atau ia ingin makan nasi. Namun,
kemampuannya masih terbatas sehingga ia hanya mengatakan dua kata.

d) Perkembangan Bahasa Usia Dini, Kanak-kanak dan Remaja

Sebagai pendidik, penting untuk mengetahui tahap perkembangan bahasa anak. Selain
untuk berkomunikasi, bahasa juga digunakan sebagai alat pendeteksi gejala-gejala
yang terjadi pada anak dalam proses perkembangannya. Sebagai contoh, anak dengan
keterlambatan berbicara atau speech delay dengan kondisi yang serius dapat
menunjukkan adanya gangguan pendengaran. Mereka sulit berkomunikasi dan
mengekspresikan keinginannya. Oleh karena itu, penting untuk Anda mengetahui
tahapan perkembangan bahasa pada anak agar tetap dapat memahami kondisi peserta
didik.

Menurut Benner (dalam Palupi, 2002), perkembangan bahasa dibagi menjadi empat
tahap.

Pertama, prabicara (lahir samapai dengan 10 bulan) memiliki kemampuan berbahasa


dalam aspek perkembangan suara (persepsi dan hasil), perkembangan isyarat,
penambahan persepsi suara; bicara bayi merupakan hasil menangis dan keributan;
bermain dengan suara termasuk mengulang bicara dengan orang lain yang dimulai
usia 3 bulan; antara enam (6) sampai dengan sepuluh (10) bulan dapat menggunakan
konsonan dan huruf vokal terbatas.

Kedua, Kata-kata pertama pemunculan nama (10 sampai dengan 13 bulan)


mempunyai kemampuan tentang pengertian kata tunggal. Bulan, menghasilkan kata
tunggal, perbedaan individual dalam penggunaan kata tunggal. 4. Fungsi isyarat
sebagai kata, perhatian dapat diarahkan dengan nama objek (lihat anjing, Ami,
anjing); mulai 13 bulan menerima kosakata dari 17 sampai dengan 97 kata.

Ketiga, Kombinasi kata (18 sampai dengan 24 bulan) mempunyai kemapuan tenatang
penggunaan satu kata tunggal dengan arti kompleks untuk ungkapan multikata.
Contoh: "susu" (artinya dapat minta susu atau meminta ASI), penggunaan kombinasi
kata untuk kalimat, contoh: mama kue (maksudnya mama minta kue),

Keempat, Tata bahasa (20 sampai dengan 30 bulan) mempunyai kemampuan dalam
kecepatan memperoleh morfem, perkembangan bahasa yang unik pada usia ini,
seperti mulai menggunakan kata ganti saya, kita, dia, kamu, penggunaan kalimat
dalam pola dan aturan yang teratur.

2. mejelaskan cara pengembangan cara berpikir matematis anak

Menurut Fajri (2017), dalam proses berpikir matematis, pembelajaran yang dilaksanakan
tidak hanya berlangsung dalam arah (one way communication), tetapi harus melalui
proses interaksi yang bersifat dua arah (two way communication), yaitu antara sesama
siswa, siswa dengan guru, serta siswa dengan lingkungan dan sumber belajar. Dalam
prosesnya, pelaksanaan pembelajaran harus dapat memberikan tantangan bagi siswa
untuk secara kompleks terkait materi yang sedang dipelajari.
Menurut Stoltz (2000: 14) dalam Widyastuti, Usodo, dan Riyadi (2015), terdapat tiga
macam cara manusia dalam memecahkan masalah sebagai berikut, yaitu : Climbers
merupakan sekelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kesuksesan, siap
menghadapi rintangan yang ada, dan selalu membangkitkan dirinya pada kesuksesan.
Campers merupakan sekelompok orang yang masih ada keinginan untuk menanggapi
tantangan yang tidak mencapai puncak kesuksesan dan mudah puas dengan apa yang
sudah dicapai. Quitters merupakan sekelompok orang yang lebih memilih menghindar
dan menolak kesempatan yang ada, mudah putus asa, mudah menyerah, cenderung pasif,
tidak bergairah untuk mencapai puncak keberhasilan.

