SKRIPSI
Disusun Oleh:
FRANSISCA DWINDA L
NIM : 039114098
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
i
ii
iii
HALAMAN MOTTO
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Di persembahkan buat:
o Orang tua tercinta
o Kakak
o My soulmate
o almamaterku
v
vi
STUDI DESKRIPTIF PERILAKU SEKSUAL REMAJA
YANG TINGGAL DI DAERAH GONDOMANAN
FRANSISCA DWINDA L
039114098
ABSTRAK
vii
DESCRIPTION STUDY ABOUT SEXUAL BEHAVIOR
IN TEENAGER
AT GODOMANAN
FRANSISCA DWINDA L
039114098
ABSTRACT
This research was aimed to figure out the description about sexual
behavior for teenager who lived in Gondomanan.
The subjects of this research were 82 teenagers who lived in Rt 29 and Rt
28 Rw 18 Gondomanan. It used purposive sampling technique which is the
sample was taked from population according with the aimed for this research. The
data gathering which is used in this study in scale form based on sexual behavior
aspects that said by Sarwono (1999): holding on and arm, embrace, kissing,
touching, touching the sexual organs, petting, oral genital sex, and cointal sex
play. The result of the analyzed data showed the coeffident 0,413 ≤ rxy ≤ 0,876
and the reliability coefficient alpha (α) score of 0,978.
The result of this research showed that sexual behavior for teenager in
Gondomanan re in the lower and middle category. Mostly the parents have good
social economy status so they can give the teenager with appropriate formal
education about sexual problems.
viii
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, kasih dan pernyertaan-Nya maka skripsi yang berjudul “Studi
Deskriptif Perilaku Seksual Remaja Yang Tinggal Di Daerah Gondomanan” dapat
diselesaikan.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
guna mencapai gelar Sarjana Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebasar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan,
petunjuk, dukungan dari awal hingga selesainya penyesunan skripsi ini. Ucapan
terima kasih ini penulis haturkan kepada:
1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Sylvia Carolina MYN., S.Psi., M.Si, selaku kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Agnes Indar E., S.Psi., M.Si., Psi, sebagai Dosen Prmbimbing yang
telah memberikan saran dan bimbingan dengan sepenuh hati dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si, sebagai Dosen Penguji yang telah
memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Titik Kristiyani, M.Psi, yang dengan sabar hati berkenan menuntun,
membimbing dan memberikan pengarahan dalam menyusun skripsi
ini.
6. Suwoyo, selaku ketua Rw 18 Gondomanan Yogyakarta
7. Seluruh remaja Rw 18 Gondoman Yogyakarta yang telah membantu
dalam penelitian skripsi ini.
8. Orangtua dan kakakku yang senantiasa mendorong dan mendukung
dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
9. “Nyebelin” yang dengan sabar menjadi kekasihku yang mendamping,
memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. “Moetant” janjiku untuk bisa menjadi sarjana sudah aku penuhi,
meskipun kamu tidak bisa menemani aku lagi, melelahkan tapi
akhirnya selesai juga.
11. Crue Circle K Ambarukmo yang dengan tulus mengajari aku tentang
“kehidupaan nyata” sehingga bisa membuatku bersemangat menjalani
hidup termasuk menyelesaikan skripsi yang sempat tertunda “I luv u
all”
12. Sahabat-sahabatku dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang melalui dukungan dalam berbagai hal
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan
penulis terima dengan senang hati demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak
yang memanfaatkan.
Fransisca Dwinda. L
xi
DAFTAR ISI
MOTTO ................................................................................................................. iv
ABSTRACT........................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv
LAMPIRAN........................................................................................................... xvii
A. REMAJA ....................................................................................... 10
xii
1. Pengertian Remaja .................................................................. 10
GONDOMANAN .......................................................................... 30
C. Definisi Operasional....................................................................... 35
D. Subjek Penelitian............................................................................ 37
E. Metode Penskalaan......................................................................... 38
2. Skoring ..................................................................................... 39
3. Isi Skala.................................................................................... 40
xiii
G. Analisis Data .................................................................................. 46
A. HASIL PENELITIAN.................................................................... 47
3. Deskripsi Data.......................................................................... 50
B. PEMBAHASAN ............................................................................ 52
A. Kesimpulan ................................................................................... 55
B. Saran-saran..................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Remaja dikenal sebagai sosok dengan rasa ingin tahu yang sangat besar,
banyak minat yang berkembang pada masa remaja, diantaranya minat sosial dan
minat seputar masalah seksual. Satu stereotip yang menonjol pada remaja adalah
yang berkaitan dengan masalah seksual. Menurut Luthfie (2005) ada lima topik
yang diminati remaja dalam upaya memenuhi rasa ingin tahunya mengenai
Remaja yang berada dalam masa peralihan antara masa anak-anak dan
perubahan yang terjadi dalam diri remaja, baik dalam aspek jasmaniah, rohaniah,
perubahan dratis pula pada tingkah laku remaja bersangkutan dan tantangan yang
hubungan dengan dunia luar, jiwanya mulai kritis dan ingin tahu tentang keadaan
1
2
yang sebenarnya, fantasi atau daya khayalnya mulai bekerja sehingga mulai ada
kebingungan untuk mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Oleh
karenanya dalam tahap perkembangan remaja banyak diperlukan peran orang tua.
namun cukup pelik untuk diatasi. Perkembangan seksual pada remaja sebenarnya
adalah bagian dari tugas perkembangan yang harus dijalani, namun di sisi lain
perilaku seksual beresiko disebabkan oleh beberapa hal, misalnya krisis identitas,
penerapan disiplin yang efektif, serta khususnya peran orangtua (Gunarsa, 1988).
