Anda di halaman 1dari 12

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam

Vol. 17 No. 1, 2020, 83–94


P-ISSN 0216-5937, E-ISSN 2654-4598
DOI: 10.15575/al-Tsaqafa.v17i1.6032

EKOKRITIK DALAM PERKEMBANGAN KAJIAN S ASTRA

KHOMISAH

Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sunan Gunung Djati Bandung


email: khomisah@uinsgd.ac.id

Abstrak
Tulisan ini bertujuan menjelaskan perkembangkan kajian ekologi sastra (ecocriticism) yang
tampak sebagai gejala baru dalam kajian sastra di Indonesia. Ekologi sastra memfokuskan
perhatian pada jalinan fenomena alam semesta sebagai inspirasi sastrawan (pengarang atau
penyair) dalam melahirkan suatu karya sastra. Ekologi sastra terfokus pada ‘green’ moral dan
political agenda, yang berorientasi melestarikan nilai-nilai lingkungan hidup, di mana seorang
pengarang berada untuk melahirkan inspirasinya. Dalam perspektif pendekatan sastra,
ekologi sastra berakar pada kajian mimesis yang berorientasi bahwa karya sastra merupakan
cerminan dari realitas kehidupan yang ada, dengan merujuk pada teori universal Abrams
sebagai pengembangan dari pemikiran imitasi Plato, di mana segala sesuatu itu merupakan hasil
tiruan. Dalam perkembangannya, sifat kaji an interdisipliner studi ekologi sastra dapat
memanfaatkan disiplin ilmu, seperti ekofeminisme, ekoimperalisme, ekologi politik, ekologi
budaya, dan ekobiologi. Oleh karena itu, ekologi sastra sebagai sebuah paradigma kajian
ilmu sastra di Indonesia meski diintensifkan secara kontinu dan berkesinambungan, sehingga
dapat menumbuhkan minat kajian sastra interdisipliner atas sastra hijau atau karya-karya
sastra bercorak ekologi.

Kata Kunci: Ekologi sastra, kajian interdisipliner, pendekatan mimetik, sastra hijau

ECOCRITICISM IN LITERARY STUDY DEVELOPMENT


Abstract
This article aimed to explain development of literarure ecology (ecocriticism) which seems to
be a new phenomenon in literature study in Indonesia. Literary ecology focuses attention on
relationship between literature and nature (environment) of life as a representation of
emergence of the literary works. Ecocriticism focused on the ‘green’ moral and political agenda
oriented towards preserving environmental values, where the authors come from to find
inspiration. In the perspective of the literary approach, ecocritism is based on mimesis-oriented
studies that literary works are a reflection of the realities of life that exist referring to Plato’s
imitation of thought, which was later developed by Abrams with universal theory. The
interdisciplinary of literary ecology relates to several scientific disciplines, such as ecofeminism,
eco-hyperism, political ecology, cultural ecology, and ecobiology. Since the literary ecology as a
paradigm of literary study in Indonesia, it is intensified continuously and continuously, so that it
can grow interest in interdisciplinary literary studies of ecological-style literary works or
commonly referred to as green literature.

Kata Kunci: Ecocriticism, interdiciplinary study, mimetic approach, green literature

