Anda di halaman 1dari 21

MATERI 

TAHAPAN PEMEROLEHAN BAHASA 

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Menguraikan tahapan dan jenis pemerolehan bahasa

SubCapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

1. Menjelaskan tahapan pemerolehan bahasa secara tepat


2. mengidentifikasi pemerolehan bahasa tataran fonologi secara benar
3. mengidentifikasi pemerolehan bahasa tataran morfologi secara benar
4. mengidentifikasi pemerolehan bahasa tataran sintaksis secara benar
5. mengidentifikasi pemerolehan bahasa tataran semantik secara benar
6. mengidentifikasi pemerolehan bahasa tataran pragmatik secara benar

Pokok Materi

1. Tahapan pemerolehan bahasa


2. Jenis-jenis pemerolehan bahasa
a. Fonologi
b. Morfologi
c. Sintaksis
d. Semantik
e. Pragamatik
Uraian Materi

A. Tahap Pemerolehan Bahasa

Setelah Anda mempelajari KB 2 dengan materi teori pemerolehan bahasa, Anda


dapat melanjutkan dan memahami materi KB 3 mengenai tahapan pemerolehan
bahasa. Tahapan ini biasa disebut juga dengan fase-fase perkembangan bahasa
pada anak. Jika seorang anak yang baru lahir ke dunia sudah tentu tidak dapat
langsung berbahasa, Tentunya ada beberapa tahap yang harus dilalui agar
mendekati tata bahasa orang dewasa. Ada ahli bahasa yang membagi tahap
pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi,
pembagian ini disanggah oleh banyak orang yang menyatakan bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit,
keinginan untuk digendong, dan perasaan senang.

Menurut Poerwo dalam Ahmadi dan Mohammad Jauhari (2015) menjelaskan


bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun lazim disebut ​infant ​yang artinya
tidak mampu berbicara, istilah ini memang tepat kalau dikaitkan dengan
kemampuan berbicara. Perkembangan bahasa bayi dapat dibagi menjadi 2:

a. Tahap perkembangan artikulasi


1. Bunyi resonansi
Bunyi paling umum yang didapat seorang bayi adalah bunyi tangis karena
merasa tidak enak atau lapar dan bunyi-bunyi sebagai batuk, bersin,
sendawa. Disamping itu, ada pula bunyi yang disebut bunyi “kuasi
resonansi, bunyi ini belum ada konsonannya dan vokalnya belum
sepenuhnya mengandung resonansi”.
2. Bunyi berdekut
Mendekati dua bulan bayi telah mengembangkan kendali otot mulut untuk
memulai dan menghentikan gerakan secara mantap. Pada tahap ini,
suara tawa dan berdekut telah terdengar.
3. Bunyi berleter
Berleter ada mengeluarkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan, biasanya
dilakukan oleh bayi yang berusia empat sampai enam bulan.
4. Bunyi berleter ulang
Tahap ini dialami oleh anak berusia antara enam sampai sepuluh bulan.
Konsonan yang mula-mula dapat diucapkan adalah bunyi labial [p], bunyi
letup alveolarm [t] dan [d], bunyi nasal [j]. yang paling umum terdengar
adalah bunyi suku kata yang merupakan rangkaian konsonan dan vocal
seperti ‘ba-ba-ba’ atau ‘ma-ma-ma’
5. Bunyi vakabel
Vakabel adalah bunyi yang hampir menyerupai kata, tetapi tidak mempunyai arti
dan bukan merupakan tiruan orang dewasa. Vakabel ini dapat dihasilkan
oleh sang anak usia 11 sampai 14 bulan.
b. Tahap perkembangan kata dan kalimat
1. Kata pertama
Kemampuan mengucap kata pertama sangat ditentukan oleh penguasaan
artikulasi, dan oleh kemampuan mengaitkan kata dengan benda yang
menjadi rujukan. Anak cenderung menyederhanakan pengucapannya
yang dilakukan secara sistematis.
2. Kalimat satu kata
Kata pertama yang berhasil diucapkan oleh anak dilanjutkan oleh kata kedua,
ketiga, dan seterusnya. Kalimat satu kata yang lazim disebut ucapan
holofrasis
3. Kalimat dua kata
Yang dimaksud dengan kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari
dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata.
4. Kalimat lebiht lanjut
Penguasaan kalimat dia kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah
penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata

c. Tahap menjelang sekolah


Waktunya adalah menjelang masuk sekolah dasar, yaitu pada waktu mereka
berusia antara lima sampai enam tahun. Pendidikan di Taman
Kanak-kanak (TK) tidak dapat dianggap sebagai sekolah karena sifatnya
hanya menolong anak untuk siap memasuki pendidikan dasar. Saat
masuk TK, anak hampir menguasai semua kaidah dasar gramatikal
dasarnya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan
sejumlah konstruksi lain.

Selain pendapat di atas, ahli lain Clark & Clark dalam Mar’at (2005:43).
menjelaskan tahap-tahap pemerolehan bahasa terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1) Tahap Pengocehan (babbling).

Tahap ini juga dikenal sebagai tahap vokalisasi. Anak menghasilkan vokal dan
konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Adapun umur si bayi
mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti, Sedangkan kemampuan anak
berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak. Begitu
anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen
fonetik yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar
bagaimana mengucapkansequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan
kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah
dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at
2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis
tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.

2) Tahap Satu-Kata atau Holofrastis

Tahap ini berlangsung ketika anak berumur 12-18 bulan yang mana seorang
anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna
yang sama. Mereka telah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan
makna dan mulai menggunakan kata-kata pertama meski ucapan mereka
mengacu pada benda-benda yang ditemui sehari-hari. Menurut pendapat
beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga
fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau
suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan,
untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang
diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti
m, p, s, k dan vokal-vokal seperti a, i, u, e.

3) Tahap Dua-Kata, Satu Frase

Tahap ini berlangsung pada umur 18-20 bulan. Di usia ini, ujaran anak harus
ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini mereka mulai berpikir
“subyek + predikat” sederhana biasanya terdiri dari kata-kata benda.
Misalnya, kata “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan
mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya
“Sepatu ini kotor” dan sebagainya.

4) Ujaran Telegrafis

Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda


(​multiple-word utterances​) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga telah
mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuknya dengan
benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus
kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang
dewasa.

Menurut Ross dan Roe dalam Tarigan (1988) mengelompokkan tahap


perkembangan bahasa anak menjadi empat yaitu (a) tahap pralingustik, (b)
tahap satu-kata, (c) tahap dua-kata, dan (d) tahap banyak-kata.

a) Tahap pralinguistik (0 – 12 bulan)


Pada usia 0 – 12 tahun bunyi-bunyi bahasa dihasilkan anak belum bermakna.
Bunyi-bunyi itu berupa vokal atau konsonan tertentu, tetapi tidak
mengacu pada kata atau makna tertentu. Bahkan pada awalnya, bayi
hanya mampu mengeluarkan suara, yaitu tangisan.
b) Tahap Satu-Kata (12 – 18 bulan)
Pada masa ini, anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata yang memiliki
arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu-kata mewakili satu atau
bahkan lebih frase atau kalimat. Kata-kata pertama yang lazim diucapkan
berhubungan dengan objek-objek nyata atau perbuatan. Kata-kata yang
sering diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya berbicara
berpotensi lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi.
Selain itu, kata tersebut mudah bagi si anak. Kata-kata yang mengandung
konsonan bilabial (b,p,m) merupakan kata-kata yang mudah diucapkan
anak-anak. Misalnya kata mama, mimik, papa, dsb. Selain itu, kata-kata
tersebut mengandung fonem “​a​” yang secara artikulasi juga mudah
diucapkan (tinggal membuka mulut saja).
c) Tahap dua kata (18 – 24 bulan)
Pada tahap ini sebagian besar anak sudah mulai mencapai tahap
kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih tahap
satu-kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata
penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharus-nya
digunakan. Anak mulai dapat mengucapkan “​Ma, maem”​ , maksudnya
“​Mama, saya mau makan”​ . Pada tahap dua-kata ini anak mulai mengenal
berbagai makna kata, tetapi belum dapat menggunakan bentuk bahasa
yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa.
Selain itu, anak belum dapat menggunakan pronomina saya, aku, kamu,
dia, mereka, dan sebagainya.
d) Tahap banyak kata (3 – 5 tahun)
Pada saat mencapai usia 3 tahun, perbendaharaan kata anak menjadi semakin
kaya. Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan,
pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat.
Tompkins dan Hoskisson dalam Tarigan dkk. (1998) menyatakan bahwa
pada usia 3 – 4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata
bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi menggunakan hanya dua kata,
tetapi tiga atau lebih.
Selanjutnya, pada umur 5 – 6 tahun, bahasa anak telah menyerupai bahasa
orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan
pola bahasa serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak telah
mampu menggunakan bahasa dalam berbagai cara untuk berbagai
keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.

