UNISNU PRESS
Aqidah ASWAJA
Kholiq Muht arom
Penulis:
Dr. H. Zubaidi, M.Pd
Diterbitkan oleh
PENDIDIKAN ISLAM
RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH AN-NAHDLIYAH
ISBN: 978-623-91604-0-1
15 x 23 cm,
Edisi 1, Cetakan pertama Agustus 2019
Penulis:
Dr. H. Zubaidi, M.Pd
Editor:
Purwo Adi Wibowo, Uli Amrina
Diterbitkan oleh:
UNISNU PRESS
Alamat Penerbit:
Jl. Taman Siswa No. 09 Tahunan Jepara, Jawa Tengah
ii
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
PRAKATA
Prakata iii
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
iv Prakata
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
DAFTAR ISI
Daftar Isi v
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
vi Daftar Isi
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
viii
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB I
ASWAJA DAN LANDASAN BERDIRINYA
komunitas.
2. Sunnah = ﺴﻨَ ْﺔ
ُ اَﻟ, artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh
3. Al-Jama’ah = ْﺎﻋﺔ
َ اَﻟْ َﺠ َﻤ, artinya apa yang telah disepakati oleh para
sahabat Rasulullah SAW pada masa Khulafaur Rasyidin = ُُﺧﻠَ َﻔﺎء
ْﯾن اﺷ ِﺪ
ِ اﻟ ﱠﺮ, (Khalifah Abu Bakar Ra., Umar bin Khattab Ra.,
Utsman bin Affan Ra., dan Ali bin Abi Thalib Ra.).
1
KH. Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal
jama’ah, Surabaya: Khalista, hlm. 7.
ASWAJA
dan Landasan Berdirinya 1
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Muhammad SAW :
(ﺎﻋﺔَ ) َرَواﻩُ اﻟﺘِ ْﺮِﻣ ِﺬي ِ ِ ْﻣﻦ اراد ﺑِﺤﺒـﻮﺑ ِﺔ ا
َ ْﻟﺠﻨَﺔ ﻓَـﻠْﻴَ ِﺰم ا
َ ﻟﺠ َﻤ َ َ ْ ُ ُ َ ََ ْ َ
Artinya: "Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang
damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al-Jama'ah
(kelompok yang menjaga kebersamaan) (HR. Tirmidzi). 3
2
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 5.
3
KH. Muhyiddin Abduss homad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal
jama’ah, Surabaya: Khalista, hlm. 7.
4
Badrun Alaena, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000, hlm. 33.
ASWAJA
2 dan Landasan Berdirinya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
ع ِ
Adapun kata ijma’ ( ْ )ا ْﺟ َﻤﺎ, artinya kesepakatan di zaman
pemerintahan sahabat Khulafaur Rasyidin ialah ijma’ sahabat, seperti
dalam adzan awal jum’at, shalat tarawih 20 rakaat disertai 3 rakaat
witir, penulisan Al-Qur’an jadi mushaf, membentuk dewan ulil amri,
membentuk perbendaharaan Negara yang disebut baitul mal,
membentuk dewan pertahanan Negara, mengadakan pemilihan
presiden yang waktu itu disebut khilafah, mencetak uang dan lain
sebagainya. 5 4F
5
K.H.U. Balukia Syakir, 1992, Ahlussunnah Wal Jamaah, Bandung,
CV. Sinar Baru Offset. Hlm.132-133.
6
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 2.
ASWAJA
dan Landasan Berdirinya 3
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
7
KH.Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal
jama’ah, Surabaya: Khalista, hlm. 7.
8
FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran
Ahlussunnah wal Jama’ah Kediri : Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin PP.
Lirboyo, 2010, Cet. 2, hlm. 3
ASWAJA
4 dan Landasan Berdirinya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
9
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy’ari, al-Ibanah An Ushul al-Diyanah,
Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t., hlm. 14
10
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi,
Keumatan, Dan Kebangsaan, Jakarta : Kompas, 2010, Cet. 1, hlm. 107
11
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran,
dan Perkembangannya, Jakarta : Rajawali Press, 2010, Cet. 1, hlm. 190.
12
Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah,
Surabaya: Khalista, hlm. 9.
ASWAJA
dan Landasan Berdirinya 5
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
13
K.H.U.Balukia Syakir, 1992, Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Bandung,
CV. Sinar Baru Offset. Hlm.134-135.
14
Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah,
Surabaya: Khalista, hlm. 9.
ASWAJA
6 dan Landasan Berdirinya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
B. Landasan Berdirinya.
15
Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis,
hlm. 6.
16
Harun Nasution, 2008, Teologi Islam ; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Pres, hlm. 65.
ASWAJA
dan Landasan Berdirinya 7
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
17
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan
Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 169.
18
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 59.
19
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam prespektif Sejarah &
Ajaran, Surabaya: Khalista, Cet. IV, hlm. 145.
ASWAJA
8 dan Landasan Berdirinya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
20
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 14.
21
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 60.
22
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 61.
ASWAJA
dan Landasan Berdirinya 9
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
23
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 28.
24
PWNU Jawa Tengah, Buku Panduan Sosialisasi Hasil Munas Alim
Ulama dan Konbes NU kepada MWCNU, PCNU Se-Jawa Tengah, tanggal
9-10 Agustus 2002, hlm. 13.
25
KH.Said Agil Siroj, dalam Imam Baihaqi (ed), 2000, Kontroversi
Aswaja, Yogyakarta: Lkis, hlm. 3.
ASWAJA
10 dan Landasan Berdirinya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
KH. Hasyim Asy’ari. Sebagai ilustrasi, pada saat itu orang lebih
mengerti dengan contoh konkrit. Semisal, ada yang mengatakan:
“Esok pada hari kiamat nanti, semua orang dibangkitkan bersama-
sama dengan imamnya (pemimpin) masing-masing. Kalau saya nanti
di panggil, saya mengikuti guru saya (KH. Hasyim Asy’ari misalnya),
tentu akan lebih gampang pada hari kiamat nanti. Tetapi kalau guru
saya adalah kebenaran (al-haq) misalnya, tentu akan susah dan tidak
nyambung”. Jadi, memang ini hanyalah penyederhanaan konsep
yang praktis dan kondusif bagi nahdliyin, warga NU.26
Dalam menghadapi masalah budaya atau problem sosial yang
berkembang di tengah masyarakat, Nahdlatul Ulama menggunakan
pendekatan sikap sebagai berikut:
1. Sikap tawasuth dan I’tidal (moderat, adil dan tidak ekstrim)
2. Sikap tasamuh (toleransi, lapang dada dan saling pengertian)
3. Sikap tawazun (seimbang dalam berhikmat)
4. Amar ma’ruf Nahi Mungkar
Dalam menyikapi perkembangan budaya, NU tetap
mendasarkan pada kaidah yang menyatakan:
ِ ِ اَﻟْﻤﺤﺎﻓَﻈَﺔُ َﻋﻠﻰ اْﻟ َﻘ ِﺪﻳ ِﻢ اﻟ ﱠ
ْ َْﺠ ِﺪﻳْ ِﺪ اﻻ
ِﺻﻼَح َ ﺼﺎﻟ ِﺢ َواﻻَ ْﺧ ُﺬ ﺑﺎﻟ ْ َ َُ
Artinya: “Mempertahankan tradisi lama yang masih relevan, dan
responsive terhadap gagasan baru yang lebih baik dan lebih
relevan”.
ASWAJA
dan Landasan Berdirinya 11
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
adalah produk manusia yang selalu berubah dan dinamis. Kaidah ini
mampu memperkaya khazanah keagamaan sebagai implikasi dari
dialog budaya dan prinsip-prinsip keagamaan. Kaidah ini juga mampu
membawa masyarakat untuk melakukan penyerapan, antisipasi
setiap perilaku hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat serta
setiap pergeseran kemaslahatan umat sebagai akibat dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga Islam
tidak menjelma sebagai agama yang statis dan stagnan. Bahkan
Islam menjadi agama yang dinamis, kreatif dan inovatif demi
kebaikan dan kesejahteraan masyarakat.28
28
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 188.
ASWAJA
12 dan Landasan Berdirinya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB II
SEJARAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH & PENDIRINYA
29
Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik Historis,
hlm. 6.
30
Harun Nasution, 2008, Teologi Islam ; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Pres, hlm. 65.
33
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam prespektif Sejarah &
Ajaran, Surabaya: Khalista, Cet. IV, hlm. 145.
34
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 14.
35
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 60.
36
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 61.
37
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 29-30.
38
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 31.
39
KH.Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal
jama’ah, Surabaya: Khalista, hlm. 58-59.
dan perjuangan itu. Artinya dari para tabiin kepada para imam
mujtahidin, kepada para ulama shalihin dari zaman ke zaman.40
Pengumpulan dan penyusunan catatan-catatan ayat-ayat Al-
Qur’an sampai menjadi mushaf yang autentik sudah terselesaikan
pada zaman sahabat. Kemudian pengumpulan hadis dilakukan oleh
para tabiin. Selanjutnya seleksi, kategorisasi, sistematisasi garap
dan diselesaikan oleh generasi-generasi sesudahnya. Segala
macam syarat, sarana dan metode untuk menyimpulkan pendapat
yang benar dan murni dari Al-Qur’an dan al-Hadis diciptakan dan
dikembangkan. Mulai dari ilmu bahasa Arab, nahwu, shorof, ma’ani,
badi’, dan bayan sampai ilmu mantiq (logika) dan filsafat,
dirangkaikan dengan ilmu tafsir, ilmu mustholahul hadis sampai
pada ushul fiqih dan qowaidul fiqhiyyah. Semua itu dimaksudkan
untuk dapat mencapai kemurnian ajaran sunnah wal Jama’ah
(Achmad Siddiq, 2005: 35).
Sesudah memperoleh ilmu tersebut kemudian diamalkan bukan
untuk diri, tetapi ilmu-ilmu yang didapat disiarkan, didakwahkan, dan
lebih dari itu untuk diamalkan oleh masyarakat secara luas. Mereka
assabiqûnal awwalûn (ن
َ اﻻَ ﱠوﻟُْﻮ ﻟﺴﺎﺑِ ُﻘ ْﻮ َن
َ َا = generasi terdahulu) itu
40
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 34.
3. Karakteristik Aswaja
Karena aswaja itu tidak lain adalah ajaran agama Islam yang
murni sebagaimana dianjurkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW
bersama para sahabatnya, maka karakteristiknya adalah juga
karakteristik agama itu sendiri.
Adapun karakteristik agama Islam yang paling esensial adalah:
a. Prinsip at-Tasamuh artinya jalan pertengahan, tidak tatharruf
(ekstrim = ف
ْ )ﺗَﻄَﱡﺮke kanan atau ke kiri.
b. Sasaran rahmatan lil ‘âlamin, artinya menyebar rahmat kepada
seluruh alam.41
41
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 38.
42
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 64.
43
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
46
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 75-76.
47
Mahmud Qasim, 1973, Dirasat Fi Al- Falsafah al-Islamiyah Dar al-
Ma’arif Mesir, hlm, 171.
48
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 77.
49
Mahmud Qasim, 1969, fi Ilm aL-Kalam, Kairo: Maktabah al-Anglo
al-Misiriah, hlm 70.
50
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 82.
51
Mahmud Qasim, 1969, fi Ilm aL-Kalam, Kairo: Maktabah al-Anglo al-
Misiriah, hlm 70.
52
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 83.
53
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 77-78.
54
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 86.
BAB III
PERKEMBANGAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
55
Said Aqil Siradj, 2008, Ahlussunnah wal Jama’ah; Sebuah Kritik
Historis, Jakarta: Pustaka Cendikia Muda, hlm. 6.
56
Harun Nasution, 2008, Teologi Islam ; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Pres, hlm. 65.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 29
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
57
Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah,
Surabaya: Khalista, hlm. 9.
58
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 19.
Perkembangan
30 Ahlussunnah wal Jama’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Muawiyah. Akibat dari perundingan ini kubu Ali kw. pecah menjadi
tiga kelompok, ada yang bersikeras untuk melanjutkan peperangan,
ada yang menerima perundingan yang diajukan Muawiyah, ada juga
yang kemudian keluar dari barisan jama’ah Ali, inilah yang disebut
dengan kaum Khawarij.
Dari peristiwa tersebut, muncul beberapa sekte keagamaan yang
pada awalnya lebih di dominasi persoalan politik. Dan menurut ahli
sejarah, mulai saat itu muncul perbedaan seputar masalah Apakah
ar-Ra’yu (akal) boleh dijadikan dasar untuk menetapkan hukum
setelah Al-Qur’an dan Hadis. Atas perbedaan tersebut timbul dua
arus pemikiran dikalangan kaum mujtahidin.