Fenomena yang tampak dari ungkapan di atas antara lain perilaku seksual
pranikah yang dilakukan remaja masa kini. Suatu penelitian yang dilakukan oleh
Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan
mulai Juli 1999 hingga Juli 2002, dengan melibatkan sekitar 1.660 responden
yang berasal dari 16 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Yogya. Yang
3
pranikah tanpa ada paksaan, dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya
seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil.
pranikah. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari 8.941 pelajar dari 119 SMA dan
dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif. Apalagi bila remaja itu
terhadap remaja. Selain itu, lingkungan negatif juga akan membentuk remaja
Bahkan, remaja yang merasa bebas dan tidak terkekang, ternyata lebih mudah
jatuh pada perilaku antara, yaitu merokok dan alkohol. Ujung-ujungnya dari
perilaku antara itu, pelajar akan berperilaku negatif seperti mengonsumsi narkoba
Fenomena ini tentu saja menjadi suatu hal yang sangat memprihatinkan
seksual pranikah tidak jarang justru membawa dampak-dampak negatif bagi diri
mereka sendiri, orang tua dan masyarakat. Contohnya, kehamilan yang tidak
(Sugiharta, 2004) menemukan bahwa 26,35 persen dari 846 peristiwa pernikahan
menyebabkan kehamilan sehingga mau tidak mau dinikahkan. Dalam hal ini,
masa depan remaja akan hancur, keluarga menjadi malu, masyarakat resah dan
sebagainya. Hal ini didukung oleh hasil polling yang dilakukan Lembaga
melakukan hubungan seks pranikah dan hampir sebagian besar berada di wilayah
kos-kosan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung.
Dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi (curhat) dan polling yang dilakukan
tempat rekreasi (2,4%), di kampus (1,3%), di mobil (0,4%) dan tak diketahui
(0,7%). Menurut Agus Mochtar, Ketua Sahara Indonesia, sebanyak 72,9 persen
melakukan aborsi lebih dari satu kali. Aborsi umumnya dilakukan dengan bantuan
menderita penyakit kelamin akibat hubungan seks bebas itu (Mochtar, 2003).
sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk dari perilaku seksual ini bermacam-
5
yang berkaitan dengan nilai-nilai seks dan moral. Ada kecenderungan bahwa
remaja dengan perilaku seksual tidak bertanggungjawab lebih banyak berasal dari
orang tua dengan kelas sosial ekonomi rendah dengan perbandingan perkirakan
dan penerapan disiplin yang tidak efektif serta tidak sesuai merupakan faktor
bertanggung jawab. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga
bertanggungjawab juga rendah Orang tua juga berperan sebagai contoh bagi
anaknya. Hal ini berpengaruh pada perilaku remaja dalam kehidupan sehari-hari.
Orangtua merupakan orang terdekat bagi remaja, jadi apapun yang dilakukan oleh
orangtua pada akhirnya mendorong remaja untuk melihat dan meniru seperti yang
dilakukan oleh orangtuanya. Orang tua dengan sosial ekonomi rendah juga
6
menjerumuskan pada perilaku seksual. Apalagi jika remaja bisa melihat sesuatu
yang belum pantas mereka lihat, tidak mustahil kalau saat ini banyak remaja
melakukan seks bebas. Pada dasarnya semakin banyak informasi yang masuk dan
orang tua dengan keingintahuan remaja tidak seimbang maka mendorong remaja
dijalankan dalam masyarakat tersebut. Perubahan ini dapat terlihat dalam tingkah
laku, sikap dan pikiran yang berhubungan dengan seks (Munawaroh, 1997).
hubungan seks. Dari penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2005) dapat
diketahui bahwa pola pendidikan orang tua mempengaruhi berpikir positif tentang
terdapat perbedaan perilaku seksual remaja berkaitan dengan latar belakang sosial
ekonomi orangtua.
daerah dengan kepadatan cukup tinggi yaitu 1.356,4 jiwa per hektar serta
memiliki jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 705 kepala keluarga. Data ini
Kartono (2003) dapat membawa pengaruh yang negatif terhadap remaja seperti
perilaku seks bebas. Selain itu, letak geografis daerah Gondomanan yang berada
informasi seperti warnet, film, game, dan supermall. Ancok (dalam Munawaroh,
diserap dapat saja dengan mudah melakukan seks bebas. Sebagaimana yang
cenderung meningkat karena adanya pemahaman yang keliru mengenai seks. Dua
hal tersebut yang menarik bagi peneliti untuk meneliti perilaku seksual remaja
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Gondomanan.
9
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis :
2. Secara praktis :
masyarakat umumnya dan para pembimbing atau pendidik kaum remaja serta
orang tua yang memiliki anak remaja mengenai perilaku seksual remaja
BAB II
LANDASAN TEORI
A. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Istilah remaja di ambil dari bahasa Inggris adolescence yang berasal dari
bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh ke arah kematangan atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah remaja yang di gunakan saat ini memiliki arti yang lebih
luas, yaitu mencakup kematangan fisik, mental, emosi dan sosial (Sarwono, 2000).
Batasan usia remaja di Indonesia menurut Sarwono (1994) adalah mereka yang
berusia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah
usia dimana umumnya tanda seksual sekunder mulai nampak sedangkan batasan usia
24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberi peluang pada mereka yang
antara anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
Berdasarkan tinjauan usia menurut WHO, remaja adalah mereka yang berusia
10-19 tahun dan belum kawin. Namun batasan usia remaja hingga usia 19 tahun
ternyata tidak menjamin remaja telah mencapai kondisi sehat fisik, mental, dan sosial
10
11
bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai usia 16
tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja terjadi hingga usia18 tahun. Lebih lanjut
Hurlock (1994) mengemukakan bahwa masa remaja dimulai pada saat anak mencapai
kematangan seksual dan berakhir pada saat anak mencapai kematangan secara hukum
Monks, dkk (1998) menyatakan bahwa masa remaja di mulai pada usia 12
hingga 21 tahun, dengan pembagian usia 12 -15 tahun sebagai remaja awal, 15-18
tahun remaja pertengahan, dan 18-22 tahun remaja akhir. Remaja pada masing-
masing periode umur akan mengalami berbagai perubahan, seperti perubahan fisik,
dimulai pada usia 11 sampai dengan usia 24 tahun dan belum menikah, dimana pada
seksual), psikis (emosional) dan sosial. Pada penelitian ini, untuk mempermudah,
maka batasan usia remaja yang digunakan adalah rentang usia antara 12-21 tahun,
dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk
masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir
12
Menurut Havighurst, (dalam Hurlock, 1999) ciri masa remaja antara lain:
Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting
baru.
perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang terjadi
sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan
datang serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.
