Pokok Materi
Selain pendapat di atas, ahli lain Clark & Clark dalam Mar’at (2005:43).
menjelaskan tahap-tahap pemerolehan bahasa terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
Tahap ini juga dikenal sebagai tahap vokalisasi. Anak menghasilkan vokal dan
konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Adapun umur si bayi
mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti, Sedangkan kemampuan anak
berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak. Begitu
anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen
fonetik yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar
bagaimana mengucapkansequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan
kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah
dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at
2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis
tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Tahap ini berlangsung ketika anak berumur 12-18 bulan yang mana seorang
anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna
yang sama. Mereka telah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan
makna dan mulai menggunakan kata-kata pertama meski ucapan mereka
mengacu pada benda-benda yang ditemui sehari-hari. Menurut pendapat
beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga
fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau
suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan,
untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang
diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti
m, p, s, k dan vokal-vokal seperti a, i, u, e.
Tahap ini berlangsung pada umur 18-20 bulan. Di usia ini, ujaran anak harus
ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini mereka mulai berpikir
“subyek + predikat” sederhana biasanya terdiri dari kata-kata benda.
Misalnya, kata “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan
mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya
“Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
4) Ujaran Telegrafis
Fase pemerolehan bahasa menurut Ross dan Roe (dalam Zuchdi dan
Budiasih,1997) terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah fase
fonologis, terjadi pada sekitar usia 0-2 tahun. Pada fase ini anak baru saja
mulai bermain dengan bunyi-bunyi bahasa, mengoceh-ngoceh, kemudian
berkembang sampai mengucapkan kata-kata sederhana. Fase kedua
adalah fase sintaksis, terjadi pada sekitar usia 2-7 tahun. Pada fase ini
anak mulai menunjukkan kesadaran gramatis, dan berusaha berbicara
menggunakan kalimat. Fase ketiga adalah fase semantik, terjadi pada
sekitar usia 7-11 tahun. Pada fase ini anak mulai dapat membedakan
kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam kata. Secara
ringkas, hal itu tampak pada tabel di bawah ini.
Fase
Perkiraan
Pemerolehan Kemampuan Anak
Umur
Bahasa
Anak bermain dengan bunyi-bunyi
bahasa, mulai mengoceh sampai
0-2 tahun Fase fonologis
mengucapkan kata-kata yang
sederhana.
Anak menunjukkan kesadaran
2-7 tahun Fase sintaksis gramatis, berbicara menggunakan
kalimat.
Anak dapat membedakan kata sebagai
7-11 tahun Fase semantik simbol dan konsep yang terkandung
dalam kata.
Selain yang dikemukakan para ahli di atas, Parawansa menyatakan beberapa fase
perkembangan pada bahasa sesuai dengan tingkat usia anak sebagai
berikut:
1) Fase usia beberapa bulan pertama: vokalisasi, berteriak, mendekut dan
berbagai bunyi yang belum dideskripsikan pada usia 3 atau 4 bulan
pertama barangkali merupakan yang paling signifikan.
2) Tahap “babling”: Tahap mendekut (cooing) yang terjadi pada usia
beberapa bulan pertama biasanya berkembang kearah lebih banyak tipe
vokalisasi random.
3) Permulaan pemahaman bahasa: Biasanya pada usia 8-10 bulan atau
kadang-kadang lebih awal (Pada bagian akhir nasa babling) terdapat
gejala pertama tentang pemahaman dan pengertian terhadap mimik
simbolik tertentu intonasi, kata-kata dan struktur frasa sebagai bagian dari
penguasaan anak.
4) Permulaan komunikasi ujaran yang dibedakan: menuju akhir tahun
kedua, terjadi pertumbuhan yang pesat dalam kosa kata, anak mulai
dengan eksperimentasi linguistik (linguistic experimentatica).
5) Tahap akhir: Anak mulai memanipulasi struktur sintaksia bahasa bebas
(language freely) pada selesai tahap komunikasi ujaran yang di bedakan.
Selanjutnya tak ada lagi tahap yang membedakan dalam perkembangan
bahasa. Perkembangan bahasa sudah cepat dalam berbagai hal.
Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini
berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena perbedaan
inilah maka binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera setelah lahir,
sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya.