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 83


Khomisah

PENDAHULUAN pascakolonialisme, teori pascamarxisme,


Kajian ilmiah terhadap karya sastra dan teori pascafeminisme (Faruk, 2008).
(penelitian sastra) bisa dikatakan baru Hanya saja, pada perspektif lain,
bermula pada abad XX, yaitu dengan kemantapan ilmu sastra secara
munculnya sebuah aliran formalis di keseluruhan dalam perkembangannya
Rusia yang kemudian dikenal sebagai cenderung timpang bahkan menjadi
Formalisme Rusia. Kehadiran aliran ini kontraproduktif. Di mana, lahirnya teori-
dalam geliat kajian sastra diilhami oleh teori baru dalam kajian sastra relatif
apa yang dilakukan de Saussure (1998) cepat sehingga segera menyusul dan
dalam ilmu bahasa atau linguistik. mengoreksi teori yang telah ada dan
Pada hakikatnya, kegiatan belum mapan. Akibatnya, rumusan
penelitian sangat identik dengan sifat implikasi metodologis dari ragam teori
kumulatif keilmuan. Kegiatan penelitian yang telah ada belum sempat ditangkap
dapat menopang secara kuat atau dikonstruk oleh para ahli sastra
kedinamisan ilmu, karena ilmu itu (Faruk, 2011). Padahal dari setiap teori
bersifar dinamis atau tidak selalu dalam yang muncul, tidak akan terlepas dari
keadaan mantap dan stabil (Sulistia, implikasi suatu metodologi tersendiri.
1991). Dengan demikian, maka upaya Dalam artian yang lain, bahwa lahirnya
mengembangkan dan mempertajam sebuah teori juga melahirkan metode
keberadaan dan kehidupan suatu ilmu dan teknik tersendiri. Hal inilah, yang
dilestarikan melalui peran penting kadang kurang dipahami dan menjadi
kegiatan penelitian secara konsisten dan perhatian bagi peneliti dalam
kitinyiu. Dengan kata lain, penelitian memanfaatkan sebuah teori, sehingga
yang dilakukan secara terus-menerus tujuan dari kegiatan penelitian sendiri,
dan berkesinambungan dapat yakni mengakumulasi ilmu sastra,
menghidupkan, mengembangkan, dan menjadi kabur atau bahkan nihil sama
mempertajam ilmu dan keilmuan. Oleh sekali.
karena itu, penelitian sastra yang Selain permasalahan di atas,
dilakukan dalam perkembangan atau perkembangan metodologi penelitian
pengembangan ilmu sastra merupakan sastra yang stagnan juga disebabkan
kegiatan yang penting (Soeratno, 2011). oleh semangat perkawinan teori sastra
Munculnya beragam teori baru dengan filsafat ilmu pengetahuan, yang
dalam kajian sastra, mulai dari teori tidak dibarengi oleh pengaplikasiannya
strukturalisme, semiotika, pada metodologi penelitian sastra. Di
strukturalisme-genetik, resepsi sastra, samping itu, faktot insider para ilmuan
dan kelisanan, menandakan sastra (peneliti) yang merasa nyaman
perkembangan yang pesat dalam dalam zona metodologi penelitian
pengkajian sastra secara ilmiah di Barat, traditional approach atau bahkan
sejak tahun 1970-an. Geliat mungkin heperprotektif terhadap
perkembangan pengkajian sastra secara rumusan-rumusan metodologi
ilmiah tersebut mengesankan bahwa traditional approach. Padahal sastra
bahwa posisi keilmiahan kajian sastra merupakan aktivitas budaya yang
sudah tidak dapat diragukan dan sifatnya dinamis. Senada dengan
digorahkan lagi. Terlebih setelah pemaparan SJ. Bakker bahwa
gelombang kedua muncul, yakni lahirnya “kebudayaan itu terus berkembang
teori-teori yang lebih baru seperti teori seirama dengan perubahan hidup
pascastrukturalisme, teori masyarakat di suatau tempat, yang
pascamodernisme, teori tentunya dipengaruhi oleh faktor situasi

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 84


Ekokritik dalam Perkembangan Kajian Sastra

dan kondisi yang berbeda dalam suatu Ideologi monodisiplin dalam studi
masyarakat” (Baker, 1984). sastra telah mengarah pada empat hal,
Korelasi atau titik temu sastra dan yaitu: pertama, ilmu sastra memberikan
budaya terletak pada bahasa, di mana terlalu banyak perhatian pada aspek
sastra bermediumkan bahasa dan bahasa formal sastra, sehingga meninggalkan
merupakan salah satu unsur dari atau menyingkirkan aspek ekstrinsik
kebudayaan. Hal ini sebagaimana sastra dan aspek puitis sastra. Dia tidak
dikemukkan oleh ahli antropologi B. mau berurusan dengan aspek non-
Malinowski, bahwa “ada tujuh unsur formatif karena dia dianggap sebagai
(seven culture) dalam suatu budaya sesuatu yang eksternal untuk sastra
secara universal di mana pun berada, (ekstrinsik), tidak terkait dengan sastra.
yaitu bahasa, ekonomi, teknologi, Ini menghasilkan analisis sastra atau
organisasi sosial, sistem pengetahuan, studi sastra yang berfokus pada bentuk-
religi, dan kesenian” (Malinowski, 1944). bentuk sastra yang steril atau terbebas
Kompleksitasnya permasalahan dari konteks sosial dan budaya yang
kehidupan manusia, yang kemudian dinamis. Kedua, studi sastra tampaknya
disokong oleh geliat perkembangan ilmu terisolasi dari masalah manusia,
pengetahuan yang pesat, maka serta- komunitas dan budaya. Di sini, apa pun
merta berdampak pada produktifitas yang terasa "di luar sastra" selalu
keilmuan sastra yang melahirkan dihapus karena ini bukan studi sastra.
bermacam teori sastra pun berkembang Selain itu, studi sastra lebih tertarik pada
pesat merepresentasikan fajar baru era dirinya sendiri (otonomi teks sastra).
multidisipliner. Seperti kita ketahui, ilmu Ketiga, peran, fungsi, dan
pengetahuan modern pada umumnya kontribusi studi sastra pada
berkembang sangat pesat berkat kemanusiaan, masyarakat, budaya, dan
keinginan otonomi yang mengarah pada peradaban ditantang atau dianggap
ideologi ilmu monodisiplin. Namun, lemah. Kehadiran ilmu sastra dalam
karena berbagai kekurangan, konteks ilmu manusia dan sosial juga
keterbatasan, dan kelemahan yang dipertanyakan oleh banyak pihak. Di
melekat dan dipahami oleh konsep sinilah studi sastra kehilangan
otonomi, maka gerakan otonomi relevansinya untuk kebutuhan manusia
kemudian "bereaksi, direspon, dan masyarakat. Keempat, banyak
disempurnakan, dan dimodifikasi" dari masalah yang terkait dan terhubung
gerakan integrasi-interkoneksi yang dengan sastra tidak dapat diselesaikan
mengarah ke ideologi ilmu multidisiplin. dan dipecahkan oleh ilmu sastra
Dalam pengertian lain, kita dapat monodisiplin; sementara masalah ini
mengatakan bahwa gerakan integratif- memerlukan landasan kajian sastra
interkonektif sedang mengubah, dalam tataran teoretis. Ini menimbulkan
menggantikan atau menyelesaikan pertanyaan penting: di mana dan sejauh
gerakan otonomi dalam sains modern. mana kontribusi ilmu sastra untuk
Ini juga terjadi dalam kajian ilmu sastra, memecahkan masalah manusia dan
gerakan otonomi yang melahirkan sosial yang kompleks? Oleh karena itu,
ideologi monodisiplin sedang direspon, banyak orang berasumsi dan
disempurnakan, diintegrasikan atau menyimpulkan bahwa ilmu sastra tidak
bahkan digantikan oleh gerakan menawarkan banyak manfaat bagi
integrasi-interkoneksi yang kehidupan manusia; tidak banyak untuk
memunculkan ideologi multidisiplin. memecahkan masalah kehidupan
manusia, sedangkan salah satu

