Anda di halaman 1dari 85

STUDI DESKRIPSI PERILAKU SEKSUAL REMAJA

YANG TINGGAL DI DAERAH GONDOMANAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:
FRANSISCA DWINDA L
NIM : 039114098

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

i
ii
iii
HALAMAN MOTTO

Jangan pernah menyerah-


teruslah berjalan dan
berjalan-
ketahuilah
bahwa anda pasti bisa
bila anda pikir anda bisa.

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Di persembahkan buat:
o Orang tua tercinta
o Kakak
o My soulmate
o almamaterku

v
vi
STUDI DESKRIPTIF PERILAKU SEKSUAL REMAJA
YANG TINGGAL DI DAERAH GONDOMANAN

FRANSISCA DWINDA L
039114098

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran yang lebih lengkap


mengenai perilaku seksual remaja yang tinggal di daerah Gondomanan.
Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah remaja yang berusia 13
tahun-21 tahun yang bertempat tinggal di daerah Gondomanan Rt 29 dan Rt 28
Rw 18 sejumlah 82 subjek. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling yaitu sampel diambil dari populasi sesuai dengan tujuan
penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala yaitu skala perilaku
seksual yang disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku seksual yang
dikemukakan oleh Sarwono (1999) yaitu; memegang dan bergandengan tangan;
berpelukan; berciuman; menyentuh; memegang alat kelamin; petting; oral genital
sex; dan cointal sex play. Hasil analisis validitas skala Perilaku Seksual Remaja
menunjukkan bahwa dari 48 butir aitem yang diujicobakan diperoleh koefisien
korelasi aitem total bergerak dari 0,413 ≤ rxy ≤ 0,876 dan koefisien reliabilitas
alpha (α) sebesar 0,978.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual remaja di
daerah Gondomanan rata-rata berada dalam kategori rendah hingga sedang. Rata-
rata orangtua subjek memiliki pekerjaan tetap, maka dapat dilihat sosial ekonomi
subjek menengah, sehingga mampu membekali subjek dengan pendidikan formal
yang memadai dan mampu memberikan informasi seputar masalah seksual
dengan benar sehingga dapat menghindarkan subjek dari perilaku seks bebas yang
berisiko.

Kata kunci: Perilaku Seksual

vii
DESCRIPTION STUDY ABOUT SEXUAL BEHAVIOR
IN TEENAGER
AT GODOMANAN

FRANSISCA DWINDA L
039114098

ABSTRACT

This research was aimed to figure out the description about sexual
behavior for teenager who lived in Gondomanan.
The subjects of this research were 82 teenagers who lived in Rt 29 and Rt
28 Rw 18 Gondomanan. It used purposive sampling technique which is the
sample was taked from population according with the aimed for this research. The
data gathering which is used in this study in scale form based on sexual behavior
aspects that said by Sarwono (1999): holding on and arm, embrace, kissing,
touching, touching the sexual organs, petting, oral genital sex, and cointal sex
play. The result of the analyzed data showed the coeffident 0,413 ≤ rxy ≤ 0,876
and the reliability coefficient alpha (α) score of 0,978.
The result of this research showed that sexual behavior for teenager in
Gondomanan re in the lower and middle category. Mostly the parents have good
social economy status so they can give the teenager with appropriate formal
education about sexual problems.

Clue: Sexual Behavior in Teenager

viii
ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, kasih dan pernyertaan-Nya maka skripsi yang berjudul “Studi
Deskriptif Perilaku Seksual Remaja Yang Tinggal Di Daerah Gondomanan” dapat
diselesaikan.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
guna mencapai gelar Sarjana Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebasar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan,
petunjuk, dukungan dari awal hingga selesainya penyesunan skripsi ini. Ucapan
terima kasih ini penulis haturkan kepada:
1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Sylvia Carolina MYN., S.Psi., M.Si, selaku kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Agnes Indar E., S.Psi., M.Si., Psi, sebagai Dosen Prmbimbing yang
telah memberikan saran dan bimbingan dengan sepenuh hati dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si, sebagai Dosen Penguji yang telah
memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Titik Kristiyani, M.Psi, yang dengan sabar hati berkenan menuntun,
membimbing dan memberikan pengarahan dalam menyusun skripsi
ini.
6. Suwoyo, selaku ketua Rw 18 Gondomanan Yogyakarta
7. Seluruh remaja Rw 18 Gondoman Yogyakarta yang telah membantu
dalam penelitian skripsi ini.
8. Orangtua dan kakakku yang senantiasa mendorong dan mendukung
dalam menyelesaikan skripsi ini.

x
9. “Nyebelin” yang dengan sabar menjadi kekasihku yang mendamping,
memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. “Moetant” janjiku untuk bisa menjadi sarjana sudah aku penuhi,
meskipun kamu tidak bisa menemani aku lagi, melelahkan tapi
akhirnya selesai juga.
11. Crue Circle K Ambarukmo yang dengan tulus mengajari aku tentang
“kehidupaan nyata” sehingga bisa membuatku bersemangat menjalani
hidup termasuk menyelesaikan skripsi yang sempat tertunda “I luv u
all”
12. Sahabat-sahabatku dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu yang melalui dukungan dalam berbagai hal
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan
penulis terima dengan senang hati demi perbaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak
yang memanfaatkan.

Yogyakarta, September 2009


Penulis

Fransisca Dwinda. L

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii

MOTTO ................................................................................................................. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT........................................................................................................... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ ix

KATA PENGANTAR ........................................................................................... x

DAFTAR ISI.......................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi

LAMPIRAN........................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH .............................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH .............................................................. 8

C. TUJUAN PENELITIAN ............................................................... 8

D. MANFAAT PENELITIAN ........................................................... 9

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 10

A. REMAJA ....................................................................................... 10

xii
1. Pengertian Remaja .................................................................. 10

2. Karakteristik Remaja ............................................................... 12

3. Perkambangan Seksual Pada Masa Remaja ............................ 14

B. PERILAKU SEKSUAL REMAJA ............................................... 18

1. Pengertian Perilaku Seksual .................................................... 18

2. Bantuk Perilaku Seksual ......................................................... 21

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual ............. 22

4. Perilaku Seksual Remaja.......................................................... 25

C. GONDOMANAN SEBAGAI PEMUKIMAN PADAT ............... 27

1. Pengertian Daerah Padat dan Karakteristiknya........................ 27

2. Masalah Sosial Terkait di Gondomanan .................................. 27

D. PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI DAERAH

GONDOMANAN .......................................................................... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 35

A. Jenis Penelitian .............................................................................. 35

B. Variabel Penelitian ....................................................................... 35

C. Definisi Operasional....................................................................... 35

D. Subjek Penelitian............................................................................ 37

E. Metode Penskalaan......................................................................... 38

1. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 38

2. Skoring ..................................................................................... 39

3. Isi Skala.................................................................................... 40

F. Pertanggung jawaban Mutu Skala.................................................. 42

xiii
G. Analisis Data .................................................................................. 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 47

A. HASIL PENELITIAN.................................................................... 47

1. Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 47

2. Deskripsi Subjek ...................................................................... 49

3. Deskripsi Data.......................................................................... 50

B. PEMBAHASAN ............................................................................ 52

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 55

A. Kesimpulan ................................................................................... 55

B. Saran-saran..................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Distribusi Item Per-Uji Coba Skala Perilaku Seksual

Remaja menurut Aspek dan Sifat Favourable/Unfavorable.. 41

Tabel 3.1 Blueprint skala perilaku seksual remaja.................................. 40

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian (N=82) ....................................... 47

Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Data Perilaku Seksual Remaja N = 82...... 48

Tabel 4.3 Kategorisasi Perilaku Seksual Remaja N = 82 ....................... 48

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pengaruh Orang Tua Terhadap Perilaku

Perilaku Seksual Remaja Di Daerah Gondokusuman......... 33

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penelitian Skala Perilaku Seksual Remaja

Lampiran 2 Reliabilitas dan Validitas

Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Remaja dikenal sebagai sosok dengan rasa ingin tahu yang sangat besar,

banyak minat yang berkembang pada masa remaja, diantaranya minat sosial dan

minat seputar masalah seksual. Satu stereotip yang menonjol pada remaja adalah

mereka sangat berminat bila membicarakan, mempelajari atau mengamati hal-hal

yang berkaitan dengan masalah seksual. Menurut Luthfie (2005) ada lima topik

yang diminati remaja dalam upaya memenuhi rasa ingin tahunya mengenai

masalah seksual, yaitu pembicaraan tentang proses hubungan seksual, pacaran,

kontrol kelahiran, cinta dan perkawinan, serta penyakit seksual.

Remaja yang berada dalam masa peralihan antara masa anak-anak dan

masa dewasa sebenarnya mengalami ketertarikan terhadap nilai-nilai baru,

termasuk tentang perilaku seksual. Ketertarikan ini disebabkan adanya perubahan-

perubahan yang terjadi dalam diri remaja, baik dalam aspek jasmaniah, rohaniah,

psikis, emosional, sosial dan personal serta pada gilirannya menimbulkan

perubahan dratis pula pada tingkah laku remaja bersangkutan dan tantangan yang

dihadapi (Monks, dkk. 1998)

Menurut Mundaris (1983) perubahan yang terjadi pada remaja diantaranya

adalah banyak mempunyai pandangan yang diarahkan keluar, mulai mengadakan

hubungan dengan dunia luar, jiwanya mulai kritis dan ingin tahu tentang keadaan

1
2

yang sebenarnya, fantasi atau daya khayalnya mulai bekerja sehingga mulai ada

pertualangan-pertualangan dalam menentukan mana nilai yang baik ataupun

buruk. Perubahan-perubahan yang dialami terkadang membuat remaja dalam

kebingungan untuk mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya. Oleh

karenanya dalam tahap perkembangan remaja banyak diperlukan peran orang tua.

Masalah seksualitas di kalangan remaja adalah masalah yang menarik

namun cukup pelik untuk diatasi. Perkembangan seksual pada remaja sebenarnya

adalah bagian dari tugas perkembangan yang harus dijalani, namun di sisi lain

penyaluran hasrat seksual yang belum seharusnya dilakukan dapat menimbulkan

resiko seperti kehamilan atau tertular penyakit kelamin. Penyebab munculnya

perilaku seksual beresiko disebabkan oleh beberapa hal, misalnya krisis identitas,

harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah dan kurangnya dukungan

keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya

penerapan disiplin yang efektif, serta khususnya peran orangtua (Gunarsa, 1988).

Fenomena yang tampak dari ungkapan di atas antara lain perilaku seksual

pranikah yang dilakukan remaja masa kini. Suatu penelitian yang dilakukan oleh

Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan

Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di

Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah akibat perilaku seksual

pranikah. Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif LSCK PUSBIH, Wijayanto,

(Wijayanto, 2002). Menurut Wijayanto, penelitian itu dilakukan selama 3 tahun

mulai Juli 1999 hingga Juli 2002, dengan melibatkan sekitar 1.660 responden

yang berasal dari 16 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Yogya. Yang
3

lebih mencengangkan, semua responden mengaku melakukan hubungan seksual

pranikah tanpa ada paksaan, dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya

kebutuhan. Selain itu, ada sebagian responden mengaku melakukan hubungan

seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil.

Penelitian lain oleh Damayanti (2007), menyebutkan bahwa lima dari

seratus pelajar di DKI Jakarta sudah pernah melakukan hubungan seksual

pranikah. Hasil penelitian tersebut diperoleh dari 8.941 pelajar dari 119 SMA dan

yang sederajat di Jakarta. Menurutnya, perilaku seksual pranikah itu cenderung

dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif. Apalagi bila remaja itu

bertumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang kurang sensitif

terhadap remaja. Selain itu, lingkungan negatif juga akan membentuk remaja

yang tidak punya proteksi terhadap perilaku orang-orang di sekelilingnya.