Lebih lanjut Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja sebagai periode
perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa belajar sejajar
dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti
selalu mempunyai masalah-masalah sendiri namun masalah yang terjadi pada masa
remaja sering sulit diatasi baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Ada dua
alasan bagi kesulitan ini karena sepanjang masa anak-anak, masalah yang terjadi
sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah. Remaja juga seringkali merasa diri mandiri
bantuan orang tua dan guru. Hurlock (1999) juga menyebut karakterisitik masa
remaja sebagai masa mencari indentitas diri, dimana remaja lambat laun menemukan
a. Remaja awal (12-15 tahun). Pada tahap ini, remaja masih heran terhadap
pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.
terhadap ego dan menambahkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang
dewasa.
b. Remaja madya (15-18 tahun). Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-
teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri dengan cara
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat sama dengan dirinya. Pada tahap
ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih
yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan
sebagainya.
c. Remaja akhir (18-21 tahun). Tahap ini adalah masa mendekati masa kedewasaan
dikatakan sebagai masa badai dan tekanan atau storm and stress, yang diwarnai
yang menurut remaja tidak normal akan membuat remaja merasa tertekan sebagai
2000).
gabungan antara periode peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, dan
menimbulkan kegelisahan pada remaja sehingga masa remaja disebut sebagai masa
Pada masa remaja terjadi perubahan masa dimana individu tumbuh menjadi
dewasa. Dalam perkembangannya ini maka remaja akan mengalami perubahan tidak
15
hanya fisik, psikis serta status sosial dimana posisi yang sebagian diberikan oleh
orangtua ketika masa anak-anak akan berubah seiring dengan status yang
sendiri
a. Perkembangan Fisik
meliputi ukuran tubuh baik komposisi dan proporsinya. Masa remaja juga ditandai
dengan mulai berfungsinya alat reproduksi ditandai haid pada wanita dan mimpi
Muss dalam Sarwono (1994) membuat perubahan fisik tersebut pada anak
badan menjadi panjang, pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan lurus
16
perubahan pada anak laki-laki perubahan fisik meliputi: pertumbuhan tulang, testis
(buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap,
pertumbuhan dan tinggi badan, tumbuh bulu-bulu halus di wajah (kumis, jenggot),
tumbuh bulu ketiak, perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan
mengembangkan sel telur menjadi janin. Hurlock (1994) mengatakan bahwa cirri-ciri
seksual sekunder berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa
remaja. Alat-alat reproduksi menjadi lebih siap pada akhir masa remaja.
hormon, zat kimia yang dibuat organ tubuh tertentu yang dinamakan kelenjar.
tanda-tanda seksual dan bertanggungjawab penuh dalam produksi sel telur dan
spermatozoa. Pada pria testis memproduksi hormon androgen dan testosteron yang
spermatozoa, yaitu benih laki-laki yang apabila bertemu dengan telur (ovum) dalam
rahim akan terjadi pembuahan. Sedangkan pada wanita produksi hormon estrogen
17
membuat sel telur masak dan siap dibuahi. Apabila tidak terjadi pembuahan, maka sel
b. Perkembangan Sosial
dalam segi sosial. Apabila dimasa kanak-kanak mereka masih sangat tergantung pada
orangtuanya maka pada masa remaja mereka berusaha melepaskan diri dari orangtua
dan berusaha menemukan dirinya, mencapai otonomi diri dan mendapat pengakuan
Masrers dkk (1986) mengatakan bahwa periode remaja adalah masa yang
sulit dan banyak perubahan. Pada masa ini terdapat tuntutan secara psikososial yang
meliputi banyak hal, remaja menjadi lebih mandiri dari orangtua, lebih banyak
berinteraksi dengan teman sebaya, dapat bertanggungjawab terhadap diri sendiri, dan
yang paling penting pada masa remaja mereka harus dapat menguasai peran sesuai
dengan jenis kelaminnya. Tugas remaja dalam peran seksualitasnya antara lain:
mulai belajar berpikir secara abstrak, dan perubahan sosial-emosional dimana remaja
mulai melepaskan diri dari orang tua dan mencapai kemandirian. Kesimpulan ini
secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
Van Conde Boas dalam Monks (2006) mengatakan bahwa perilaku seksual
merupakan cetusan dari kebutuhan seksual dimana di dalamnya gabungan dari empat
dimensi yaitu: (1) proses reproduksi, (2) Dimensi kenikmatan (3) dimensi hubungan
atau relasi (4) institusionalisasi. Keterkaitan di antara empat dimensi tersebut dalam
perilaku seksual tergantung pada individu, nilai masyarakat dan arti yang diberikan
Sementara itu Masters dkk. (1986) berpendapat bahwa seksualitas berasal dari
sifatnya erotis. Seksualitas adalah hal yang sangat unik karena proses ini bersifat
sangat pribadi. Masalah seksualitas selalu menarik bagi manusia dari waktu ke waktu.
Nilai-nilai dalam seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem sosial, dan pola
menjadi dua, yaitu pengertian dalam cakupan sempit dan dalam cakupan luas.
Pengertian dalam arti sempit ialah bahwa seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari
alat kelamin, anggota-anggota tubuh dan cirri-ciri badaniah yang membedakan laki-
laki dan perempuan, kelenjar dan hormone kelamin, hubungan seksual, serta
19
pemakaian alat kontrasepsi. Pengertian dalam arti luas adalah bahwa seksualitas ini
merupakan segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis
kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan
seksualitas melibatkan faktor psikososial yaitu adanya emosi, pikiran dan kepribadian
yang terlibat. Seksualitas dari dimensi perilaku atau disebut perilaku seksual adalah
yang mendalam.
yang wajar dalam arti sebagian besar manusia pada akhirnya mengalami hal itu.
Perilaku seksual melibatkan orang lain berarti perilaku seksual merupakan perilaku
20
sosial. Seperti perilaku sosial yang lain, maka perilaku seks dalam kehidupan sosial
diatur sesuai dengan norma yang berlaku. Salah satu norma yang mengatur perilaku
seksual menyatakan bahwa hubungan seksual hanya bisa dilakukan dalam lembaga
perkawinan.
Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a)
aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin) sedangkan
seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa
tentang bagaimana seseoarang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka
yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan
kata.
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi dari perilaku
seksual adalah cetusan dari kebutuhan seksual serta bagian dari perilaku sosialisasi
institusionalisasi, hubungan atau relasi. Empat dimensi tersebut juga menjadi faktor
a. Memegang dan bergandengan tangan, adalah salah satu bentuk dari sentuhan.
b. Berpelukan
c. Berciuman, yang dilakukan sebagai simbol afeksi dan dapat bersifat sangat
sensual.
e. Memegang alat kelamin untuk memberi stimulasi pada alat vital yang akan
memberi kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang
f. Petting atau bentuk kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan
g. Oral genital seks, adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi
h. Cointal seks play, dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks.
Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal seks play adalah
Masters dkk. (1982) berpendapat bahwa perilaku seksual tidak hanya aktivitas
perilaku seksual adalah reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang
22
diterima dari orang lain dan reaksi tersebut dapat bersifat erotis dimana di dalamnya
juga terkandung segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis
kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan
laki-laki dan perempuan. Perilaku seksual juga digunakan oleh individu sebagai
kesenangan seksual pada bagian tubuh yang peka, memegang alat kelamin, petting,
perilaku seksual merupakan bagian dari perilaku sosial (Faturohman 1990). Faktor-
faktor perilaku seksual remaja menurut lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor Fisik
Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra
tubuh. Citra tubuh yang buruk, terutama disertai penolakan atau pembedahan yang
2. Faktor Hubungan
waktu yang tepat untuk aktivitas seks. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa
sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih
besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut. Sebagian klien mungkin tidak
sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja merasa kalau aktivitas seks
yang kuat tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual, aktivitas
remaja dalam menanggapi tugas perkembangan yang baru. Hal inilah yang
memberikan perhatian baru dan berbeda dari tugas perkembangan yang dilalui
b. Perubahan emosi atau “emotional changes” yang meliputi; desakan atau tekanan
penyesuaian diri, ingin diakui sudah dewasa, ingin bebas dari aturan orang tua,
malu tampil di muka umum bersama orang tua, masalah kebingungan, masa
mencari identitas diri, rasa ingin tahu yang besar, rendah diri.
itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-
seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukkan tentang tubuh
secara berbeda seperti, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula
respon terhadap tindakan mereka, misalkan orang tua juga akan memberikan
menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak berdasarkan kultur yang
sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan
dan nilai yang luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-
hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam
perilaku seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk
dinikahi.
seksual adalah faktor perubahan fisik yang disertai dengan perubahan psikis, keluarga
dan norma masyarakat. Ketiganya merupakan faktor yang tidak bisa saling
Menurut Wright (dalam Santrock, 2003), salah satu aspek dari faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah faktor psikologis dari perubahan
fisik di masa pubertas yang dimana bentuk awal dimulai dari pengenalan perbedaan
seks. Pada perkembangan ini maka remaja menjadi amat memperhatikan tubuh
tampaknya. Remaja sering memandangi cermin selama berjam-jam setiap hari untuk
melihat apakah ada yang berubah dengan tubuhnya. Perhatian yang berlebihan
terhadap citra tubuh sendiri, amat kuat pada masa remaja, terutama amat mencolok
26
selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan tubuhnya dibandingkan dengan
khususnya dalam masalah pergaulan dengan lawan jenis. Pergaulan ini ditandai
kepada usaha mencari perhatian dan menjalin hubungan emosional. Apabila tahap ini
sudah terjadi maka remaja akan menjalin pergaulan yang lebih erat lagi dan tidak
Pada seorang remaja, perilaku seks tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang
dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap
pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas atau karena pengaruh kelompok
dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini
kelompoknya telah melakukan perilaku seks pranikah. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi seorang remaja melakukan seks karena ia didorong oleh rasa ingin
tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut
merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal
yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri
(Khisbiyah, 1997)
27
Dari pernyataan di atas maka perilaku seksual pada remaja tidak hanya
menyangkut masalah hubungan fisik saja namun dimulai dari pengenalan perubahan
bentuk tubuh yang diikuti dengan ketertarikan terhadap lawan jenis hingga pada taraf
pengertian daerah padat ditinjau dari segi kepadatan penduduk dibagi menjadi tiga
macam yaitu:
Bahwa ditinjau dari pengertian daerah pada di atas maka pengertian daerah
Bila ditinjau berdasarkan segi kepadatan penduduk serta survei BPS tahun
stratum sosial yang berkaitan dengan lama bertempat tinggal di perkotaan yakni : (1)
golongan yang baru datang di kota (bridgeheaders), (2) golongan yang sudah agak
lama tinggal di daerah perkotaan (consolidators), dan (3) golongan yang sudah lama
28
status consolidators ini mereka memiliki tingkat ekonomi serta status sosial kurang
yang ada, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari pemukiman padat penduduk adalah
(LP3ES, 1983):
c. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan
d. Penghuni pemukiman padat penduduk secara sosial dan ekonomi tidak homogen.
informal.
29
Bukan hanya pemukiman yang padat rumah tetapi juga jalan-jalan dan
sehingga jalan yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut nampak padat. Jalan-
jalan yang seharusnya adalah jalan untuk umum menjadi seperti milik pribadi-pribadi,
yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat penghuni pemukiman padat
penduduk dan bahwa kesemuanya itu mengacu pada kebudayaan kemiskinan yang
kemiskinan yang menjadi model bagi pola kehidupan ekonomi informal adalah tidak
atau kurang efektifnya partisipasi masyarakat yang tinggal dalam pemukiman padat
penduduk dalam pranata-pranata yang berlaku dalam masyarakat luas, dan karena itu
ekonomi informal sebaliknya kehidupan sosial mereka lanjut dipengaruhi oleh corak
kehidupan ekonomi mereka. Ini yang menjadikan hal yang bertolak belakang antara
akses sarana publik yang sebenarnya mudah untuk didapatkan namun karena
antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat berdekatan, bahkan ada yang hanya
berbataskan tembok. Rumah yang memiliki halaman luas sangat jarang dijumpai
30
karena pemukiman yang padat dan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan
diatasi warga setempat dengan pembangunan fisik secara vertical (Pusat Studi
hubungan antar warga, mereka memiliki ikatan yang erat antara satu warga dengan
warga yang lain layaknya ikatan kekeluargaan dan kebersamaan. Gang atau jalan
yang sempit yang terdapat di dusun Gondomanan menuntut orang yang melewatinya
untuk bertegur sapa apabila berpapasan. Namun disisi lain karena jarak antar rumah
yang sangat dekat maka tidak ada privasi yang didapatkan antar rumah.
Telah dijelaskan bahwa salah satu perubahan yang dialami pada masa remaja
seksual. Hal ini yang kemudian mendasari bentuk-bentuk perilaku seksual. Perilaku
seksual remaja merupakan perilaku yang dicetuskan karena kebutuhan seks namun
tidak terlepas dari berbagai faktor diantaranya adalah faktor perubahan fisik yang
merupakan faktor yang tidak bisa saling dipisahkan dalam membentuk perilaku
keluarga merupakan norma pertama yang dimiliki remaja sebelum individu tersebut
melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki
seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa
yang telah orang tua tunjukan tentang tubuh dan tindakan mereka (Santrock 1996).