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 85


Khomisah

karateristik paling penting dari sebuah penelitian. Dengan kata lain, dunia kajian
karya sastra adalah mengandung unsur sastra sekarang memasuki era
imajinasi yang dapat menimbulkan multidisipliner dengan gerak integratif-
katarsis (pemurnian jiwa), sehingga interkonektif dalam lintas disiplin
pembaca dapat memecahkan masalah keilmuan.
kehidupan yang digambarkan dalam Berdasarkan pemparan di atas,
karya sastra. Dengan kata lain, empat maka tulisan ini berupaya untuk
dampak dari ideologi monodisiplin pada mengusung teori ecocriticism, yang lahir
studi sastra mendukung munculnya dari keilmuan ekologi atau lingkungan
(semacam z"krisis ontologis dan dalam kajian sastra, dengan tujuan: (1)
epistemologis (metodologis)" dalam mengungkapkan keterkaitan kajian
studi sastra. sastra dengan lingkungan yang di
Fakta di atas jelas merupakan dalamnya hidup seorang pengarang; (2)
kondisi dunia ilmu sastra yang tidak mengungkap keterkaitan teks sastra
ideal, bahkan "terbelakang" dan dalam kaitannya dengan permasalahan
terancam pada nadir kematian. Oleh lingkungan; (3) mengurai peran teori
karena itu, ideologi multidisiplin dalam sastra dalam memahami fenemona
studi sastra muncul untuk memenuhi ekologi; (4) menerapkan penggunaan
kondisi studi sastra dan untuk teori ecocriticism dalam kajian karya
memodifikasinya. Bangunan sastra, seperti puisi, prosa, ataupun
monodisipliner teoritis (ontologis) dan drama.
epistemologis atau metodologis
kemudian mulai dihancurkan,
dipindahkan dan bahkan diganti. Dengan PEMBAHASAN
demikian maka struktur teori dan Konsep Teori Ecocriticism
metodologis multidisiplin telah Istilah ecocriticism uncul untuk pertama
dikembangkan dalam studi sastra. Sejak kalinya dalam esai "Literature and
paruh kedua 1980-an, teori dan Ecology: An Experiment in Ecocriticism",
penelitian sastra multidisiplin telah yang ditulis oleh William Rueckert pada
berkembang pesat, seperti psikologi tahun 1978. Kajian sastra dengan
sastra, sosiologi sastra, antropologi pendekatan ecocriticism banyak
sastra, sastra komparatif, ekranisasi, digunakan, terutama di Amerika sejak
postkolonialisme, dan yang baru ialah awal tahun 1990-an (Garrad, 2004).
ekokritik sastra. Metode multidisiplin Garrad (2004) berpandangan bahwa
juga memiliki tempat dalam penelitian ecocriticisme merupakan kajian
sastra, yang juga banyak digunakan hubungan antara manusia dan non-
dalam kegiatan penelitian sastra. Pada manusia, sejarah manusia dan budaya
1980-an, bidang studi sastra yang terkait dengan analisis kritis
multidisiplin telah berkembang dan manusia dan lingkungannya
berkembang dengan baik. Saat ini, (ecocriticisme entailes ‘the study of the
perspektif, teori, dan metode relationshiep of the human and the non-
multidisiplin telah banyak berkembang human, throughout human cultural
dalam studi sastra. Penggunaan history and enthailing critical analysis of
perspektif, teori, dan metode the terms “human” itself). Oleh karena itu,
multidisiplin tidak lagi dipandang ecocriticism adalah studi yang
sebagai ekspresi kemanfaatan teoritis menyelidiki bagaimana manusia
dan metodologi untuk menemukan menyajikan serta mendeskripsikan
sesuatu yang mudah dalam kegiatan keterkaitan atau sinergisasi manusia dan