1. Ahl Hadis, yakni mereka yang hanya berpegang kepada hadis
setelah Al-Qur’an.
2. Ahl Ra’yi, yakni golongan yang menggunakan pendekatan
hukum melalui pemikiran, di samping tetap berpegang pada Al-
Qur’an dan Hadis. Inilah yang kemudian memunculkan istilah
ijma’ dan Qiyas. Terlepas dari aspek politik yang menjadi
pemicu lahirnya aswaja, lebih sering di konotasi dengan teologi
(kalam), al-Asy’ari (w. 235 H) dan al-Maturidi (w. 333 H).
Sedangkan teologi seperti Mu’tazilah dan lainnya dipandang
sebagai berada diluar paham aswaja. 59
Berpijak dari berbagai argumentasi diatas, ada kemungkinan
bahwa dalam paham aswaja, terutama dalam lapangan teologis
(kalam) telah mengalami polarisasi. Di satu sisi muncul pemikiran
yang cenderung rasionalis, seperti Mu’tazilah. Namun pada saat yang
bersamaan muncul pula pemikiran yang justru hendak menyapu
bersih kecenderungan pola pikir rasionalis. Kelompok terakhir ini
sering identik dengan teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, bahkan
kemudian terkenal dikalangan umat Islam dengan sebutan
ahlussunnah wal jama'ah (sunni), disingkat menjadi “aswaja”.
Adapun i’tikad (keyakinan/kepercayaan) ahlussunnah wal
jama'ah secara ringkas dapat diterangkan sebagai berikut:
59
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 20.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 31
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Perkembangan
32 Ahlussunnah wal Jama’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
B. Sistem Bermazhab
1. Pengertian Ijtihad
Kata ijtihad berasal dari kata ijtahada artinya bersungguh-
sungguh, berusaha keras.61 Secara terminologis ijtihad adalah
mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ yang
praktis melalui istinbath. Menurut Muhammad al-Khudari Biek bahwa
ijtihad adalah sebagai pengerahan kemampuan secara optimal untuk
menggali hukum syara’ dari sesuatu yang oleh syar’i (Allah dan
Rasul-Nya) dinilai sebagai dalil, yaitu Al-Qur’an dan sunnah.
Ijtihad menurut ulama ushul ialah usaha seorang yang ahli fiqh
yang menggunakan seluruh kemampuannya untuk menggali hukum
yang bersifat ‘amaliah dari dalil-dalil yang terperinci. Sementara itu,
sebagian ulama yang lain memberikan definisi bahwa ijtihad adalah
60
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 20-22.
61
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 47.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 33
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
62
Tutik Nurul Janah, 2015, Metodologi Fiqh Sosial Dari Qauli Menuju
Manhaji: Ijtihad Jama’i Sebagai Model Gerakan Sosial Kia Sahal, Pati:
Staimafa Press, hlm.181.
63
Mahsun, 2015, Mazhab NU Mazhab Kritis, Yogyakarta: Nadi
Pustaka, hlm. 35.
64
Mahsun, 2015, Mazhab NU Mazhab Kritis, Yogyakarta: Nadi
Pustaka, hlm. 36.
Perkembangan
34 Ahlussunnah wal Jama’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
65
Mahsun, 2015, Mazhab NU Mazhab Kritis, Yogyakarta: Nadi
Pustaka, hlm. 37.
66
Tutik Nurul Janah, 2015, Metodologi Fiqh Sosial Dari Qauli Menuju
Manhaji: Ijtihad Jama’i Sebagai Model Gerakan Sosial Kia Sahal, Pati:
Staimafa Press, hlm.191.
67
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 51-52.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 35
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Perkembangan
36 Ahlussunnah wal Jama’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
68
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 52-54.
69
Mahsun, 2015, Mazhab NU Mazhab Kritis, Yogyakarta: Nadi
Pustaka, hlm.46.
70
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 47-48.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 37
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
2. Taqlid
Kata taqlid berasal dari kata qallada yang berarti mengikat atau
mengikut. Dalam istilah agama diartikan mengikuti pendapat orang
lain yang diyakini kebenarannya menggantungkan sesuatu di
lehernya orang lain dan mengalungkan sesuai dengan Al-Qur’an dan
al-Hadis. Bertaqlid, tidak selalu identik dengan mengikut secara
membuta tuli yang dalam bahasa Arab diungkapkan dengan taqlid
a’ma (taqlid buta) tanpa sama sekali mempertimbangkan apakah
pendapat yang diikuti itu benar atau sesat. Sebagaimana ungkapan
bahwa, taqlid adalah ‘amal biqauli al-ghairi min ghair hujjah mulzimah
(beramal dengan mengikuti pendapat orang lain tanpa ada hujjah
(dalil) yang bersifat mengikat). Misalnya, orang awam yang mengikuti
pendapat awam lainnya, atau seorang mujtahid yang mengikuti
pendapat mujtahid lainnya. 72 Mengingat makna taqlid dalam istilah
71
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 49.
72
Syamsuddin Ramadhan Al-Nawiy, Kaedah-Kaedah
Taqlid_Tuntunan Islam Dalam Memilih Dan Mengikuti Pendapat.pdf, hlm.7.
Perkembangan
38 Ahlussunnah wal Jama’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
syara’ itu jumlahnya ada empat, salah satunya adalah taqlid pada
agama dengan mengambil perkataan tanpa mengetahui dalilnya.
Atau mengamalkan sesuatu tanpa hujjah.73 Juga sejalan dengan
pendapat Syaikh Abu Hamid dan Abu Manshur bahwa taqlid adalah
menerima pendapat orang lain tanpa ada hujjah atas pendapat
tersebut.” 74
Memang, pada tingkat pertama semua orang pasti mengalami
proses mengikut tanpa mengerti kekuatan pendapat yang diikuti.
Anak (atau orang dewasa) yang baru belajar shalat, pasti ia
mengikuti pelajaran gurunya tanpa mempersoalkan dalil-dalilnya,
kuat atau tidak. Tetapi setelah tingkat pertama (permulaan) ini
terlampaui, maka harus diusahakan supaya pengetahuannya
meningkat, menurut kemampuan dan kesempatan yang ada.
Sewajarnya ia harus mengetahui dan meyakini kebenaran pelajaran
yang diikuti, dengan berusaha mengetahui dalil-dalilnya. Dengan
mengetahui serba sedikit dalil-dalil itu, tidaklah berarti ia sudah lepas
dari tingkatan taqlid. 75
Secara nyata, Nahdlatul Ulama berusaha meningkatkan
kemampuan para muqallidin 76 (orang yang sama bertaqlid) ini,
supaya tidak selalu berada pada tingkat yang pertama/permulaan, Di
pesantren dan madrasah, para ulama Nahdlatul Ulama berusaha
memberikan pelajaran ilmu agama dalam kadar yang memadai, tidak
hanya untuk menjadi muqallid a’ma (pentaqlid buta) tetapi untuk
memiliki kemampuan lebih tinggi lagi, untuk menjadi muqallid yang
73
Ali bin Naayif Asy-Syuhud, 2008, Al-Kholashoh fii Ahkamil Ijtihad
Wat-Taqlid.pdf, hlm.244.
74
Syamsuddin Ramadhan Al-Nawiy, Kaedah-Kaedah
Taqlid_Tuntunan Islam Dalam Memilih Dan Mengikuti Pendapat.pdf, hlm.8
75
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 55.
76
Sedangkan makna al-muqallidun ialah orang yang tidak mempunyai
kemampuan untuk membuat perbedaan antara pendapat yang lemah dan
yang kuat, serta tidak dapat membedakan antara yang rajih dan yang
marjuh, sebagaimana yang dinyatakan Wahbah Az-Zuhaili (2010: 55) dalam
Fiqih Islam Wa Adilatuhu, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-Kattani.dkk,
Cet.1; Jakarta: Gema Insani.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 39
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
lebih baik. Dalam pada itu, betapapun banyak ilmu agama yang
diajarkan, para ulama tetap tahu diri dan mendidik para santri dan
muridnya untuk selalu tahu diri, bahwa dengan ilmu yang didapatnya
itu tidak berarti sudah cukup untuk menjadi mujtahid sendiri. Juga
mereka dididik untuk tidak merasa menjadi mujtahid, padahal
sesungguhnya tetap mengikuti pendapat orang lain yang disukainya
saja, mungkin bukan Imam Maliki, atau Hanafi, atau Hambali, tetapi
Imam atau tokoh yang lain. 77 (KH. Achmad Siddiq, 2005: 56).
Taqlid bagi Nahdlatul Ulama, sebagaimana pendapat KH. Sahal
Mahfudh ialah mengambil atau mengamalkan pendapat orang lain
tanpa tahu dalil-dalilnya atau hujjahnya. 78 Taqlid mujtahid adalah
menerima sesuatu tanpa ada perkataan hujjahnya, seperti orang
awam yang mengambil dalil dari mujtahid yang kembali pada sabda
Nabi bukanlah taqlid, dan yang merujuk pada ijma’ pun bukan taqlid
juga, karena itu kembali pada hujjahnya sendiri. 79
Perkembangan
40 Ahlussunnah wal Jama’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 41
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
81
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 56-57.
82
KH.Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Prespektif Sejarah &
Ajaran, Surabaya: Khalista, hlm. 133-134.
Perkembangan
42 Ahlussunnah wal Jama’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB IV
POSISI ASWAJA DI TENGAH-TENGAH ALIRAN LAINNYA
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 43
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Posisi Aswaja
44 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Tentang Syahadat:
Ahlussunnah Syi’ah
Dua kalimat syahadat Tiga kalimat syahadat (ditambah
dengan menyebut dua belas imam).
83
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 33.
84
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 12.
85
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 46-48.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 45
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Tentang Imam:
Ahlussunnah Syi’ah
Percaya kepada imam-imam Percaya kepada dua belas
tidak termasuk rukun iman (iman imam termasuk rukun iman.
tidak terbatas).
Tentang Khalifah:
Ahlussunnah Syi’ah
Khulafa’ Rasyidin yang diakui Ketiga Khalifah (Abu Bakar,
(sah) adalah: Umar, Utsman) tidak diakui
1. Abu Bakar oleh Syi’ah. Karena dianggap
2. Umar telah merampas kekhalifahan
3. Utsman Ali bin Abi Thalib.
4. Ali
Tentang ‘Ishmah:
Ahlussunnah Syi’ah
Khalifah (imam) tidak ma’shum, Para imam yang jumlahnya dua
artinya mereka dapat berbuat belas tersebut mempunyai sifat
salah/lupa ma’shum seperti para Nabi.
Tentang Sahabat:
Ahlussunnah Syi’ah
Dilarang mencaci-maki para Mencaci-maki para sahabat tidak
sahabat apa-apa, bahkan Syi’ah
berkeyakinan, para sahabat setelah
Rasulullah SAW wafat, mereka
menjadi murtad dan tinggal
beberapa orang saja. Alasannya
karena para sahabat membai’at Abu
Bakar sebagai khalifah
Posisi Aswaja
46 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Tentang Al-Qur’an :
Ahlussunnah Syi’ah
Tetap orisinil Tidak orisinil dan sudah diubah
oleh para sahabat (dikurangi dan
ditambah).