Fase pemerolehan bahasa menurut Ross dan Roe (dalam Zuchdi dan
Budiasih,1997) terbagi menjadi tiga fase. ​Fase pertama adalah fase
fonologis, terjadi pada sekitar usia 0-2 tahun. Pada fase ini anak baru saja
mulai bermain dengan bunyi-bunyi bahasa, mengoceh-ngoceh, kemudian
berkembang sampai mengucapkan kata-kata sederhana. ​Fase kedua
adalah fase sintaksis, terjadi pada sekitar usia 2-7 tahun. Pada fase ini
anak mulai menunjukkan kesadaran gramatis, dan berusaha berbicara
menggunakan kalimat. ​Fase ketiga adalah fase semantik, terjadi pada
sekitar usia 7-11 tahun. Pada fase ini anak mulai dapat membedakan
kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam kata. Secara
ringkas, hal itu tampak pada tabel di bawah ini.

Tabel Fase Pemerolehan Bahasa Menurut Ross dan Roe

Fase
Perkiraan
Pemerolehan Kemampuan Anak
Umur
Bahasa
Anak bermain dengan bunyi-bunyi
bahasa, mulai mengoceh sampai
0-2 tahun Fase fonologis
mengucapkan kata-kata yang
sederhana.
Anak menunjukkan kesadaran
2-7 tahun Fase sintaksis gramatis, berbicara menggunakan
kalimat.
Anak dapat membedakan kata sebagai
7-11 tahun Fase semantik simbol dan konsep yang terkandung
dalam kata.

Selain yang dikemukakan para ahli di atas, Parawansa menyatakan beberapa fase
perkembangan pada bahasa sesuai dengan tingkat usia anak sebagai
berikut:
1) Fase usia beberapa bulan pertama: vokalisasi, berteriak, mendekut dan
berbagai bunyi yang belum dideskripsikan pada usia 3 atau 4 bulan
pertama barangkali merupakan yang paling signifikan.
2) Tahap “babling”: Tahap mendekut (cooing) yang terjadi pada usia
beberapa bulan pertama biasanya berkembang kearah lebih banyak tipe
vokalisasi random.
3) Permulaan pemahaman bahasa: Biasanya pada usia 8-10 bulan atau
kadang-kadang lebih awal (Pada bagian akhir nasa babling) terdapat
gejala pertama tentang pemahaman dan pengertian terhadap mimik
simbolik tertentu intonasi, kata-kata dan struktur frasa sebagai bagian dari
penguasaan anak.
4) Permulaan komunikasi ujaran yang dibedakan: menuju akhir tahun
kedua, terjadi pertumbuhan yang pesat dalam kosa kata, anak mulai
dengan eksperimentasi linguistik (​linguistic experimentatica​).
5) Tahap akhir: Anak mulai memanipulasi struktur sintaksia bahasa bebas
(​language freely)​ pada selesai tahap komunikasi ujaran yang di bedakan.
Selanjutnya tak ada lagi tahap yang membedakan dalam perkembangan
bahasa. Perkembangan bahasa sudah cepat dalam berbagai hal.

B. Jenis Pemerolehan Bahasa


Setelah mempelajari materi tentang tahapan pemerolehan bahasa, selanjutnya
Anda akan memahami jenis-jenis pemerolehan bahasa yang mencakup fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.