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 86


Ekokritik dalam Perkembangan Kajian Sastra

lingkungannya dalam ekspresi hasil sastra?; Keenam, bagaimana kritik


budaya. Berdasarkan konsep ecocritism, lingkungan memengaruhi kategorisasi
Glotfelt (1996) memberikan fostulat sastra kontemporer dan sastra populer?;
dalam bentuk beberapa pertanyaan, dan ketujuh, apa hubungan atau
yaitu: Bagaimana puisi hubungan antara alam dan sastra.
merepresentasikan atau Ketujuh pertanyaan tersebut menjadi
mendeskripsikan alam? Kedua, dasar studi ecocriticism sastra, yang
bagaimana analisis sastra dapat menegaskan keterkaitan lingkungan
memanfaatkan sains? dan ketiga, (alam) dengan karya sastra bahwa karya
bagaimana wacana lingkungan dalam sastra, sehingga ecocriticisme sebagai
disiplin keilmuan seperti etika, sejarah penghubung di antara keduanya (Bate,
seni, psikologi, dan sejarah bisa 2000).
disinergikan dengan kajian sastra?
Studi ecocriticisme dapat Ecocri ticism dan Kajian Sastra
didasarkan pada gagasan gerakan Teori ecocriticism dapat
lingkungan modern yang mengkritik diklasifikasikan dalam teori
masalah lingkungan yang multidisiplin, di mana ecocriticism
mengkhawatirkan. Dalam hal ini, memadukan antara kajian ekologi dan
Garrerd (2004) mengungkapkan bahwa kajian sastra. Dari perspektif kajian
gerakan lingkungan modern telah sastra, ecocriticism dapat digolongkan
menyoroti isu-isu lingkungan yang menjadi teori mimetik, berdasarkan
disoroti: a) polusi, b) alam liar, c) asumsi bahwa sastra, dengan mengacu
musibah/bencana, d) ekosistem, e) pada paradigma, merupakan cerminan
hewan, serta f) tanah. Oleh karena itu, dari realitas kehidupan yang ada saat ini
ecocriticism ditafsirkan sebagai kajian meniru Plato, yaitu: oleh Mr. H. Abrams
sinergisasi antara lingkungan fisik dan mengembangkan teori universal.
sastra. Sementara feminist criticism Alam telah menjadi bagian integral
mengkaji gender dengan sastra dalam dari kelahiran karya sastra. Ini
hal genre dan Marxis criticism ditunjukkan oleh sejumlah besar penulis
meningkatkan kepekaan model pabrikasi (penulis), terutama penyair, yang
dan perniagaan dalam interpretasi teks, mewakili alam dalam karya-karyanya
ecocriticism meneliti sastra dengan (puisi) dalam bentuk diksi, seperti;
pendekatan terestrial (alam atau hutan, laut, pohon, gunung, binatang, dan
lingkungan). lain sebagainya. Dua elemen sastra dan
Pentingnya ecocriticism dalam alam saling terkait erat. Sastra masa lalu
studi sastra dapat diungkapkan dalam adalah cermin dari masa lalu, sedangkan
bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut: sastra masa kini adalah cermin masa
pertama, bagaimana alam diwakili dalam kini. Karena itu, sastra sebagai inspirasi
puisi?; kedua, dalam aliran karya sastra erat kaitannya dengan alam, sedangkan
peran apa yang dapat dimainkan oleh alam membutuhkan sastra sebagai
lingkungan fisik?; Ketiga, apakah sarana pelestarian. Ini menegaskan
kearifan ekologis sesuai dengan nilai- bahwa ecocriticism mencoba
nilai yang diekspresikan dalam karya menerapkan konsep ekologi pada studi
sastra?; Keempat, bagaimana metafora sastra, menjadikan bumi (alam) menjadi
lingkungan memengaruhi cara kita fokus kajiannya. Karena itu, ecocriticism
memperlakukan mereka?; Kelima, didefinisikan sebagai penyelidikan
bagaimana kita bisa mengkarakterisasi terhadap hubungan antara literatur dan
tulisan tentang alam sebagai genre lingkungan (Glotfelt, 1996).

