Anda di halaman 1dari 5

Tahap-Tahap atau Proses Pemerolehan Bahasa Pertama Anak

Tahap pemerolehan bahasa pertama berkaitan dengan perkembangan bahasa anak. Hal ini
dikarenakan bahasa pertama diperoleh seseorang pada saat ia berusia anak-anak. Ardiana dan
syamsul Sodiq membagi tahap pemerolehan bahasa pertama menjadi empat tahap, yaitu tahap
pemerolehan kompetensi dan performansi, tahap pemerolehan semantik, tahap pemerolehan
sintaksis dan tahap pemerolehan fonologi.
1. Tahap Pemerolehan Kompetensi dan Performansi
Dalam memperoleh bahasa pertama anak mengambil dua hal abstrak dalam teori linguistik
yaitu kompetensi dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan tentang gramatika bahasa
ibu yang dikuasai anak secara tidak sadar. Gramatika itu terdiri atas tiga komponen, yaitu
semantik, sintaksis, dan fonologi dan diperoleh secara bertahap. Pada tataran kompetensi ini
terjadi proses analisis untuk merumuskan pemecahan-pemecahan masalah semantik,
sintaksis, dan fonologi.
Sebagai pusat pengetahuan dan pengembangan kebahasaan dalam otak anak, kompetensi
memerlukan bantuan performansi untuk mengatasi masalah kebahasaan anak. Performansi
adalah kemampuan seorang anak untuk memahami atau mendekodekan dalam proses reseptif
dan kemampuan untuk menuturkan atau mengkodekan dalam proses produktif. Sehingga
dapat kita gambarkan bahwa kompetensi merupakan ’bahannya’ dan performansi merupakan
‘alat’ yang menjembatani antara ‘bahan’ dengan perwujudan fonologi bahasa.
2. Tahap Pemerolehan Semantik
Pemerolehan sintaksis bergantung pada pemerolehan semantik. Yang pertama diperoleh oleh
anak bukanlah struktur sintaksis melainkan makna (semantik). Sebelum mampu
mengucapkan kata sama sekali, anak-anak rajin mengumpulkan informasi tentang
lingkungannya. Anak menyusun fitur-fitur semantic (sederhana) terhadap kata yang
dikenalnya. Yang dipahami dan dikumpulkan oleh anak itu akan menjadi pengetahuan
tentang dunianya. Pemahaman makna merupakan dasar pengujaran tuturan.
Salah satu bentuk awal yang dikuasai anak adalah nomina, terutama yang akrab atau dekat
dengan tempat tinggalnya, misalnya anggota keluarga, family dekat, binatang peliharaan,
buah dan sebagainya. Kemudian diikuti dengan penguasaan verba secara bertingkat, dari
verba yang umum menuju verba yang lebih khusus atau rumit. Verba yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, seperti jatuh, pecah, habis, mandi, minum, dan pergi dikuasai lebih
dahulu daripada verba jual dan beli. Dua kata terakhir memiliki tingkat kerumitan semantik
yang lebih tinggi, misalnya adanya konsep benda yang pindah tangan dan konsep
pembayaran.
3. Tahap Pemerolehan Sintaksis
Konstruksi sintaksis pertama anak normal dapat diamati pada usia 18 bulan. Meskipun
demikian, beberapa anak sudah mulai tampak pada usia setahun dan anak-anak yang lain di
atas dua tahun. Pemerolehan sintaksis merupakan kemampuan anak untuk mengungkapkan
sesuatu dalam bentuk konstruksi atau susunan kalimat. Konstruksi itu dimulai dari rangkaian
dua kata. Konstruksi dua kata tersebut merupakan susunan yang dibentuk oleh anak untuk
mengungkapkan sesuatu. Anak mampu untuk memproduksi bahasa sasaran untuk mewakili
apa yang ia maksud. Pemakaian dan pergantian kata-kata tertentu pada posisi yang sama
menunjukkan bahwa anak telah menguasai kelas-kelas kata dan mampu secara kreatif
memvariasikan fungsinya. Contohnya adalah ‘ayah datang’. Kata tersebut dapat divariasikan
anak menjadi ‘ayah pergi’ atau ‘ibu datang’.
4. Tahap Pemerolehan Fonologi Secara fonologis, anak yang baru lahir memiliki perbedaan
organ bahasa yang amat mencolok dibanding orang dewasa. Berat otaknya hanya 30% dari
ukuran orang dewasa. Rongga mulut yang masih sempit itu hampir dipenuhi oleh lidah.
Bertambahnya umur akan melebarkan rongga mulut. Pertumbuhan ini memberikan ruang
gerak yang lebih besar bagi anak untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.
Pemerolehan fonologi atau bunyi-bunyi bahasa diawali dengan pemerolehan bunyi-bunyi
dasar. Menurut Jakobson dalam Ardiana dan Syamsul Sodiq bunyi dasar dalam ujaran
manusia adalah /p/, /a/, /i/, /u/, /t/, /c/, /m/, dan seterusnya. Kemudian pada usia satu tahun
anak mulai mengisi bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi lainnya. Misalnya /p/ dikombinasikan
dengan /a/ menjadi pa/ dan /m/ dikombunisakan dengan /a/ menjadi /ma/. Setelah anak
mampu memproduksi bunyi maka seiring dengan berjalannya waktu, aanak akan lebih mahir
dalam memproduksi bunyi. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan, kognitif dan juga alat
ucapnya
Untuk lebih memperjelas tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama tersebut maka di bawah
ini diuraikan tahap-tahap pemerolehan bahasa seorang anak. Menurut Arifuddin tahap
pemerolehan bahasa dibagi menjadi empat tahap, yaitu praujaran, meraban, tahap satu kata,
dan tahap penggabungan kata sebagai berikut:
1. Tahap Pralinguistik (Masa Meraba)
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi
itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, secara keseluruhan bunyi
tersebut tidak mengacu pada kata dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak anak lahir
sampai berumur 12 bulan.
a. Pada umur 0-2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk menyatakan
rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara
bahasa, tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
b. Pada umur 2-5 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang bercampur
dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya muncul sebagai respon terhadap
senyum atau ucapan ibunya atau orang lain.
c. Pada umur 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan durasi yang lebih
lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih bervariasi.
d. Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya merupakan pengulangan
konsonan dan v okal yang sama seperti/ba ba ba/, ma ma ma/, da da da/.
2. Tahap satu – kata
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12-18 bulan. Pada masa ini, anak menggunakan satu
kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Tegasnya, satu – kata mewakili
satu atau bahkan lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, frase ini disebut juga tahap
holofrasis.
3. Tahap dua – kata
Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18-24 bulan. Pada masa ini, kosakata dan
gramatika anak berkembang dengan cepat. Anak-anak mulai menggunakan dua kata dalam
berbicara. Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang dituturkan anak hanyalah
katakata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Katakata yang tidak
penting, seperti halnya kalau kita menulis telegram, dihilangkan.
4. Tahap banyak – kata
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 3-5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah.
Pada usia 3-4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Dia
tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih. Pada umur 5-6 tahun,
bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa.
Mekanisme perolehan bahasa
a. Imitasi, dalam perolehan bahasa terjadi ketika anak menirukan pola bahasa maupun kosa
kata dari orang-orang yang signifikan bagi mereka, biasanya orang tua atau pengasuh.
b. Pengkondisian,Mekanisme ini diajukan oleh B.F Skinner. Mekanisme pengkondisian atau
pembiasaan terhadap ucapan yang didengar anak dan diasosiasikan dengan objek atau
peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu kosakata awal yang dimiliki oleh anak adalah kata
benda
c. Kognisi sosial, Anak memperoleh pemahaman terhadap kata (semantik) karena secara
kognisi ia memahami tujuan seseorang memproduksi suatu fonem melalui mekanisme atensi
bersama. Adapun produksi bahasa diperolehnya melalui mekanisme imitasi.