Penjelasan tentang jenis-jenis pemerolehan bahasa, Darjowidjojo (2003: 244)


membagi jenis-jenis pemerolehan bahasa dalam empat tataran, yakni fonologi,
morfologi, semantik, dan sintaksis. Di samping itu, ada bahasan pula mengenai
pemerolehan pragmatik, yakni bagaimana anak memperoleh kelayakan dalam
berujar. Berikut ini penjelasan dari berbagai macam pemerolehan bahasa di atas.

1. ​Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Fonologi

Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak dewasanya. Ini
berbeda dengan binatang yang sudah memiliki sekitar 70%. Karena perbedaan
inilah maka binatang sudah dapat melakukan banyak hal segera setelah lahir,
sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya.
Pada umur sekitar 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip
dengan bunyi konsonan atau vocal. Bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan
bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan
bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi
dekutan (Dardjowidjojo 2012:244). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi
yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur 6 bulan, anak mulai
mencampur konsonan dengan vokal sehingga membentuk apa yang dalam
bahasa Inggris dinamakan babbling, yang telah diterjemahkan menjadi
celotehan. Celotehan dimulai dengan konsonan yang keluar pertama adalah
konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/, dengan
demikian strukturnya adalah cv-.

2. Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Morfologi

Afiksasi bahasa Indonesia merupakan salah aspek morfologi yang kompleks. Hal
ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna karena proses afiksasinya
(prefiks, sufiks, simulfiks) berubah-ubah. Misalnya kata satu dapat berubah
menjadi: bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan, disatukan, persatuan,
kesatuan, kebersatuan, mempersatukan, dst. Zuhdi dan Budiasih (1997)
menyatakan bahwa anak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan.
Hal ini kemudian diikuti dengan membuat simpulan secara kasar tentang bentuk
dan makna morfem. Akhirnya anak membentuk kaidah. Proses yang rumit ini
dimulai pada periode prasekolah dan terus berlangsung sampai pada masa
adolesen.

3. ​Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Semantik

Menurut beberapa ahli psikolingguistik perkembangan kanak-kanak memperoleh


makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi
satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang
dewasa (Mc.Neil, 1970, Clark, 1997). Akhirnya Clark secara umum
menyimpulkan perkembangan pemerolehan semantik ini ke dalam empat tahap,
yaitu sebagai berikut.

Tahap penyempitan makna kata, tahap ini berlangsung antara umur satu sampai
satu setengah tahun (1;0–1;6). Pada tahap ini kanak-kanak menganggap satu
benda tertentu yang disebut gukguk hanyalah anjing yang dipelihara di rumah
saja tidak termasuk yang berada di luar rumah.
Tahap generalisasi berlebihan, tahap ini berlangsung antara usia satu setengah
tahun hingga dua tahun setengah (1,6–2,6). Pada tahap ini anak-anak mulai
menggeneralisasikan makna suatu kata secara berlebihan. Jadi yang dimaksud
dengan anjing atau gukguk adalah semua binatang berkaki empat.

Tahap medan semantik, Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah
sampai usia lima tahun (2,6 – 5,0). Pada tahap ini kanak-kanak mulai
mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik.
Pada mulanya proses ini berlangsung jika makna kata-kata yang digeneralisasi
secara berlebihan semakin sedikit setelah kata-kata baru untuk benda-benda
yang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak. Umpamanya
kalau pada utamanya kata anjing berlaku untuk semua binatang berkaki empat,
namun setelah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau maka kata anjing
berlaku untuk anjing saja.

Tahap generalisasi, tahap ini berlangsung setelah kanak-kanak berusia lima


tahun. Pada tahap ini kanak-kanak telah mulai mampu mengenal benda-benda
yang sama dari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu mempunyai fitur-fitur
semantik yang sama. Pengenalan seperti ini semakin sempurna jika kanak-kanak
itu semakin bertambah usia. Jadi, ketika berusia antara lima tahun sampai tujuh
tahun misalnya, mereka telah mampu mengenal yang dimaksud dengan hewan.