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 87


Khomisah

Menurut Endraswara, ecocriticism seperti: eko-feminisme, eko-


tidak dilahirkan dalam perspektif imperialisme, teori ekologi, dan eco-
kosong. Di mana, konsep ontologi, budaya. Selain itu, studi ekologi sastra
aksiologi, dan epistemologi sebagai telah menyebabkan implikasi
filsafat ekokritikal sastra dapat metodologis pada cultura studies, filsafat
dipahami. Dari perspektif ontologis, sastra, psikologi sastra, sosiologi sastra,
ecocriticism dipahami melalu dan antropologi sastra.
penggabungan fakta estetika dengan Studi sastra-ekologis mencakup
lingkungan dan kajian sastra. Dari berbagai pernyataan yang dikemukakan
perspektif aksiologi, eko-kritik dipahami oleh Lawrence Buell: pertama, manusia
dari urgensi atau kegunaan penemuan tidak hanya hadir sebagai perangkat
hubungan fakta di lingkuangan dan lingkungan, tetapi kehadiran mereka
aktualisasi dalam sastra. Sedangkan dari menunjukkan keterkaitannya dengan
perspektif epistemologis, dapat sejarah alam; kedua, masalah
dipahami bahwa sastra merupakan kepentingan manusia tidak dijadikan
representasi dari lingkungannya sebagai salah satunya permasalahan
(Endraswara, 2016). yang sah; Ketiga, tanggung jawab
Ekokritik merupakan studi manusia atas alam tampat tinggalnya
penggabungan lingkungan fisik (alam), merupakan bagian dari krangka etika
yang mencakup pertumbuhan populasi, teks; dan keempat, deskripsi tempat
menghilangnya spesies dengan cepat, tinggal (alam) dalam sebuah teks secara
kontaminasi tanah di bumi, kontaminasi implisit tersirat dalam studi ekologi
air dan udara, serta hilangnya hutan liar, sastra (Buell, 2005). Karena itu, studi
dengan karya sastra dalam kaitan kajian ekologi sastra memunculkan
sastra (Glen, 2003). Eko-kritikus serangkaian pertanyaan: 1) Bagaimana
menaruh perhatian khusus pada puisi, novel, dan drama sebagai karya
keterkaitan antara lingkungan dan sastra dapat mewakili alam atau
sastra, termasuk keprihatinan dalam lingkungan?; 2) Plot dalam karya sastra
ekologi yang disebabkan oleh hubungan dapat memainkan fungsi-fungsi apa saja
dengan realitas sosial dan fisik yang dari lingkungan fisik?; 3) Apakah
tidak stabil atau konsisten. Batas-batas kebijaksanaan ekologis terepresentasi
kritik lingkungan memungkinkan kita melalui nilai-nilai yang diungkapkan
untuk menyimpulkan bahwa studi karya dalam karya sastra?; 4) Bagaimana
sastra melalui kritik lingkungan metafora lingkungan fisik dapat
mendeskripsikan bahwa karya sastra memengaruhi interaksi pembaca
tidak terpisahkan dengan alam dan dengannya?; 5) Bagaimana genre sastra
lingkungan serta berbagai dapat dikarakterisasi sebagai
permasalahannya. Di mana, estetika representasi alam atau lingkungan fisik
karya sastra itu dibangun melalui oleh para peneliti?; 6) Terkait klasifikasi
kontribusi fenomena alam dan genre bagimana mereka harus
lingkungan, yang dipahami tidak hanya diposisikan sebagai kategori baru kritik
sebagai tempat tempat dan suasana dalam kritik lingkungan; dan 7)
semata, namun penuh dengan Bagaimana pembaca dipengaruhi oleh
permasalahan dan problematika yang kritik lingkungan fisik dalam literatur
kompleks. kontemporer dan populer?
Dalam perkembangannya, studi
ekologi sastra bisa menggunakan Kajian Puisi Ekologis sebagai
beragam teori turunannya (derivate), Genre Sastra

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 88


Ekokritik dalam Perkembangan Kajian Sastra

Karya sastra adalah produk kreatif lingkungan dibumikan. Di samping itu,


seorang sastrawan, di mana pembaca madia sastra meruapan media yang
diajarkan sesuatu, baik itu berupa pesan, sangat ideal untuk membumikan
pengalaman, ide-ide yang dituangkannya ideologi tersebut atau dengan kata lain,
melalui media karya sastra dengan disinilah urgensi kesusastraan dalam
tujuan agar tidak dibaca atau dikonsumsi kehidupan manusia yang dikelilingi oleh
sendiri. Pesan, pengalaman, dan ide-ide beragam permasalahn lingkungan.
itulah yang ditransmisikan pada Berdasarkan berbagai konsep dan
pembaca dengan tujuan agar pendapat yang dipaparkan di atas,
memberikan kontribusi bagi mereka penulis mengajukan genre puisi ekologis
dalam menafsirkan dan menarik sebagai representasi dari kajian ekologi
kesimpulan atas fenomena yang tersaji sastra (ekokritik). Puisi ekologis
di tengah-tengah kehidupannya, merepresentasikan tema mengenai
sehingga berguna dalam upaya kondisi lingkungan atau alam, sehingga
pengembangan atau inspirasi kehidupan biasa disebut sebagai sastra (puisi) hijau.
yang dijalaninya. Dengan demikian, Melalui penciptaan karya sastra yang
maka karya sastra secara universal eksplisit dan implisit, seorang penulis
sebagai representasi dalam ingin "menyadarkan" pembaca akan
pengembangan budaya dan kehidupan pentingnya melestarikan dan melindungi
masyarakat. lingkungan sebagai ekosistem. Dengan
Dalam sastra kanonik mislanya kata lain, yang menjadi pusat perhatian
banyak gerakan ekologis muncul. sastrawan adalah penanaman kesadaran
Sehingga pengajaran secara ekologis kepada para pembaca karya sastra.
dengan model andragogi dapat diajarkan Dalam kaitannya dengan puisi, ia
pada sastra kanonik. Model mengimplikasikan dua fungsi, yaitu dulce
pembelajaran itu tentunya dapat dan utile (indah dan berguna)
dijadikan rujukan atau alternative di sebagaimana dikemukakan dalam teori
tengah-tengah kegersangan pengajaran fungsi (Horace Theory) (Gani, 2015).
sastra. Dengan kata lain, pengajaran Menurut Wellek dan Warren (1956),
sastra kanonik dengan model indah dimaknai dalam konteks
pembelajaran tersebut layak menghibur yakni; memberikan
diejawantahkan secara konsisten. Di kesenangan, bukan suatu kewajiban
mana, kegiatan pembelajaran diawali (bersifat formalitas) serta tidak
dengan bemberian tugas untuk membosankan. Sedangkan berguna
melakukan penelitian untuk dimaknai dalam kaitan pada bukan
mendapatkan sastra kanonik. Istilah sekedar kegiatan iseng-iseng belakan
sastra kanonik sering disebut sastra ataupun membuang-buang waktu Wellek
nasional di Indonesia. Sastra kanonik dan Warren (1956).
dianggap sebagai sastra yang terkenal, Sementara itu, studi sastra
tidak hanya populer. Pemerintah juga cenderung mengulang dan menormalkan
sering mencoba mempromosikan karena penggunaan teori yang terbatas.
kegiatan literasi. Baik terkait dengan Kajian dalam perspektif ekokritik
tradisi sosial-budaya proses pengajaran (ecocriticism) secara internasional telah
dan pembelajaran sastra ataupun dalam banyak dilakukan, baik dalam ranah
kaitan kurikulum dan evaluasi. Dalam kajian ilmiah dengan lahirnya beragam
keterkaitan inilah kemudian kajian jurnal, seperti: Journal of Ecocriticism,
sastra hijau sebagai penyebaran ideologi Green Letters: Studies in Ecocricism,
penyelamatan dan pelestarian alam Australasian Journal of Ecocriticism and