Bahkan, remaja yang merasa bebas dan tidak terkekang, ternyata lebih mudah

jatuh pada perilaku antara, yaitu merokok dan alkohol. Ujung-ujungnya dari

perilaku antara itu, pelajar akan berperilaku negatif seperti mengonsumsi narkoba

dan melakukan hubungan seksual pranikah.

Fenomena ini tentu saja menjadi suatu hal yang sangat memprihatinkan

karena kalangan remaja kini tampaknya sudah melupakan nilai-nilai kesantunan

dan budaya ketimuran sehingga perilaku mereka, khususnya dalam perilaku

seksual pranikah tidak jarang justru membawa dampak-dampak negatif bagi diri

mereka sendiri, orang tua dan masyarakat. Contohnya, kehamilan yang tidak

diharapkan, pernikahan dini, aborsi dan sebagainya. Penelitian yang dilakukan

oleh pusat studi kriminologi Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta


4

(Sugiharta, 2004) menemukan bahwa 26,35 persen dari 846 peristiwa pernikahan

telah melakukan hubungan seksual selama pacaran dan 50 persen di antaranya

menyebabkan kehamilan sehingga mau tidak mau dinikahkan. Dalam hal ini,

masa depan remaja akan hancur, keluarga menjadi malu, masyarakat resah dan

sebagainya. Hal ini didukung oleh hasil polling yang dilakukan Lembaga

Swadaya Masyarakat Sahabat Anak Dan Remaja Indonesia (Sahara Indonesia)

menyebutkan bahwa 44,8 persen mahasiswa dan remaja Bandung telah

melakukan hubungan seks pranikah dan hampir sebagian besar berada di wilayah

kos-kosan bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Bandung.

Dari sekitar 1000 remaja peserta konsultasi (curhat) dan polling yang dilakukan

Sahara Indonesia selama tahun 2000-2002, tempat mereka melakukan hubungan

seksual terbesar dilakukan di tempat kos (51,5%). Menyusul kemudian di rumah

(30%), di rumah perempuan (27,3%), di hotel (11,2%), di taman (2,5%), di

tempat rekreasi (2,4%), di kampus (1,3%), di mobil (0,4%) dan tak diketahui

(0,7%). Menurut Agus Mochtar, Ketua Sahara Indonesia, sebanyak 72,9 persen

responden mengaku hamil. Sebanyak 91,5 persen diantaranya mengaku telah

melakukan aborsi lebih dari satu kali. Aborsi umumnya dilakukan dengan bantuan

dukun/nonparamedik (94,8%) dan hanya 5,2% dilakukan dengan bantuan

paramedis. Sementara 33,2 % (perempuan) dan 16,8% (laki-laki) mengaku

menderita penyakit kelamin akibat hubungan seks bebas itu (Mochtar, 2003).

Pengertian perilaku seksual sendiri didefinisikan oleh Sarlito (1988)

sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan

jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk dari perilaku seksual ini bermacam-
5

macam seperti berciuman, oral sexs, petting, sampai berhubungan seksual.

Perilaku seksual remaja secara khusus dapat dikaitkan dengan permasalahan

sosial ekonomi. Beratnya kehidupan sosial ekonomi tersebut dapat menyebabkan

berkurangnya perhatian orang tua terhadap nilai-nilai pendidikan remaja terutama

yang berkaitan dengan nilai-nilai seks dan moral. Ada kecenderungan bahwa

remaja dengan perilaku seksual tidak bertanggungjawab lebih banyak berasal dari

orang tua dengan kelas sosial ekonomi rendah dengan perbandingan perkirakan

mencapai 50:1 (Kartono, 2003).

Pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja

dan penerapan disiplin yang tidak efektif serta tidak sesuai merupakan faktor

keluarga yang penting dalam menentukan munculnya perilaku seksual tidak

bertanggung jawab. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga

juga berhubungan dengan perilaku seksual tidak bertanggung jawab. Dalam

perkembangannya, dengan adanya sistem pendidikan orang tua yang demikian

dapat menyebabkan remaja tumbuh menjadi remaja dengan perilaku seksual

beresiko tinggi Santrock (1996).

Orang tua dengan sosial ekonomi rendah cenderung untuk tidak

mendapatkan pendidikan tinggi sehingga pemahaman terhadap perilaku seksual

bertanggungjawab juga rendah Orang tua juga berperan sebagai contoh bagi

anaknya. Hal ini berpengaruh pada perilaku remaja dalam kehidupan sehari-hari.

Orangtua merupakan orang terdekat bagi remaja, jadi apapun yang dilakukan oleh

orangtua pada akhirnya mendorong remaja untuk melihat dan meniru seperti yang

dilakukan oleh orangtuanya. Orang tua dengan sosial ekonomi rendah juga
6

berkecenderungan berpenghasilan rendah sehingga kurang memprioritaskan

anaknya untuk mendapatkan pendidikan tinggi (Kartono, 2003).

Kurangnya remaja dalam mendapatkan informasi dari orang tua dengan

pendidikan rendah serta kurangnya informasi dari lembaga pendidikan dapat

menjerumuskan pada perilaku seksual. Apalagi jika remaja bisa melihat sesuatu

yang belum pantas mereka lihat, tidak mustahil kalau saat ini banyak remaja

melakukan seks bebas. Pada dasarnya semakin banyak informasi yang masuk dan

berkesan diingatannya maka semakin besar pula kemungkinan akan

menirukannya. Bila antara informasi terhadap nilai-nilai seksual yang diberikan

orang tua dengan keingintahuan remaja tidak seimbang maka mendorong remaja

melakukan perubahan perilaku pada penerimaan norma-norma yang selama ini

dijalankan dalam masyarakat tersebut. Perubahan ini dapat terlihat dalam tingkah

laku, sikap dan pikiran yang berhubungan dengan seks (Munawaroh, 1997).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahail (1999),

diketahui bahwa keluarga akan mempengaruhi pemahaman remaja tentang seks,

bentuk perkenalan/pacaran remaja serta perilaku dan sikap remaja terhadap

hubungan seks. Dari penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2005) dapat

diketahui bahwa pola pendidikan orang tua mempengaruhi berpikir positif tentang

nilai-nilai seksual dan kemudian membentuk kesadaran untuk tidak melakukan

seksual pra nikah.

Penelitian Trisnaningsih (2001) menemukan bahwa pengetahuan remaja

tentang kesehatan reproduksi, persepsi dan perilaku seksual akan mempengaruhi

pengetahuan kesehatan reproduksi. Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa


7

terdapat perbedaan perilaku seksual remaja berkaitan dengan latar belakang sosial

ekonomi orangtua.

Tampaknya belum banyak penelitian yang ditujukan khusus mengenai

perilaku seksual remaja di lingkungan sosial ekonomi rendah. Penelitian ini

dilakukan di daerah Gondomanan, pertama daerah ini secara statistik merupakan

daerah dengan kepadatan cukup tinggi yaitu 1.356,4 jiwa per hektar serta

memiliki jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 705 kepala keluarga. Data ini

menjadi indikator adanya pemukiman padat dengan permasalahan sosial ekonomi

(BPS Yogyakarta, 2007). Kedua, Permasalahan sosial ekonomi seperti tingkat

pendidikan dan penghasilan yang rendah sebagaimana yang dikemukakan oleh

Kartono (2003) dapat membawa pengaruh yang negatif terhadap remaja seperti

perilaku seks bebas. Selain itu, letak geografis daerah Gondomanan yang berada

di dekat pusat kota Yogyakarta memberikan berbagai kemudahan bagi para

remaja yang tinggal di Gondomanan untuk mengakses berbagai hiburan dan

informasi seperti warnet, film, game, dan supermall. Ancok (dalam Munawaroh,

1997) mengemukakan bahwa remaja yang dengan segala kemudahan akses

informasi, tak terkecuali pornografi, tanpa dapat menyaring informasi yang

diserap dapat saja dengan mudah melakukan seks bebas. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Mutmainah (2002) yang menyebutkan bahwa perilaku seksual

cenderung meningkat karena adanya pemahaman yang keliru mengenai seks. Dua

hal tersebut yang menarik bagi peneliti untuk meneliti perilaku seksual remaja

yang terjadi di Daerah Gondomanan.


8

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti

mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana perilaku seksual

remaja yang tinggal di Daerah Gondomanan?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran yang lebih

lengkap mengenai perilaku seksual dari remaja yang tinggal di Daerah

Gondomanan.
9

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis :

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

psikologi, khususnya di bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial

untuk melihat gambaran perilaku seksual remaja serta pengaruh sosial

ekonomi terhadap perilaku seksual pada remaja.

2. Secara praktis :

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada

masyarakat umumnya dan para pembimbing atau pendidik kaum remaja serta

orang tua yang memiliki anak remaja mengenai perilaku seksual remaja

sehingga dapat mencegah para remaja untuk melakukan perilaku beresiko

seperti perilaku seksual.


10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Istilah remaja di ambil dari bahasa Inggris adolescence yang berasal dari

bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh ke arah kematangan atau tumbuh

menjadi dewasa. Istilah remaja yang di gunakan saat ini memiliki arti yang lebih

luas, yaitu mencakup kematangan fisik, mental, emosi dan sosial (Sarwono, 2000).

Batasan usia remaja di Indonesia menurut Sarwono (1994) adalah mereka yang

berusia 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah

usia dimana umumnya tanda seksual sekunder mulai nampak sedangkan batasan usia

24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberi peluang pada mereka yang

masih menggantungkan diri pada orangtua dan belum menikah.

Santrock (2003) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi

antara anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup terjadinya perkembangan fungsi

seksual, perubahan kognitif meliputi terbentuknya proses berpikir abstrak, dan

perubahan sosial-emosional yang mengarah pada kemandirian.

Berdasarkan tinjauan usia menurut WHO, remaja adalah mereka yang berusia

10-19 tahun dan belum kawin. Namun batasan usia remaja hingga usia 19 tahun

ternyata tidak menjamin remaja telah mencapai kondisi sehat fisik, mental, dan sosial

untuk proses reproduksi, sehingga WHO kemudian meningkatkan cakupan usia

10
11

remaja sampai 24 tahun (Meiwati Iskandar, 1998). Hurlock (1994) mengatakan

bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai usia 16

tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja terjadi hingga usia18 tahun. Lebih lanjut

Hurlock (1994) mengemukakan bahwa masa remaja dimulai pada saat anak mencapai

kematangan seksual dan berakhir pada saat anak mencapai kematangan secara hukum

atau dapat dikatakan mampu mempertanggungjawabkan perilakunya secara hukum.

Monks, dkk (1998) menyatakan bahwa masa remaja di mulai pada usia 12

hingga 21 tahun, dengan pembagian usia 12 -15 tahun sebagai remaja awal, 15-18

tahun remaja pertengahan, dan 18-22 tahun remaja akhir. Remaja pada masing-

masing periode umur akan mengalami berbagai perubahan, seperti perubahan fisik,

seksual, perubahan sosial dan sebagainya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang dikatakan remaja

dimulai pada usia 11 sampai dengan usia 24 tahun dan belum menikah, dimana pada

masa-masa tersebut terjadi perkembangan menuju kematangan secara fisik (fungsi

seksual), psikis (emosional) dan sosial. Pada penelitian ini, untuk mempermudah,

maka batasan usia remaja yang digunakan adalah rentang usia antara 12-21 tahun,

dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk

masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir
12

2. Karakteristik Umum Remaja

Menurut Havighurst, (dalam Hurlock, 1999) ciri masa remaja antara lain:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting

sehingga membutuhkan penyesuaian mental, pembentukan sikap, minat dan nilai

baru.

b. Masa remaja sebagai masa peralihan

Peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap

perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang terjadi

sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan

datang serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.

Lebih lanjut Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja sebagai periode

perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa belajar sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti

dengan perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat.