4. ​Pemerolehan Bahasa dalam Bidang Sintaksis

Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu


kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh,
tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata dari seluruh
kalimat itu. Yang menjadi pertanyaan adalah kata mana yang dipilih? Seandainya
anak itu bernama Fajri dan yang ingin dia sampaikan adalah ​Fajri mau makan​,
dia akan memilih ​jri​ (untuk Fajri), m
​ au​ (untuk mau), ataukah ​kan​ (untuk makan)?
Dari tiga kata pada kalimat ​Fajri mau makan,​ yang baru adalah ​kan.​ Karena
itulah anak memilih ​kan​, dan bukan ​jri,​ atau​ mau​. Dengan singkat dapat
dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata, USK, (​one
word utterance)​ anak tidak sembarangan saja memilih kata itu; dia akan memilih
kata yang memberikan informasi baru.
Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena memang hanya terdiri
dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa Indonesia hanya
sebagian saja dari kata itu. Di samping ciri ini, USK juga mempunyai ciri-ciri yang
lain. Pada awalnya USK hanya terdiri dari CV saja. Bila kata itu CVC maka C
yang kedua dilesapkan. Kata mobil akan disingkat menjadi /bi/. Pada
perkembangannya kemudian, konsonan akhir ini mulai muncul. Pada umur 2;0
misalnya, Echa menamakan ikan sebagai /tan/, persis sama dengan kata bukan.
Pada awal USK juga tidak ada gugus konsonan. Semua gugus yang ada di awal
atau akhir kalimat disederhanakan menjadi satu konsonan saja. Kata
Indonesia putri (untuk Eyang Putri) diucapkan oleh Echa mula-mula sebagai
Eyang /ti/. Ciri lain dari USK dalah bahwa kata-kata dari kategori sintaktik utama
(content words), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan mungkin juga adverbia.
Tidak ada kata fungsi seperti form, to, dari, atau ke. Di samping itu, kata-katanya
selalu dari kategori sini dan kini. Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada
di sekitar atau pun ke masa lalu dan masa depan. Anak pun juga dapat
menyatakan negasi no atau nggak, pengulangan more atau lagi, dan habisnya
sesuatu gone!

Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word
Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga
seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah
menyala. Echa misalnya, bukan mengatakan /lampunala/ “lampu nyala” tapi
/lampu // nala/. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya lebih kompleks
(karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.

5. ​Pemerolehan Bahasa dalam bidang pragmatik

Jakobson menyatakan bahwa tahap pemerolehan pragmatik, anak dipengaruhi


oleh lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya
berbahasa tetapi juga memperoleh tindak berbahasa. Menurut Dardjowidjojo
(2003: 266) membagi pemerolehan pragmatik dalam dua teori, yaitu:
Pemerolehan niat komunikatif, Dardjowidjojo (2003: 266) menyatakan bahwa
pada minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat
komunikatifnya dengan tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai bila diberi
sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemerolehan kemampuan
percakapan, Dardjowidjojo (2003: 266-267) menyatakan bahwa percakapan
mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) pembukaan, (2)
giliran, dan (3) penutup. Bila orang tua menyapanya atau anak-anak yang
menyapa terlebih dahulu, itulah tanda bahwa percakapan akan dimulai. Pada
tahap giliran, akan terjadi memberikan respon dan pada bagian penutup, tidak
mustahil pula bahwa pertanyaan tadi tidak terjawab karena anak lalu pergi saja
meninggalkan orang tuanya atau beralih ke kegiatan lain.

Rangkuman

Tahap perkembangan bahasa anak meliputi: (a) tahap pralingustik, (b) tahap
satu-kata, (c) tahap dua-kata, dan (d) tahap banyak-kata. Fase pertama adalah
tahap pralinguistik (usia 0-12 bulan), anak mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
yang masih belum bermakna, baik vokal maupun konsonan. Fase kedua adalah
tahap satu kata (12-18 bulan), anak sudah mulai belajar menggunakan satu kata
yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Fase ketiga adalah tahap
dua kata (18-24 bulan), sebagian besar anak pada usia tersebut sudah mulai
mencapai tahap kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika masih
tahap satu kata dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata
penunjuk, kata depan, atau bentuk-bentuk lain yang seharusnya digunakan. Fase
keempat adalah tahap banyak kata (3-5 tahun). Pada saat anak berusia 3 tahun,
perbendaharaan kata anak semakin kaya. Mereka mulai mampu membuat
kalimat pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk
kalimat.
Jenis-jenis pemerolehan bahasa anak meliputi fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, dan pragmatik. Tahap pemerolehan bidang fonologi sebelum masuk
SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi bahasa, tetapi masih ada
beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan tepat. Bidang morfologi, hal
ini terjadi karena satu kata dapat berubah makna karena proses afiksasinya
berubah-ubah. Bidang semantik, perkembangan kanak-kanak memperoleh
makna suatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi
satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti yang dikuasai oleh orang
dewasa. Bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata (atau bagian kata). Tahap pemerolehan bidang pragmatik, anak dipengaruhi
oleh lingkungannya. Di dalam pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya
berbahasa tetapi juga memperoleh tindak berbahasa dalam bentuk kemampuan
percakapan. Dardjowidjojo (2003: 266-267) menyatakan bahwa percakapan
mempunyai struktur yang terdiri dari tiga komponen, yaitu (1) pembukaan, (2)
giliran, dan (3) penutup.