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 89


Khomisah

Cultural Ecology dan lain sebagainya. Menggetarkan seisi relung jiwa


Demikian halnya dalam sejumlah Menggelorakan darah dalam nadiku
asosiasi, telah lahir seperti: ASLE
(Association for the Study of Literature Sunrise di bukit manglayang
and Environment), EASLCE (The Berdiri menapaki jejak kenangan
European Association for the Study of Kenangan saat dirinya belajar
Literature, Culture, and the Environment). melayang
Eko-kritik adalah teori dasar dengan Dan saat ini menjadi yang tersayang
bersumber pada tradisi postmodern.
Sebagaimana yang disebutkan Wellek Di atas bukit Manglayang
dan Warren (1956), penting untuk Cerita indah walau selayang
mempertimbangkan dampak dan Anganku selalu saja terbayang
dampaknya terhadap kehidupan ketika Saat dirimu katakan sayang
menganalisis karya sastra. Dengan kata
lain, jika ingin berdamai dengan Kini ribuan duka telah ku benamkan
humanisme postmodern yang Bersamanya membangun harapan
multitafsir, kita harus memahami Biarkan di barat mentari terbenam
implikasi etis. Karena cinta kita tak akan pernah
padam
Puisi Ekologis
Jatinangor, 13 September 2017
Sunrise di Bukit Manglayang
Thirman Putu Sali
Di kaki gunung Manglayang
Menikmati puisi “Sunrise di Bukit
Terbentang luas tanah yang datar
Tempat nan indah bagi pencinta Manglayang” karya Thirman Putu Sali
paralayang tersebut, membawa imaji pembaca ke
Wujudkan impian terbang melayang alam pegunungan yang indah dan sejuk.
Dalam hal ini, puisi tersebut merupakan
Pagi ini amatlah dingin representasi dari gambaran suasana di bukit
Ku berdiri menatap awan di timur gunung Manglayang yang disimbolkan oleh
Menyambut sunrise di bukit penyair dengan menawannya Sunrise,
manglayang sebagai penanda akan permulaan aktivitas
Sebuah cerita kelak ku kenang kehidupan manusia.
Pemakaian bunyi diksi puisi itu,
Tak berkedip mataku menatapnya merepresantasikan Thirman Putu Sali.
Di antara barisan awan yang jingga Misalnya diksi berbunyi /-ang/ pada diksi
Seberkas cahaya mentari mulai Manglayang, paralayang, melayang,
menampakkan kenang, tersayang, selayang, terbayang,
Menembus di antara awan-awan dan sayang; bunyi ./-an/ pada kata
pagi menampakkan, kehangatan, kenangan,
menyaksikan, dan terpancarkan; bunyi
Sinarnya hadirkan kehangatan ./-nya/ pada kata menatapnya, kebesar-
Mataku menatap akan kebesar-Nya Nya, dan Kekuasaan-Nya; dan bunyi ./-
Sungguh indah Kekuasaan-Nya am/ pada kata terbenam dan pada kata
Terekam jelas sebuah kenangan padam. Melalui pilihan nada, gambar
sensorik (visi) dibuat, yang mendorong
Diufuk timur mataku menyaksikan pembaca untuk bersentuhan dengan
Cahaya indah terpancarkan alam bukit pegunungan Manglayang