Tentang Hadis:
Ahlussunnah Syi’ah
Al-Kutubu as-Sittah: Al-Kutubal-Arba’ah
1. Shahih Bukhari 1. Al Kafi
2. Shahih Muslim 2. Al Istibshar
3. Sunan Abi Dawud 3. Man La Yahdhuruhu al Faqih
4. Sunan Turmudzi 4. At Tahdzib
5. Sunan Ibnu Majah
6. Sunan an-nasa’i
Tentang Raj’ah:
Ahlussunnah Syi’ah
1. Tidak meyakini. 1. Meyakini adanya Raj’ah.
2. Raj’ah adalah keyakinan
bahwa kelak di akhir zaman
sebelum kiamat, manusia
akan hidup kembali, di
mana saat itu ahlul bait
akan balas dendam kepada
semua musuhnya.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 47
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Tentang Khamer:
Ahlussunnah Syi’ah
Tidak suci/najis Najis
Tentang Air:
Ahlussunnah Syi’ah
Air yang telah dipakai istinja’ Air yang telah dipakai istinja’
(cebok) tidak suci (cebok) dianggap suci dan
mensucikan
Tentang Shalat:
Ahlussunnah Syi’ah
1. Meletakkan tangan kanan 1. Meletakkan tangan kanan
diatas kiri hukumnya sunat diatas kiri membatalkan
2. Mengucapkan Amin sunnah shalat
3. Shalat jama’ diperbolehkan 2. Mengucapkan Amin di akhir
bagi orang yang bepergian surat al-Fatihah dalam shalat
dan bagi orang yang dianggap tidak sah/batal
Posisi Aswaja
48 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Ahlussunnah Syi’ah
mempunyai udzur syara’ shalatnya
4. Shalat Dhuha disunahkan 3. Shalat jama’ diperbolehkan
walaupun tanpa alasan
apapun
4. Shalat Dhuha tidak
dibenarkan
2. Aliran Khawarij.
Aliran ini merupakan aliran teologi pertama yang muncul dalam
dunia Islam. Aliran ini mulai timbul pada abad ke-I H (abad ke-8 M)
pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, khalifah terakhir dari
Khulafaur Rasyidin. Kemunculannya dilatar belakangi oleh adanya
pertikaian politik antara Ali dan Muawiyah bin Abu Sufyan, yang pada
waktu itu menjabat gubernur Syam (sekarang: Suriah). Muawiyah
menolak memberikan baiat kepada Ali yang terpilih sebagai Khalifah
sehingga Ali mengerahkan bala tentara untuk menggempur
Muawiyah. Muawiyah juga mengumpulkan pasukannya untuk
menghadapi Ali. Kedua pasukan itu lalu bertemu di suatu tempat
bernama Siffin, terkenal dengan perang Siffin. 86
Aliran ini sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib kemudian
meninggalkan barisannya, karena tidak setuju terhadap sikap Ali bin
Abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase). Atau sebagaimana
dalam Busyairi Harits (2010) dijelaskan bahwa aliran Khawarij adalah
kaum yang sangat benci kepada Ali bin Abi Thalib Ra. Bahkan ada
yang mengkafirkannya. Dalam aliran Khawarij ini berpandangan
bahwa orang yang berbuat dosa besar adalah kafir dan dianggap
murtad sehingga wajib dibunuh. Kaum Khawarij ini pecah menjadi 20
aliran. Tokoh aliran khawarij ini adalah Muawiyah bin Abu Sufyan.
86
Ensiklopedi Islam, 1999, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Cet.
VI, hlm. 47.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 49
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
87
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 57- 59.
Posisi Aswaja
50 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Perbedaan
Aliran
Teologi (Aqidah) Hukum (Fiqih) Politik (Siyasah)
Meyakini bahwa al- Potensi ijtihad Pemimpin (imam)
Qur'an terbuka dalam diangkat
tetap orisinil ranah yang melalui
belum kesepakatan yaitu
dijelaskan oleh ahl hal wal aqdi,
nash-nash orang-orang
al-Qur'an dan mengangkat dirinya
Aswaja
Sunnah sendiri
(dalam kondisi
darurat),
kemudian dia
dibaiat oleh
ahl hal wal aqdi dan
rakyat
Surga Mengambil fikih Kepemimpinan
diperuntukkan bagi dari mazhab hukumnya
bagi orang-orang empat, yaitu wajib, karena dalil-
yang taat Abu Hanifah, dalil syari'at
kepada Allah dan Maliki, Syafi'I, (persamaan
rasul-Nya. dan Hambali dengan khawarij
Neraka harus ada
Aswaja diperuntukkan bagi pemimpin untuk
orang-orang yang mengelola dan
tidak taat mengamankan
kepada Allah dan negara. Menurut
rasul-Nya. aswaja
karena dalil,
menurut Khawarij
karena maslahah.
Meyakini Khalqal- Hanya Menyatakan keluar
Qur'an mengambil dari
(penciptaan al- hadis-hadis kepemimpinan Ali
Qur'an), yang bin Abi
karena itu al-Qur'an diriwayatkan Thalib (yang sudah
tidak oleh disahkan
Khawarij
suci. para pemimpin oleh ahl hal wa al-
mereka aqd dan
telah di baiat
rakyat) setelah
terjadinya peristiwa
tahkim (arbitrase).
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 51
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Perbedaan
Aliran
Teologi (Aqidah) Hukum (Fiqih) Politik (Siyasah)
Setiap orang dari Meyakini hukum Mengkafirkan Ali,
umat Nabi hanya milik Utsman,
Muhammad yang Allah (La hukma Mu'awiyah, orang-
telah illa Lillah), orang yang
melakukan dosa karena itu terlibat dalam
dikategorikan menghukumi perang jamal,
sebagai orang kafir sesuatu dengan dua pihak yang
Khawarij
dan ia akan selain hukum menyepakati
kekal di dalam Allah menurut perjanjian tahkim
neraka. mereka adalah serta orang-
kufur. orang yang
mendukung
kedua pihak
tersebut.
Mengubah nama- Semangat Berkeyakinan
nama membabi buta bahwa jika
dan sifat - sifat (hammasah) pemimpin kafir,
Allah dan hanya maka rakyat
berpegang ikut kafir, karena itu
Khawarij teguh pada wajib
lahiriah teks/ keluar dari
dalil. kepemimpinan
imam yang mereka
nilai telah
kafir.
Posisi Aswaja
52 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Perbedaan
Aliran
Teologi (Aqidah) Hukum (Fiqih) Politik (Siyasah)
Memaknai istiwa Kesalahan Khalifah harus
(bersemayam dalam ijtihad dipilih melalui
nya) Allah di Arsy dapat pemilihan yang
dengan menjadikan bebas dan bersih,
istila' (menguasai), seseorang kafir. dilakukan oleh
sehingga mayoritas kaum
menganggap ada muslimin, bukan
yang merebut Hanya sebagian
Arsy, kemudian golongan, dan
direbut kepemimpinan
Khawarij
kembali oleh Allah. khalifah terus sah
selama ia
menegak-
kan keadilan dan
syari'at, jauh dari
kesalahan dan
kezaliman.
Jika ia berkhianat,
wajib dipecat atau
dibunuh.
Mayoritas Khawarij Khalifah tidak harus
tidak dari
mengimani adzab suku Quraisy, juga
kubur tidak harus
dari bangsa Arab.
Mereka
mengangkat
Khawarij
Abdullah bin
Wahab al-rasi
(bukan dari
Quraisy) sebagai
khalifah
dan menyebutnya
amir al-mukminin.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 53
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Perbedaan
Aliran
Teologi (Aqidah) Hukum (Fiqih) Politik (Siyasah)
Berani mati dan Kelompok Khawarij
menghadapi bernama
bahaya yang Najdat
mengancam berpendapat,
jiwa dan pengang
keselamatan katan Imam wajib
Khawarij
dengan karena
alasan yang tidak maslahat dan
kuat kebuAllah
bukan wajib karena
dalil
syari'at.
Kelompok Khawarij
bernama
Yazidiyah (pengikut
Yazid bin
Anisah al-Khariji)
meyakini
bahwa Allah
mengutus seorang
Khawarij
Rasul dari kalangan
'ajam
(non Arab) dan
menurunkan
padanya kitab yang
menghapus
syari'at Nabi
Muhammad.
3. Aliran Murji’ah.
Aliran ini muncul sebagai reaksi sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya mengkafirkan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa
tahkim. Aliran Murji’ah tersebut terbelah menjadi 2 kelompok yaitu:
pertama kelompok modern, yang dipimpin oleh Hasan bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah dan Abu Yusuf.
Kedua, kelompok ekstrim, yang dipimpin oleh Abu Musa as-Shalih,
Jahm bin Afwan. Pokok-pokok pikiran aliran Murji’ah antara lain:
a) Orang muslim yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan
kafir. Dosa besar yang telah diperbuat oleh orang tersebut
Posisi Aswaja
54 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
2. Aliran Jabariyah.
Aliran ini memfatwakan bahwa manusia majbur, artinya tidak
berdaya sedikitpun. Kasab dan ihtiyar manusia tidak ada. Golongan
ini tidak pecah, ia hanya ada satu golongan.89 Artinya ia menganggap
bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam berkehendak
maupun berbuat. Segala tingkah laku manusia adalah kehendak
Allah SWT. Dengan kata lain pengikut aliran ini mengatakan bahwa
hamba tidak memiliki kemampuan untuk memilih (ikhtiar). Sehingga
88
Lukman Hakim Al Syarwi, 2016, Ahlussunnah Wal- Jama’ah, Studi
Komparasi Atas Teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, Pati: Perpustakaan
Mutamakin Press, hlm. 19.
89
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 12.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 55
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
4. Aliran Mu’tazilah.
Mu’tazilah muncul sejak era dinasti Umayyah. Namun
berkembang lebih pesat pada era dinasti Abbasiyah. Para ulama
90
Lukman Hakim Al Syarwi, 2016, Ahlussunnah Wal- Jama’ah, Studi
Komparasi Atas Teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, Pati: Perpustakaan
Mutamakin Press, hlm. 19-20.
91
Lukman Hakim Al Syarwi, 2016, Ahlussunnah Wal- Jama’ah, Studi
Komparasi Atas Teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, Pati: Perpustakaan
Mutamakin Press, hlm. 20.
Posisi Aswaja
56 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
92
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 60-61.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 57
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
93
Lukman Hakim Al Syarwi, 2016, Ahlussunnah Wal- Jama’ah, Studi
Komparasi Atas Teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, Pati: Perpustakaan
Mutamakin Press, hlm. 19.
94
Ensiklopedi Islam, 1999, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Cet.
VI, hlm. 79.
Posisi Aswaja
58 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
95
Ensiklopedi Islam, 1999, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Cet.
VI, hlm. 80.
96
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin, Sulthon
Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 145.
97
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 14.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 59
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
98
Ensiklopedi Islam, 1999, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Cet.
VI, hlm. 80.
99
Lukman Hakim Al Syarwi, 2016, Ahlussunnah Wal- Jama’ah, Studi
Komparasi Atas Teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, Pati: Perpustakaan
Mutamakin Press, hlm. 21-22.
Posisi Aswaja
60 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
6. Aliran Wahabi
Golongan Wahabi adalah pengikut Muhammad bin Abdul
Wahab, sebuah gerakan separatis yang muncul pada masa
pemerintahan Sultan Salim III (1204-1222). Gerakan ini berkedok
memumikan tauhid dan menjauhkan umat manusia dari kemusyrikan.
Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya menganggap
bahwa selama 600 tahun umat manusia dalam kemusyrikan dan dia
datang sebagai mujtahid yang memperbaharui agama mereka.
Gerakan Wahabi muncul melawan kemampuan umat Islam dalam
masalah akidah dan syari’ah, karenanya gerakan ini tersebar dengan
peperangan dan pertumpuan darah. Pada tahun 1217 H Muhammad
bin Abdul Wahab bersama pengikutnya menguasai kota Thaif,
kemudian memperluas kekuasaannya seperti kota Makkah, Madinah,
Jeddah dan kota-kota lainnya. Hingga akhirnya pada tahun 1226 H
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 61
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
7. Ikhwanul Muslimin
Ia merupakan organisasi Islam yang bergerak di bidang dakwah
Islam di Mesir dan Dunia Arab. Organisasi ini dipelopori oleh Hasan
al-Banna. Para pendiri organisasi ini antara lain: Hafidz Abdul hamid,
Ahmad Al-Misri, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail ‘Izz,
dan Zaki Al-Maghribi, selain Al-Banna sendiri. Pada tahun 1928
mereka mendeklarasikan berdirinya Ikhwanul Muslimin, dengan
berkata, “Kami adalah bersaudara yang akan bekerja sama untuk
mengabdi kepada Islam. Kami adalah Ikhwanul Muslimin. 102
8. Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam,
bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan pula lembaga
ilmiah ataupun lembaga akademis, dan juga bukan lembaga sosial. Ia
didirikan di Libanon oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani ini pertama
kali masuk ke Indonesia pada tahun 1972. Menurut Ismail Yusanto,
Jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), cikal bakal organisasi ini berasal
dari Yordania. Hizbut Tahrir ingin membangun Daulah Islamiyah dan
mengembalikan Islam ke-kejayaan masa lampau. Mereka juga ingin
mengembangkan kehidupan Islami dan mengembangkan dakwah
100
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 71-72.
101
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 74.
102
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 85.
Posisi Aswaja
62 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
103
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 93.
104
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 94-122.
Posisi Aswaja
di Tengah-tengah Aliran Lainnya 63
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Posisi Aswaja
64 di Tengah-tengah Aliran Lainnya
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB V
AJARAN ASWAJA: BIDANG AKIDAH, FIQIH DAN
TASAWUF
Ajaran Aswaja:
Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf 65
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
106
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 146.