Kedua, orang tua juga berperan sebagai contoh bagi anaknya. Hal ini berpengaruh
terdekat bagi remaja, jadi apapun yang dilakukan oleh orangtua pada akhirnya
mendorong remaja untuk melihat dan meniru seperti yang dilakukan oleh orangtua.
Ketiga, orang tua dengan sosial ekonomi rendah penghasilan cenderung kurang
ini mengarahkan adanya kecenderungan bahwa remaja dengan perilaku seksual tidak
bertanggungjawab lebih banyak berasal dari orang tua dengan kelas sosial ekonomi
menjerumuskan pada perilaku seksual. Apalagi jika remaja bisa melihat sesuatu yang
32
belum pantas mereka lihat, tidak mustahil kalau banyak remaja melakukan seks
bebas. Pada dasarnya semakin banyak informasi yang masuk dan berkesan
diingatannya maka semakin besar pula kemungkinan akan menirukannya. Bila antara
informasi terhadap nilai-nilai seksual yang diberikan orang tua dengan keingintahuan
remaja tidak seimbang maka mendorong remaja melakukan perubahan perilaku pada
ini dapat terlihat dalam tingkah laku, sikap dan pikiran yang berhubungan dengan
seks.
penduduk yang memiliki tingkat ekonomi, pendidikan serta sosial yang kurang.
Pekerjaan orang tua yang kebanyakan bergerak dalam bidang informal seringkali
tidak cukup untuk menyediakan sarana pendidikan bagi anak-anaknya (Pusat Studi
Kependudukan UGM, 1983). Peran orang tua seringkali justru teralihkan untuk
menjadi sumber penghasilan sehingga peran orang tua sebagai sumber informasi juga
kurang. Sementara latar belakang pendidikan orang tua yang kurang menyebabkan
masih dipegangnya nilai-nilai lama bahwa membahas perilaku seksual dengan anak
menyebabkan perubahan nilai yang diterima oleh anak yang kemudian dibawa hingga
seksual. Akibat dari nilai kebebasan perilaku seksual yang tidak diimbangi dengan
33
informasi perilaku seksual bertanggung jawab yang didapatkan dari orang tua akan
sementara akibat dari hubungan fisik ini tidak diperhatikan oleh remaja tersebut.
34
Gambar 2.1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan
untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui
data atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 1999). Fokus penelitian ini dimaksudkan
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku seksual remaja yang tinggal di daerah
Gondomanan.
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi pusat perhatian suatu
penelitian yang bervariasi (Arikunto, 1989). Variabel dalam penelitian ini adalah
C. Definisi Operasional
variabel, atau penegasan arti dari variabel yang digunakan dan cara yang dipakai
Perilaku seksual yaitu aktifitas fisik dan mental sebagai reaksi terhadap
stimulus seksual dan merupakan perwujudan dorongan seksual terhadap lawan jenis,
35
36
yang dapat diamanti secara langsung melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-
tahap bentukan perilaku seksual. Dalam penelitian ini data mengenai perilaku seksual
akan diungkap dengan menggunakan skala perilaku seksual didapat pada bentuk-
a. Memegang dan bergandengan tangan adalah salah satu bentuk dari sentuhan.
Sentuhan adalah salah satu bentuk perilaku dan dapat berarti beberapa hal.
b. Berpelukan
c. Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat berarti simbol afeksi dan
e. Memegang alat kelamin adalah memberi stimulasi pada alat vital akan memberi
kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang sangat
f. Petting kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan kesenangan
g. Oral genital seks adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi
h. Cointal seks play dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks.
Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal seks play adalah
pada tiap perilaku seksual di atas ditentukan melalui penilaian 6 orang penilai yang
terdiri dari 2 orang dosen psikologi dan 4 orang mahasiswa psikologi tingkat akhir.
berarti tidak intens sampai 7 yang berarti sangat intens. Range pembobotan dalam
skala perilaku seksual ini termasuk dalam pendataan yang berbentuk interval, di mana
pembobotan tersebut bukan hanya ada perangkingan namun juga ada jarak yang sama
D. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah remaja yang bertempat
a. Berusia 14-21 tahun. Pengambilan usia subjek ini berdasarkan pada pembagian
usia remaja menurut Sarwono, dimana pada usia ini tanda seksual sekunder mulai
nampak.
b. Bertempat tinggal di daerah Gondomanan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian
yaitu untuk meneliti perilaku seksual pada remaja yang tinggal di daerah
Gondomanan.
38
E. Metode Penskalaan
Instrumen dalam penelitian ini adalah skala. Menurut Allen & Yen (dalam
tertentu yang mengukur satu sifat. Tujuan dari penskalaan adalah mendapatkan skala-
skala yang baik, menyajikan dasar-dasar dan teknik untuk memilih jenis-jenis skala
tertentu dan untuk mendiskripsikan sifat-sifat aneka skala menurut taraf pengukuran
masing-masing.
Hadi (1991) Summated rating merupakan modifikasi dari skala Likert yang terdiri
dari empat jawaban, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang
terkandung dalam skala lima tingkat. Skala lima tingkat mempunyai kategori netral
dan memiliki arti ganda sehingga bisa diartikan belum dapat memutuskan dan
akan diberi skor sesuai dengan nilai skala kategori jawaban yang akan diberikan.
Skor tersebut kemudian dijumlahkan, dirata-rata untuk mendapatkan skor pada skala
2. Skoring
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Penyataan yang favourable yaitu pernyataan yang mendukung aspek yang akan dikur
b. Sesuai (S) :3
aspek yang hendak diukur dan akan berlaku penilian sebagai berikut:
b. Sesuai (S) :2
Setelah ditentukan nilai skala untuk tiap pilihan jawaban, maka skor yang
diperoleh oleh subjek pada tiap item akan dikalikan dengan bobot penilaian yang
b. Berpelukan :2
c. Berciuman :3
f. Petting :6
g. Oral genital :6
Setelah dikalikan dengan bobot tersebut, barulah didapatkan skor per item
bagi subjek.
3. Isi Skala
a. Memegang dan bergandengan tangan adalah salah satu bentuk dari sentuhan.
Sentuhan adalah salah satu bentuk perilaku dan dapat berarti beberapa hal.
b. Berpelukan
c. Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat berarti simbol afeksi dan
e. Memegang alat kelamin adalah memberi stimulasi pada alat vital akan memberi
kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang sangat
f. Petting kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan kesenangan
g. Oral genital sex adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi
h. Cointal sex play dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks.
Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal sex play adalah hubungan
mengembangkan aitem penyataan dalam skala sebanyak 48 butir yang terdiri dari 24
Tabel 3.1
Favourable Unfavourable
Tabel 3.2
Favourable Unfavourable
Total 40 40 48
Sebelumnya skala yang digunakan dalam penelitian ini perlu diuji cobakan
sehingga skala pengukuran dalam penelitian ini benar-benar akurat dan terpercaya
(Azawar, 1999). Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 20 November 2008
dengan subjek sejumlah 82 orang remaja yang tinggal daerah Gondokusuman. Uji
coba penelitian ini dilaksanakan pada remaja yang berusia 11-21 tahun, dengan cara
membagikan skala kepada subjek dan langsung diambil kembali setelah selesai
43
mengisi. Pengambilan data ujicoba peneliti dibantu oleh beberapa teman. Data yang
diperoleh dari uji coba alat ukur ini dipergunakan untuk mengetahui validitas dan
1. Validitas
Validitas adalah seberapa jauh alat ukur dapat mengukapkan dengan tepat dan
dapat menunjukkan dengan sebenarnya gejala-gejala atau bagian dari gejala yang
hendak diukur. Suatu alat ukur dapat memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut
mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran
isi, validatas isi menyangkut tingkat kebenaran suatu instrumen mengukur isi
(content) dari area yang akan diukur (Azwar, 2000). Validitas isi diselidiki melalui
judgement dilakukan oleh orang yang sudah ahli, dalam hal ini adalah dosen
pembimbing skripsi.
2. Seleksi item
keseluruhan melalui komputasi pencarian koefisien item total yang secara umum
dikenal sebagai indeks daya beda item, karena item yang konsisten adalah item yang
mampu menunjukkan perbedaan antara subjek dengan indikator yang ada pada skala
tersebut dengan skor total tes. Semakin tinggi koefisien korelasinya (mendekati nilai
44
satu), maka semakin tinggi daya beda itemnya. Jika koefisien korelasinya rendah
(mendekati nol), berarti fungsi daya beda jelak, yang berarti item tersebut tidak cocok
dengan alat ukur. Namun, jika koefisien korelasinya bernilai (-), maka berarti item
tersebut benar-benar jelek dan sangat tidak cocok dengan fungsi alat ukurnya
sehingga harus dibuang (Azwar, 1999). Koefisien daya beda item pada penelitian ini
adalah menguji kesahihan item-item yang dinyatakan lolos uji dengan item yang
koefisien korelasi item-totalnya >0.30. Jadi, jika ada aitem yang memiliki koefisien
korelasi item-total <0.30 maka item tersebut tidak sahih dan harus dibuang. Apabila
jumlah aitem yang lolos masih kurang mencukupi maka dapat dipertimbangkan
menurunkan batas kriteria 0.30 menjadi 0.25 sehingga aitem yang diinginkan dapat
bergerak dari 0,413 ≤ rxy ≤ 0,876 (hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).
Hasil analisis validitas dapat disimpulkan bahwa semua aitem skala valid dan dapat
3. Realibilitas
atas apa yang diukur. Reabilitas adalah kemantapan, konsistensi, preditabitas dan
kejituan suatu alat tes dalam pengukuran (Kerlinger, 1985). Pengukuran yang
45
memiliki reliabitas yang tinggi adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data
yang reliabel.
koefisien alpha dari Cronbach dengan menggunakan program SPSS VERSI 11. Data
untuk menghitung koefisien alpha dapat diperoleh lewat penyajian data bentuk skala
Uji reliabilitas dilakukan terhadap semua aitem valid. Analisis untuk uji
reliabilitas pada alat ukur menggunakan metode penghitungan reliabilitas alpha dari
Cronbach dengan bantuan program SPSS 11.0 for window. Hasil yang diperoleh
reliabilitas alpha (α) sebesar 0,978. Artinya, skala Perilaku Seksual Remaja tersebut
memiliki tingkat kepercayaan 97,8 %. Atau dengan kata lain, jika dikenakan pada
subjek yang berbeda 97,8 % akan memiliki hasil yang sama (hasil selengkapnya
G. Analisis Data
atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel
ynag berlaku untuk umum. Dalam statistik deskriptif data-data disajikan dengan
Data yang telah diperoleh akan diskoring secara kuantitatif sesuai dengan cara
penilaian terhadap skala. Skor yang didapat menunjukan tingkat perilaku seksual,
asumsinya apabila skor yang diperoleh tinggi menujukkan perilaku seksual yang
BAB IV
A. HASIL PENELITIAN
Gondomanan secara keseluruhan adalah 9.035 orang kepala keluarga dan 705 kepala
keluarga di antaranya masuk dalam kategori keluarga pra sejahtera. Bila ditinjau
berdasarkan segi kepadatan penduduk serta survei BPS tahun 1997 tersebut maka
1.356,4 jiwa Per Hektar. Data ini menjadi indikator adanya pemukiman padat dengan
daerah Gondomanan adalah consolodators, yaitu penduduk yang sudah tinggal agak
lama di perkotaan. Dengan status consolidators ini mereka memiliki tingkat ekonomi
serta status sosial kurang meskipun tidak termasuk dalam keluarga pra sejahtera
antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat berdekatan, bahkan ada yang hanya
berbataskan tembok. Rumah yang memiliki halaman luas sangat jarang dijumpai
karena pemukiman yang padat dan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan
diatasi warga setempat dengan pembangunan fisik secara vertical (Pusat Studi
Kependudukan UGM, 1983). Selain itu, letak geografis daerah Gondomanan yang
47
48
berada di dekat pusat kota Yogyakarta memberikan berbagai kemudahan bagi para
padat dan memiliki permasalahan sosial ekonomi serta kemudahan akses bagi para