Suci rani fatmawati. 2015. PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK MENURUT


TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK. Lentera, Vol. XVIII, No. 1.
file:///C:/Users/USER/Downloads/195452-ID-pemerolehan-bahasa-pertama-anak-menurut
%20(1).pdf
A. Proses Pemerolehan Bahasa
Pertama Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata
bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam
beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang
dewasa. Menurut para ahli, tahaptahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam
berbagai bahasa di dunia.
Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari
buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik.
Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman
dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada
sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik
dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa
tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu
respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan
senang. Oleh karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini
adalah tahap linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan
(babbling); (2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai
telegram (telegraphic speech).
1. Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan,
rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal.
Akan tetapi, bunyibunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum
terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan
tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak
dapat dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan
oleh bayi ini adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran yang
memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti. Mar’at menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara
5 dan 6 bulan.7 Dardjowidjojo menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6
bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur
8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat
bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik
yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka
belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara
anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori
hypothesis-testing. Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang
bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh
ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyibunyi ujaran yang benar
dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola
intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa
2. Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang
mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang
dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian
bunyi berulangulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti
bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga
fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan
untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada
suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan
yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e
3. Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua
kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofrastis ujaran
yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran
si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai
berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti
orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat
terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain
dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini
kotor” dan sebagainya.
4. Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word
utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat
dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat
mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan katakata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa.
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya
sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa dengan
cara menirukan. Namun, hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti
yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk
menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”.9 Ada lagi teori
yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya
kalau
seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk pujian,
misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat
“penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak
itu harus terus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.
Teori ini tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh para ahli psikologi dan ahli
psikolinguistik. Yang benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata
bahasa sendiri. Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun
semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.

file:///C:/Users/USER/Downloads/10-44-1-PB.pdf
Alam Budi Kusuma. 2016. PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA SEBAGAI DASAR
PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA (Kajian Psikolinguistik). Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam, Volume 5, Nomor 2,

Anda mungkin juga menyukai