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip
dengan bunyi konsonan atau vocal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan
bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan
bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi
dekutan (Dardjowidjojo 2012:244). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi
yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai
mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam
bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi
celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan yang keluar pertama adalah
konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/, dengan
demikian strukturnya adalah cv-.
Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang kompleks. Hal
ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna karena proses afiksasinya
(prefiks, sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata satu dapat berubah
menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan, disatukan, persatuan,
kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst. Zuhdi dan Budiasih (1997)
menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan.
Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang bentuk
dan makna morfem. Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini
dimulai pada periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa
adolesen.
Tahap penyempitan makna kata, tahap ini berlangsung antara umur satu sampai
satu setengah tahun (1;0–1;6). Pada tahap ini kanak-kanak menganggap satu
benda tertentu yang disebut gukguk hanyalah anjing yang dipelihara di rumah
saja tidak termasuk yang berada di luar rumah.
Tahap generalisasi berlebihan, tahap ini berlangsung antara usia satu setengah
tahun hingga dua tahun setengah (1,6–2,6). Pada tahap ini anak-anak mulai
menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi yang dimaksud
dengan anjing atau gukguk adalah semua binatang berkaki empat.
Tahap medan semantik, Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah
sampai usia lima tahun (2,6 – 5,0). Pada tahap ini kanak-kanak mulai
mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik.
Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna kata-kata yang digeneralisasi
secara berlebihan semakin sedikit setelah kata-kata baru untuk benda-benda
yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak. Umpamanya
kalau pada utamanya kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat,
namun setelah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau maka kata anjing
berlaku untuk anjing saja.
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word
Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga
seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah
menyala. Echa misalnya, bukan mengatakan /lampunala/ “lampu nyala” tapi
/lampu // nala/. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya lebih kompleks
(karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.
Rangkuman
Tahap perkembangan bahasa anak meliputi: (a) tahap pralingustik, (b) tahap
satu-kata, (c) tahap dua-kata, dan (d) tahap banyak-kata. Fase pertama adalah
tahap pralinguistik (usia 0-12 bulan), anak mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
yang masih belum bermakna, baik vokal maupun konsonan. Fase kedua adalah
tahap satu kata (12-18 bulan), anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata
yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Fase ketiga adalah tahap
dua kata (18-24 bulan), sebagian besar anak pada usia tersebut sudah mulai
mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih
tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata
penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharusnya digunakan. Fase
keempat adalah tahap banyak kata (3-5 tahun). Pada saat anak berusia 3 tahun,
perbendaharaan kata anak semakin kaya. Mereka mulai mampu membuat
kalimat pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk
kalimat.
Jenis-jenis pemerolehan bahasa anak meliputi fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan pragmatik. Tahap pemerolehan bidang fonologi sebelum masuk
SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi bahasa, tetapi masih ada
beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan tepat. Bidang morfologi, hal
ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna karena proses afiksasinya
berubah-ubah. Bidang semantik, perkembangan kanak-kanak memperoleh
makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi
satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang
dewasa. Bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata (atau bagian kata). Tahap pemerolehan bidang pragmatik, anak dipengaruhi
oleh lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya
berbahasa tetapi juga memperoleh tindak berbahasa dalam bentuk kemampuan
percakapan. Dardjowidjojo (2003: 266-267) menyatakan bahwa percakapan
mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) pembukaan, (2)
giliran, dan (3) penutup.
Tugas/Latihan
Tahap pengocehan ini disebut juga tahap vokalisasi. Pada tahap ini anak
menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan
nasal.Setelah anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai
segmen-segmen fonetik yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan.
Tahap satu kata (holofrastis) berlangsung ketika anak berumur 12-18 bulan yang
mana seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang
untuk makna yang sama. Mereka telah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan
dengan makna dan mulai menggunakan kata-kata pertama meski ucapan
mereka mengacu pada benda-benda yang ditemui sehari-hari. kata-kata
dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu a) untuk dihubungkan dengan
perilaku atau suatu keinginan ; b).untuk mengungkapkan suatu perasaan,
dan c). untuk memberi nama kepada suatu benda.
TahapDua-Kata, Satu Fraseterjadi pada umur 18-20 bulan. Di usia ini, ujaran
anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini mereka
mulai berpikir “subyek + predikat” sederhana biasanya terdiri dari kata-kata
benda.