Ajaran Aswaja:
66 Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
107
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 63-64.
Ajaran Aswaja:
Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf 67
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Ajaran Aswaja:
68 Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Ajaran Aswaja:
Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf 69
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
110
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 64-65.
Ajaran Aswaja:
70 Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
111
Amin Syukur dan Masyharudin, 2002, Intelektualisme Tasawuf,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 45.
112
Jamil, 2013, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Referensi, hlm. 57.
113
Jamil, 2013, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Referensi, hlm. 23.
Ajaran Aswaja:
Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf 71
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
114
Rosihon Anwar, 2009, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia,
hlm. 135.
115
Mahjuddin, 2010, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, hlm. 269.
Ajaran Aswaja:
72 Bidang Akidah, Fiqh dan Tasawuf
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB VI
AMALIAH AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH
AN-NAHDLIYAH
116
Lukman Hakim Al Syarwi, 2016, Ahlussunnah Wal- Jama’ah, Studi
Komparasi Atas Teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, Pati: Perpustakaan
Mutamakin Press, hlm. 104-105.
117
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 2.
(56) ﻴﻤﺎِ
ً ﺗَ ْﺴﻠ
Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Allah dan para Malaikat
menyampaikan salam penghormatan kepada Nabi
(Muhammad), wahai orang-orang mu’min bersalawatlah
kepadanya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.
(QS. al-Ahzab: 56). 118
Terkait dengan pembacaan Dziba’, Barzanji dan lainnya, yang
berisi puji-pujian kepada Nabi SAW, sahabat, ahli bait, yang dilan-
tunkan saat acara maulid, hari jum’at dan hari senin adalah boleh dan
termasuk bid’ah hasanah, sebagaimana pendapat al-Hafizh Ibnu
Hajar sebagai berikut:
ِ ِ ِ ﻒ اﻟﺼﺎﻟِ ِﺢ ِﻣﻦ اﻟﻘُﺮ ِ ِ ِ ْﺻﻞ َﻋﻤ ِﻞ ا
ﱠﻬﺎ
َ ون اﻟﺜَﻼَﺛَﺔ َوﻟَﻜﻨـُ َ َ ِ َاﻟﺴﻠ
َ ﻟﻤ ْﻮﻟﺪ ﺑ ْﺪ َﻋﺔٌ ﻟَ ْﻢ ﺗُـ ْﻨـ َﻘﻞ َﻋ ِﻦَ َ ُ ْ َا
ﺎﺳﻦ ِ ﻓﻰ َﻋﻤﻠِﻬﺎ اﻟﻤﺤ
َ َ َ َ ِ ﻓَ َﻤ ْﻦ ﺗَ َﺤ ﱠﺮى،ﺪﻫﺎ
ِ ﺎﺳﻦ و
َ ﺿ
ِ
َ ﻠﻰ َﻣ َﺤ َ ﺖ َﻋ ْ َﻚ ﻗَ ْﺪ اِ ْﺷﺘَ َﻤﻠَ َِﻣ َﻊ ذَاﻟ
. ٌﺖ ﺑِ ْﺪ َﻋﺔٌ َﺣ َﺴﻨَﺔ ْ َﺿ ﱠﺪ َﻫﺎ َﻛﺎﻧ ِ وﺗَﺠﻨﱠﺐ
َ َ َ
“Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah
dinukil dari as-Salaf as-Shaleh pada tiga abad pertama, tetapi
meski demikian peringatan maulid mengandung kebaikan dan
la-wannya, jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha
118
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 191-192.
(اَﻧَﺎ َﺳﻴﱢ ُﺪ َوﻟَ ِﺪ اَ َد َم ﻳَـ ْﻮمَ اﻟ ِْﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ َوَﻻﻓَ ْﺨ َﺮ )رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬى
“Saya adalah penghulu manusia di hari kiamat dan tidak
sombong” (HR. at-Tirmidzi).
menambah lafadz وﺣﺪﻩ ﻻﺷﺮﻳﻚ ﻟﻪ (HR. Abu Dawud). 120 Kemuliaan 19F
119
Abu Abdillah, 2010, Argumentasi Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Tangerang: Pustaka Ta’awun, hlm. 310-311.
120
Abu Abdillah, 2010, Argumentasi Alhussunnah Wal Jam’ah,
Tangerang: Pustaka Ta’awun, hlm. 249-250.
121
KH.Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah, Cet. II, Surabaya: Khalista, hlm. 54.
122
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 24.
123
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 24-25.
124
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, hadits I, Lihat
juga Ibnu Hajar al-Asqalani, 2005, Fathul Bari, Syarah Shahih Bikhari,
Bairut: Dar al-Makrifat, hlm. 490. Dalam KH.Busyairi Harits, 2010, Islam NU:
Pengawal Tradisi Sunni Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 186.
125
Muhammad Syamsuddin al-Ramli, t.t., Nihayatul Muhtaj, Jld I,
Bairut: Dar al-Fikr, hlm 437. Dalam KH. Busyairi Harits, 2010, Islam NU:
Pengawal Tradisi Sunni Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 186-187.
126
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 42-
43.
127
Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf, t.t., Al-Majmu’ ‘ala Syarh
al-Muhadzdzab, Juz I, Bairut: Dar al-Fikr, hlm. 504. Dalam KH. A. Busyairi
Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni Indonesia, Surabaya:
Khalista, hlm. 189.
128
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 189.
129
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 98.
“Dari Abi Umamah ra., beliau berkata, “Jika aku kelak telah
meninggal dunia, maka perlakukanlah aku sebagaimana
Rasulullah SAW memperlakukan orang-orang yang wafat
diantara kita. Rasulullah SAW memerintahkan kita, seraya
bersabda, “Ketika diantara kamu ada yang meninggal dunia,
lalu kamu meratakan tanah diatas kuburannya, maka
hendaklah salah satu diantara kamu berdiri pada bagian kepala
kuburan itu seraya berkata, “Wahai fulan bin fulanah”. Orang
yang berada dalam kubur mendengar apa yang kamu ucapkan,
namun mereka tidak dapat menjawabnya. Kemudian (orang
yang berdiri di kuburan) berkata lagi, “Wahai fulan bin fulanah”,
130
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, t.t., Tanwîrul Qulûb fi Mu’âmalati
Allâmil Ghuyûb, Surabaya: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, hlm 207.
131
Soeleiman Fadeli, Mohammad Subhan, 2012, Antologi NU:
Sejarah-Istilah-Uswah,Surabaya:Khalista, hlm.148-149.
132
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 204-205.
134
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 201.
135
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 144.
ِ ِ ٍ ِِ ٍ ِ ﱠ ﺎل َ ﱠ
َ ﺻﻠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ َﻣ ْﻦ اَ َﻋﺎ َن َﻋﻠَﻰ َﻣﻴﱢﺖ ﺑﻘ َﺮاﺋَﺔ َوذ ْﻛ ٍﺮ ا ْﺳﺘَـ ْﻮ َﺟ
ُﺐ اﷲُ ﻟَﻪ َ َﻗ
( )رواﻩ اﻟﺪارﻣﻰ واﻟﻨﺴﺎء ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس.َْﺠﻨﱠﺔ َ اﻟ
“Rasulullah SAW bersabda: Siapa menolong mayit dengan
membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan żikir, Allah akan
memastikan surga baginya.(HR.ad-Darimy dan Nasa’i dari Ibnu
Abbas).
Adapun susunan bacaan tahlil adalah sebagai berikut 137:
اﺟ ِﻪ َواَ ْوﻻَ ِدﻩ َوذُ ﱢرﻳﱠﺎﺗِِﻪ َواِﻟَﻰ ِ ﺼﻄََﻔﻰ ﺻﻠﱠﻰ اﷲ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ واَﻟِ ِﻪ واَ ْزو
َ َ ََ ََ ُ َ
ِ ْ اِﻟَﻰ ﺣ
ْ ﻀ َﺮة اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ اﻟ ُْﻤ َ
ﺼ َﺤﺎﺑَِﺔ اَ ْﺟ َﻤ ِﻌ ْﻴ َﻦ ﻟﻬﻢ ِ ِ ِ
اح َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ اَﺑِ ْﻲ ﺑَ ْﻜ ٍﺮﱠو ُﻋ َﻤ َﺮ َو ُﻋﺜْ َﻤﺎ َن َو َﻋﻠ ﱟﻲ َواَﻟَﻰ ﺑَﻘﻴﱠ ِﺔ اﻟ ﱠِ اَ ْرَو
...................اﻟﻔﺎﺗﺤﺔ
ﺼﺎﻟِ ِﺤ ْﻴ َﻦ ِ ﺸﻬ َﺪ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ﻀﺮ ِ
آء َواﻟ ﱠ َ ات ا ْﺧ َﻮاﻧِﻪ ﻣ ِﻦ اْﻻَﻧْﺒِﻴَﺂء َواﻟ ُْﻤ ْﺮ َﺳﻠ ْﻴ َﻦ َواْﻻَ ْوﻟﻴَﺂء َواﻟ ﱡ َ َ ﺛُ ﱠﻢ اﻟَﻰ َﺣ
ﺼﻴْ َﻦ َو َﺟ ِﻤﻴْ ِﻊ اﻟ َْﻤ َﻶﺋِ َﻜ ِﺔ اﻟ ُْﻤ َﻘ ﱠﺮﺑِﻴْ َﻦِ ِﺂء اﻟْﻌ ِﺎﻣﻠِﻴْﻦ واﻟْﻤﺼﻨ ِﱢﻔﻴْﻦ اﻟْﻤ ْﺨﻠ ِ ِ ِ واﻟ ﱠ
ُ َ َ ُ َ َ َ ﺼ َﺤﺎﺑَﺔ َواﻟﺘﱠﺎﺑِﻌﻴْ َﻦ ُواﻟْﻌُﻠَ َﻤ َ
136
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 239-240.
137
Lihat Zubaidi, 2016, Pendidikan Agama: Mengenal Tradisi & Hujjah
Ahlussunnah Wal Jama’ah an-Nahdliyah, Jogjakarta: Lingkar Media, hlm.
41-44.