Masa remaja juga sebagai usia bermasalah, setiap periode perkembangan

selalu mempunyai masalah-masalah sendiri namun masalah yang terjadi pada masa

remaja sering sulit diatasi baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Ada dua

alasan bagi kesulitan ini karena sepanjang masa anak-anak, masalah yang terjadi

sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga kebanyakan remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah. Remaja juga seringkali merasa diri mandiri

sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri menolak


13

bantuan orang tua dan guru. Hurlock (1999) juga menyebut karakterisitik masa

remaja sebagai masa mencari indentitas diri, dimana remaja lambat laun menemukan

jati diri yang berbeda dengan orang lain.

Monks (1999) membagi tahap perkembangan remaja kedalam tiga tahap

sesuai dengan pembagian usia, yaitu:

a. Remaja awal (12-15 tahun). Pada tahap ini, remaja masih heran terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang

menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-

pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.

Kepekaaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian

terhadap ego dan menambahkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang

dewasa.

b. Remaja madya (15-18 tahun). Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-

teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri dengan cara

menyukai teman-teman yang mempunyai sifat sama dengan dirinya. Pada tahap

ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih

yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan

sebagainya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun). Tahap ini adalah masa mendekati masa kedewasaan

yang ditandai dengan pencapaian:

1) minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

2) egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.


14

3) terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

4) egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan

keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain

5) tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

Semua bentuk perubahan-perubahan tersebut membuat masa remaja sering

dikatakan sebagai masa badai dan tekanan atau storm and stress, yang diwarnai

dengan munculnya heightened emotionality atau kondisi emosi yang meninggi.

Kondisi “storm” ditunjukkan dengan munculnya kepekaan perasaan, misalnya mudah

marah, sedangkan “stress” merupakan kondisi yang berkaitan dengan kesiapan

individu dalam menghadapi perubahan fisik dan emosional. Kondisi-kondisi tertentu

yang menurut remaja tidak normal akan membuat remaja merasa tertekan sebagai

akibat dari ketidaknormalan yang dialaminya tersebut (Hall, dalam Pitayaningrum

2000).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah

merupakan periode perkembangan yang penting dimana di dalamnya merupakan

gabungan antara periode peralihan, periode perubahan, usia yang bermasalah, dan

masa penentuan indentitas diri. Perubahan-perubahan yang terjadi seringkali

menimbulkan kegelisahan pada remaja sehingga masa remaja disebut sebagai masa

yang penuh badai dan tekanan.

3. Perkembangan Seksual Pada Masa Remaja

Pada masa remaja terjadi perubahan masa dimana individu tumbuh menjadi

dewasa. Dalam perkembangannya ini maka remaja akan mengalami perubahan tidak
15

hanya fisik, psikis serta status sosial dimana posisi yang sebagian diberikan oleh

orangtua ketika masa anak-anak akan berubah seiring dengan status yang

didapatkannya sendiri selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya (Ausubel

dalam Monks 2006).

Secara singkat maka sejumlah besar tugas-tugas perkembangan berkaitan

dengan perubahan dalam masa remaja adalah sebagai berikut:

a. perkembangan aspek-aspek biologis

b. menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri

c. mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau kebiasaan masyarakat

sendiri

d. mendapatkan pandangan hidup sendiri

e. merealisasi suatu indentitas sendiri dan mengadakan partisipasi dalam

kebudayaan pemuda sendiri Petro Bloss (dalam Sarwono, 1994)

Beberapa perkembangan yang terkait dengan fungsi-fungsi seksual pada

remaja, antara lain:

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik pada masa remaja berlangsung sangat cepat yang

meliputi ukuran tubuh baik komposisi dan proporsinya. Masa remaja juga ditandai

dengan mulai berfungsinya alat reproduksi ditandai haid pada wanita dan mimpi

basah pada laki-laki serta tumbuhnya tanda-tanda seksual sekunder.

Muss dalam Sarwono (1994) membuat perubahan fisik tersebut pada anak

perempuan yaitu: pertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota

badan menjadi panjang, pertumbuhan payudara, tumbuh bulu yang halus dan lurus
16

berwarna gelap di kemaluan, mengalami pertumbuhan dan tinggi badan, bulu

kemaluan menjadi keriting, haid, serta tumbuh bulu-bulu di ketiak. Sementara

perubahan pada anak laki-laki perubahan fisik meliputi: pertumbuhan tulang, testis

(buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap,

awal perubahan suara, ejakulasi, bulu kemaluan menjadi keriting, mengalami

pertumbuhan dan tinggi badan, tumbuh bulu-bulu halus di wajah (kumis, jenggot),

tumbuh bulu ketiak, perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan

gelap, tumbuh bulu-bulu di dada.

Pada wanita indung telur (ovarium) memproduksi hormon progesteron dan

hormon estrogen. Hormon estrogen mempengaruhi timbulnya tanda-tanda seksual

sekunder. Hormon progesteron bertugas mematangkan dan mempersiapkan sel telur

(ovum) sehingga siap untuk dibuahi. Jika terjadi pembuahan progesteron

mengembangkan sel telur menjadi janin. Hurlock (1994) mengatakan bahwa cirri-ciri

seksual sekunder berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa

remaja. Alat-alat reproduksi menjadi lebih siap pada akhir masa remaja.

Perubahan fisik dan pertumbuhan tanda-tanda seksual disebabkan oleh

hormon, zat kimia yang dibuat organ tubuh tertentu yang dinamakan kelenjar.

Hormon gonadotropik adalah hormon yang bertanggungjawab pada pertumbuhan

tanda-tanda seksual dan bertanggungjawab penuh dalam produksi sel telur dan

spermatozoa. Pada pria testis memproduksi hormon androgen dan testosteron yang

menyebabkan timbulnya nafsu seksual (libido). Testis juga memproduksi

spermatozoa, yaitu benih laki-laki yang apabila bertemu dengan telur (ovum) dalam

rahim akan terjadi pembuahan. Sedangkan pada wanita produksi hormon estrogen
17

membuat sel telur masak dan siap dibuahi. Apabila tidak terjadi pembuahan, maka sel

telur ini digugurkan secara alami dalam bentuk darah haid.

b. Perkembangan Sosial

Masa remaja merupakan masa yang paling banyak mengalami perubahan

dalam segi sosial. Apabila dimasa kanak-kanak mereka masih sangat tergantung pada

orangtuanya maka pada masa remaja mereka berusaha melepaskan diri dari orangtua

dan berusaha menemukan dirinya, mencapai otonomi diri dan mendapat pengakuan

serta ingin bersikap mandiri (Hurlock,1994).

Masrers dkk (1986) mengatakan bahwa periode remaja adalah masa yang

sulit dan banyak perubahan. Pada masa ini terdapat tuntutan secara psikososial yang

meliputi banyak hal, remaja menjadi lebih mandiri dari orangtua, lebih banyak

berinteraksi dengan teman sebaya, dapat bertanggungjawab terhadap diri sendiri, dan

yang paling penting pada masa remaja mereka harus dapat menguasai peran sesuai

dengan jenis kelaminnya. Tugas remaja dalam peran seksualitasnya antara lain:

belajar mengendalikan perasaan dan perilaku seksual, mempelajari berbagai

persoalan dalam aktivitas seksual dan mempelajari bagaimana mencegah kehamilan

yang tidak diinginkan.

Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

perkembangan pada masa remaja terkait dengan seksualitas meliputi perubahan

biologis seperti matangnya fungsi-fungsi seksual, perubahan kognitif dimana remaja

mulai belajar berpikir secara abstrak, dan perubahan sosial-emosional dimana remaja

mulai melepaskan diri dari orang tua dan mencapai kemandirian. Kesimpulan ini

merupakan bagian dari definisi dari remaja itu sendiri.


18

B. PERILAKU SEKSUAL REMAJA

1. Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku merupakan reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang

diterima sedangkan perilaku seksual merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan

secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap

hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan (Saifuddin,1999).

Van Conde Boas dalam Monks (2006) mengatakan bahwa perilaku seksual

merupakan cetusan dari kebutuhan seksual dimana di dalamnya gabungan dari empat

dimensi yaitu: (1) proses reproduksi, (2) Dimensi kenikmatan (3) dimensi hubungan

atau relasi (4) institusionalisasi. Keterkaitan di antara empat dimensi tersebut dalam

perilaku seksual tergantung pada individu, nilai masyarakat dan arti yang diberikan

pada hubungan tersebut.

Sementara itu Masters dkk. (1986) berpendapat bahwa seksualitas berasal dari

dimensi pribadi yang menunjukkan bagaimana seseorang merespon sesuatu yang

sifatnya erotis. Seksualitas adalah hal yang sangat unik karena proses ini bersifat

sangat pribadi. Masalah seksualitas selalu menarik bagi manusia dari waktu ke waktu.

Nilai-nilai dalam seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem sosial, dan pola

hidup manusia yang sangat kompleks.

Sarwono (1994) menyatakan bahwa cakupan seksualitas dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu pengertian dalam cakupan sempit dan dalam cakupan luas.

Pengertian dalam arti sempit ialah bahwa seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari

alat kelamin, anggota-anggota tubuh dan cirri-ciri badaniah yang membedakan laki-

laki dan perempuan, kelenjar dan hormone kelamin, hubungan seksual, serta
19

pemakaian alat kontrasepsi. Pengertian dalam arti luas adalah bahwa seksualitas ini

merupakan segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis

kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan

laki-laki dan perempuan.

Masters dkk (1982;1986) melihat seksualitas dari berbagai dimensi

diantaranya dimensi biologis, dimensi psikososial, dan dimensi perilaku. Dimensi

biologis memandang dari fungsi seksualitas sebagai cara mendapatkan keturunan,

hasrat seksual, dan kepuasan seksual. Dimensi psikososial menyatakan bahwa

seksualitas melibatkan faktor psikososial yaitu adanya emosi, pikiran dan kepribadian

yang terlibat. Seksualitas dari dimensi perilaku atau disebut perilaku seksual adalah

hasil dari perpaduan dimensi psikologi dan psikososial.

Bicara tentang seksualitas, Masters dkk (1982;1986) mengatakan bahwa

perilaku seksual mempunyai tiga macam fungsi, yaitu;

a. Perilaku seksual untuk tujuan reproduksi (procreational), yakni perilaku seksual

dilakukan guna mendapatkan keturunan.

b. Perilaku seksual untuk pernyataan cinta (relational), dimana perilaku seksual

disertai cinta yang mendalam, dan keinginan untuk saling berbagi.

c. Perilaku seksual untuk kesenangan (recreational), berarti perilaku seksual

dilakukan hanya untuk menyalurkan dorongan biologis, tanpa disertai keintiman

yang mendalam.

Faturohman (1990) berpendapat bahwa perilaku seksual sebenarnya perilaku

yang wajar dalam arti sebagian besar manusia pada akhirnya mengalami hal itu.

Perilaku seksual melibatkan orang lain berarti perilaku seksual merupakan perilaku
20

sosial. Seperti perilaku sosial yang lain, maka perilaku seks dalam kehidupan sosial

diatur sesuai dengan norma yang berlaku. Salah satu norma yang mengatur perilaku

seksual menyatakan bahwa hubungan seksual hanya bisa dilakukan dalam lembaga

perkawinan.

Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a)

aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin) sedangkan

seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa

tentang bagaimana seseoarang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka

mengkomunuksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang

dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku

yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan

kata.

Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi dari perilaku

seksual adalah cetusan dari kebutuhan seksual serta bagian dari perilaku sosialisasi

yang mempunyai empat dimensi yaitu reproduksi, kenikmatan atau kesenangan,

institusionalisasi, hubungan atau relasi. Empat dimensi tersebut juga menjadi faktor

yang mendorong individu untuk melakukan perilaku seksual


21

2. Bentuk Perilaku Seksual

Perilaku seksual menurut dibagi dalam beberapa bentuk Sarwono (1999):

a. Memegang dan bergandengan tangan, adalah salah satu bentuk dari sentuhan.

b. Berpelukan

c. Berciuman, yang dilakukan sebagai simbol afeksi dan dapat bersifat sangat

sensual.

d. Menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual pada bagian

tubuh yang peka

e. Memegang alat kelamin untuk memberi stimulasi pada alat vital yang akan

memberi kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang

sangat sensitif untuk disentuh.

f. Petting atau bentuk kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan

kesenangan seksual tanpa masuknya penis ke vagina.

g. Oral genital seks, adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi

genital oleh mulut.

h. Cointal seks play, dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks.

Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal seks play adalah

hubungan badan dengan masuknya penis ke vagina.

Masters dkk. (1982) berpendapat bahwa perilaku seksual tidak hanya aktivitas

seks saja seperti masturbasi, berciuman, sampai bersenggama, namun menyangkut

berkencan, bercumbu, dan membaca bacaan porno.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa bentuk

perilaku seksual adalah reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang
22

diterima dari orang lain dan reaksi tersebut dapat bersifat erotis dimana di dalamnya

juga terkandung segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis

kelamin, seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan

laki-laki dan perempuan. Perilaku seksual juga digunakan oleh individu sebagai

sarana untuk memperoleh keturunan, pemenuhan hasrat dan kepuasan seksual.

Sedangkan tahap-tahap perilaku seksual meliputi memegang dan bergandengan

tangan, berpelukan, berciuman, menyentuh dengan memberi stimulasi untuk

kesenangan seksual pada bagian tubuh yang peka, memegang alat kelamin, petting,

oral genital seks, cointal seks play.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Seperti halnya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial remaja maka

faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi perilaku seksual remaja karena

perilaku seksual merupakan bagian dari perilaku sosial (Faturohman 1990). Faktor-

faktor perilaku seksual remaja menurut lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor Fisik

Individu dapat mengalami perubahan keinginan seksual karena alasan fisik.

Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra

tubuh. Citra tubuh yang buruk, terutama disertai penolakan atau pembedahan yang

mengubah bentuk tubuh menyebabkan seseorang kehilangan gairah.


23

2. Faktor Hubungan

Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan) dapat mempengaruhi

hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini sebenarnya

tergantung dari bagimana kemampuan mereka dalam berkompromi dan bernegosiasi

mengenai perilaku seksual yang dapat diterima dan menyenangkan

3. Faktor Gaya Hidup

Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dalam aktivitas seks,

ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan penentuan

waktu yang tepat untuk aktivitas seks. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa

sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih

besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut. Sebagian klien mungkin tidak

mengetahui bagaiman mengatur waktu antara bekerja dengan aktivitas seksual,

sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja merasa kalau aktivitas seks

merupakan beban baginya.

4. Faktor Harga Diri

Jika harga-diri seksual tidak dipelihara dengan mengembangkan perasaan

yang kuat tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual, aktivitas

seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual.

Menurut Kartono (2006) bentuk perilaku seksual dipengaruhi oleh:

a. Perubahan seksual sekunder maupun primer memberikan kesadaran baru bagi

remaja dalam menanggapi tugas perkembangan yang baru. Hal inilah yang

memberikan perhatian baru dan berbeda dari tugas perkembangan yang dilalui

remaja pada masa sebelumnya yaitu ketika masa kanak-kanak.


24

b. Perubahan emosi atau “emotional changes” yang meliputi; desakan atau tekanan

penyesuaian diri, ingin diakui sudah dewasa, ingin bebas dari aturan orang tua,

malu tampil di muka umum bersama orang tua, masalah kebingungan, masa

mencari identitas diri, rasa ingin tahu yang besar, rendah diri.

c. Pendidikan keluarga merupakan norma pertama yang dimiliki renaja sebelum

individu tersebut mulai mengembangkan penerimaan norma baru yang berasal

dari lingkungan. Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini

dalam kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk

itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-

anaknya. Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk

seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukkan tentang tubuh

dan tindakan mereka.

Menurut penelitian Deney & Quadagno (dalam Kartono2006) menunjukan bahwa

orangtua seringkali memperlakukan anak sesuai dengan stereotip gender dimana

ada kecenderungan orangtua untuk memperlakukan anak perempuan dan laki-laki

secara berbeda seperti, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula

respon terhadap tindakan mereka, misalkan orang tua juga akan memberikan

penghargaan terhadap anak lak-laki yang melakukan eksplorasi dan mandiri,

sedangkan anak perempuan sering didorong untuk menjadi penolong dan

meminta bantuan. Lebih lanjut orang tua cenderung mempertegas permainan

sesuai dengan jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka.

d. Norma masyarakat dimana norma berikutnya yang diterima dan dikembangkan

individu tersebut seiring dengan perkembangan yang dilaluinya. Boleh dikatakan


25

bahwa seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang

menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak berdasarkan kultur yang

ada. Sehingga keragaman kultural secara global menyebabkan variabilitas yang

sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan

dan nilai yang luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-

hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam

perilaku seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk

dinikahi.

Berdasarkan pernyataan diatas maka faktor yang mempengaruhi perilaku

seksual adalah faktor perubahan fisik yang disertai dengan perubahan psikis, keluarga

dan norma masyarakat. Ketiganya merupakan faktor yang tidak bisa saling

dipisahkan dalam membentuk perilaku seksual.

4. Perilaku Seksual Remaja

Menurut Wright (dalam Santrock, 2003), salah satu aspek dari faktor yang

mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah faktor psikologis dari perubahan

fisik di masa pubertas yang dimana bentuk awal dimulai dari pengenalan perbedaan

seks. Pada perkembangan ini maka remaja menjadi amat memperhatikan tubuh

mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka

tampaknya. Remaja sering memandangi cermin selama berjam-jam setiap hari untuk

melihat apakah ada yang berubah dengan tubuhnya. Perhatian yang berlebihan

terhadap citra tubuh sendiri, amat kuat pada masa remaja, terutama amat mencolok
26

selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan tubuhnya dibandingkan dengan

akhir masa remaja.

Tahap berikutnya adalah kegoncangan dan kebingungan dalam dirinya,

khususnya dalam masalah pergaulan dengan lawan jenis. Pergaulan ini ditandai

dengan adanya peningkatan perhatian kepada lawan jenis, kemudian meningkat

kepada usaha mencari perhatian dan menjalin hubungan emosional. Apabila tahap ini

sudah terjadi maka remaja akan menjalin pergaulan yang lebih erat lagi dan tidak

menutup kemungkinan terjadinya hubungan seksual (Yayah Khisbiyah. 1997).

Pada seorang remaja, perilaku seks tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang

dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap

pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas atau karena pengaruh kelompok

(konformitas), dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya

dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini

kelompoknya telah melakukan perilaku seks pranikah. Faktor lain yang dapat

mempengaruhi seorang remaja melakukan seks karena ia didorong oleh rasa ingin

tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut

merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal

yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri

(Khisbiyah, 1997)
27

Dari pernyataan di atas maka perilaku seksual pada remaja tidak hanya

menyangkut masalah hubungan fisik saja namun dimulai dari pengenalan perubahan

bentuk tubuh yang diikuti dengan ketertarikan terhadap lawan jenis hingga pada taraf

terakhir adalah hubungan seksual.

C. GONDOMANAN SEBAGAI PEMUKIMAN PADAT

1 Pengertian Daerah Padat dan Karateristiknya

Menurut data Kotamadya Yogayakarta Dalam Angka (Anonim, 2007),

pengertian daerah padat ditinjau dari segi kepadatan penduduk dibagi menjadi tiga

macam yaitu:

a. Kepadatan Tinggi: > 300 jiwa/ha

b. Kepadatan Sedang: 150 – 300 jiwa/ha

c. Kepadatan Rendah: < 150 jiwa/ha

Bahwa ditinjau dari pengertian daerah pada di atas maka pengertian daerah

padat adalah pabila lebih dari 150 jiwa/ha

Bila ditinjau berdasarkan segi kepadatan penduduk serta survei BPS tahun

1997 tersebut maka Gondomanan termasuk kepadatan tinggi karena kepadatan

penduduk mencapai 1.356,4 jiwa Per Hektar .

2 Masalah Sosial Tekait di Gondomanan

Turner dalam teori mobilitas tempat tinggal mengemukakan adanya tiga

stratum sosial yang berkaitan dengan lama bertempat tinggal di perkotaan yakni : (1)

golongan yang baru datang di kota (bridgeheaders), (2) golongan yang sudah agak

lama tinggal di daerah perkotaan (consolidators), dan (3) golongan yang sudah lama
28

tinggal di daerah perkotaan (status seekers) (Turner dalam Yunus, 2000).

Kecenderungan penduduk di daerah Gondomanan adalah consolodators. Dengan

status consolidators ini mereka memiliki tingkat ekonomi serta status sosial kurang

meskipun tidak termasuk dalam keluarga pra sejahtera.

Karena itu dari berbagai pengamatan mengenai pemukiman padat penduduk

yang ada, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari pemukiman padat penduduk adalah

(LP3ES, 1983):

a. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

b. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruangnya

mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

c. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan

ruang-ruang yang ada di pemukiman padat penduduk sehingga mencerminkan

adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

d. Penghuni pemukiman padat penduduk secara sosial dan ekonomi tidak homogen.

Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang

beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman padat

penduduk juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan

ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

e. Sebagian besar penghuni pemukiman padat penduduk adalah mereka yang

bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor

informal.
29

Bukan hanya pemukiman yang padat rumah tetapi juga jalan-jalan dan

selokan dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang informal tersebut

sehingga jalan yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut nampak padat. Jalan-

jalan yang seharusnya adalah jalan untuk umum menjadi seperti milik pribadi-pribadi,

menjadi tempat anak-anak bermain, orang-orang dewasa mengobrol, berjualan atau

menaruh barang dan kendaraan.

Kehidupan ekonomi yang berada dalam sektor informal merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat penghuni pemukiman padat

penduduk dan bahwa kesemuanya itu mengacu pada kebudayaan kemiskinan yang

merupakan pedoman bagi kehidupan mereka. Di antara ciri-ciri kebudayaan

kemiskinan yang menjadi model bagi pola kehidupan ekonomi informal adalah tidak

atau kurang efektifnya partisipasi masyarakat yang tinggal dalam pemukiman padat

penduduk dalam pranata-pranata yang berlaku dalam masyarakat luas, dan karena itu

masyarakat di pemukiman padat penduduk tidak mempunyai akses untuk

memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang tersedia melalui pranata-pranata tersebut.

Kepadatan pendudukan dari pemukiman mereka yang menghasilkan kehidupan

ekonomi informal sebaliknya kehidupan sosial mereka lanjut dipengaruhi oleh corak

kehidupan ekonomi mereka. Ini yang menjadikan hal yang bertolak belakang antara

akses sarana publik yang sebenarnya mudah untuk didapatkan namun karena

keterbatasan ekonomi maka tingkat pendidikan yang rendah (Suparlan, 1989)

Gondomanan secara fisik digambarkan sebagai perumahan yang padat, jarak

antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat berdekatan, bahkan ada yang hanya

berbataskan tembok. Rumah yang memiliki halaman luas sangat jarang dijumpai
30

karena pemukiman yang padat dan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan

mengakibatkan tidak memungkinkan pembangunan fisik secara horisontal, hal ini

diatasi warga setempat dengan pembangunan fisik secara vertical (Pusat Studi

Kependudukan UGM, 1983).

Pola pemukiman seperti ini mempunyai dampak yang positif terhadap

hubungan antar warga, mereka memiliki ikatan yang erat antara satu warga dengan

warga yang lain layaknya ikatan kekeluargaan dan kebersamaan. Gang atau jalan

yang sempit yang terdapat di dusun Gondomanan menuntut orang yang melewatinya

untuk bertegur sapa apabila berpapasan. Namun disisi lain karena jarak antar rumah

yang sangat dekat maka tidak ada privasi yang didapatkan antar rumah.

D. PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI DAERAH GONDOMANAN

Telah dijelaskan bahwa salah satu perubahan yang dialami pada masa remaja

adalah ketertarikan terhadap nilai-nilai baru termasuk diantaranya adalah nilai-nilai

seksual. Hal ini yang kemudian mendasari bentuk-bentuk perilaku seksual. Perilaku

seksual remaja merupakan perilaku yang dicetuskan karena kebutuhan seks namun

tidak terlepas dari berbagai faktor diantaranya adalah faktor perubahan fisik yang

disertai dengan perubahan psikis, keluarga dan norma masyarakat. Ketiganya

merupakan faktor yang tidak bisa saling dipisahkan dalam membentuk perilaku

seksual (Sarlito 1988).


31

Khususnya terkait dengan faktor keluarga, terdapat beberapa fungsi keluarga

yang turut berpengaruh dalam pembentukan perilaku seksual. Pertama, pendidikan

keluarga merupakan norma pertama yang dimiliki remaja sebelum individu tersebut

mulai mengembangkan penerimaan norma baru yang berasal dari lingkungan.

Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam kehidupannya

melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-anaknya. Seringkali bagimana

seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa

yang telah orang tua tunjukan tentang tubuh dan tindakan mereka (Santrock 1996).

Kedua, orang tua juga berperan sebagai contoh bagi anaknya. Hal ini berpengaruh

pada perilaku remaja dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua merupakan orang

terdekat bagi remaja, jadi apapun yang dilakukan oleh orangtua pada akhirnya

mendorong remaja untuk melihat dan meniru seperti yang dilakukan oleh orangtua.

Ketiga, orang tua dengan sosial ekonomi rendah penghasilan cenderung kurang

memprioritaskan anaknya untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Orang tua dengan

sosial ekonomi rendah cenderung untuk tidak mendapatkan pendidikan tinggi

sehingga pemahaman terhadap perilaku seksual bertanggungjawab juga rendah. Hal

ini mengarahkan adanya kecenderungan bahwa remaja dengan perilaku seksual tidak

bertanggungjawab lebih banyak berasal dari orang tua dengan kelas sosial ekonomi

rendah dengan perbandingan perkirakan mencapai 50:1 (Kartono, 2003).

Kurangnya remaja dalam mendapatkan informasi dari orang tua dengan

pendidikan rendah serta kurangnya informasi dari lembaga pendidikan dapat

menjerumuskan pada perilaku seksual. Apalagi jika remaja bisa melihat sesuatu yang
32

belum pantas mereka lihat, tidak mustahil kalau banyak remaja melakukan seks

bebas. Pada dasarnya semakin banyak informasi yang masuk dan berkesan

diingatannya maka semakin besar pula kemungkinan akan menirukannya. Bila antara

informasi terhadap nilai-nilai seksual yang diberikan orang tua dengan keingintahuan

remaja tidak seimbang maka mendorong remaja melakukan perubahan perilaku pada

penerimaan norma-norma yang selama ini dijalankan dalam masyarakat. Perubahan

ini dapat terlihat dalam tingkah laku, sikap dan pikiran yang berhubungan dengan

seks.

Latar belakang pemukiman padat seperti Gondomanan, meliputi rata-rata

penduduk yang memiliki tingkat ekonomi, pendidikan serta sosial yang kurang.

Pekerjaan orang tua yang kebanyakan bergerak dalam bidang informal seringkali

tidak cukup untuk menyediakan sarana pendidikan bagi anak-anaknya (Pusat Studi

Kependudukan UGM, 1983). Peran orang tua seringkali justru teralihkan untuk

menjadi sumber penghasilan sehingga peran orang tua sebagai sumber informasi juga

kurang. Sementara latar belakang pendidikan orang tua yang kurang menyebabkan

masih dipegangnya nilai-nilai lama bahwa membahas perilaku seksual dengan anak

merupakan masalah tabu.

Kekurangan informasi ini bertolak belakang dengan arus informasi dari

lingkungan yang mungkin kebenarannya justru tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Nilai masyarakat perkotaan yang sangat terbuka terhadap nilai-nilai baru

menyebabkan perubahan nilai yang diterima oleh anak yang kemudian dibawa hingga

remaja. Nilai-nilai baru tersebut diantaranya kebebasan dalam melakukan perilaku

seksual. Akibat dari nilai kebebasan perilaku seksual yang tidak diimbangi dengan
33

informasi perilaku seksual bertanggung jawab yang didapatkan dari orang tua akan

mendorong remaja melakukan tingkatan seksual yang menjurus ke hubungan fisik

sementara akibat dari hubungan fisik ini tidak diperhatikan oleh remaja tersebut.
34

Gambar 2.1

Skema Pengaruh Orang Tua Terhadap Perilaku Perilaku Seksual

Remaja Di Daerah Gondomanan

Remaja dengan orangtua yang Karakteristik


memiliki sosial ekonomi rendah keluarga di daerah
Gondomanan

 Kurangnya peran serta orang tua


dan keluarga sebagai sumber
informasi nilai-nilai perilaku
seksual bertanggung jawab
 Perilaku orang tua akan
memberikan contoh terhadap
nilai-nilai perilaku seksual
 Kurangnya biaya untuk
memberikan fasilitas pendidikan
akan mempengaruhi pendidikan
dan penerimaan informasi anak
mengenai perilaku seksual
bertanggung jawab

Perilaku Seksual Remaja

Kebebasan dalam melakukan


perilaku seksual dan menjurus ke
hubungan fisik yang tidak
bertanggung jawab
35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan

untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui

data atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat

kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 1999). Fokus penelitian ini dimaksudkan

untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku seksual remaja yang tinggal di daerah

Gondomanan.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi pusat perhatian suatu

penelitian yang bervariasi (Arikunto, 1989). Variabel dalam penelitian ini adalah

perilaku seksual remaja.

C. Definisi Operasional

Perilaku operasional adalah spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur

variabel, atau penegasan arti dari variabel yang digunakan dan cara yang dipakai

untuk mengukur (Kerlinger, dalam Arikunto, 1989). Definisi operasional dalam

penelitian ini adalah perilaku seksual.

Perilaku seksual yaitu aktifitas fisik dan mental sebagai reaksi terhadap

stimulus seksual dan merupakan perwujudan dorongan seksual terhadap lawan jenis,

35
36

yang dapat diamanti secara langsung melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-

tahap bentukan perilaku seksual. Dalam penelitian ini data mengenai perilaku seksual

akan diungkap dengan menggunakan skala perilaku seksual didapat pada bentuk-

bentuk perilaku seksual menurut Sarwono (1999):

a. Memegang dan bergandengan tangan adalah salah satu bentuk dari sentuhan.

Sentuhan adalah salah satu bentuk perilaku dan dapat berarti beberapa hal.

b. Berpelukan

c. Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat berarti simbol afeksi dan

dapat bersifat sangat sensual

d. Menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual pada bagian

tubuh yang peka

e. Memegang alat kelamin adalah memberi stimulasi pada alat vital akan memberi

kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang sangat

sensitif untuk disentuh

f. Petting kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan kesenangan

seksual tanpa masuknya penis ke vagina

g. Oral genital seks adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi

genital oleh mulut

h. Cointal seks play dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks.

Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal seks play adalah

hubungan badan dengan masuknya penis ke vagina.

Berdasarkan bentuk-bentuk perilaku seksual tersebut, maka peneliti

mengembangkan item-item pernyataan dalam skala sebanyak 48 butir. Pembobotan


37

pada tiap perilaku seksual di atas ditentukan melalui penilaian 6 orang penilai yang

terdiri dari 2 orang dosen psikologi dan 4 orang mahasiswa psikologi tingkat akhir.

Pembobotan tersebut berkisar antara 1 sampai 7 (1 2 3 4 5 6 7), dengan bobot 1 yang

berarti tidak intens sampai 7 yang berarti sangat intens. Range pembobotan dalam

skala perilaku seksual ini termasuk dalam pendataan yang berbentuk interval, di mana

pembobotan tersebut bukan hanya ada perangkingan namun juga ada jarak yang sama

antar rangking yang diberikan (Gregory, 1979).

D. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah remaja yang bertempat

tinggal di daerah Gondomanan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik

Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2006) Purposive sampling adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun karakteristik subjek dalam

penelitian ini adalah:

a. Berusia 14-21 tahun. Pengambilan usia subjek ini berdasarkan pada pembagian

usia remaja menurut Sarwono, dimana pada usia ini tanda seksual sekunder mulai

nampak.

b. Bertempat tinggal di daerah Gondomanan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian

yaitu untuk meneliti perilaku seksual pada remaja yang tinggal di daerah

Gondomanan.
38

E. Metode Penskalaan

Instrumen dalam penelitian ini adalah skala. Menurut Allen & Yen (dalam

Supratiknya, 1998) skala adalah rangkaian pengukuran yang mengikuti aturan

tertentu yang mengukur satu sifat. Tujuan dari penskalaan adalah mendapatkan skala-

skala yang baik, menyajikan dasar-dasar dan teknik untuk memilih jenis-jenis skala

tertentu dan untuk mendiskripsikan sifat-sifat aneka skala menurut taraf pengukuran

masing-masing.

1. Metode Pengumpulan Data

Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Metode Summated

Rating. Summated rating merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang

menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Menurut

Hadi (1991) Summated rating merupakan modifikasi dari skala Likert yang terdiri

dari empat jawaban, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang

terkandung dalam skala lima tingkat. Skala lima tingkat mempunyai kategori netral

dan memiliki arti ganda sehingga bisa diartikan belum dapat memutuskan dan

dianggap netral atau ragu-ragu.

Responden akan diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidak

kesetujuan terhadap isi pernyataan melalui taraf (intensitas). Kemudian responden

akan diberi skor sesuai dengan nilai skala kategori jawaban yang akan diberikan.

Skor tersebut kemudian dijumlahkan, dirata-rata untuk mendapatkan skor pada skala

sikap (Kerlinger, 1985).


39

2. Skoring

Pada skala yang digunakan untuk mengukur perilaku seksual dalam

penelitian ini, masing-masing item pernyataan memiliki 4 alternatif jawaban yaitu

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Penyataan yang favourable yaitu pernyataan yang mendukung aspek yang akan dikur

dan akan berlaku penilaian sebagai berikut:

a. Sangat Sesuai (SS) :4

b. Sesuai (S) :3

c. Tidak Sesuai (TS) :2

d. Sangat Tidak Sesuai (STS) :1

Pernyataan yang unfavourable adalah pernyataan yang tidak mendukung

aspek yang hendak diukur dan akan berlaku penilian sebagai berikut:

a. Sangat Sesuai (SS) :1

b. Sesuai (S) :2

c. Tidak Sesuai (TS) :3

d. Sangat Tidak Sesuai (STS) :4

Setelah ditentukan nilai skala untuk tiap pilihan jawaban, maka skor yang

diperoleh oleh subjek pada tiap item akan dikalikan dengan bobot penilaian yang

telah ditentukan sebelumnya yaitu sebagai berikut:

a. Memegang dan bergandengan tangan :1

b. Berpelukan :2

c. Berciuman :3

d. Menyentuh dengan stimulasi :4


40

e. Memegang alat kelamin :5

f. Petting :6

g. Oral genital :6

h. Cointal seks play :7

Setelah dikalikan dengan bobot tersebut, barulah didapatkan skor per item

bagi subjek.

3. Isi Skala

Skala perilaku seksual remaja disusun berdasarkan komponen perilaku

seksual menurut Sarwono (1999) yaitu:

a. Memegang dan bergandengan tangan adalah salah satu bentuk dari sentuhan.