Pembahasan LK 3.2
Fase pemerolehan bahasa terbagi menjadi tiga fase.
a). Fase pertama adalah fase fonologis, terjadi pada sekitar usia 0-2 tahun. Pada
fase ini anak baru saja mulai bermain dengan bunyi-bunyi bahasa,
mengoceh-ngoceh, kemudian berkembang sampai mengucapkan kata-kata
sederhana.
b). Fase kedua adalah fase sintaksis, terjadi pada sekitar usia 2-7 tahun. Pada
fase ini anak mulai menunjukkan kesadaran gramatis, dan berusaha
berbicara menggunakan kalimat.
c). Fase ketiga adalah fase semantik, terjadi pada sekitar usia 7-11 tahun. Pada
fase ini anak mulai dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang
terkandung dalam kata.
Tes Formatif
1. Anak-anak sudah mampu menghasilkan bunyi-bunyi vokal atau konsonan
tertentu tetapi tidak mengacu pada kata atau makna tertentu. Kemampuan ini
dicapai oleh anak anak yang telah berusia...
A. 0 – 12 bulan
B. 12 – 18 bulan
C. 18 – 24 bulan
D. 2 tahun
2. Ketika anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda(multiple-word utterances)
atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga telah mampu membentuk
kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuknya dengan benar. Tahapan ini
disebut:
A. Pengocehan
B. Holofrastis
C. Satu frase
D. Telegrafis
3. Pada usia 8-10 bulan atau kadang-kadang lebih awal terdapat gejala pertama
tentang pemahaman dan pengertian terhadap mimik simbolik tertentu
intonasi, kata-kata dan struktur frasa sebagai bagian dari penguasaan anak.
Hal ini merupakan tahap
A. Permulaan pemahaman bahasa
B. Permulaan komunikasi ujaran
C. Pengeluaran bunyi bahasa
D. Pemrosesan bunyi bahasa
4. Pada fase ini anak mulai menunjukkan kesadaran gramatis, dan berusaha
berbicara menggunakan kalimat. Fase tersebut merupakan:
A. Fase pertama
B. Fase kedua
C. Fase ketiga
D. Fase keempat
5. Fase ketika anak mulai dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep
yang terkandung dalam kataterjadi pada sekitar usia:
A. 5 – 7 tahun
B. 7 – 11 tahun
C. 10 – 13 tahun
D. 13 – 17 tahun
6. Sebelum masuk SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi bahasa,
tetapi masih ada beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan tepat
merupakan tahap pemerolehan bahasa dalam bidang ...
A. Pragmatik
B. Morfologi
C. Fonologi
D. Sintaksis
7. Perhatikan ilustrasi berikut!
Seorang balita umur 1 tahun berkata kepada ibunya, “Num... num.”
Peristiwa tersebut dikategorikan pemerolehan bahasa pada tataran ....
A. fonologi
B. semantik
C. morfologi
D. sintaksis
8. Kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang disebut gukguk
hanyalah anjing yang dipelihara di rumah saja tidak termasuk yang berada di
luar rumah.
Pemaknaan semantik yang dikuasai anak tersebut masih dalam tahap….
A. penyempitan makna
B. medan makna
C. generalisasi makna
D. perluasan makna
9. Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua
kata itu terpisah.
Penguasaan tersebut termasuk pada tataran….
A. fonologi
B. semantik
C. morfologi
D. sintaksis
10. Pada minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat
komunikatifnya dengan tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai bila
diberi sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemerolehan
bahasa pada tataran pragmatik dipengaruhi oleh….
A. Orang tua
B. Lingkungan
C. ujaran
D. bahasa
No Jawaban
1 B
2 D
3 A
4 B
5 B
6 C
7 C
8 A
9 C
10 B
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Anas. Mohamad Januar. 2015. Dasar-dasar Psikolinguistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.
Chaer Abdul. 2003. Psikolinguistik, Kajian Teoritik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. New York: Oxford
University Press.
Tompkins, G.E. dan Hoskisson, K. 1995. Language Arts: Content and Teaching
Strategies. Columbus, O.H.: Prentice Hall Inc.
http://digilib.unila.ac.id/1468/8/BAB%20II.pdf
https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/article/view/61/60
http://jurnalinterlinguafbsunima.yolasite.com/resources/Beberapa%20Faktor%20y
ang%20Berpengaruh%20dalam%20Perolehan%20Bahasa.pdf
http://Azrulnazar.blogspoy.co.id/2015/03/fungsi-bahasa-dalam-komunikasi.html?m=1