remaja yang tinggal di Daerah Gondomanan terhadap berbagai hiburan dan informasi,
inilah yang menarik minat peneliti untuk meneliti perilaku seksual remaja yang
putra dan putri yang bertempat tinggal di daerah Gondomanan Rt 29 dan Rt 28, Rw
18 dengan cara membagikan skala secara langsung pada subjek. Skala penelitian ini
terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama berisi data diri dan demografik subjek,
sedangkan bagian kedua berisi skala perilaku seksual. Data penelitian diperoleh
dengan cara meminta subjek mengisi skala yang berisi pernyataan mengenai
sesuai dengan keadaan diri subjek. Sebagai antisipasi agar tidak terjadi faking maka
subjek diminta untuk tidak mencantumkan nama. Selain itu, sebelum subjek mengisi
skala terlebih dahulu peneliti menekankan pada setiap subjek bahwa penelitian ini
Subjek dalam penelitian ini berusia antara 14 hingga 21 tahun. Skala perilaku
seksual remaja ini dibagikan kepada 120 orang namun skala yang kembali hanya 82
skala dengan subjek terdiri dari 30 laki-laki dan 52 perempuan. Pada penelitian ini
hanya dilakukan satu kali pengambilan data sehingga data yang diperoleh digunakan
49
untuk tryout dan diolah sebagai data penelitian. Hal ini dikarenakan semua aitem
2. Deskripsi Subjek
Jumlah subjek keseluruhan dalam penelitian ini adalah 82 orang remaja yang
Tabel 4.1
Deskripsi Subjek Penelitian (N=82)
No Karakteristik Jumlah Persentase
1 Jenis Kelamin:
Laki – laki 30 36,6%
Perempuan 52 63,4%
2 Usia:
11 – 15 tahun 12 14,64%
16 – 19 tahun 47 57,31%
> 20 23 28,05%
3 Pendidikan Subjek:
SMP 8 9,8%
SMA 67 81,7%
Mahasiswa 7 8,5%
4 Pendidikan Orang Tua:
SD 7 8,5%
SMP 13 15,9%
SMA 47 57,3%
Sarjana 15 18,3%
5 Pekerjaan Orang Tua:
Buruh 5 6%
Pengamen 1 1%
Baby Sitter 1 1%
Satpam 2 2%
Pedagang 4 4%
Guru 2 2%
Swasta 26 31%
Wiraswasta 26 31%
PNS 11 13%
Ibu Rumah Tangga 2 2%
Pensiunan 2 2%
50
3. Deskripsi Data
dan kategorisasi tingkat perilaku seksual remaja di Daerah Gondomanan dapat dilihat
Tabel 4.2
Deskripsi Statistik Data Perilaku Seksual Remaja
N = 82
Data Min Maks Mean SD
Hipotetik 48 1344 696 216
Empirik 195 816 374,84 155,845
Perbandingan mean empirik perilaku seksual remaja lebih kecil dari mean
hipotetik (374,84 < 696), artinya perilaku seksual remaja Gondokusuman secara
keseluruhan dalam kategori rendah secara signifikan karena ME + SDH < MH.
subjek termasuk tinggi atau rendah dapat dilakukan dengan menetapkan kriteria-
skor yang diperoleh subjek. Kategorisasi yang dipilih untuk norma skala mengikuti
distribusi normal (Azwar, 2002). Kategori dan distribusi skor dari data empirik subjek
Tabel 4.3
Kategorisasi Perilaku Seksual Remaja
N = 82
Pedoman Skor Kategori Frek %
X > m + 1,8 SD X> Sangat 0 0
1084,8 Tinggi
m + 0,6 SD < X ≤ m + 1,8 SD 825 < X ≤ Tinggi 0 0
1084,8
m + (-0,6) SD < X ≤ m + 0,6 SD 566,4 < X Sedang 11 13,41 %
≤ 825
m + (-1,8) SD < X ≤ m + (-0,6) 307,2 < X Rendah 34 41,46 %
SD ≤ 566,4
X ≤ m + (-1,8) SD X ≤ 307,2 Sangat 37 45,13 %
Rendah
Ket: X = Skor Perilaku Seksual Remaja
m = Mean hipotetik
SD = Standar Deviasi hipotetik
Berdasarkan hasil kategorisasi skor perilaku seksual remaja menunjukkan
bahwa tingkat perilaku seksual remaja di Daerah Gondomanan yang berada pada
kategorisasi sangat tinggi sebanyak 0 orang (0 %), yang berada dalam kategori tinggi
0 orang (0 %), kategori sedang sebanyak 11 orang (13,41%), yang berada dalam
kategorisasi rendah sebanyak 34 orang (41,46%) dan kategori sangat rendah sebanyak
37 orang (45,13 %). Dari hasil kategori tersebut nampak bahwa rata-rata subjek
B. PEMBAHASAN
daerah Gondomanan memiliki tingkat perilaku seksual pada kategori rendah. Hal ini
dapat dijelaskan dari perbandingan mean empirik (374,84) yang lebih rendah
kebutuhan seks namun tidak terlepas dari berbagai faktor. Faktor lain yang
Hubungan yang melibatkan kemesraan dan kedekatan dengan lawan jenis dapat
1990). Dalam penelitian ini, hasil perilaku seksual pada remaja di daerah
Gondomanan tergolong rendah dan tidak diteliti apakah subjek berstatus sedang
pacaran atau tidak, maka pengaruh faktor kedekatan hubungan terhadap peningkatan
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain adalah
faktor keluarga. Pendidikan keluarga merupakan norma pertama yang dimiliki remaja
berasal dari lingkungan. Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini
itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-
anaknya.
seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukan tentang tubuh dan
tindakan mereka (Santrock 1996). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Munajat (1998) bahwa berfungsinya keluarga sebagai fungsi kontrol dapat menekan
perilaku beresiko termasuk perilaku seksual pada remaja. Dalam penelitian ini
seksual remaja. Pada saat peneliti melakukan pengambilan data dan melakukan
wajib dipatuhi seperti misalnya jam pulang malam, apa yang boleh atau tidak boleh
Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seksual adalah sosial ekonomi,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Kartono (2003) bahwa remaja dengan perilaku
seksual tidak bertanggungjawab lebih banyak berasal dari orang tua dengan kelas
sosial ekonomi rendah dengan perbandingan perkirakan mencapai 50:1. Dari data
deskriptif dapat diketahui bahwa sebagaian besar orang tua subjek memeliki
pekerjaan tetap, maka dapat dilihat tingkat sosial ekonomi subjek menengah.
subjek.