Tugas/Latihan

LK 3.1 Tahapan Pemerolehan Bahasa


Setelah Anda membaca dan memahami materi tahapan pemerolehan bahasa.
Silakan Anda uraikan tahapan pemerolehan bahasa menurut ​Clark & Clark!

LK 3.2 Fase-Fase Pemerolehan Bahasa


Setelah Anda membaca dan memahami materi tentang fase-fase pemerolehan
bahasa. Silakan uraikan fase-fase pemerolehan bahasa tersebut sesuai dengan
pemahaman Anda!
LK 3.3 Jenis-jenis Pemerolehan
Ada beberapa penjelasan yang terkait dengan pemerolehan bahasa. Setelah
membaca KB 3, Anda dapat merumuskan konsep jenis-jenis pemerolehan
bahasa!

Pembahasan Tugas LK 3.1


Tahap-tahap pemerolehan bahasa terdiri atas

1) Tahap Pengocehan (​babbling​).

Tahap pengocehan ini disebut juga tahap vokalisasi. Pada tahap ini anak
menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan
nasal.Setelah anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai
segmen-segmen fonetik yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan.

2) Tahap Satu-Kata atau Holofrastis

Tahap satu kata (holofrastis) berlangsung ketika anak berumur 12-18 bulan yang
mana seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang
untuk makna yang sama. Mereka telah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan
dengan makna dan mulai menggunakan kata-kata pertama meski ucapan
mereka mengacu pada benda-benda yang ditemui sehari-hari. kata-kata
dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu a) untuk dihubungkan dengan
perilaku atau suatu keinginan ; b).untuk mengungkapkan suatu perasaan,
dan c). untuk memberi nama kepada suatu benda.

3) Tahap Dua-Kata, Satu Frase

TahapDua-Kata, Satu Fraseterjadi pada umur 18-20 bulan. Di usia ini, ujaran
anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini mereka
mulai berpikir “subyek + predikat” sederhana biasanya terdiri dari kata-kata
benda.

4) tahap Ujaran Telegrafis


Tahap ujaran telegrafis terjadi kira-kira usia 2 dan 3 tahun, anak mulai
menghasilkan ujaran kata-ganda​(multiple-word utterances) atau disebut juga
ujaran telegrafis. Anak juga telah mampu membentuk kalimat dan
mengurutkan bentuk-bentuknya dengan benar. Kosakata anak berkembang
dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata
semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.

Pembahasan LK 3.2
Fase pemerolehan bahasa terbagi menjadi tiga fase.
a). Fase pertama adalah fase fonologis, terjadi pada sekitar usia 0-2 tahun. Pada
fase ini anak baru saja mulai bermain dengan bunyi-bunyi bahasa,
mengoceh-ngoceh, kemudian berkembang sampai mengucapkan kata-kata
sederhana.
b). Fase kedua adalah fase sintaksis, terjadi pada sekitar usia 2-7 tahun. Pada
fase ini anak mulai menunjukkan kesadaran gramatis, dan berusaha
berbicara menggunakan kalimat.
c). Fase ketiga adalah fase semantik, terjadi pada sekitar usia 7-11 tahun. Pada
fase ini anak mulai dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang
terkandung dalam kata.