Secara garis besar bilangan terbagi dalam dua konsep, yaitu :

a. konsep bilangan cardinal

Bilangan kardinal adalah bilangan yang menunjukkan sebuah kuantitas. Contoh, 1, 2,


3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan seterusnya. Beberapa peneliti (seperti Gelman dan Gallistel,
1978) mengatakan bahwa anak dikatakan paham tentang pengetahuan tentang angka
ketika mereka dapat menggunakan semua label nomor dengan urutan yang benar,
menggunakan semua label nomor dalam dengan objek yang mereka hitung, serta
mengatakan angka akhir dalam urutan perhitungan untuk mengatakan berapa banyak
benda dalam satu himpunan.

b. Konsep bilangan ordinal (asli)

Dalam memahami konsep bilangan ordinal, seorang anak harus mengenal terlebih
dahulu sistem numerik. Sistem numerik adalah simbol atau kumpulan dari simbol
yang merepresentasikan sebuah bilangan. Contoh, simbol dari bilangan sebelas
adalah 11.

Pandangan Teori Kemampuan Matematika

1) Pandangan Teori Interaksi

Teori interaksi berpandangan tentang kemampuan matematika. Seseorang dikatakan


paham mengenai numerik ketika ia dapat menyamakan antara angka dan jumlah.
Contoh, seorang ibu memberikan angka lima maka anaknya akan memberikan lima
buah jeruk.

2) Pandangan Teori Nativisme

Teori nativisme mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki sistem bawaan


yang memberi kita kemampuan untuk membuat perkiraan penilaian tentang jumlah
angka. Sistem ini memungkinkan kita untuk memetakan label nomor agar digunakan
dalam menghitung dengan jumlah yang sesuai, contohnya penggunaan angka pada
jam.

3) Pandangan Teori Empirisme

Teori empirisme berpendapat bahwa hal yang harus diketahui oleh anak dalam
belajar matematika adalah membedakan antara angka dan jumlah. Angka bisa saja
digunakan untuk mewakili jumlah, tetapi ini tidak disampaikan dengan jelas kepada
anak-anak sejak mereka dapat menghitung. Perhatikan gambar di berikut ini.
Penalaran Dan Penyelesaian Masalah Secara

1) Penalaran Aditif

Penalaran aditif adalah penalaran yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah
dalam operasi penjumlahan dan pengurangan pada matematika. Kata "penalaran
aditif" lebih dipilih daripada "penyelesaian penjumlahan dan pengurangan" karena
banyaknya kemungkinan untuk menyelesaikan permasalahan yang sama dengan
menjumlahkan atau mengurangi. Perhatikan contoh berikut. Luni membeli roti
dengan harga Rp15.000. Luni membayar roti tersebut dengan uang pecahan
Rp10.000 sebanyak dua lembar. menghitung kembalian yang akan ia dapatkan
dengan cara pengurangan (Rp20.000 Rp15.000) atau Luni dapat menghitungnya
dengan menjumlahkan (Rp15.000 + Rp5000).

Cara memecahkan masalah matematis

Martin Hughes (1981) mengategorikan cara anak memecahkan masalahberdasarkan


umurnya. Umur 1 – 2 memecahkan masalah dengan menggunakan benda yang nyata
karena pada umur tersebut anak masih membutuhkan stimulasi untuk memahami
jumlah benda.Umur 3 – 4 memecahkan masalah dengan berimajinasi. Contoh:
seorang guru berkata, "Bayangkan Luni memiliki lima buah kelereng dalam sebuah
kotak, kemudian ia masukkan dua buah kelereng. Berapa jumlah kelereng yang ada
dalam kotak tersebut?" Cara ini lebih efektif untuk digunakan daripada menanyakan
secara langsung (5+2=...).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses memecahkan masalah, anak usia dini
membangun kemampuan berpikirnya dengan cara menghubungkan angka dengan
benda-benda yang ada di sekitarnya. Jika dilihat, pada usia 1-2 tahun, anak belajar
dengan menggunakan benda konkret yang melalui itu anak akan melihat atau bahkan
memegang secara langsung benda tersebut. Namun, pada usia 3 4 tahun, mereka
mulai melepas benda-benda tersebut dan berganti menjadi imajinasi, tetapi tetap
menghubungkan dengan benda sekitar. Seiring dengan berjalannya waktu, semakin
lama anak akan semakin berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang
lebih abstrak. Sebagai contoh, pada anak usia sekolah menengah pertama (SMP),
mereka tidak lagi belajar dengan menggunakan benda konkret atau berimajinasi
untuk menyelesaikan masalah. Akan tetapi, anak akan mulai belajar memecahkan
masalah abstrak, seperti menyelesaikan soal aljabar, dan sebagainya.