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 90


Ekokritik dalam Perkembangan Kajian Sastra

sekitar. Pemilihan frase /jejak kenangan, yang menceritakan/mendeskripsikan


belajar melayang, walau selayang, dan alam/lingkungan bukit pegunungan
membangun harapan// juga khas milik yang asri.
Thirman Putu Sali. Penyair terasa begitu Tak berkedip mataku menatapnya
akrab dengan keindahan alam bukit Di antara barisan awan yang
gunung Manglayang sebagai surga jingga
Paralayang yang dilukiskannya. Seberkas cahaya mentari mulai
Di kaki gunung Manglayang menampakkan
Terbentang luas tanah yang datar Menembus di antara awan-awan
Tempat nan indah bagi pencinta pagi
paralayang
Wujudkan impian terbang Deskripsi bait puisi di atas
melayang melukiskan indahnya suasanya di bukit
gunung Manglayang. Deretan awan-awan
Berdasarkan penggalan puisi jingga seolah berada pada negeri di atas
tersebut dideskripsikan bagaimana alam awan disinari seberkas cahaya mentari
kaki gunung Manglayang yang terhapar yang mulai menghangatkan suasana
luas nan indah. Menjadikannya sebagai yang sejak malam diselimuti kedinginan.
surga bagi para pecinta olehraga Suasana sejuk alam bukit pegunungan
paralayang dalam mewujudkan yang dilukiskan oleh penyair,
impiannya terbang melayang di alam mengisyaratkan bahwa alam adalah
bebas sebagai wujud dari orang yang ekosistem yang harus tetap lestari demi
bebas. Melepas penat dari hirup-pikuk keberlanjutan kehidupan manusia yang
dari aktivitas kehidupan manusia di harmonis dan dinamis. Pelukisan
perkotaan yang identik dengan suasana alam bukit pegunungan
individualistik. Manglayang seolah siloka dari nirwana
sebagai interpretasi surga di dunia.
Pagi ini amatlah dingin
Ku berdiri menatap awan di timur Sinarnya hadirkan kehangatan
Menyambut sunrise di bukit Mataku menatap akan kebesar-
manglayang Nya
Sebuah cerita kelak ku kenang Sungguh indah Kekuasaan-Nya
Terekam jelas sebuah kenangan
Penggalan puisi di atas dapat
dipahami bahwa kehidupan pagi di Bait puisi di atas melukiskan
bukit gunung Manglayang sangat dingin indahnya maha karya sang maha kuasa,
membuat orang-orang yang tinggal di sehingga penyair menuturkan rasa
sana menjadi nyaman dan tenteram. syukur pada maha kuasa melalui bait
Dalam hal tersebut, suasana pagi di kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya.
bukit gunung Manglayang menjadi Gambaran keindahan bukit gunung
destinasi dalam menyambut jubah Manglayang merupakan representasi
kebesaran sang fajar dalam dari setitik dari kemaha sempurnaan
menampakan dirinya di setiap harinya sang maha kuasa. Pada dasarnya
melalui sunrise. Alam yang masih hijau manusia itu hidup senang dengan
yang berbeda jauh dengan suasana di keindahan karena ia tercipta dari yang
kota yang penuh dengan polusi. Hal ini maha indah, deskripsi “terekam jelas
sesuai dengan kondisi yang dibahas sebuah kenangan” dalam bait puisi di
pada ekologi sastra, yaitu suatu karya atas merupakan representasi atas hal itu.

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 91


Khomisah

Saat dirimu katakan sayang


Diufuk timur mataku menyaksikan
Cahaya indah terpancarkan Kini ribuan duka telah ku
Menggetarkan seisi relung jiwa benamkan
Menggelorakan darah dalam Bersamanya membangun harapan
nadiku Biarkan di barat mentari
terbenam
Lukisan keindahan alam bukit Karena cinta kita tak akan pernah
gunung Manglayang saat fajar menjadi padam
pesona terindah yang disajikan alam
pegunungan yang tetap lestari. Mata Keindahan sunrise di bukit gunung
yang tatkala malam terpejam disuguhi Manglayang walau tak berselang lama,
keindahan yang sangat mempesona akan tetapi menjadi kenangan indah bagi
menjelang fajar dengan pancaran cahaya setiap pecinta yang menemuinya. Pesona
indah di ufuk Timur. Menyaksikan sunrise yang hanya sesaat, dilukiskan
pesona keindahan seperti itu sontak oleh penyair seperti kekasih yang sedang
naluri manusia yang tercipta dari dimabuk cinta, walau hanya sesaat
keindahan bergetar dan bergelora bersamanya ia akan tetap terbayang
merasuk ke dalam relung jiwa. Sekali lagi dalam benaknya. Keindahan sunrise di
penyair mendeskripsikan indahnya bukit gunung Manglayang juga
cahaya di ufuk tatkala fajar di alam bukit dilukiskan oleh penyair bak ibarat kasih-
pegunungan Manglayang. sayang seorang kekasih yang salaing
bersinergi. Kaindahan sunrise di bukit
Sunrise di bukit manglayang gunung Manglayang dilukiskan juga oleh
Berdiri menapaki jejak kenangan penyair dapat menghilangkan duka-lara
Kenangan saat dirinya belajar dalam lubuk hati. Duka-lara itu ikut
melayang terbenam bersama mentari di ufuk
Dan saat ini menjadi yang Barat. Pesona alam bukit gunung
tersayang Manglayang takkan bisa terlupakan bagi
setiap jiwa yang mencintai keindahan.
Bagaimana indahnya pesona Gambar alami di sekitar gunung
Sunrise di bukit gunung Manglayang Manglayang, yang menghiasi puisi
dilukiskan oleh penyair seolah sebagai "Sunrise di Bukit Manglayang", adalah
kenangan indah yang takkan terlupakan simbol metaforis dari bukit pegunungan
di setiap waktu dan masa. Pesona nan-indah yang diwakili dalam puisi.
Sunrise di bukit gunung Manglayang Kekuatan puisi Thirman Putu Sali
menjadi hiasan teristimewa di alam terletak pada representasi alam dengan
paralayang. Olahraga extreme memilih diksi-diksi yang tepat. Sehingga,
paralayang bagi sebagian orang menjadi ada hubungan dekat antara penyair itu
sangat menyenangkan bila dikaitkan sendiri dan suasana gunung yang indah
dengan pesona alam sebagai media dan mempesona.
paralayang. Pesona alam tersebut Dalam puisi “Sunrise di Bukit
merupakan daya pikat para paralayang Manglayang” karya Thirman Putu Sali
pemula untuk mencoba olahraga ini. tersebut ada nilai-nilai katarsis terkait
pelestarian lingkungan hidup yang
Di atas bukit Manglayang direpresentasikan oleh bumi, hutan
Cerita indah walau selayang belantara, binatang, air jernih, dan
Anganku selalu saja terbayang udara segar sehingga lahir imajinasi