54
Terakhir, tingkat pendidikan subjek yang sebagaian besar adalah siswa SMU
(67%) dan bahkan ada yang berstatus mahasiswa (8,5%) dapat dikatakan bahwa
subjek bisa memperoleh pendidikan yang baik sehingga dapat mengakses informasi
yang positif dan bisa mmenghindari dari perilaku seksual bebas yang berisiko tinggi.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
daerah Gondomanan rata-rata berada dalam kategori rendah hingga sedang. Tidak ada
subjek yang melakukan perilaku seksual dalam kategori tinggi. Faktor yang diduga
mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah faktor fisik dimana pada usia remaja
ini mulai ada ketertarikan dengan lawan jenis. Dalam penelitian ini, hasil perilaku
seksual remaja tergolong rendah karena tidak teliti apakah subjek berstatus pacaran
atau tidak. Perilaku seksual remaja di Gondomanan tergolong rendah karena keluarga
masih berfungsi sebagai kontrol perilaku seksual remaja. Selain itu, status ekonomi
orang tua subjek berada dalam status ekonomi menegah dalam hal ini dapat dilihat
karena sebagian besar subjek dapat bersekolah bahkan ada yang berstatus mahasiswa.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya terbatas pada perilaku seksual remaja yang tinggal di
tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, karena penelitian ini meneliti tentang
perilaku seksual yang sangat sensitive sehingga kemungkinan facking sangat tinggi.
55
56
C. Saran-saran
sebagai berikut:
perilaku seksual pra nikah pada remaja, baik yang bersifat eksternal maupun
internal. Misalnya faktor kontrol diri, lingkungan tempat tinggal, budaya dan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2002, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatam Praktek, Edisi Revisi V,
Cetakan XII, Rineka Cipta, Jakarta.
Assael, H., 1984, Consumer Behavior and Marketing Action. Second Editions,
Boston: Kent Publishing Company.
Azwar, S., 2003, Metode Penelitian, Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Azwar, S., 2003, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi II, Cetakan VII,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Damayanti, R. 2007. Lima dari 100 Siswa SLTA di DKI Berhubungan Seks Sebelum
Menikah. www.bkkbn.com. Diakses 23 September 2007.
Departemen Kesehatan RI., 2001, Kesehatan Reproduksi Remaja, Depkes dan WHO,
Jakarta.
Gunarsa, S.D & Gunarsa, Y.S.D. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: BPK GM
58
Hartanto, T., 2002, Persepsi Siswa SLTP Putra Tentang Kesehatan Reproduksi di
Kotamadya Yogyakarta, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Hindun, I., 1997, Persepsi Orang Tua Terhadap Hubungan Seksual Pranikah, Tesis,
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kartini Kartono, 2006. Psikologi Wanita; Mengenal Gadis Remaja dan Wanita
Dewasa, Mandar Maju, Bandung
Kurniawan, F., September 2002, Majalah Kedokteran Atmajaya, Sikap dan Perilaku
Seksual Mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta Vol.
I, No. 2, hal. 201-210 (207-208), Jakarta.
Masters, W. H., Johnson, V. E., and Kolodny, J. E. 1982. Human Sexuality. New
York. Harper Collins Publisher.
Monks, F.J., dan Knoers A.M.P., 2006, Psikologi Perkembangan, Edisi Ketiga,
Cetakan Keenam belas, diterjemahkan oleh Siti Rahayu Haditono,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Munajat, N., Imran, I., Munawaroh, A.Q. 1998. Pendidikan Seksualitas untuk
Remaja. Peran Pendamping dalam Perkembangan Seksualitas Remaja.
Bandung: PKBI-Jawa Barat.
Notoadmojo, S., 2000, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan I, Rineka Cipta,
Jakarta.
Rahail, Yohanes. 1999. Pendidikan seks bagi remaja dalam keluarga pada
masyarakat adat Sentani di Kehiran Desa Yoboi Kecamatan Sentani
Kabupaten Jayapura. Skripsi Psikologi Universitas Cenderawasih
Sarwono, S.W., 1994, Psikologi ; Pengantar Umum, PT. Bulan Bintang, Jakarta.
Sarwono, S.W., 2003, Psikolog Remaja, Edisi Revisi, Cetakan VII, PT. Raja
Grafindo Persada , Jakarta.
Soejati, S.Z., 2001, Media Litbang Kesehatan, Artikel Perilaku Seks di Kalangan
Remaja dan Permasalahannya, Vol. XI, No. , hal. 32.
Walgito, B., 2002, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, Edisi Revisi, Cetakan III, Anda,
Yogyakarta.
Widiastuti, Tyas Rahayu, 2005. Hubungan Berpikir Positif Dengan Perilaku Seksual
Pra Nikah Pada Remaja, Skripsi F Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
60
Zega, T., 1997, Persepsi Ibu Rumah Tangga Terhadap Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Bagi Remaja, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
61
62
Reliability
N %
Cases Valid 82 100,0
Excluded a 0 ,0
Total 82 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
,971 ,978 48
64
Item Statistics
Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Inter-Item Correlations,481 ,053 ,946 ,894 17,959 ,031 48
The covariance matrix is calculated and used in the analysis.
66
Item-Total Statistics
Frequencies
Statistics
PEKERJAAN PENDIDIKAN
USIA JK PND SUBJ PCR ORTU ORTU
N Valid 82 82 82 82 82 82
Missing 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
USIA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 14 4 4,9 4,9 4,9
15 8 9,8 9,8 14,6
16 10 12,2 12,2 26,8
17 18 22,0 22,0 48,8
18 12 14,6 14,6 63,4
19 7 8,5 8,5 72,0
20 13 15,9 15,9 87,8
21 10 12,2 12,2 100,0
Total 82 100,0 100,0
JK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 30 36,6 36,6 36,6
perempuan 52 63,4 63,4 100,0
Total 82 100,0 100,0
PND SUBJ
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 8 9,8 9,8 9,8
SMA 67 81,7 81,7 91,5
MHS 7 8,5 8,5 100,0
Total 82 100,0 100,0
PCR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Punya 65 79,3 79,3 79,3
Belum Punya 17 20,7 20,7 100,0
Total 82 100,0 100,0
68
PEKERJAAN ORTU
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruh, Pengamen,
7 8,5 8,5 8,5
Baby Sitter
Satpam 2 2,4 2,4 11,0
Pedagang 4 4,9 4,9 15,9
Guru 2 2,4 2,4 18,3
Swasta 26 31,7 31,7 50,0
Wiraswasta 26 31,7 31,7 81,7
PNS 11 13,4 13,4 95,1
IRT 2 2,4 2,4 97,6
Pensiunan 2 2,4 2,4 100,0
Total 82 100,0 100,0
PENDIDIKAN ORTU
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 7 8,5 8,5 8,5
SMP 13 15,9 15,9 24,4
SMA 47 57,3 57,3 81,7
Sarjana 15 18,3 18,3 100,0
Total 82 100,0 100,0
Descriptives
Descriptive Statistics