Sentuhan adalah salah satu bentuk perilaku dan dapat berarti beberapa hal.

b. Berpelukan

c. Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat berarti simbol afeksi dan

dapat bersifat sangat sensual

d. Menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan seksual pada bagian

tubuh yang peka

e. Memegang alat kelamin adalah memberi stimulasi pada alat vital akan memberi

kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah tempat yang sangat

sensitif untuk disentuh

f. Petting kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha menghasilkan kesenangan

seksual tanpa masuknya penis ke vagina


41

g. Oral genital sex adalah perilaku seksual yang menekankan pemberian stimulasi

genital oleh mulut

h. Cointal sex play dalam hubungan heteroseksual sering disebut vaginal seks.

Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal sex play adalah hubungan

badan dengan masuknya penis ke vagina.

Berdasarkan komponen perilaku seksual tersebut, maka peneliti

mengembangkan aitem penyataan dalam skala sebanyak 48 butir yang terdiri dari 24

aitem favourable dan 24 aitem unfavourable.

Tabel 3.1

Blueprint skala perilaku seksual remaja

No Perilaku seksual remaja Jumlah Pertanyaan Total

Favourable Unfavourable

1 Memegang dan bergandengan tangan 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

2 Berpelukan 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

3 Berciuman 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

4 Menyentuh dengan stimulasi 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

5 Memegang alat kelamin 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

6 Petting 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

7 Oral genital 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

8 Cointal seks play 3 (6,25%) 3 (6,25%) 6 (12,5%)

Total 24 (50%) 24 (50%) 48 (100%)


42

Tabel 3.2

Distribusi Item Per-Uji Coba Skala Perilaku Seksual Remaja

menurut Aspek dan Sifat Favourable/Unfavorable

No Perilaku seksual remaja Jumlah Pertanyaan Total

Favourable Unfavourable

1 Memegang dan bergandengan tangan 1, 17, 33 9, 25, 41 6

2 Berpelukan 2, 18, 34 10, 26, 42 6

3 Berciuman 3, 19, 35 11, 27, 43 6

4 Menyentuh dengan stimulasi 4, 20, 36 12, 28, 44 6

5 Memegang alat kelamin 5, 21, 37 13, 29, 45 6

6 Petting 6, 22, 38 14, 30, 46 6

7 Oral genital 7, 23, 39 15, 31, 47 6

8 Cointal seks play 8, 24, 40 16, 32, 48 6

Total 40 40 48

F. Pertanggung jawaban Mutu Skala

Sebelumnya skala yang digunakan dalam penelitian ini perlu diuji cobakan

terlebih dahulu guna mendapatkan kesahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas)

sehingga skala pengukuran dalam penelitian ini benar-benar akurat dan terpercaya

(Azawar, 1999). Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 20 November 2008

dengan subjek sejumlah 82 orang remaja yang tinggal daerah Gondokusuman. Uji

coba penelitian ini dilaksanakan pada remaja yang berusia 11-21 tahun, dengan cara

membagikan skala kepada subjek dan langsung diambil kembali setelah selesai
43

mengisi. Pengambilan data ujicoba peneliti dibantu oleh beberapa teman. Data yang

diperoleh dari uji coba alat ukur ini dipergunakan untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas dari butir-butir aitem pada skala penelitian.

1. Validitas

Validitas adalah seberapa jauh alat ukur dapat mengukapkan dengan tepat dan

dapat menunjukkan dengan sebenarnya gejala-gejala atau bagian dari gejala yang

hendak diukur. Suatu alat ukur dapat memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut

mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan diadakannya pengukuran

pada alat penelitian tersebut (Kerlinger dalam Arikunto, 1989).

Validitas skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan validitas

isi, validatas isi menyangkut tingkat kebenaran suatu instrumen mengukur isi

(content) dari area yang akan diukur (Azwar, 2000). Validitas isi diselidiki melalui

analisis rasional (professional judgement) untuk menetapkan apakah aitem memang

representatif atau mewakili komponen-komponen perilaku seksual. Professional

judgement dilakukan oleh orang yang sudah ahli, dalam hal ini adalah dosen

pembimbing skripsi.

2. Seleksi item

Setelah melakukan uji validitas, peneliti melihat konsistensi item secara

keseluruhan melalui komputasi pencarian koefisien item total yang secara umum

dikenal sebagai indeks daya beda item, karena item yang konsisten adalah item yang

mampu menunjukkan perbedaan antara subjek dengan indikator yang ada pada skala

penelitian. Cara perhitungannya dengan mengkorelasikan skor subjek pada item

tersebut dengan skor total tes. Semakin tinggi koefisien korelasinya (mendekati nilai
44

satu), maka semakin tinggi daya beda itemnya. Jika koefisien korelasinya rendah

(mendekati nol), berarti fungsi daya beda jelak, yang berarti item tersebut tidak cocok

dengan alat ukur. Namun, jika koefisien korelasinya bernilai (-), maka berarti item

tersebut benar-benar jelek dan sangat tidak cocok dengan fungsi alat ukurnya

sehingga harus dibuang (Azwar, 1999). Koefisien daya beda item pada penelitian ini

memakai koefisian korelasi Pearson Product Moment.

Langkah selanjutnya setelah proses koefisien korelasi bagian total dilakukan

adalah menguji kesahihan item-item yang dinyatakan lolos uji dengan item yang

koefisien korelasi item-totalnya >0.30. Jadi, jika ada aitem yang memiliki koefisien

korelasi item-total <0.30 maka item tersebut tidak sahih dan harus dibuang. Apabila

jumlah aitem yang lolos masih kurang mencukupi maka dapat dipertimbangkan

menurunkan batas kriteria 0.30 menjadi 0.25 sehingga aitem yang diinginkan dapat

tercapai (Azwar, !999).

Hasil analisis validitas skala Perilaku Seksual Remaja menunjukkan bahwa

dari 48 butir aitem yang diujicobakan diperoleh koefisien korelasi aitem-total

bergerak dari 0,413 ≤ rxy ≤ 0,876 (hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran).

Hasil analisis validitas dapat disimpulkan bahwa semua aitem skala valid dan dapat

digunakan sebagai alat ukur penelitian.

3. Realibilitas

Realibilitas berhubungan dengan konsistensi. Suatu instrumen penelitian

dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam memberikan penilaian

atas apa yang diukur. Reabilitas adalah kemantapan, konsistensi, preditabitas dan

kejituan suatu alat tes dalam pengukuran (Kerlinger, 1985). Pengukuran yang
45

memiliki reliabitas yang tinggi adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data

yang reliabel.

Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut

koefisien reliabilitas yang mendekati nilai satu berdasarkan rumus-rumus reliabilitas.

Pengukuran reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan reliabilitas

koefisien alpha dari Cronbach dengan menggunakan program SPSS VERSI 11. Data

untuk menghitung koefisien alpha dapat diperoleh lewat penyajian data bentuk skala

yang dikenakan hanya sekali saja pada kelompok responden.

Uji reliabilitas dilakukan terhadap semua aitem valid. Analisis untuk uji

reliabilitas pada alat ukur menggunakan metode penghitungan reliabilitas alpha dari

Cronbach dengan bantuan program SPSS 11.0 for window. Hasil yang diperoleh

adalah Skala Perilaku Seksual Remaja dengan 48 aitem mempunyai koefisien

reliabilitas alpha (α) sebesar 0,978. Artinya, skala Perilaku Seksual Remaja tersebut

memiliki tingkat kepercayaan 97,8 %. Atau dengan kata lain, jika dikenakan pada

subjek yang berbeda 97,8 % akan memiliki hasil yang sama (hasil selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran).

G. Analisis Data

Data perilaku remaja diolah melalui analisis statistik deskriptif. Statistik

deskriptif menurut Sugiyono (2003) adalah statistik yang berfungsi mendeskripsikan

atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel

populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan

ynag berlaku untuk umum. Dalam statistik deskriptif data-data disajikan dengan

tabel, distribusi frekuensi, mean, modus, grafik dan diagram.


46

Data yang telah diperoleh akan diskoring secara kuantitatif sesuai dengan cara

penilaian terhadap skala. Skor yang didapat menunjukan tingkat perilaku seksual,

asumsinya apabila skor yang diperoleh tinggi menujukkan perilaku seksual yang

mengarah pada cointal sex play.


47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Orientasi Kancah dan Pelaksanaan Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Daerah Gondomanan. Jumlah penduduk daerah

Gondomanan secara keseluruhan adalah 9.035 orang kepala keluarga dan 705 kepala

keluarga di antaranya masuk dalam kategori keluarga pra sejahtera. Bila ditinjau

berdasarkan segi kepadatan penduduk serta survei BPS tahun 1997 tersebut maka

Gondomanan termasuk kepadatan tinggi karena kepadatan penduduk mencapai

1.356,4 jiwa Per Hektar. Data ini menjadi indikator adanya pemukiman padat dengan

permasalahan sosial ekonomi (BPS Yogyakarta, 2007). Kecenderungan penduduk di

daerah Gondomanan adalah consolodators, yaitu penduduk yang sudah tinggal agak

lama di perkotaan. Dengan status consolidators ini mereka memiliki tingkat ekonomi

serta status sosial kurang meskipun tidak termasuk dalam keluarga pra sejahtera

(Turner dalam Yunus, 2000).

Gondomanan secara fisik digambarkan sebagai perumahan yang padat, jarak

antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat berdekatan, bahkan ada yang hanya

berbataskan tembok. Rumah yang memiliki halaman luas sangat jarang dijumpai

karena pemukiman yang padat dan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan

mengakibatkan tidak memungkinkan pembangunan fisik secara horisontal, hal ini

diatasi warga setempat dengan pembangunan fisik secara vertical (Pusat Studi

Kependudukan UGM, 1983). Selain itu, letak geografis daerah Gondomanan yang

47
48

berada di dekat pusat kota Yogyakarta memberikan berbagai kemudahan bagi para

remaja yang tinggal di Gondomanan untuk mengakses berbagai hiburan dan

informasi seperti warnet, film, game, dan supermall.

Deskripsi social desireability dari Daerah Gondomanan sebagai pemukiman

padat dan memiliki permasalahan sosial ekonomi serta kemudahan akses bagi para

remaja yang tinggal di Daerah Gondomanan terhadap berbagai hiburan dan informasi,

inilah yang menarik minat peneliti untuk meneliti perilaku seksual remaja yang

tinggal di Daerah Gondomanan.

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 November 2008, terhadap remaja

putra dan putri yang bertempat tinggal di daerah Gondomanan Rt 29 dan Rt 28, Rw

18 dengan cara membagikan skala secara langsung pada subjek. Skala penelitian ini

terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama berisi data diri dan demografik subjek,

sedangkan bagian kedua berisi skala perilaku seksual. Data penelitian diperoleh

dengan cara meminta subjek mengisi skala yang berisi pernyataan mengenai

seksualitas remaja. Subjek diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan yang

sesuai dengan keadaan diri subjek. Sebagai antisipasi agar tidak terjadi faking maka

subjek diminta untuk tidak mencantumkan nama. Selain itu, sebelum subjek mengisi

skala terlebih dahulu peneliti menekankan pada setiap subjek bahwa penelitian ini

tidak dIgunakan untuk menilai perilaku subjek .

Subjek dalam penelitian ini berusia antara 14 hingga 21 tahun. Skala perilaku

seksual remaja ini dibagikan kepada 120 orang namun skala yang kembali hanya 82

skala dengan subjek terdiri dari 30 laki-laki dan 52 perempuan. Pada penelitian ini

hanya dilakukan satu kali pengambilan data sehingga data yang diperoleh digunakan
49

untuk tryout dan diolah sebagai data penelitian. Hal ini dikarenakan semua aitem

skala ternyata valid dan memiliki reliabilitas yang cukup tinggi.