ﻳﻦ ﱠِ ِ ِ ْﻜﺘَﺎب ﻻ رﻳ ِ ِ ﺑِﺴ ِﻢ اﻟﻠﱠ ِﻪ اﻟ ﱠﺮﺣﻤ ِﻦ اﻟ ﱠﺮِﺣﻴﻢ -اﻟﻢ )َ (1ذﻟِ َ ِ
ﻴﻦ ) (2اﻟﺬ َ ﺐ ﻓﻴﻪ ُﻫ ًﺪى ﻟﻠ ُْﻤﺘﱠﻘ َ ﻚ اﻟ ُ َ ْ َ َْ ْ
ُﻧﺰل ِ
ﻳﻦ ﻳُـ ْﺆﻣﻨُﻮ َن ﺑ َﻤﺎ أ َ ِ ِ ﱠ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ﺎﻫ ْﻢ ﻳُـﻨْﻔ ُﻘﻮ َن )َ (3واﻟﺬ َ ﺼ َﻼةَ َوﻣ ﱠﻤﺎ َرَزﻗـْﻨَ ُ ﻴﻤﻮ َن اﻟ ﱠ ﻳُـ ْﺆﻣﻨُﻮ َن ﺑﺎﻟْﻐَْﻴﺐ َوﻳُﻘ ُ
ﻚ ﻚ َﻋﻠَﻰ ُﻫ ًﺪى ِﻣ ْﻦ َرﺑﱢِﻬ ْﻢ َوأُوﻟَﺌِ َ ﺎﻵﺧ َﺮِة ُﻫ ْﻢ ﻳُﻮﻗِﻨُﻮ َن ) (4أُوﻟَﺌِ َ ﻚ وﺑِ ِ ﻚ وﻣﺎ أ َ ِ ِ
ُﻧﺰل ﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒﻠ َ َ إِﻟ َْﻴ َ َ َ
ُﻫ ُﻢ اﻟ ُْﻤ ْﻔﻠِ ُﺤﻮ َن )(5
ِ ِ ِ
ْﺧ ُﺬﻩُ ﻮم ﻻ ﺗَﺄ ُ ْﺤ ﱡﻲ اﻟْ َﻘﻴﱡ ُﻴﻢ اﻟﻠﱠﻪُ ﻻ إِﻟ ََﻪ إِﱠﻻ ُﻫ َﻮ اﻟ َ ِ ِ
َوإﻟ َُﻬ ُﻜ ْﻢ إﻟَﻪٌ َواﺣ ٌﺪ ﻻَ إﻟ ََﻪ إ ﱠﻻ ُﻫ َﻮ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ُﻦ اﻟ ﱠﺮﺣ ُ
ِ
ض َﻣ ْﻦ َذا اﻟﱠ ِﺬي ﻳَ ْﺸ َﻔ ُﻊ ِﻋ ْﻨ َﺪﻩُ إِﱠﻻ ﺑِِﺈ ْذﻧِِﻪ ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻢ اﻷر ِ ِ
ﺴ َﻤ َﺎوات َوَﻣﺎ ﻓﻲ ْ
ِﺳﻨَﺔٌ وﻻ ﻧَـﻮٌم ﻟَﻪُ ﻣﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ِ
َ ْ َ
ﺎء َو ِﺳ َﻊ ُﻛ ْﺮ ِﺳﻴﱡﻪُ ِ ِ ٍ ِ ِ ِِ ِ ِ
َﻣﺎ ﺑَـﻴْ َﻦ أَﻳْﺪﻳ ِﻬ ْﻢ َوَﻣﺎ َﺧﻠْ َﻔ ُﻬ ْﻢ َوﻻ ﻳُﺤﻴﻄُﻮ َن ﺑ َﺸ ْﻲء ﻣ ْﻦ ﻋﻠْﻤﻪ إِﱠﻻ ﺑ َﻤﺎ َﺷ َ
ﻴﻢ ِ ِ ات واﻷرض وﻻ ﻳـﺌُ ُ ِ اﻟ ﱠ ِ
ﻮدﻩُ ﺣ ْﻔﻈُ ُﻬ َﻤﺎ َو ُﻫ َﻮ اﻟ َْﻌﻠ ﱡﻲ اﻟ َْﻌﻈ ُ ﺴ َﻤ َﺎو َ ْ َ َ َ
ﺎﺳ ْﺒ ُﻜ ْﻢ ﺑِِﻪ ض وإِ ْن ﺗُـﺒ ُﺪوا ﻣﺎ ﻓِﻲ أَﻧْـ ُﻔ ِﺴ ُﻜﻢ أَو ﺗُ ْﺨ ُﻔﻮﻩُ ﻳﺤ ِ ِ ﻟِﻠﱠ ِﻪ ﻣﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ِ
َُ ْ ْ ﺴ َﻤ َﺎوات َوَﻣﺎ ﻓﻲ ْاﻷ َْر ِ َ ْ َ َ
ﻮل ﺑِ َﻤﺎب َﻣ ْﻦ ﻳَ َﺸﺎءُ َواﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ﱢﻞ َﺷ ْﻲ ٍء ﻗَ ِﺪ ٌﻳﺮ )( آ ََﻣ َﻦ اﻟ ﱠﺮ ُﺳ ُ ِ ِ
اﻟﻠﱠﻪُ ﻓَـﻴَـﻐْﻔ ُﺮ ﻟ َﻤ ْﻦ ﻳَ َﺸﺎءُ َوﻳُـ َﻌ ﱢﺬ ُ
َﺣ ٍﺪ ِﻣ ْﻦ ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ ِِ ِ
أُﻧْ ِﺰ َل إِﻟ َْﻴﻪ ﻣ ْﻦ َرﺑﱢﻪ َواﻟ ُْﻤ ْﺆﻣﻨُﻮ َن ُﻛ ﱞﻞ آ ََﻣ َﻦ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪ َوَﻣ َﻼﺋ َﻜﺘﻪ َوُﻛﺘُﺒِﻪ َوُر ُﺳﻠﻪ َﻻ ﻧُـ َﻔ ﱢﺮ ُق ﺑَـ ْﻴ َﻦ أ َ
ﻒ اﻟﻠﱠﻪُ ﻧَـ ْﻔ ًﺴﺎ إِﱠﻻ ُو ْﺳ َﻌ َﻬﺎ ﺼ ُﻴﺮ )( َﻻ ﻳُ َﻜﻠﱢ ُ ﻚ اﻟْﻤ ِ
ﻚ َرﺑﱠـﻨَﺎ َوإِﻟ َْﻴ َ َ ُر ُﺳﻠِ ِﻪ َوﻗَﺎﻟُﻮا َﺳ ِﻤ ْﻌﻨَﺎ َوأَﻃَ ْﻌﻨَﺎ ﻏُ ْﻔ َﺮاﻧَ َ
اﺧ ْﺬﻧَﺎ إِ ْن ﻧَ ِﺴﻴﻨَﺎ أ َْو أَ ْﺧﻄَﺄْﻧَﺎ َرﺑـﱠﻨَﺎ َوَﻻ ﺗَ ْﺤ ِﻤ ْﻞ ﺖ رﺑـﱠﻨَﺎ َﻻ ﺗُـ َﺆ ِ
ﺖ َو َﻋﻠَﻴْـ َﻬﺎ َﻣﺎ ا ْﻛﺘَ َﺴﺒَ ْ َ ﻟ ََﻬﺎ َﻣﺎ َﻛ َﺴﺒَ ْ
ﻳﻦ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒﻠِﻨَﺎ َرﺑـﱠﻨَﺎ َوَﻻ ﺗُ َﺤ ﱢﻤﻠْﻨَﺎ َﻣﺎ َﻻ ﻃَﺎﻗَ َﺔ ﻟَﻨَﺎ ﺑِِﻪ ﱠِ
ﺻ ًﺮا َﻛ َﻤﺎ َﺣ َﻤﻠْﺘَﻪُ َﻋﻠَﻰ اﻟﺬ َ َﻋﻠَﻴْـﻨَﺎ إِ ْ
ِ ِ
ﺼ ْﺮﻧَﺎ َﻋﻠَﻰ اﻟْ َﻘ ْﻮم اﻟْ َﻜﺎﻓ ِﺮ َ
ﻳﻦ ﺖ َﻣ ْﻮَﻻﻧَﺎ ﻓَﺎﻧْ ُ ﻒ َﻋﻨﱠﺎ َواﻏْ ِﻔ ْﺮ ﻟَﻨَﺎ َو ْار َﺣ ْﻤﻨَﺎ (7 xأَﻧْ َ )وا ْﻋ ُ َ
اِ ْر َﺣ ْﻤﻨَﺎ ﻳَﺂاَ ْر َﺣ َﻢ اﻟ ﱠﺮاﺣﻤ ْﻴ َﻦ 7 x
ِ ِ
ﺖ إِﻧﱠﻪُ َﺣ ِﻤﻴ ٌﺪ َﻣ ِﺠﻴ ٌﺪ ر ْﺣﻤﺔُ اﻟﻠﱠ ِﻪ وﺑـﺮَﻛﺎﺗُﻪُ َﻋﻠَْﻴ ُﻜﻢ أ َْﻫﻞ اﻟْﺒـ ْﻴ ِ
ْ َ َ َََ َ َ
اﻟﺮ ْﺟﺲ أ َْﻫﻞ اﻟْﺒـﻴْ ِ ِ ِ
ﺖ َوﻳُﻄَ ﱢﻬ َﺮُﻛ ْﻢ ﺗَﻄْ ِﻬ ًﻴﺮا. ﺐ َﻋﻨْ ُﻜ ُﻢ ﱢ َ َ َ إِﻧﱠ َﻤﺎ ﻳُ ِﺮﻳ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪُ ﻟﻴُ ْﺬﻫ َ
ِ ِ ﱠِ ِ ِ
ﻴﻤﺎ.ﺻﻠﱡﻮا َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱢ ُﻤﻮا ﺗَ ْﺴﻠ ً آﻣﻨُﻮا َ ﻳﻦ َ ﺼﻠﱡﻮ َن َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺒ ﱢﻲ ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ َ إِ ﱠن اﻟﻠﱠ َﻪ َوَﻣﻼﺋ َﻜﺘَﻪُ ﻳُ َ
ﻚ ﻧُـ ْﻮِر اﻟ ُْﻬ َﺪى َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ َوَﻣ ْﻮﻻَﻧﺎَ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ َﺳ َﻌ ِﺪ َﻣ ْﺨﻠُ ْﻮﻗَﺎﺗِ َ
ﺼﻼَة َﻋﻠَﻰ أ ْ
ﻀﻞ اﻟ ﱠ ِ
ﺻ ﱢﻞ أَﻓْ َ َ أَﻟﻠ ُّﻬ ﱠﻢ َ
ﻚ ُﻛﻠﱠ َﻤﺎ ذََﻛ َﺮ َك اﻟ ﱠﺬاﻛِ ُﺮْو َنَ .وﻏَ َﻔ َﻞ َﻋ ْﻦ ِذ ْﻛ ِﺮ َك اد َﻛﻠِ َﻤﺎﺗِ َ
ﻚ َوِﻣ َﺪ َ أ َِل َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ْﺪَ .ﻋ َﺪ َد َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮَﻣﺎﺗِ َ
اﻟْﻐَﺎﻓِﻠُ ْﻮ َن
ﱡﺤﻰ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ َوَﻣ ْﻮﻻَﻧﺎَ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ ﺲ اﻟﻀ َ ﻚ َﺷ ْﻤ ِ َﺳ َﻌ ِﺪ َﻣ ْﺨﻠُ ْﻮﻗَﺎﺗِ َ
ﺼﻼَة َﻋﻠَﻰ أ ْ
ﻀﻞ اﻟ ﱠ ِ
ﺻ ﱢﻞ أَﻓْ َ َ أَﻟﻠ ُّﻬ ﱠﻢ َ
َو َﻋﻠَﻰ أ َِل َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ْﺪ َﻋ َﺪ َد
ﻚ ُﻛﻠﱠ َﻤﺎ ذََﻛ َﺮ َك اﻟ ﱠﺬاﻛِ ُﺮْو َنَ .وﻏَ َﻔ َﻞ َﻋ ْﻦ ِذ ْﻛ ِﺮ َك اﻟْﻐَﺎﻓِﻠُ ْﻮ َن اد َﻛﻠِ َﻤﺎﺗِ َ ﻚ َوِﻣ َﺪ َ َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮَﻣﺎﺗِ َ
ﱡﺟﻰ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ َوَﻣ ْﻮﻻَﻧﺎَ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َو َﻋﻠَﻰ ﻚ ﺑَ ْﺪ ِر اﻟﺪ َ َﺳ َﻌ ِﺪ َﻣ ْﺨﻠُ ْﻮﻗَﺎﺗِ َ
ﺼﻼَة َﻋﻠَﻰ أ ْ
ﻀﻞ اﻟ ﱠ ِ ﺻ ﱢﻞ أَﻓْ َأَﻟﻠ ُّﻬ ﱠﻢ َ
ﻚ ُﻛﻠﱠ َﻤﺎ ذََﻛ َﺮ َك اﻟ ﱠﺬاﻛِ ُﺮْو َنَ .وﻏَ َﻔ َﻞ َﻋ ْﻦ ِذ ْﻛ ِﺮ َك اد َﻛﻠِ َﻤﺎﺗِ َ ﻚ َوِﻣ َﺪ َأ َِل َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ْﺪَ .ﻋ َﺪ َد َﻣ ْﻌﻠُ ْﻮَﻣﺎﺗِ َ
اﻟْﻐَﺎﻓِﻠُ ْﻮ َن.
َﺟ َﻤ ِﻌﻴْ َﻦَ .و َﺣ ْﺴﺒُـﻨَﺎ اﷲ َوﻧِ ْﻌ َﻢ اﷲ أ ْﺎب رﺳﻮِل ِ
َﺻ َﺤ ِ َ ُ ْ ﺎدﺗِﻨَﺎ أ ْ
ﺿ َﻲ اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َﻋ ْﻦ َﺳ َ وﺳﻠﱢﻢ ور ِ
َ َ ْ ََ
ِ ِ
اﻟ َْﻮﻛِ ْﻴ ُﻞ ﻧِ ْﻌ َﻢ اﻟ َْﻤ ْﻮﻟَﻰ َوﻧ ْﻌ َﻢ اﻟﻨﱠﺼﻴْـ ُﺮَ .وﻻَ َﺣ ْﻮ َل َوﻻَﻗُـ ﱠﻮةَ إﻻﱠ ﺑﺎﷲ اﻟ َْﻌﻠ ﱢﻲ اﻟ َْﻌﻈ ْﻴ ِﻢ
ِ ِ ِ ِ ِ
َﺳﺘَـﻐْ ِﻔ ُﺮ اﷲَ اﻟ َْﻌ ِﻈ ْﻴ َﻢ 3 X أْ
ﻀ ُﻞ اﻟ ﱢﺬ ْﻛ ِﺮ ﻓَﺎ ْﻋﻠَ ْﻢ أَﻧﱠﻪُ ﻻَإِ َﻟﻪ إِﻻﱠ اﷲُ َﺣ ﱞﻲ َﻣ ْﻮ ُﺟ ْﻮ ٌد أَﻓْ َ
ﻻَإِ َﻟﻪ إِﻻﱠ اﷲُ َﺣ ﱞﻲ َﻣ ْﻌﺒُـ ْﻮ ٌد
ﺎقﻻَإِ َﻟﻪ إِﻻﱠ اﷲ ﺣ ﱞﻲ ﺑ ٍ
ُ َ َ
ﻻَاِ َﻟﻪ اِﱠﻻاﷲُ 100 X
ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ِ ِ ِ
ﻻَا َﻟﻪ ا ﱠﻻاﷲُ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ ﱠر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ َ
ﺻ ﱢﻞ وﺳﻠﻢ َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ 33 X ﻟﻠﻬ ﱠﻢ َ اَ ُ
اﷲ اﻟ َْﻌ ِﻈ ْﻴ ِﻢ 33 X اﷲ وﺑِﺤﻤ ِﺪﻩ ﺳ ْﺒﺤﺎ َن ِ
ُﺳ ْﺒ َﺤﺎ َن َ َ ْ ُ َ
ِ
ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ َو َﺳﻠﱢ ْﻢ ِِ ٍ اَﻟﻠﻬ ﱠﻢ ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠﻰ ﺣﺒِﻴﺒِ َ ِ
ﻚ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ َو َﻋﻠﻰ اﻟﻪ َو َ َْ ُ َ
ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ َوﺑَﺎ ِر ْك َو َﺳﻠﱢ ْﻢ اَ ْﺟ َﻤ ِﻌﻴْ َﻦ. ِ ٍ اَﻟﻠﻬ ﱠﻢ ﺻ ﱢﻞ َﻋﻠَﻰ ﺣﺒِﻴﺒِ َ ِ
ﻚ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ َو َﻋﻠَﻰ اﻟﻪ َو َ َْ ُ َ
اَﻟْ َﻔﺎﺗِ َﺤ ْﺔ..................................
Adapun do’a tahlil adalah sebagai berikut:
اﷲ اﻟ ﱠﺮ ْﺣﻤﻦ اﻟ ﱠﺮِﺣﻴْ ِﻢ.
ﺎن اﻟ ﱠﺮِﺟﻴْ ِﻢ .ﺑِﺴ ِﻢ ِ
ْ ﺎﷲ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠ
ﺸﻴْﻄَ ِ أَﻋُﻮذُ ﺑِ ِ
ْ
ِ ِ ِ ِ ِ
ﺸﺎﻛ ِﺮﻳْ َﻦ َﺣ ْﻤ َﺪ اﻟﻨﱠﺎﻋﻤ ْﻴ َﻦَ ،ﺣ ْﻤ ًﺪا ﻳُـ َﻮاﻓ ْﻲ ﻧ َﻌ َﻤﻪُ َوﻳُ َﻜﺎﻓ ُﺊِ ِ
ب اْ َﻟﻌﺎﻟَﻤ ْﻴ َﻦَ .ﺣ ْﻤ َﺪ اﻟ ﱠ ِ ِ
ْﺤ ْﻤ ُﺪ ﻟﻠّﻪ َر ﱢ اَﻟ َ
ﺻ ﱢﻞ َو َﺳﻠﱢ ْﻢ
ﻚ .أَﻟﻠ ُّﻬ ﱠﻢ َ ﻚ َو َﻋ ِﻈ ْﻴ ِﻢ ُﺳﻠْﻄَﺎﻧِ َ ْﺤ ْﻤ ُﺪ َﻛ َﻤﺎ ﻳَـ ْﻨﺒَ ِﻐ ْﻲ ﻟِ َﺠﻼَ ِل َو ْﺟ ِﻬ َ َﻣ ِﺰﻳْ َﺪﻩُ .ﻳَﺎ َرﺑـﱠﻨَﺎ ﻟ َ
َﻚ اﻟ َ
ﺻ ﱢﻞ َو َﺳﻠﱢ ْﻢ ِ ٍِ ِ ِ ٍِ ِ
ﺻ ﱢﻞ َو َﺳﻠﱢ ْﻢ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢﺪﻧﺎَ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ ﻓﻰ اْﻷﺧ ِﺮﻳْ َﻦَ .و َ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢﺪﻧﺎَ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ ﻓﻰ اْﻷَ ﱠوﻟﻴْ َﻦَ .و َ
ﺻ ﱢﻞ َو َﺳﻠﱢ ْﻢ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧﺎَ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ ﻓِﻰ اْ َﻟﻤﻼَِء َﻋﻠَﻰ ﺳﻴﱢ ِﺪﻧﺎَ ﻣﺤ ﱠﻤ ٍﺪ ﻓِﻰ ُﻛ ﱢﻞ وﻗ ٍ ِ
ْﺖ َوﺣ ْﻴ ٍﻦَ .و َ َ َُ َ
ِ
اْﻷَ ْﻋﻠَﻰ إِﻟَﻰ ﻳَـ ْﻮم اﻟﺪﱢﻳْ ِﻦ.
ِ ِ ِ ِ ِ
اب َﻣﺎ ﻗَـ َﺮأْﻧَﺎﻩُ ﻣ َﻦ اْﻟ ُﻘ ْﺮأن اﻟ َْﻌﻈ ْﻴ ِﻢَ .وَﻣﺎ َﻫﻠﱠﻠْﻨَﺎﻩُ ﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﻮِل ﻻَ إِ َﻟﻪ إِﻻﱠ اﷲُ اﺟ َﻌ ْﻞ َوأ َْوﺻ ْﻞ ﺛَـ َﻮ َ أَﻟﻠ ُّﻬ ﱠﻢ ْ
ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَﻴْ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ ْﻢ ِِ ِ ِ
ﺻﻠﱠْﻴـﻨَﺎﻩُ َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺒِ ﱢﻲ َ َوَﻣﺎ َﺳﺒﱠ ْﺤﻨَﺎﻩُ ﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﻮِل ُﺳﺒْ َﺤﺎ َن اﷲ َوﺑِ َﺤ ْﻤﺪﻩ َوَﻣﺎ َ
ﺻ َﺪﻗَﺔً ُﻣﺘَـ َﻘﺒﱠـﻠَﺔً إِﻟَﻰ ِ ِ ﺲ اْ ِ ِ ِ ِ
ﻟﻤﺒَ َﺎرك َﻫﺪﻳﱠﺔً َواﺻﻠَﺔً ﱠوَر ْﺣ َﻤﺔً ﻧﱠﺎ ِزﻟَﺔً ﱠوﺑَﺮا َﻛﺔً َﺷﺎﻣﻠَﺔً َو َ ﻓﻰ ﻫ َﺬا اْ َﻟﻤ ْﺠﻠ ِ ُ
ﻀ َﺮِة َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎ َو َﺣﺒِْﻴﺒِﻨَﺎ َو َﺷ ِﻔ ْﻴ ِﻌﻨَﺎ َوﻗُـ ﱠﺮِة اَ ْﻋﻴُﻨِﻨَﺎ َوَﻣ ْﻮﻻَﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َواِﻟَﻰ َﺟ ِﻤ ْﻴ ِﻊ اِ ْﺧ َﻮاﻧِِﻪ ِﻣ َﻦ اْﻻَﻧْﺒِﻴَ ِﺎء َﺣ ْ
ﺼ َﺤﺎﺑَِﺔ َواﻟﺘﱠﺎﺑِ ِﻌ ْﻴ َﻦ َواﻟ ُْﻌﻠَ َﻤِﺎ ِء اﻟ َْﻌ ِﺎﻣﻠِ ْﻴ َﻦ ﺼﺎﻟِ ِﺤ ْﻴ َﻦ َواﻟ ﱠ ﺸ َﻬ َﺪ ِاء َواﻟ ﱠ َواﻟ ُْﻤ ْﺮ َﺳﻠِ ْﻴ َﻦَ ،واْﻻَ ْوﻟِﻴَ ِﺎء َواﻟ ﱡ
ب اﻟ َْﻌﺎﻟ َِﻤ ْﻴ َﻦ َواﻟ َْﻤﻼَﺋِ َﻜ ِﺔ اﷲ َر ﱢ ﺎﻫ ِﺪﻳْﻦ ﻓِﻲ ﺳﺒِْﻴ ِﻞ ِ ِ ِ ِ واﻟْﻤ ِ
ﺼﻨﱢﻔ ْﻴ َﻦ اﻟ ُْﻤ ْﺨﻠَﺼ ْﻴ َﻦ َو َﺟﻤ ْﻴ ِﻊ اﻟ ُْﻤ َﺠ َ ْ َ َ ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ
ْﺠ ْﻴﻼَﻧﻰ. ﺸ ْﻴ ِﺦ َﻋ ْﺒﺪ اﻟْ َﻘﺎد ِر اﻟ َ ﺻﺎ اﻟَﻰ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ اﻟ ﱠ اﻟ ُْﻤ َﻘ ﱠﺮﺑِْﻴ َﻦ ُﺧ ُ
ﺼ ْﻮ ً
ﺎت ِﻣ ْﻦ َﻣ َﺸﺎ ِر ِق ﺎت واﻟْﻤ ْﺆِﻣﻨِْﻴﻦ واﻟْﻤ ْﺆِﻣﻨَ ِ ِ ِ ِِ ِ
إﻟﻲ َﺟﻤ ْﻴ ِﻊ أ َْﻫ ِﻞ اْﻟ ُﻘﺒُـ ْﻮِر ﻣ َﻦ اﻟ ُْﻤ ْﺴﻠﻤ ْﻴ َﻦ َواﻟ ُْﻤ ْﺴﻠ َﻤ َ ُ َ َ ُ
ِ
ﺛُ ﱠﻢ َ
ﺺﺻﺎ اِﻟَﻰ آﺑَﺎﺋِﻨَﺎ َواُﱠﻣ َﻬﺎﺗِﻨَﺎ َواَ ْﺟ َﺪاﺗِﻨَﺎ َو َﺟﺪﱠاﺗِﻨَﺎ َوﻧَ ُﺨ ﱡ ﺼ ْﻮ ً ض َوَﻣﻐَﺎ ِرﺑِ َﻬﺎ ﺑَـ ﱢﺮَﻫﺎ َوﺑَ ْﺤ ِﺮَﻫﺎ َو ُﺧ ُ اْﻻَ ْر ِ
ِِ ﺧﺼ ﻮ ِ
ﻒ ﻟﻠﻬ ﱠﻢ ا ْﻏ ِﻔ ْﺮﻟ َُﻬ ْﻢ َو ْار َﺣ ْﻤ ُﻬ ْﻢ َو َﻋﺎﻓِ ِﻬ ْﻢ َوا ْﻋ ُ ِ
ﺎﻫﻨَﺎ ﺑِ َﺴﺒَﺒِﻪ وﻻَ ْﺟﻠﻪ .اَ ُ ﺻﺎ اﻟَﻰ َﻣ ِﻦ ْ
اﺟﺘَ َﻤ ْﻌﻨَﺎ َﻫ ُ ُ ُْ ً
ﻟﻠﻬ ﱠﻢ اَﻧْ ِﺰِل اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤﺔَ َواﻟ َْﻤﻐْ ِﻔ َﺮةَ َﻋﻠَﻰ اَ ْﻫ ِﻞ اﻟْ ُﻘﺒُـ ْﻮِر ِﻣ ْﻦ اَ ْﻫ ِﻞ ﻻَ اِﻟ ََﻪ اِﻻﱠ اﷲُ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ ﱠر ُﺳ ْﻮ ُل َﻋﻨْـ ُﻬ ْﻢ .اَ ُ
ﺻﺎ اِﻟَﻰ (sebutkan nama mayit)…….. ﺼ ْﻮ ً ﺺ ُﺧ ُ اﷲ َ -وﻧَ ُﺨ ﱡ ِ
ﻒ )ﻫﺎِ -ﻫ َﻤﺎِ -ﻫ ْﻢ( َوا ْﻋ ُ ِ
)ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ( َو َﻋﺎﻓ ِﻪ َ
ِ
اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ اﻏْﻔ ْﺮ ﻟَﻪُ )ﻟ ََﻬﺎ-ﻟ َُﻬ َﻤﺎ-ﻟ َُﻬ ْﻢ( َو ْار َﺣ ْﻤﻪُ َ
)ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ(َ ،واﻏْ ِﺴﻠ ُْﻪ )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ(َ ،وَو ﱢﺳ ْﻊ َﻣ ْﺪ َﺧﻠَﻪُ َ )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ(َ ،وأَ ْﻛ ِﺮْم ﻧـُ ُﺰﻟَﻪُ َ َﻋ ْﻨﻪُ َ
ب ْﺨﻄَﺎﻳَﺎ َﻛ َﻤﺎ ﻳُـﻨَـ ﱠﻘﻲ اﻟﺜـ ْﱠﻮ ُ )ﻫﺎِ -ﻫ َﻤﺎِ -ﻫ ْﻢ( ِﻣ َﻦ اﻟ َ ْﺞ َواﻟْﺒَـ َﺮِدَ ،وﻧَـ ﱢﻘ ِﻪ َ )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ( ﺑِﺎﻟ َْﻤ ِﺎء َواﻟﺜﱠـﻠ ِ َ
ِ ِ ِ ﺾ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠﺪﻧَ ِ
)ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ(َ ،وأ َْﻫﻼً )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ( َد ًارا َﺧﻴْـ ًﺮا ﻣ ْﻦ َدا ِرﻩ َ ﺲَ ،وأَﺑْﺪﻟْﻪُ َ اْﻷَﺑْـﻴَ ُ
ِ ِ ِ ِ
)ﻫﺎ- )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ(َ ،وأَ ْدﺧﻠْﻪُ َ )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ(َ ،وَزْو ًﺟﺎ َﺧﻴْـ ًﺮا ﻣ ْﻦ َزْو ِﺟ ِﻪ َ َﺧﻴْـ ًﺮا ﻣ ْﻦ أ َْﻫﻠ ِﻪ َ
اب اﻟﻨﱠﺎ ِر. )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ( ِﻣ ْﻦ َﻋ َﺬ ِ
اب اﻟْ َﻘ ْﺒ ِﺮ َو َﻋ َﺬ ِ ِ
ْﺠﻨﱠ َﺔَ ،وأَﻋ ْﺬﻩُ َ ُﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ( اﻟ َ
)ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ( َ ،واﻏْ ِﻔ ْﺮﻟَﻨَﺎ َوﻟ َُﻪ )ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ( َ ،وﻻَ ﺗَـ ْﻔﺘِﻨﱠﺎ ﺑَـ ْﻌ َﺪﻩُ َ َﺟ َﺮﻩُ َ اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ﻻَ ﺗَ ْﺤ ِﺮْﻣﻨَﺎ أ ْ
)ﻫﺎُ -ﻫ َﻤﺎُ -ﻫ ْﻢ(. َ
ﺻ ِﻐ ْﻴ ِﺮﻧَﺎ َوَﻛﺒِْﻴ ِﺮﻧَﺎ َوذََﻛ ِﺮﻧَﺎ َوأُﻧْـﺜَﺎﻧَﺎ. ِ ِ ِ ِ ِ ِ
اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ا ْﻏﻔ ْﺮ ﻟ َﺤﻴﱢـﻨَﺎ َوَﻣﻴﱢﺘﻨَﺎ َو َﺷﺎﻫﺪﻧَﺎ َوﻏَﺎﺋﺒِﻨَﺎ َو َ
َﺣﻴِ ِﻪ َﻋﻠَﻰ اْ ِﻹﺳﻼَِم ،وﻣﻦ ﺗَـﻮﻓﱠـ ْﻴﺘَﻪُ ِﻣﻨﱠﺎ ﻓَـﺘَـﻮﻓﱠﻪُ َﻋﻠَﻰ اْ ِﻹﻳْﻤ ِ ِ
ﺎن. َ َ ََ ْ َ ْ اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻣ ْﻦ أ ْ
َﺣﻴَـ ْﻴﺘَﻪُ ﻣﻨﱠﺎ ﻓَﺄ ْ
138
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 194.
139
Djamaluddin Miri (Penerj.), 2004, Ahkamul Fuqaha, Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan
Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999), Surabaya: LTN NU Jawa Timur, hlm.
415.
140
Muhammad bin Futuh al-Hamidi, 1423 H, aljam’u Baina as-
Shahihaini al-Bukhari wa Muslim, Bairut: Dâr Ibn Hazm, Juz. III, hlm. 144.
141
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, 1986, Fath Al-Barri Syarh
Bukhari, Juz II, Kairo: Maktabah Dar al-Rayyan li at-Turats, hlm. 144, lihat
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU (Kupas Tuntas
Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 148-149.
Dasar amaliah tarhim juga terdapat dalam kitab Fathul Bari Ibnu
Rajab (t.t., 235) sebagai berikut:
َﻋ ِﻦ اﻟﻄَُﻔ ْﻴ ِﻞ ﺑ ِﻦ أُﺑَ ْﻲ ﺑ ِﻦ،اﷲ ﺑ ِﻦ ُﻣ َﺤ َﻤ َﺪ ﺑ ِﻦ ﻋُ َﻘ ْﻴ ٍﻞِ ﺚ َﻋ ْﺒ ِﺪ ِ ْو َﺧ ﱠﺮج اﻟﺘِﺮِﻣ ِﺬي ِﻣﻦ ﺣ ِﺪﻳ
َ ْ ْ َ َ
ﺐ ﺛُـﻠُﺜَﺎ اﻟﱠ ْﻠﻴ ِﻞ ِ ِ ِِ ٍ َﻛ ْﻌ
َ َﻛﺎ َن إ َذا َذ َﻫ- ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ- اَ َن اﻟﻨﱠﺒ ﱠﻲ، َﻋ ْﻦ أَﺑ ْﻴﻪ،ﺐ
ِِ ِ ﺟﺎءت، اُذْ ُﻛﺮوا اﷲ، )ﻳﺄَﻳﱡـ َﻬﺎ اﻟﻨﱠﺎس:ﺎل
َ َﺟﺎء،ُاﻟﺮاﺟ َﻔﺔُ ﺗَـ ْﺘﺒَـﻌُ َﻬﺎ اﻟ ﱠﺮادﻓﺔ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ﻓَـ َﻘ،ﻗَ َﺎم
وﻓِ ْﻴ ِﻪ ِدﻻَﻟَﺔٌ َﻋﻠَﻰ اَ ﱠن. َ ﺚ َﺣ َﺴ ٌﻦ ٌ ْ َﺣ ِﺪﻳ:ﺎل َ َوﻗ.( ِ ِ ِ ُ ﺟﺎء اْﻟﻤﻮ،ت ﺑِﻤﺎ ﻓِﻴ ِﻪ
َ ت ﺑ َﻤﺎ ﻓ ْﻴﻪ ْ َ َ َ ْ َ ُ ﻟﻤ ْﻮ َ ْا
ٌ َوﻗَ ْﺪ اَﻧْ َﻜ َﺮﻩُ ﻃَﺎﺋَِﻔﺔ.ﺎظ اﻟﻨُـ ﱠﻮاِمِ آﺧ ِﺮ اﻟﱠﻠﻴ ِﻞ ﻻَ ﺑﺄْس ﺑِِﻪ؛ ِﻹﻳـ َﻘ ِ اﻟ ﱢﺬ ْﻛﺮ واﻟﺘﱠﺴﺒِﻴﺢ ﺟ ْﻬﺮا ﻓِﻲ
ْ َ َ ْ ً َ َْْ َ َ
َوﻓِ ْﻴ َﻤﺎ ذََﻛ ْﺮﻧَﺎﻩُ َدﻟِْﻴ ٌﻞ.ْﺠ ْﻮِزي ِ
َ اَﺑُﻮ اﻟ َﻔ َﺮ ِح اﺑ ِﻦ اﻟ: ﻣﻨْـ ُﻬ ْﻢ،ٌ ُﻫ َﻮ ﺑِ ْﺪ َﻋﺔ:ﺎل َ َ َوﻗ،ِﻣ َﻦ اْﻟﻌُﻠَ َﻤ ِﺎء
.ﺲ ﺑِﺒِ ْﺪ َﻋ ٍﺔ
َ ﻠﻰ اَﻧَﻪُ ﻟَْﻴ
َ َﻋ
At-Tirmidzi mengeluarkan hadis dari hadis Abdillah bin
Muhammad bin Uqail, dari at-Tufail bin Ubay bin Ka’b, dari
ayahnya, sesungguhnya Nabi SAW ketika telah lewat dua
pertiga malam beliau telah bangun dan bersabda: Wahai
sekalian manusia, berzikirlah kepada Allah, pasti datang
tiupan sangkakala pertama yang diikuti dengan yang kedua,
datang kematian dengan kengeriannya, datang kematian
dengan kengeriannya (Hadis Hasan riwayat Imam Turmudzi.
Dalam hadis diatas menunjukkan bahwa zikir dan tasbih
secara jahr (suara keras) di akhir malam itu tidak ada
masalah, dengan tujuan untuk membangunkan orang yang
tidur. Walaupun ada sebagian ulama yang kurang sependapat
atau ingkar dengan amaliah tarhim tersebut, karena dianggap
bid’ah. Mereka adalah Abu al-Farah Ibnul Jauzi, sedangkan
hadis yang disebutkan menunjukkan bahwa itu bukanlah
bid'ah.
)اﻟﺘﺮﺣﻴﻢ(
ﻻَ إِﻟ ََﻪ إِﻻﱠ اﷲ )(x 3
ﻠﻰ ُﻛ ﱢﻞ َﺷ ْﻴ ٍﺊ ﻗَ ِﺪﻳْـ ٌﺮ)(x 3 ﺖ َو ُﻫ َﻮ َﻋ َ ﻟﺤ ْﻤ ُﺪ ﻳُ ْﺤﻴِﻰ َوﻳُ ِﻤ ْﻴ ُ
ْﻚ َوﻟ ًَﻪ اْ َ ﻟﻤﻠ ُ
ﻚ ﻟَﻪُ ﻟَﻪُ اْ ُ َو ْﺣ َﺪﻩُ ﻻَ َﺷ ِﺮﻳْ َ
ﻻَ إِﻟَﻪَ إِﻻﱠ اﷲ )(x 3
َﺟ ْﻴﺒُـ ْﻮا َد ِﻋ َﻲ اﷲَ ! اﷲ !ﻳﺎ ﻗَـﻮﻣﻨَﺎ أ ِ
َ َْ
ﺎﷲ ! وﻻَ ﻧَـﺘَـﻮﱠﻛﻞ إِﻻﱠ َﻋﻠﻰ ِ
َ َ َ ُ
ﺎﷲ ! وﻻَ ﻧَﺴﺘَ ِﻌ ْﻴﻦ إِﻻﱠ ﺑِ ِ
َ ْ ُ
وﻻَ ﻧـُ ْﺆِﻣﻦ إِﻻﱠ ﺑِ ِ
ُ َ
ﻻَ إِﻟ ََﻪ إِﻻﱠ اﷲ )(x 3
ْﺤﻠِﻴْ ُﻢ اَﻟﱠ ِﺬ ْي ﻳَـ ْﻘﺒَ ُﻞ اﻟﺘَـ ْﻮﺑَﺔَ َﻋ ْﻦ اﺳﺘَﻌﻴﻦ اَ َﻋﺎ َن ! اَﻟْ َﻜ ِﺮﻳْ ُﻢ اَﻟ َ
اَﻟْ َﻜ ِﺮﻳﻢ اَﻟ ِ ِ
ْﺤﻠﻴْ ُﻢ اَﻟﱠﺬي َﺳﺌَ َﻞ اَ ْﻋﻄَﻰ َوإِذَا ْ ُْ َ
ت ﻗَﻄ َْﺮةٌ ِﻣ ْﻦ ﺑَ ْﺤ ِﺮ ُﺟ ْﻮِد ِﻩ َوَﻛ َﺮِﻣ ِﻪ َﻣ َﻸَ ْﺤﻠِ ْﻴ ُﻢ اَﻟﱠ ِﺬ ْي إِذَا ﻗَﻄََﺮ ْ ِ
اﻟﺴﻴﱢﺌﺎَت ! اَﻟْ َﻜ ِﺮﻳْ ُﻢ اَﻟ َ ﻋﺒَﺎدﻩ َوﻳَـ ْﻌ ُﻔ ْﻮ َﻋ ِﻦ ّ
ِ ِِ
ﺑِ َﻬﺎ اْﻷَ ْﻛ َﻮا ُن !