Pembahasan LK 3.3 Jenis Pemerolehan Bahasa


Jenis-jenis Definisi

Jenis-jenis Tahap pemerolehan bidang fonologi Sebelum masuk


pemerolehan SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi
bahasa anak bahasa, tetapi masih ada beberapa fonem yang masih
meliputi fonologi, sulit diucapkan dengan tepat. Bidang morfologi, hal ini
morfologi, terjadi karena satu kata dapat berubah makna karena
sintaksis, proses afiksasinya (prefiks, sufiks, simulfiks)
berubah-ubah. Bidang semantik, ​perkembangan
semantik, dan kanak-kanak memperoleh makna suatu kata dengan
pragmatik. cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi
satu sampai semua fitur semantik dikuasai, seperti
yang dikuasai oleh orang dewasa. Bidang sintaksis,
anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata (atau bagian kata). tahap pemerolehan pragmatik,
anak dipengaruhi oleh lingkungannya. Di dalam
pemerolehan pragmatik, anak tidak hanya berbahasa
tetapi juga memperoleh tindak berbahasa.

Tes Formatif
1. Anak-anak sudah mampu menghasilkan bunyi-bunyi vokal atau konsonan
tertentu tetapi tidak mengacu pada kata atau makna tertentu. Kemampuan ini
dicapai oleh anak anak yang telah berusia...
A. 0 – 12 bulan
B. 12 – 18 bulan
C. 18 – 24 bulan
D. 2 tahun
2. Ketika anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda(multiple-word utterances)
atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga telah mampu membentuk
kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuknya dengan benar. Tahapan ini
disebut:
A. Pengocehan
B. Holofrastis
C. Satu frase
D. Telegrafis
3. Pada usia 8-10 bulan atau kadang-kadang lebih awal terdapat gejala pertama
tentang pemahaman dan pengertian terhadap mimik simbolik tertentu
intonasi, kata-kata dan struktur frasa sebagai bagian dari penguasaan anak.
Hal ini merupakan tahap
A. Permulaan pemahaman bahasa
B. Permulaan komunikasi ujaran
C. Pengeluaran bunyi bahasa
D. Pemrosesan bunyi bahasa
4. Pada fase ini anak mulai menunjukkan kesadaran gramatis, dan berusaha
berbicara menggunakan kalimat. Fase tersebut merupakan:
A. Fase pertama
B. Fase kedua
C. Fase ketiga
D. Fase keempat
5. Fase ketika anak mulai dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep
yang terkandung dalam kataterjadi pada sekitar usia:
A. 5 – 7 tahun
B. 7 – 11 tahun
C. 10 – 13 tahun
D. 13 – 17 tahun
6. Sebelum masuk SD, anak telah menguasai sejumlah fonem/bunyi bahasa,
tetapi masih ada beberapa fonem yang masih sulit diucapkan dengan tepat
merupakan tahap pemerolehan bahasa dalam bidang ...
A. Pragmatik
B. Morfologi
C. Fonologi
D. Sintaksis
7. Perhatikan ilustrasi berikut!
Seorang balita umur 1 tahun berkata kepada ibunya, “Num... num.”
Peristiwa tersebut dikategorikan pemerolehan bahasa pada tataran ....
A. fonologi
B. semantik
C. morfologi
D. sintaksis
8. Kanak-kanak menganggap satu benda tertentu yang disebut gukguk
hanyalah anjing yang dipelihara di rumah saja tidak termasuk yang berada di
luar rumah.
Pemaknaan semantik yang dikuasai anak tersebut masih dalam tahap….
A. penyempitan makna
B. medan makna
C. generalisasi makna
D. perluasan makna
9. Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua
kata itu terpisah.
Penguasaan tersebut termasuk pada tataran….
A. fonologi
B. semantik
C. morfologi
D. sintaksis
10. Pada minggu-minggu pertama sesudah lahir, anak mulai menunjukkan niat
komunikatifnya dengan tersenyum, menoleh bila dipanggil, menggapai bila
diberi sesuatu, dan memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemerolehan
bahasa pada tataran pragmatik dipengaruhi oleh….
A. Orang tua
B. Lingkungan
C. ujaran
D. bahasa

Kunci Jawaban Formatif

No Jawaban
1 B

2 D

3 A

4 B

5 B

6 C

7 C

8 A

9 C

10 B

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Anas. Mohamad Januar. 2015. ​Dasar-dasar Psikolinguistik.​ Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.