2. Deskripsi Subjek

Jumlah subjek keseluruhan dalam penelitian ini adalah 82 orang remaja yang

berdomisili di daerah Gondomanan. Berikut deskripsi subjek penelitian:

Tabel 4.1
Deskripsi Subjek Penelitian (N=82)
No Karakteristik Jumlah Persentase
1 Jenis Kelamin:
Laki – laki 30 36,6%
Perempuan 52 63,4%
2 Usia:
11 – 15 tahun 12 14,64%
16 – 19 tahun 47 57,31%
> 20 23 28,05%
3 Pendidikan Subjek:
SMP 8 9,8%
SMA 67 81,7%
Mahasiswa 7 8,5%
4 Pendidikan Orang Tua:
SD 7 8,5%
SMP 13 15,9%
SMA 47 57,3%
Sarjana 15 18,3%
5 Pekerjaan Orang Tua:
Buruh 5 6%
Pengamen 1 1%
Baby Sitter 1 1%
Satpam 2 2%
Pedagang 4 4%
Guru 2 2%
Swasta 26 31%
Wiraswasta 26 31%
PNS 11 13%
Ibu Rumah Tangga 2 2%
Pensiunan 2 2%
50

3. Deskripsi Data

Data mengenai skor Skala Perilaku Seksual Remaja di Daerah Gondomanan

dan kategorisasi tingkat perilaku seksual remaja di Daerah Gondomanan dapat dilihat

pada Tabel 4.2 dan 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.2
Deskripsi Statistik Data Perilaku Seksual Remaja
N = 82
Data Min Maks Mean SD
Hipotetik 48 1344 696 216
Empirik 195 816 374,84 155,845

Perbandingan mean empirik perilaku seksual remaja lebih kecil dari mean

hipotetik (374,84 < 696), artinya perilaku seksual remaja Gondokusuman secara

keseluruhan dalam kategori rendah secara signifikan karena ME + SDH < MH.

Azwar (1999) mengemukakan bahwa untuk mengetahui skor penelitian pada

subjek termasuk tinggi atau rendah dapat dilakukan dengan menetapkan kriteria-

kriteria kategorisasi. Skala ini dikategorisasikan untuk mengetahui tinggi rendahnya

skor yang diperoleh subjek. Kategorisasi yang dipilih untuk norma skala mengikuti

distribusi normal (Azwar, 2002). Kategori dan distribusi skor dari data empirik subjek

dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut:


51

Tabel 4.3
Kategorisasi Perilaku Seksual Remaja
N = 82
Pedoman Skor Kategori Frek %
X > m + 1,8 SD X> Sangat 0 0
1084,8 Tinggi
m + 0,6 SD < X ≤ m + 1,8 SD 825 < X ≤ Tinggi 0 0
1084,8
m + (-0,6) SD < X ≤ m + 0,6 SD 566,4 < X Sedang 11 13,41 %
≤ 825
m + (-1,8) SD < X ≤ m + (-0,6) 307,2 < X Rendah 34 41,46 %
SD ≤ 566,4
X ≤ m + (-1,8) SD X ≤ 307,2 Sangat 37 45,13 %
Rendah
Ket: X = Skor Perilaku Seksual Remaja
m = Mean hipotetik
SD = Standar Deviasi hipotetik
Berdasarkan hasil kategorisasi skor perilaku seksual remaja menunjukkan

bahwa tingkat perilaku seksual remaja di Daerah Gondomanan yang berada pada

kategorisasi sangat tinggi sebanyak 0 orang (0 %), yang berada dalam kategori tinggi

0 orang (0 %), kategori sedang sebanyak 11 orang (13,41%), yang berada dalam

kategorisasi rendah sebanyak 34 orang (41,46%) dan kategori sangat rendah sebanyak

37 orang (45,13 %). Dari hasil kategori tersebut nampak bahwa rata-rata subjek

memiliki tingkat perilaku seksual pada kategori sangat rendah.


52

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan deskripsi data penelitian diketahui bahwa secara umum remaja di

daerah Gondomanan memiliki tingkat perilaku seksual pada kategori rendah. Hal ini

dapat dijelaskan dari perbandingan mean empirik (374,84) yang lebih rendah

daripada mean hipotetik (696).

Perilaku seksual remaja merupakan perilaku yang dicetuskan karena

kebutuhan seks namun tidak terlepas dari berbagai faktor. Faktor lain yang

mempengaruhi munculnya perilaku seksual remaja adalah faktor kedekatan, faktor

keluarga, status ekonomi, dan tingkat pendidikan (Kartono, 2006).

Faktor kedekatan hubungan diduga mempengaruhi perilaku seksual remaja.

Hubungan yang melibatkan kemesraan dan kedekatan dengan lawan jenis dapat

mempengaruhi seseorang untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini sebenarnya

tergantung dari harga diri, kemampuan dalam berkompromi dan bernegosiasi

mengenai perilaku seksual yang dapat diterima dan menyenangkan (Fakhturohman,

1990). Dalam penelitian ini, hasil perilaku seksual pada remaja di daerah

Gondomanan tergolong rendah dan tidak diteliti apakah subjek berstatus sedang

pacaran atau tidak, maka pengaruh faktor kedekatan hubungan terhadap peningkatan

perilaku seksual masih harus dikaji lebih lanjut.

Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain adalah

faktor keluarga. Pendidikan keluarga merupakan norma pertama yang dimiliki remaja

sebelum individu tersebut mulai mengembangkan penerimaan norma baru yang

berasal dari lingkungan. Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini

dalam kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk


53

itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-

anaknya.

Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk

seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukan tentang tubuh dan

tindakan mereka (Santrock 1996). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh

Munajat (1998) bahwa berfungsinya keluarga sebagai fungsi kontrol dapat menekan

perilaku beresiko termasuk perilaku seksual pada remaja. Dalam penelitian ini

tampak bahwa perilaku seksual remaja Gondomanan yang tergolong rendah

menunjukkan kemungkinan keluarga masih berfungsi sebagai kontrol perilaku

seksual remaja. Pada saat peneliti melakukan pengambilan data dan melakukan

wawancara terhadap 5 subjek yang berpacaran, semua mengakui bahwa meskipun

orangtua mengijinkan mereka berpacaran, tetapi masih menerapkan batas-batas yang

wajib dipatuhi seperti misalnya jam pulang malam, apa yang boleh atau tidak boleh

dilakukan saat berpacaran, dan sebagainya.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seksual adalah sosial ekonomi,

sebagaimana yang dikemukakan oleh Kartono (2003) bahwa remaja dengan perilaku

seksual tidak bertanggungjawab lebih banyak berasal dari orang tua dengan kelas

sosial ekonomi rendah dengan perbandingan perkirakan mencapai 50:1. Dari data

deskriptif dapat diketahui bahwa sebagaian besar orang tua subjek memeliki

pekerjaan tetap, maka dapat dilihat tingkat sosial ekonomi subjek menengah.

Sehingga dapat dianggap bahwa orangtua subjek cukup mampu menyekolahkan

subjek.
54

Terakhir, tingkat pendidikan subjek yang sebagaian besar adalah siswa SMU

(67%) dan bahkan ada yang berstatus mahasiswa (8,5%) dapat dikatakan bahwa

subjek bisa memperoleh pendidikan yang baik sehingga dapat mengakses informasi

yang positif dan bisa mmenghindari dari perilaku seksual bebas yang berisiko tinggi.
55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual remaja di

daerah Gondomanan rata-rata berada dalam kategori rendah hingga sedang. Tidak ada

subjek yang melakukan perilaku seksual dalam kategori tinggi. Faktor yang diduga

mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah faktor fisik dimana pada usia remaja

telah mengalami perubahan kematangan organ-organ reproduksi sehingga pada usia

ini mulai ada ketertarikan dengan lawan jenis. Dalam penelitian ini, hasil perilaku

seksual remaja tergolong rendah karena tidak teliti apakah subjek berstatus pacaran

atau tidak. Perilaku seksual remaja di Gondomanan tergolong rendah karena keluarga

masih berfungsi sebagai kontrol perilaku seksual remaja. Selain itu, status ekonomi

orang tua subjek berada dalam status ekonomi menegah dalam hal ini dapat dilihat

karena sebagian besar subjek dapat bersekolah bahkan ada yang berstatus mahasiswa.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya terbatas pada perilaku seksual remaja yang tinggal di

daerah Gondomanan sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual

tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, karena penelitian ini meneliti tentang

perilaku seksual yang sangat sensitive sehingga kemungkinan facking sangat tinggi.

55
56

C. Saran-saran

Dengan melihat hasil penelitian, peneliti mencoba mengajukan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi pembimbing remaja atau instansi pendidikan dan pemerhati masalah-

masalah remaja. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman mengenai perilaku seksual dikalangan remaja sehingga dapat

membantu dalam pendampingan remaja.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema serupa, hendaknya

mempertimbangkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi munculnya

perilaku seksual pra nikah pada remaja, baik yang bersifat eksternal maupun

internal. Misalnya faktor kontrol diri, lingkungan tempat tinggal, budaya dan

lain sebagainya di luar faktor perkembangan fisik dan keluarga.


57

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Kotamadya Yogyakarta dalam Angka, Badan Pusat Statistik 2007.

Arikunto, S., 2002, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatam Praktek, Edisi Revisi V,
Cetakan XII, Rineka Cipta, Jakarta.

Assael, H., 1984, Consumer Behavior and Marketing Action. Second Editions,
Boston: Kent Publishing Company.

Azwar, S., 1997, Validitas dan Reliabilitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Azwar, S., 2003, Metode Penelitian, Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Azwar, S., 2003, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi II, Cetakan VII,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Damayanti, R. 2007. Lima dari 100 Siswa SLTA di DKI Berhubungan Seks Sebelum
Menikah. www.bkkbn.com. Diakses 23 September 2007.

Denny, N.E. 2005. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi


dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.

Departemen Kesehatan RI., 1999, Materi Inti : Kesehatan Reproduksi Remaja,


Depkes dan WHO, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI., 2001, Kesehatan Reproduksi Remaja, Depkes dan WHO,
Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 1997, Materi Penyuluhan; Kesehatan Reproduksi


Remaja, Sub Din P2 dan Prom Kes Dinkes Kota Yogyakarta, Yogyakarta.

Faturohman,1990. Sikap dan Perilaku Seksual Remaja di Bali, Laporan Penelitian


Pusat Penelitian. Kependudukan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Fitri, A. 1998. Informasi Seksualitas dari Teman, Pengetahuan Kesehatan Reproduksi


dan Intensitas Remaja untuk Melakukan Hubungan Seks Sebelum Menikah.
Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada.

Gunarsa, S.D & Gunarsa, Y.S.D. 1995. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: BPK GM
58

Hartanto, T., 2002, Persepsi Siswa SLTP Putra Tentang Kesehatan Reproduksi di
Kotamadya Yogyakarta, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Hindun, I., 1997, Persepsi Orang Tua Terhadap Hubungan Seksual Pranikah, Tesis,
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hurlock, E.B., 1980, Psikologi Perkembangan, edisi V, Erlangga, Jakarta.

Hurlock, E. B.,1994. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Imelda, R. 2002. Hubungan Antara Asertivitas dengan Perilaku Seksual Pranikah


Remaja Surakarta. Skripsi. Tidak diterbitkan. Surakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Kartini Kartono, , 2003. Patologi Sosial, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta

Kartini Kartono, 2006. Psikologi Wanita; Mengenal Gadis Remaja dan Wanita
Dewasa, Mandar Maju, Bandung

Kurniawan, F., September 2002, Majalah Kedokteran Atmajaya, Sikap dan Perilaku
Seksual Mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta Vol.
I, No. 2, hal. 201-210 (207-208), Jakarta.

Luthfie, 2005. dalam www.bkkbn.go.id. Diakses tanggal 10 September 2007.

Masters, W. H., Johnson, V. E., and Kolodny, J. E. 1982. Human Sexuality. New
York. Harper Collins Publisher.