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 92


Ekokritik dalam Perkembangan Kajian Sastra

yang kuat bagi para pembaca untuk sastra hijau. Dalam hal ini, puisi karya
melepas rindu akan indah dan damainya Thirman Putu Sali "Sunrise di Bukit
alam bukit pegunungan representasi Manglayang" secara nuansa imajiner bisa
dari karya pengarang tersebut, yang diklasifkasikan atau digolongkan kepada
dilukiskan seperti kerinduan seorang salah satu sastra hijau. Di mana, puisi
kekasih pada seseorang yang ia tersebut membahas pesona lokasi alami
rindukan. kawasan pegunungan Manglayang yang
indah dan mempesona saat fajar.

KES IMPU LA N
Konsep ekologi dalam kajian DAFTAR PUSTAKA
sastra yaitu, menempatkan alam fisik Glotfelt, C, & Fromn, H. (1996). The
sebagai objek kajian yang dinamis. Ecocriticisme Readers: Landmark in
Sehingga ecocriticism terfokus pada Literary Ecology (Georgia:
karakteristik sastra yang melahirkan University of Georgia Press.
imajenasi dengan menyodorkan efek Glen, A. (2003) Practical Ecocriticisme,
katarsis bagi pembacanya, dalam hal ini Literature, Biology, and the
tentunya terkait dengan pesan moral Environment. Virginia: University of
dan politik atas pelestarian alam fisik Virginia Press.
(lingkungan). Di samping itu, Bate, Jonathan. (2000) Romantice
ecocriticism tidak dapat Ecology: Wordsworth and The
dilepaskan dalam hal Environment Tradition. London:
pengmbangan filsafat ilmu pengetahuan Routledge.
yang berorientasi pada kelestarian alam Buell, L. (2005). The Futur of
fisik, sehingga dengan demikian Environmental Criticisme:
ecocriticism masuk ke dalam ranah Enviromental Crisis and Literary
kajian keilmuan yang bersifat Imagination. USA: Blackweld
multidisiplin. Di mana eko-kritik Publieshing.
menerapkan eko-teori di satu sisi dan Sulistia. (1991). Metode Penelitian Ilmu
sekaligus juga menggunakan teori sastra Sosial Dari Social Science Research
pada sisi yang lain. Dari paradigma Methods. Semarang: IKIP Semarang
pendekatan sastra, teori ecocritism bisa Press.
digolongkan pada pendekatan mimesis, Endraswara, S. (2016). Metode Penelitian
yaitu bahwa literatur memiliki Ekologi Sastra–Konsep, Langkah,
hubungan dengan kenyataan atau, Dan Penerapan. Yogyakarta: Caps.
dalam arti lain, mencerminkan Faruk. (2012) Metode Penelitian Sastra:
kenyataan sekitarnya. Sebuah Penjelajahan Awal.
Studi ekologi sastra adalah studi Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
yang relatif baru. Karena itu, studi ———, (2008). Pascastruktural: Teori,
ekologi membutuhkan pengetahuan Implikasi Metodologi, Dan Contoh
teoretis dan praktis yang mendalam, Aplikasi. Jakarta: Pusat Pembinaan
khususnya dalam konteks studi sastra dan Pengembangan Bahasa.
dan studi ekologi. Studi ekologi sastra di de Saussure, F. (1988). Pengantar
Indonesia harus dipelajari lebih intensif Linguistik Umum. Yogyakarta:
dan lebih jauh didorong untuk Gadjah Mada University Press.
membangkitkan minat dalam studi Gani, N. T. (2005). Buku Bahasa
sastra interdisipliner pada karya sastra Indonesia Pantun, Puisi, Syair,
ekologis, yang biasa disebut sebagai Pribahasa, Gurindam, Dan Majas.

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 93


Khomisah

Yogyakarta: Araska.
Garrerd, G. (2004). Ecocriticisme. New
York: Routledge.
Malinowski, B. (1994). A Scientifcis
Theory of Cultural and Othere Essay.
Chapel Hild: University of Noarth
Caroline Pres.
Baker. (1984). Filsafat Kebudayaan.
Yogyakarta: Kanisius
Soeratno, S., C. (2011) Sastra: Teori &
Metode. Yogyakarta: Elmatera.
Wellek, R., &Warren A. (1956). Theory of
Litarature. 3rd ed. New York:
Harcourt, Brace & World.

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 17 No. 1, 2020 94

Anda mungkin juga menyukai