Alamsyah, Teuku. 1997. ​Pemerolehan Bahasa Kedua (Second Language


Acqusition).​ ​Diktat Kuliah Program S-2.​ Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Baradja, M.F. 1990. ​Kapita Selekta Pengajaran Bahasa.​ Malang: IKIP.

Brown,Gillian.1996. ​Analisis Wacana.​(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).

Campbel, dkk. 2006. ​Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple


Intelligences.​ Depok: Intuisi Press.

Chaer,Abdul dan Leoni A. 2010. ​Sosiolinguistik: Perkenalan Awal​(Jakarta:


Rineka Cipta).

Chaer, Abdul. 2009. ​Psikolinguistik:Kajian Teoretik.​ Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. ​Linguistik Umum.​ Jakarta: Rineka Cipta​.

Chaer Abdul. 2003. ​Psikolinguistik, Kajian Teoritik.​ Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Djajasudarma,Fatimah. 1994.​Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.


(Bandung: Refika Aditama,).

Dardjowidjojo, Soenjono. 2012. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa


Manusia.​ Jakarta: Yayasan Obor.

Djoko Kentjono (ed). 1982. ​Dasar-Dasar Linguistik Umum.​ Jakarta: Fakultas


Sastra UI.

Ellis, Rod. 1986. ​Understanding Second Language Acquisition.​ New York: Oxford
University Press.

Ellis, Rod. 1990. ​Instructed Second Language Acquisition.​ New York:Oxford


University Press.

Fromkin Victoria dan Robert Rodman. 1993. ​An Introduction to Language.


Florida: Harcourt Brace Jovanovich Collage.

Ghazali, H. A. Syukur. 2000. ​Pemerolehan dan Pengajaran Bahasa


Kedua.P​ royek Pengembangan Guru Sekolah Menengah IBRD Loan No.
3979, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional.

Kushartanti,dkk. 2005. ​Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami


Linguistik. J​ akarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Krasen, Stephan D. 1981. ​Second Language Acquisition and Second Language
Learning.​ Oxford: Pergamon Press.

Mahmud, Saifuddin dan Sa’adiah. 1997. ​Teori Pembelajaran Bahasa: Materi


Kuliah Program Setara D-3. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.

Mahsun, M.S.2014. ​Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia kurikulum


2013.​ Jakarta: Rajawali Pers.

Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. ​Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT


Refika Aditama.

Pateda, Mansoer. 1990. ​Aspek-Aspek Psikolinguistik. ​Jogjakarta: Nusa Indah.

Santoso, Budi, Eva Magfiroh dan Indah Wahyu L. W. 2006.​Pemerolehan Bahasa


Anak usia 3 Tahundalam Lingkungan Keluarga Jilid 7.​ Jurnal Penyelidikan
IPBL.

Santrock, John W. 2011. ​Life-Span Development. J​ akarta: Erlangga.

Soetjiningsih. 1995. ​Tumbuh Kembang Anak.​ Surabaya; Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Suparno dan I.G.N. Oka. 1994. ​Linguistik Umum​. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan,Henry Guntur. 2003.​Pengajaran Wacana.(​ Bandung: Angkasa,).

Tarigan, Henry Guntur. 1988. ​Pengajaran Pemerolehan Bahasa.​ Bandung:


Angkasa.

Tompkins, G.E. dan Hoskisson, K. 1995. ​Language Arts: Content and Teaching
Strategies​. Columbus, O.H.: Prentice Hall Inc.

Zuhdi, Darmiyati dan Budiasih. (1996/1997). ​Pendidikan Bahasa dan Sastra


Indonesia di Kelas Rendah.​ Depdikbud.

http://digilib.unila.ac.id/1468/8/BAB%20II.pdf
https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/dinamika_ilmu/article/view/61/60
http://jurnalinterlinguafbsunima.yolasite.com/resources/Beberapa%20Faktor%20y
ang%20Berpengaruh%20dalam%20Perolehan%20Bahasa.pdf
http://Azrulnazar.blogspoy.co.id/2015/03/fungsi-bahasa-dalam-komunikasi.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai