Anda di halaman 1dari 46

Pemerolehan

Bahasa Pertama
Oleh: Kelompok 5
Psikolinguistik
Kelompok Kami
Hasna Alya Risvena Oktavia
21201241009 21201241023

Ribka Abigail Karisma Nur Fitria


221201241012 21201241032
PEMEROLEHAN
BAHASA PERTAMA
Bagaimana Anak Belajar Bahasa
ANAK SEBELUM USIA 6 BULAN
Perkembangan bahasa anak dipengaruhi orang tua
Anak-anak memperoleh kata konkret dulu baru abstrak
Anak memanfaatkan memori asosiatif (mengaitkan bentuk
dan objek) dan memori episodik (mengaitkan peristiwa
dengan kata, frase, dan kalimat)
Anak memanfaatkan logika induktif dan deduktif
Logika induktif: mempelajari bentuk, makna, dan morfem
Logika deduktif: menunjukkan konsep, argumentasi,
menjabarkan premis, dan menarik konklusi
Bayi mengalami prawicara: vokalisasi (menangis,
menjerit, tertawa, mendengkur
Ocehan bayi sebelum 6 bulan disebut vocalization
nonintentional

ANAK USIA 6 BULAN


Mulai memproduksi suara sebagai suku kata
berulang (ma-ma-ma, pa-pa-pa)
Mulai mengadopsi intonasi ujaran
Bayi baru dilahirkan cenderung memilih bahasa ibu
Anak harus memahami makna sebelum memproduksinya
Anak harus mendengar dan memahami konteks makna agar
memahami ujaran dan menjadi dasar produksi ujaran
Bunyi-bunyi ujaran tidak menandakan apapun tanpa ada
konsep di pikiran
Bunyi terjadi akibat pengalaman anak dalam perasaan,
emosi, hasrat, dan konseptual pikiran
Anak cenderung memperoleh ujaran dengan objek konkret
dahulu sebelum menguasai ujaran yang melibatkan ide
abstrak
PEMEROLEHAN
FONEM
Pemerolehan fonem (secara reseptif) dimulai
sejak anak mampu membedakan bunyi-bunyi
bahasanya sendiri, yaitu pada usia 6 bulan.
Eksperimen yang dilakukan oleh Eimas et al.
(lihat Science 171 tahun 1971:303-306)
menunjukkan bahwa bayi berusia 1 bulan dapat
menunjukkan perbedaan persepsi fonem
bersuara dan tidak bersuara.
Menurut Lindfors (2008:10) interaksi antara
orang tua dan anak meminum pemerolehan
komprehensi anak terhadap fonem-fonem
bahasanya.
Menurut Ownes (2012:95-96) pada usia 3 tahun,
anak telah menguasai seluruh vokal bahasanya.
Pada usia 4 tahun, anak telah memperoleh
konsonan. Pada usia 6-7 tahun, anak telah dapat
mengucapkan klaster.
Ketika anak mulai mengucapkan kata-kata awal
mereka, tidak semua fonem muncul. Contoh,
suara /k/, /g/, dan /x/ akan diucapkan setelah
anak mampu mengucapkan fonem prasyarat,
seperti /p/, /t/, /m/, /a/, dan /o/ (lihat Steinberg
et al., 2011:3-4)
Fonem diperoleh dalam konteks, yakni kata-kata
(tidak acak).
Kemampuan anak mengetahui bagaimana suara
diproduksi oleh alat bicara mempengaruhi
keberhasilan anak dalam berbicara.
Menurut Steinberg et al. (2001:5-6) fonem
konsonan diperoleh dengan urutan tertentu,
yakni depan-ke-belakang (front to back).
·Contoh, bunyi /m/, /p/, /b/, /t/, dan /d/,
cenderung muncul sebelum bunyi /k/, /g/, dan
/x/.
Bunyi vokal (vowels) tampaknya diperoleh
dengan urutan belakang-ke-depan (back to
front).
Contoh: /a/ dalam (ball) dan /o/ dalam (low) muncul
sebelum /i/ dalam (meet)
Pernyataan tersebut sejalan dengan Hyman
(1975:16-17) bahwa anak-anak memperoleh bunyi
tertentu sebelum bunyi yang lain.
Anak pada tahap mengoceh nonmaksud (tidak
ada artinya) mampu mengucapkan lebih banyak
bunyi bahasa daripada anak pada tahap
selanjutnya. Penjelasan tersebut mengacu pada
empat teori .
Empat teori menurut Ingram (1989:85-86)
Teori Universal (Universal Theory), bayi
1 memiliki kemampuan artikulasi semua bunyi
bahasa di dunia.

Teori Belajar Artikulatoris (Articulatory


2 Learning Theory), bayi justru tidak membawa
kemampuan artikulasi apapun.

Teori Kematangan (Maturational Theory), fonem


3 diperoleh secara bertahap karena mengikuti
program yang ditentukan oleh jadwal biologis anak.

Teori Perbaikan Versus Inisiasi (Refinement vs


Attunement Theory), bayi memulai kekayaan fonem
4 dengan bunyi tertentu yang didukung oleh lingkungan
sekitarnya.
PEMEROLEHAN
LEKSINON & SEMANTIK
Pemerolehan Leksikon dan Semantik
Steinberg et al., (2001: 39), menyatakan bahwa seseorang
anak bisa dikatakan telah menguasai kata prtamanya ketika
(1) ia dapat mengucapkan bentuk ucapan yang telah
diketahui luas, dan (2) ucapan itu berhubungan dengan
suatu objek atau kejadian dilingkungannya.
Pemerolehan kata (termasuk semantiknya) selalu dikaitkan
dengan dua aspek pokok, yaitu bentuk dan makna.
Setelah menguasai ujaran dua dan tiga kata, anak akan
memiliki alat untuk menjelaskan sesuatu. Mereka mulai
menambah kata fungsi dan nada pada ujarannya.
Tiga variabel yang dikemukakan Steinberg untuk menjelaskan urutan
pemerolehan secara umum sebagai berikut:
1. Kemudahan observabilitas acuan
2. kebermaknaan acuan
3. Perbedaan suara yang menandakan acuan
Kata - kata pertama yang diucapkan anak mungkin mengandung banyak arti.
Arti semantik sebuah kata dapat dianalisis berdasarkan fitur atau faktor
lingkungan tempat anak tersebut berbicara.
Anak menggunakan kata - katanya untuk berbagai tujuan.
Sejalan dengan perkembangan sintaksisnya, anak mulai belajar menempatkan
kata - kata sesuai maknanya.
Perkembangan leksikon anak didukung oleh perkembangan sintaksis adalah
timbulnya kata tugas seperti interjeksi, proposisi dan konjungsi. Adapun verba,
nomina dan ajektiva diperoleh lebih awal.

Pemerolehan Leksikon dan semantik


PEMEROLEHAN
KALIMAT
Pemerolehan Kalimat
1 Kalimat Holofrastik
Holofrastik >>> “holo” (keseluruhan) dan “phras” (frase atau kalimat)
Tahap holofrastik terjadi pada anak usia 1-2 tahun dan berakhir
dalam waktu berbeda untuk setiap anak
Pada tahap holofrastik “kata dan gerak” merupakan hal penting bagi
anak dalam proses ini
Pada tahap holofrastik inngatan dan alat ucap anak belum mampu
untuk mengucapkan satu kalimat yang terdiri dua kata atau lebih
sehingga kalimatnya diwakilkan dengan satu kata untuk menyatakan
makna secara keseluruhan
Untuk memahami maksud kalimat holofrastik anak, harus mencermati
lingkungan dan keadaan sekitar
Contoh >>> “No (dengan gerak gelengan kepala)” dan “No (dengan gerak
tangan)
2 Kalimat Telegrafik
Timbul kesadaran dalam diri anak bahwa menambah kata lain Akan membantu
dalam berkomunikasi
Tahap pemerolehan kalimat telegrafik terjadi pada anak sekitar usia 2 tahun.
Anak mulai menggunakan 2 atau 3 kata untuk menunjukkan makna kalimat
secara keseluruhan
Ada beberapa tujuan dan kompleksitas hubungan semantik dalam ungkapan 2
atau 3 kata, seperti menunjukkan permintaan, peringatan, penamaan, penolakan,
memamerkan sesuat, menjawab pertanyaan, dan menginformasikan sesuatu
Contoh >>> “Mau mam” akan lebih efektif ketimbang “mam”
>>> “Mau mam” bermaksud si anak ingin makan, sehingga pada tahap
kalimat telegrafik ini maknanya dapat lebih mudah dipahami.
>>> “mam” merupakan kalimat holofrastik sehingga untuk penafsirannya
dapat bermacam sesuai lingkungan dan kondisi sekitar.

Pemerolehan Kalimat
Pemerolehan Kalimat
3 Kalimat Tunggal Dan Kalimat Majemuk
Usia 4-5 tahun tahap pemerolehan kalimat tunggal, anak mampu
membuat kalimat dengan 5 kata
>>> Mampu membuat dan menjawab pertanyaan
>>> Mulai menerapkan struktur tata bahasa dan kalimat
yang lebih rumi.
Usia 6 tahun tahap pemerolehan kalimat majemuk
>>> Mampu membuat kalimat dengan menggabungkan 2 klausa
Tahap Perkembangan
Ujaran Anak
Tahap Perkembangan
Ujaran Anak
PEMEROLEHAN
PRAGMATIK
1. Pengertian Pragmatik
Pragmatik merupakan studi penggunaan bahasa
untuk berinteraksi dengan orang lain
Pragmatik merupakan konteks ujaran
Pragmatik mencakup kemampuan bahasa dan
penggunaannya dalam bentuk tindak ujar
Aspek pragmatik berkaitan dengan tujuan sosial
penggunaan bahasa
Contoh: “Adik bangun jam berapa?” direspons dengan
senyum dan ringisan (tindak tutur nonverbal)
Saat berkomunikasi harus memperhatikan aspek linguistik
dan tata krama berbahasa
Aspek linguistik: gerak tubuh, ekspresi wajah, pandangan
mata, gestur tubuh\
Contoh:
1. “Kamu mau pergi ke mana?” => Digunakan orang tua ke anak
2. “Saudara mau pergi ke mana?” => Formal karena ada jarak
sosial
3. “Bapak mau pergi ke mana?” => Digunakan ke orang yang
lebih muda ke lebih tua
2. Perkembangan Pragmatik
Melalui pragmatik dapat diperoleh beberapa hal
(fungsi):
1. Melalui pragmatik akan dapat diketahui apa yang
ingin disampaikan pembicara atau penulis.
2. Melalui pragmatik dapat mempelajari struktur
bahasa secara eksternal.
3. Mengatasi ambiguitas makna atau maksud yang
ditimbulkan oleh seluruh konteks.
4. Mengatasi kesatuan berbahasa.
Makna pragmatik ditentukan oleh faktor pengetahuan
lingusitik dan pengetahuan konteks.
Pemerolehan pragmatik dimulai ketika seorang bayi memiliki
niatan komunikasi.
Setelah niatan komunikasi, anak lalu mulai mengembangkan
kemampuan turn-talking atau giliran cakap.
Pada kegiatan infant directed talk dan parentis (parentese)
pragmatik diperoleh secara intensif.
Salah satu bentuk percakapan anak adalah interaksi diadik
anak dengan pengasuh mereka dengan cara menggunakan
kontingensi.
Kontingensi dalam linguistik diibaratkan seperti
“lem”. Maksudnya adalah menjadi sesuatu yang
melekat dan melewatkan saat ada orang yang
melakukan percakapan.
Kontingensi menurut Matthews (2014:46) berguna
dalam:
1.Update dan ratifikasi common ground.
2.Formulasi balikan dan koreksi.
3.Konstruk interaksi yang koheren-inheren pada
kontingensi gilir-cakap.
Kontingensi terbagi menjadi dua yaitu kontingensi temporal
dan kontingensi semantik.
1. Kontingensi temporal, “lem” waktu atau dasar sulih suara
yang mengacu pada giliran waktu bicara.
2. Kontingensi semantik, “lem” makna dan mengacu pada hal-hal
terkait makna yang dirujuk individu ketika bercakap.
Selain belajar komunikasi, kemampuan pragmatik anak
berkembang saat anak mengenal prinsip penggunaan
bahasa.
Dalam perkembangan lebih lanjut, anak mulai belajar
menilai pragmatik dari sebuah informasi.
Anak harus mampu mengembangkan keahlian linguistik dan
nonlinguistik.
3. Kajian Pemerolehan Pragmatik

a Pemerolehan Kompetensi Pragmatik

b Pragmatik dan Periode Perkembangan


a. Pemerolehan Kompetensi Pragmatik

Seorang anak mampu menguasai kompetensi pragmatik


apabila mampu memahami makna dan maksud dari
setiap tuturan yang didengar dan mampu menanggapi
dengan tuturan yang sesuai.
Komponen atau aspek - aspeknya:
1. Makna dan Referensi
2. Kajian Tindak Tutur
3. Presuposisi
4. Percakapan
1.Makna dan referensi

Kompetensi pragmatik dimulai dari semantik, yakni kemampuan memahami


makna kata.
Secara pragmatik, penguasaan makna dan referensinya diartikan sebagai
mampu menguasai ilokusi suatu tindak tutur.
Bates (1976: 9-11), makna adalah seperangkat tindak atau operasi mental yang
dikonstruk oleh pembicara untuk pendengarnya melalui kalimat.
Pemerolehan makna tidak dapat dipisahkan dari pemahaman tentang leksikon.
Metode: tes acuan, elisitasi labelling dan naming, observasi, menjawab
pertanyaan, dan menceritakan kembali.
2. Kajian Tindak Tutur
Mengkaji tindak tutur: lokusi, ilokusi, dan
perlokusi.
Menekankan bagaimana anak memahami lokusi
tindak tutur, memahami daya ilokusinya, serta
memahami pengaruh tuturan pada orang lain.
Kajian pemerolehan pragmatik dapat difokuskan
pada bentuk tindak tutur, yakni deklaratif,
interogatif, dan imperatif.
Tindak tutur performatif perlu dikuasai anak.
3. Presuposisi
Presuposisi atau praanggapan adalah asumsi pembicara yang ditangkap sama
oleh pendengar.
Kajian presuposisi dibagi dalam tiga level, yakni presuposisi semantik,
presuposisi pragmatik, daan presuposisi psikologis.

4. Percakapan
Kajian percakapan meliputi prinsip yang harus dipenuhi.
Kajian tentang pemerolehan prinsip kerjasama didasarkan pada bukti - bukti
komunikasi langsung yang terekam dan terobservasi.
Bertujuan mengetahui kontribusi anak dalam percakapan yang diukur dengan
instrumen maksim - maksim dalam prinsip kerjasama Grice, yakni kualitas,
kuantitas, cara dan relevansi.
Kemunculan implikatur dalam percakapan anak perlu dikaji.
b. Pragmatik dan Periode Perkembangan

Pragmatik dalam Periode Pragmatik dalam Periode


Pra-Operasional Operasional Formal

1 2 3 4

Pragmatik dalam Pragmatik dalam


Periode Sensori- Periode Operasional
Motorik Konkret
1. Pragmatik dalam Periode Sensori-Motorik
Masa sensori-motorik terjadi pada awal perkembangan anak yaitu usia <2
tahun. Pada masa ini anak menggunakan tangisan, jeritan, atau suara lain
yang dianggap sebagai “kata” untuk berkomunikasi.
Contoh >>> Bayi menangis untuk menyampaikan rasa lapar atau haus.
Tahap perkembangan berikutnya yaitu tahap pemerolehan niatan komunikatif.
Pada tahap ini anak menunjukkan respon terhadap stimulus orang lain (masa
pra-vokalisasi).
Contoh >>>Bayi tersenyum atau menoleh ketika dipanggil orang lain.
Perkembangan pemerolehan kalimat holofrastik. Aspek pragmatik yang dapat
diamati pada tahap ini yaitu gerak, tindak tutur awal, dan maksud ucapan
dari suatu kata. Pola vokalisasi dan gestur (Primitive Speech Acts/tindak
tutur awal).
Kompetensi pragmatik anak selanjutnya berkembang setelah tahap
holofrastik. Anak sudah mulai menggunakan tindak tutur ilokusi seperti
meminta, menolak, menyuruh, dan lainnya.
2. Pragmatik dalam Periode Pra-Operasional
Periode pra-operasional atau “lapar kata”. Anak pada usia 3 tahun atau lebih
tahun sangat agresif untuk mendapatkan kata dan menggunakannya pada
tahap ini.
Aspek pragmatik yang diamati yaitu bagaimana anak menggunakan kata-kata
untuk menyampaikan maksud dan pikirannya.
Pada tahap awal masih menggunakan pola vokalisasi dan gestur kwmudian
mengembangkan bentuk verbal beda untuk fungsi beda.
Tindak tutur ilokusi pada tahap ini lebih bervariasi daripada sebelumnya
seperti meminta, memerintah, menolak, menyspa, menyatakan perasaan,
memprotes, mengucapkan kata sulit, memberi komentar. Terdapat 6 fungsi
ilokusi pada anak yaitu fungsi kontrol, fungsi representatif, fungsi ekspresif,
fungsi sosial, fungsi tutorial, dan fungsi prosedural.
3. Pragmatik dalam Periode Operasional Konkret
Ditandai munculnya kesantunan berbahasa
Anak usia 7-11 mulai menilai apakah tuturannya diterima orang lain atau tidak
Contoh: Anak SD dapat memilih sapaan dan meminta maaf sebelum izin ke guru

Permasalahan pragmatik periode ini:


1. Anak-anak takut berbicara di depan umum. Hal ini karena mereka malu, takut
salah, dan takut dikomentari jelek
2. Anak-anak memiliki kebutuhan menyalurkan perasaan negatif dalam
berinteraksi. Misalnya, sensitif terhadap makian, sindiran, dan kritik
3. Kata Abstrak. Dipelajari dari buku pelajaran, surat kabar, penjelasan guru,
radio, sosial media, dll. Fitur semantik anak belum sempurna
4. Pragmatik dalam Periode Operasional
Formal

Periode operasional formal ditandai dengan


percakapan yang semakin memenuhi prinsip
kerjasama dan prinsip kesatunan.

Pelanggaran prinsip kerjasama dan prinsip


kesantunan pada periode ini terjadi dalam
kesadaran.
Permasalahan pelanggaran dalam bentuk humor terjadi saat:
1. Anak mampu menangkap bentuk fisik dan verbal dari humor
pragmatik.
2. Interpretasi humor pragmatik mudah dipahami dan
sederhana.
3. Ambiguitas pada humor pragmatik bersifat literal.
Teori humor versi Raskin (1985:103) yang dikembangkan dari Maksim
Grice (1989). Raskin menyebut dengan Semantic-Script Theory of
Humor (SSTH).
1. Kompatibel dengan dua skrip yang berbeda.
2. Melawankan dua skrip.
3. Menggunakan prinsip komunikasi nonbonafide, seperti maksim
kuantitas, maksim kualits, maksim relevansi, dan maksim cara.
Daftar Pustaka
Musfiroh, Tadkiroatun. 2017. Psikolinguistik
Edukasional: Psikolinguistik untuk Pendidikan
Bahasa Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara
WACANA.
Apa ada yang ingin
ditanyakan?
Silakan angkat tangan!
Terim a
Kasih

Anda mungkin juga menyukai