Proses berfikir penyelesaian masalah

Anak akan dapat menyelesaikan masalah matematis dengan memahami maksud dari
pertanyaan tersebut yang kemudian akan membentuk sebuah pola untuk
menyelesaikannya. Berikut adalah jenis-jenis permasalahan matematis yang penting
untuk diketahui oleh guru sehingga guru diharapkan dapat membantu anak untuk
memecahkan masalah tersebut.

a) Pengubahan (change problem) Perhatikan pertanyaan berikut.

Pada anak yang baru saja belajar penjumlahan dan pengurangan, mereka masih
meraba-raba konsep matematika tersebut. Biasanya, anak yang mengenal konsep
penjumlahan dan pengurangan akan diberikan pertanyaan seperti di atas karena
mudah untuk dipecahkan. Namun, saat anak sudah mulai paham konsep
penjumlahan dan pengurangan, mereka akan diberikan soal yang lebih bervariasi,

b) Kombinasi (combination problem)

Pada jenis permasalahan ini, anak tidak mengetahui jumlah benda yang akan
digabungkan sehingga anak harus mencari tahu dengan cara menjumlahkan.
Namun, ada juga jenis permasalahan bahwa anak sudah mengetahui jumlah benda
saat sudah digabung. Contoh, Dadang dan Reno memiliki 8 mobil-mobilan.
Mobil-mobilan milik Dadang adalah 3. Berapakah mobil-mobilan milik Reno?

Jenis permasalahan kombinasi mirip dengan permasalahan pengubahan. Bedanya,


dalam soal kombinasi, terdapat kuantitas yang digabungkan

c) Perbandingan

Soal matematika dengan perbandingan lebih sulit untuk dikerjakan. Hal tersebut
disebabkan soal dengan kategori perbandingan adalah soal yang membutuhkan
pemahaman yang tinggi atau yang biasa disebut dengan higher order thinking
skill.

2) Penalataran Multiplakatif

Penalaran multiplikatif biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam


operasi perkalian atau pembagian. Jika penalaran aditif menggunakan satu variabel,
tetapi ini tidak terjadi pada penalaran multiplikatif. Perhatikan contoh berikut.

Banu membeli 3 es krim. Harga setiap es krim adalah Rp5.000. Berapa es krim yang
harus dibayarkan oleh Banu?

Dari soal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa terdapat dua variabel yang
terkandung: jumlah es krim yang dibeli dan harga setiap es krim. Soal ini juga dapat
diselesaikan dengan cara pengurangan.

Proses berpikir penyelesaian masalah

Terdapat tiga jenis permasalahan yang terjadi pada penalaran multiplikatif.

Pertama, mengelompokkan (one-to-many correspondence) Pada soal perkalian, anak


dapat menyelesaikan soal-soal perkalian dengan cara mengelompokkan variable.
Sedangkan pada soal pembagian, anak dapat menyelesaikan masalah perkalian
dengan cara membagi sampai habis. Proses penyelesaian masalah ini juga dapat
disebut dengan sharing problem. Opsi kedua, jika Jamal sudah memahami konsep
pembagian, ia bisa menyelesaikan permasalahan di atas dengan mengelompokkan
biskuit dua buah-dua buah yang kemudian langsung ia berikan kepada empat orang
temannya.

Kedua, membagikan (sharing problem)

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa sharing problem adalah cara
menyelesaikan persoalan dalam pembagian dengan cara membagi variabel dengan
rata. Biasanya, anak diajarkan untuk membagi variabel dengan untuk kamu, satu
untuk aku" sampai habis.

Ketiga, pemahaman produk (measurement of product)

Pemecahan masalah pada jenis ini biasa dilakukan dengan jumlah variabel yang lebih
dari satu.

3. menjelaskan merancang pembelajaran dengan mempetimbangkan sosial emosional anak 

Anda mungkin juga menyukai