Monks, F.J., dan Knoers A.M.P., 2006, Psikologi Perkembangan, Edisi Ketiga,
Cetakan Keenam belas, diterjemahkan oleh Siti Rahayu Haditono,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mochtar, A. 2003. 51,5% Remaja Lakukan Hubungan Seksual di Tempat Kos.


www.detik.com. Diakses tanggal 23 September 2007.

Munajat, N., Imran, I., Munawaroh, A.Q. 1998. Pendidikan Seksualitas untuk
Remaja. Peran Pendamping dalam Perkembangan Seksualitas Remaja.
Bandung: PKBI-Jawa Barat.

Munawaroh, A.Q. 1997. Pelatihan Pemahaman Seksualitas Remaja Sebagai


Alternatif Pendidikan Seks bagi Remaja. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
59

Notoadmojo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Cetakan I,


Rineka Cipta, Jakarta.

Notoadmojo, S., 2000, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan I, Rineka Cipta,
Jakarta.

Rahmad.J., 1992, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rahail, Yohanes. 1999. Pendidikan seks bagi remaja dalam keluarga pada
masyarakat adat Sentani di Kehiran Desa Yoboi Kecamatan Sentani
Kabupaten Jayapura. Skripsi Psikologi Universitas Cenderawasih

Ridwan, 2003, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, cetakan II, Alfabeta,


Bandung.

Sarwono, S.W., 1994, Psikologi ; Pengantar Umum, PT. Bulan Bintang, Jakarta.

Sarwono, S.W., 2003, Psikolog Remaja, Edisi Revisi, Cetakan VII, PT. Raja
Grafindo Persada , Jakarta.

Santrock, John W., 2003. Adolescence, Edisi Keenam, Cetakan Kesembilan,


diterjemahkan oleh Shinto B., Jakarta: Erlangga

Sitarsemi, M.N., 2002, Persepsi Siswa Putri Tentang Kesehatan Reproduksi di


Kotamadya Yogyakarta, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Soejati, S.Z., 2001, Media Litbang Kesehatan, Artikel Perilaku Seks di Kalangan
Remaja dan Permasalahannya, Vol. XI, No. , hal. 32.

Sugiyono, 1999, Statistik untuk Penelitian. Cetakan V, CV Alfabeta, Bandung.

Suparlan, P. 1989. Ineraksi Antar Etnik di Beberapa Propinsi di Indonesia,


Depdiknas RI, Jakarta

Trisnaningsih, 2007. Prilaku Seksual Remaja Dalam Kaitanya Dengan Pengetahuan


Dan Persepsi Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi, Skripsi Psikologi
Universitas Lampung

Walgito, B., 2002, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, Edisi Revisi, Cetakan III, Anda,
Yogyakarta.

Widiastuti, Tyas Rahayu, 2005. Hubungan Berpikir Positif Dengan Perilaku Seksual
Pra Nikah Pada Remaja, Skripsi F Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
60

Wijayanto, Iip. 2002. 97,05% Mahasiswi di Yogyakarta Hilang Kegadisannya.


www.detik.com. Diakses 23 September 2007.

Yayah Khisbiyah, Desti Murdijana, Wijayanto. 1997. Kehamilan Tak Dikehendaki Di


Kalangan Remaja, Pusat PenelitianKependudukan UGM, Yogyakarta.

Yusuf, Y., 1991, Psikologi Antar Budaya, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Zega, T., 1997, Persepsi Ibu Rumah Tangga Terhadap Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Bagi Remaja, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
61
62

NO Komponen No Item r ix Jumlah


1. Memegang dan bergandengan 1 0,5988
tangan 7 0,5133
33 0,4645 6
9 0,5331
25 0,5861
41 0,6591
2. Berpelukkan 2 0,6355
18 0,7408
34 0,6546 6
10 0,6067
26 0,6530
42 0,7275
3. Berciuman 3 0,6690
19 0,7782
35 0,7932 6
11 0,6525
27 0,7156
43 0,7588
4. Menyentuh dengan stimulasi 4 0,7280
20 0,7665
36 0,6965 6
12 0,7288
28 0,7589
44 0,7749
5. Memegang alat kelamin 5 0,6943
21 0,6837
37 0,7069 6
13 0,7489
29 0,8254
45 0,8097
6. Petting 6 0,6350
22 0,6559
38 0,6345 6
14 0,7295
30 0,7982
46 0,8009
7. Oral genital 7 0,5943
23 0,5928
39 0,5916 6
15 0,6792
31 0,6970
47 0,7367
8. Cointal seks play 8 0,6649
24 0,6773
40 0,6840 6
16 0,7742
32 0,7802
48 0,8140
63

Reliability

Case Processing Summary

N %
Cases Valid 82 100,0
Excluded a 0 ,0
Total 82 100,0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
,971 ,978 48
64

Item Statistics

Mean Std. Deviation N


AITEM1 2,50 1,057 82
AITEM2 3,68 1,949 82
AITEM3 5,96 3,249 82
AITEM4 6,88 3,680 82
AITEM5 7,13 4,009 82
AITEM6 7,83 4,288 82
AITEM7 7,24 3,619 82
AITEM8 8,88 4,801 82
AITEM9 2,93 1,052 82
AITEM10 5,32 2,113 82
AITEM11 7,65 3,469 82
AITEM12 10,29 4,950 82
AITEM13 10,55 6,335 82
AITEM14 13,39 8,017 82
AITEM15 12,22 7,743 82
AITEM16 14,26 8,966 82
AITEM17 2,30 ,952 82
AITEM18 3,98 1,678 82
AITEM19 6,07 3,196 82
AITEM20 6,63 3,835 82
AITEM21 6,65 3,690 82
AITEM22 8,27 5,133 82
AITEM23 7,39 4,142 82
AITEM24 8,41 6,120 82
AITEM25 2,99 1,105 82
AITEM26 5,78 2,155 82
AITEM27 8,09 3,389 82
AITEM28 8,59 5,149 82
AITEM29 10,55 6,383 82
AITEM30 12,88 7,951 82
AITEM31 11,71 7,654 82
AITEM32 14,34 8,793 82
AITEM33 2,41 1,030 82
AITEM34 4,10 1,857 82
AITEN35 5,74 3,026 82
AITEM36 6,49 4,152 82
AITEM37 6,89 3,978 82
AITEM38 7,98 4,527 82
AITEM39 7,46 4,170 82
AITEM40 9,73 6,295 82
AITEM41 2,99 1,071 82
AITEM42 5,63 2,111 82
AITEM43 8,45 3,304 82
AITEM44 7,76 5,431 82
AITEM45 11,04 6,655 82
AITEM46 12,00 7,542 82
AITEM47 11,27 7,387 82
AITEM48 13,57 8,257 82
65

Summary Item Statistics

Maximum /
Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items
Inter-Item Correlations,481 ,053 ,946 ,894 17,959 ,031 48
The covariance matrix is calculated and used in the analysis.
66

Item-Total Statistics

Scale Corrected Squared Cronbach's


Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted
AITEM1 372,34 24117,265 ,515 ,890 ,971
AITEM2 371,16 23936,357 ,576 ,906 ,971
AITEM3 368,88 23698,652 ,578 ,889 ,971
AITEM4 367,96 23520,727 ,667 ,929 ,971
AITEM5 367,71 23380,728 ,727 ,977 ,971
AITEM6 367,01 23400,333 ,662 ,971 ,971
AITEM7 367,60 23583,231 ,622 ,977 ,971
AITEM8 365,96 23244,455 ,697 ,975 ,971
AITEM9 371,91 24146,277 ,429 ,899 ,972
AITEM10 369,52 23934,623 ,533 ,876 ,971
AITEM11 367,20 23678,110 ,560 ,916 ,971
AITEM12 364,55 23245,856 ,674 ,895 ,971
AITEM13 364,29 22750,852 ,783 ,931 ,970
AITEM14 361,45 22407,535 ,757 ,936 ,971
AITEM15 362,62 22619,892 ,690 ,964 ,971
AITEM16 360,59 22026,937 ,819 ,964 ,970
AITEM17 372,54 24164,425 ,413 ,908 ,972
AITEM18 370,87 23943,624 ,657 ,932 ,971
AITEM19 368,77 23564,501 ,726 ,920 ,971
AITEM20 368,21 23375,401 ,765 ,940 ,970
AITEM21 368,20 23449,542 ,730 ,967 ,971
AITEM22 366,57 23177,779 ,693 ,956 ,971
AITEM23 367,45 23501,312 ,606 ,968 ,971
AITEM24 366,43 23225,581 ,549 ,915 ,971
AITEM25 371,85 24120,768 ,482 ,955 ,971
AITEM26 369,06 23919,638 ,545 ,946 ,971
AITEM27 366,76 23573,495 ,675 ,882 ,971
AITEM28 366,26 23011,576 ,800 ,937 ,970
AITEM29 364,29 22583,321 ,867 ,988 ,970
AITEM30 361,96 22222,060 ,845 ,970 ,970
AITEM31 363,13 22549,797 ,731 ,985 ,971
AITEM32 360,50 22049,068 ,828 ,952 ,970
AITEM33 372,43 24172,939 ,355 ,954 ,972
AITEM34 370,74 23957,748 ,568 ,854 ,971
AITEN35 369,10 23579,027 ,753 ,937 ,971
AITEM36 368,35 23359,812 ,717 ,957 ,971
AITEM37 367,95 23363,035 ,747 ,982 ,970
AITEM38 366,87 23336,908 ,673 ,959 ,971
AITEM39 367,38 23489,966 ,610 ,982 ,971
AITEM40 365,11 22875,506 ,721 ,986 ,970
AITEM41 371,85 24101,633 ,555 ,963 ,971
AITEM42 369,21 23873,870 ,627 ,973 ,971
AITEM43 366,39 23590,809 ,676 ,913 ,971
AITEM44 367,09 23216,449 ,629 ,912 ,971
AITEM45 363,80 22517,319 ,864 ,970 ,970
AITEM46 362,84 22290,086 ,862 ,987 ,970
AITEM47 363,57 22496,593 ,784 ,982 ,970
AITEM48 361,27 22070,248 ,876 ,939 ,970
67

Frequencies
Statistics

PEKERJAAN PENDIDIKAN
USIA JK PND SUBJ PCR ORTU ORTU
N Valid 82 82 82 82 82 82
Missing 0 0 0 0 0 0

Frequency Table
USIA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 14 4 4,9 4,9 4,9
15 8 9,8 9,8 14,6
16 10 12,2 12,2 26,8
17 18 22,0 22,0 48,8
18 12 14,6 14,6 63,4
19 7 8,5 8,5 72,0
20 13 15,9 15,9 87,8
21 10 12,2 12,2 100,0
Total 82 100,0 100,0

JK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 30 36,6 36,6 36,6
perempuan 52 63,4 63,4 100,0
Total 82 100,0 100,0

PND SUBJ

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 8 9,8 9,8 9,8
SMA 67 81,7 81,7 91,5
MHS 7 8,5 8,5 100,0
Total 82 100,0 100,0

PCR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Punya 65 79,3 79,3 79,3
Belum Punya 17 20,7 20,7 100,0
Total 82 100,0 100,0
68

PEKERJAAN ORTU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruh, Pengamen,
7 8,5 8,5 8,5
Baby Sitter
Satpam 2 2,4 2,4 11,0
Pedagang 4 4,9 4,9 15,9
Guru 2 2,4 2,4 18,3
Swasta 26 31,7 31,7 50,0
Wiraswasta 26 31,7 31,7 81,7
PNS 11 13,4 13,4 95,1
IRT 2 2,4 2,4 97,6
Pensiunan 2 2,4 2,4 100,0
Total 82 100,0 100,0

PENDIDIKAN ORTU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 7 8,5 8,5 8,5
SMP 13 15,9 15,9 24,4
SMA 47 57,3 57,3 81,7
Sarjana 15 18,3 18,3 100,0
Total 82 100,0 100,0

Descriptives
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


TOTAL 82 195 816 374,84 155,845
Valid N (listwise) 82

Anda mungkin juga menyukai