ﻻَ إِﻟ ََﻪ إِﻻﱠ اﷲ )(x 3
ﺎل ﻻَ إِﻟ ََﻪ إِﻻﱠ اﷲ ﺴﺎﻧِِﻪ َوﻗَ َ ِ ِِ ِ ِِ ِِ ﱠِ ِ ِ
ﺎدةَ َﻣ ْﻦ ﻗَ َﺎم ﻣ ْﻦ َﻣﻨَﺎﻣﻪ َواﻟﺬ ْي ذي اَ ْﺣﻼَﻣﻪ َوذََﻛ َﺮ اﷲُ ﺑ َﻘﻠْﺒﻪ َوﻟ َ ﻳَﺎ َﺳ َﻌ َ
ﺎد َة
ﺸ َﻬ َ اﷲ َو َﻋﻠَﻰ َﻫ ِﺬ ِﻩ اﻟ ﱠ اﻟﺨﺎﺗِﻢ و ِﺳﻴْـﻠَﺘُـﻨَﺎ اﻟﻌﻈْﻤﻰ إِﻟﻰ ِ
ُ َ َ
ِ
ﺼﺎد ُق اﻟ َﻔﺎﺗ ُﺢ َ ُ َ
اﷲ اَﻟﱠﻨﺒِ ﱡﻲ اﻟ ﱠ ِ ﻣﺤ ﱠﻤ ٌﺪ رﺳﻮ ُل ِ
ُ َ َ ُْ
اﻟﻤ ْﺴَﺘ ْﺒ ِﺸ ِﺮﻳْ َﻦ ِ ِ ِ ِِ ِ
اﻟﻤﻨْـ َﻔ ِﺮﺣ ْﻴ َﻦ ُ اﻟﻤﻄ َْﻤﺌﻨـ ْﱢﻴ َﻦ ُ ﺎء اﷲ ﻣ َﻦ اْﻷَﻣﻨ ْﻴ َﻦ اْﻟ َﻔﺎﺋ ِﺰﻳْ َﻦ ُ ﺚ إِ ْن َﺷ َ ﻴﻰ َو َﻋﻠَﻴْـ َﻬﺎ ﻧـُ ْﺒـ َﻌ ُﻧُ ْﺤ ِ
ﺎﷲ اْ َﻟﻌﻠِ ﱢﻲ اْ َﻟﻌ ِﻈ ْﻴ ِﻢ
اﷲ وَﻛﺮِﻣ ِﻪ ﻣﺎ َﺷﺎء اﷲ ﻛﺎَ َن وﻣﺎ ﻟَﻢ ﻳ َﺸﺄ ﻟَﻢ ﻳ ُﻜﻦ وﻻَ ﺣﻮ َل وﻻَ ﻗُـ ﱠﻮ َة إِﻻﱠ ﺑِ ِ
ﺑَِﺮ ْﺣ َﻤﺔ َ َ َ َ ُ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ
ِ ِ
!
ِ
اﻧﻰ َﻋ ْﺴ َﻜ َﺮ اح ! َوﺗَ َﺪ َ ﻟﻰ َوَر ْ ﺎح ! إِ َن َﺟ ْﻮ َ ﱠ
ف اﻟﻠ ْﻴ ِﻞ ﻗَ ْﺪ َو َ َﺟ َﺮى اﻟ ِﺮﻳَ ْ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﻨُـ ﱠﻮم! َواذْ ُﻛ ُﺮوااﷲَ اﻟﱠﺬ ْي أ ْ
اﻟﺼ ْﺒ ِﺢ َوﻻَح ! ُ
ﺎح )(x 3 ِ
اﻟﺼﺒَ ْ
ب َ ا ْﺷ َﺮﺑـُ ْﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُ ْﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
اﻟﺼﻼَح ! ﺎب َ ﺼ ْﻮِم ﻗَ ْﺪ َﻫﻨَﺎ ُﻛ ُﻤﻮا ! ﻓَﺎﻓْـ َﻌﻠُﻮا اَﻓْـ َﻌ َ
ﺎل أ َْرﺑَ ِ اﻟﺼ ﱠﻮام ﻳَﺎ ﺑُ ْﺸ َﺮا ُﻛ ُﻤﻮا ! َرﺑﱡ ُﻜ ْﻢ ِﺑﺎﻟ ﱠ َﻣ َﻌﺸ َﺮ ُ
ِ
ﺼﺒَﺎح )(x 3 ب اﻟ ﱠ ِ
ا ْﺷ َﺮﺑُﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
ﺎل اﻟﻨَﻴِ َﺮات ! اِﻏْﺘَﻨِ ُﻤﻮا َﺷ ْﻬﺮُﻛ ُﻤﻮا ﻗَـ ْﺒﻞ اﻟ َﻔﻮات ! َوﺑِِﻪ ﺗُـ ْﻮﺑُـ ْﻮا ﺗﻌﻮدوا ﺑﺎﻟﻬﺒﺎت ! َواﻏْﺘَﻨِ ُﻤﻮا َﻫ ِﺬ ِﻩ اﻟﻠَﻴَ ِ
َ َ َ
ٍ
ﺼﻠَﺢ ! َواذْ ُﻛ ُﺮوا اﷲَ ﺑِﺄَﻟْ َﻔﺎظ ﻓَ َ
اﻟﺼﺒَﺎح )(x 3 ِ
ب َ ا ْﺷ َﺮﺑُﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
ﻓﻰ اِ ْزِدﻳ ِ ٍ ِ ِ ِ اِﺳ ِﻘﻨَﺎ ﻏَﻴﺜﺎً ﺑِِﻪ ﺗُﺤﻴِﻰ اﻟﺒِﻼَد ! و ِ
ﺎدى ﻻَ اﻟﻤ َﻮاﺷﻰ ﻳَﺎ إِﻟ ََﻬﻨَﺎ َواﻟﻌﺒَﺎد ! َواَﺟ ْﺮﻧَﺎ ﻣ ْﻦ ﻏَﻼَء ِ َ َ َ ْ ْ ْ
ﺎل ﻗَـﺒَﺎح ! ﺗُـ َﺆ ِ
اﺧ ْﺬﻧَﺎ ﺑِﺄَ ْﻋ َ
اﻟﺼﺒَﺎح )(x 3 ِ
ب َ ا ْﺷ َﺮﺑُﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
اﻟﺠﻨَﺎح ! اِ ْﺷ َﺮﺑُﻮا ﺎب َﻣﺎ ﺗَـﻐْﻨَﺎﻩُ ذُوا َﺻ َﺤ ِ ِ
ﺻ ﱢﻞ ﻳَ َﺎرﺑﱢﻰ َﻋﻠَﻴْﻪ َﺷ َﺮﻓًﺎ ! َو َ ﺼﻄََﻔﻰ ! َ ﺎك ﺑِﻄَﻪَ اْ ُ
ﻟﻤ ْ ﻓَﻘ ْﺪ َد َﻋ ْﻮﻧَ َ
اﻟﺼﺒَﺎح !ب َ َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
ﺴ ﱠﺤ ُﺮوا ﺗَـ َﻘﺒﱠ َﻞ ِ
ﺎب اﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ! ﺗَ َ
ﺗَ َﺴ ﱠﺤ ُﺮوا َرﺿﻰ اﷲُ َﻋ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ! ﺗَ َﺴ ﱠﺤ ُﺮوا ﻏَ َﻔ َﺮ اﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ! ﺗَ َﺴ ﱠﺤ ُﺮوا ﺗَ َ
اﷲُ ِﻣﻨﱠﺎ َوِﻣﻨْ ُﻜ ْﻢ
اﻟﺼﺒَﺎح )(x 3 ِ
ب َ ا ْﺷ َﺮﺑُﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
ﻟﻤ ْﺮ َﺳﻠِ ْﻴﻦ ! ﺗَﺴ ﱠﺤﺮوا ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ ِﻣ ْﻦ اَ ْﻋ َﻤ ِ ِ ِ ﺴ ﱠﺤ ُﺮوا ﻓَِﺈ ﱠن ِ
ﺎل ﺴ ُﺤ ْﻮِر ﺑَـ َﺮَﻛﺔٌ ! ﺗَ َﺴ ﱠﺤ ُﺮوا ﻓَﺈﻧﱠﻪُ ﻣ ْﻦ ُﺳﻨَ ِﻦ اْ ُ َ َ ُ ﻓﻰ اﻟ ﱠ ﺗَ َ
ﻟﻤﺘَ ِﻘ ْﻴﻦ ! ِ ِ اﻟ ﱠ ِ ِ
ﺼﺎﻟﺤ ْﻴﻦ ! ﺗَ َﺴ ﱠﺤ ُﺮوا ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ ﻣ ْﻦ َﺷ َﻌﺎﺋ ِﺮ اْ ُ
اﻟﺼﺒَﺎح )(x 3 ِ
ب َ ا ْﺷ َﺮﺑُﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
ﺼﺎﺋِ ِﻢﻠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ :ﻟِﻠ ﱠﺻ َ
ِ
َﺟ َﺰى ﺑِﻪ َوﻗﺎَ َل اﻟﻨَﺒِ ﱡﻲ َ ﻟﻰ َوأَﻧَﺎ أ ْ ﺼ ْﻮُم ِﺎﻟﻰ :اَﻟ ﱠ ﺎل اﷲُ ﺗَـﺒَ َﺎر َك َوﺗَـ َﻌ َ ﻗَ َ
ﺻﺎﺋِ ٍﻢ ِﻋﻨْ َﺪ إِﻓْﻄَﺎ ِرِﻩ َد ْﻋ َﻮةٌ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ﻓَـ ْﺮ َﺣﺘَﺎن ! ﻓَـ ْﺮ َﺣﺔٌ ﻋﻨْ َﺪ إِﻓْﻄَﺎ ِرﻩ ! َوﻓَـ ْﺮ َﺣﺔٌ ﻋﻨْ َﺪ ﻟ َﻘﺎَ َء َرﺑﱢﻪ ! َوإِ ﱠن ﻟ ُﻜ ﱢﻞ َ
ُﻣ ْﺴﺘَ َﺠﺎﺑَﺔٌ !
ﺎب اﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ! ُﻛﻠُﻮا ﺗَـ َﻘﺒﱠ َﻞ اﷲُ ِﻣﻨﱠﺎ َوِﻣﻨْ ُﻜ ْﻢ !
ُﻛﻠُﻮا َرﺿ َﻲ اﷲُ َﻋﻨْ ُﻜ ْﻢ ! ُﻛﻠُﻮا ﻏَ َﻔ َﺮ اﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ! ُﻛﻠُﻮا ﺗَ َ
ِ
اﻟﺼﺒَﺎح )(x 3 ِ
ب َ ا ْﺷ َﺮﺑـُ ْﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
ﺻﺎﻟِ ًﺤﺎ ! ُﻛﻠُﻮا ِﻣ ْﻦ ِر ْز ِق َرﺑﱢ ُﻜ ْﻢ ! ِ ِ
ض َﺣﻼَﻻً ﻃَﻴﱢﺒﺎً ! ُﻛﻠُﻮا ﻣ َﻦ اﻟﻄَﻴﱢﺒَﺎت َوا ْﻋ َﻤﻠُﻮا َ ُﻛﻠُﻮا ِﻣ ﱠﻤﺎ ﻓ ِﻰ اْﻷ َْر ِ
ب ﻏَ ُﻔ ْﻮٌر ! َوا ْﺷ ُﻜ ُﺮوا ﻟَﻪُ ! ﺑَـﻠْ َﺪةٌ ﻃَﻴﱢﺒَﺔٌ َوَر ٌ
َﺳ َﻮِد ِﻣ َﻦ اْﻟ َﻔ ْﺠ ِﺮ ! ﺛُ ﱠﻢ أَﺗِ ﱡﻤﻮا ﻂ اْﻷَﺑـﻴﺾ ِﻣﻦ اْ َ ِ
ﻟﺨ ْﻴﻂ اْﻷ ْ ﻟﺨ ْﻴ ُ ْ َ ُ َ ﺘﻰ ﻳَـﺘَﺒَـﻴﱠ َﻦ ﻟَ ُﻜ ُﻢ اْ َُﻛﻠُ ْﻮا َوا ْﺷ َﺮﺑـُ ْﻮا َﺣ ﱠ
ْﻚ ﺣ ُﺪو ُد ِ
اﷲ ﻓَﻼَ ﺗَـ ْﻘ َﺮﺑـُ ْﻮﻫﺎَ ِِ ِ ﺎﺷ ُﺮْو ُﻫ ﱠﻦ َوأَﻧْـﺘُ ْﻢ َﻋﺎﻛِ ُﻔ ْﻮ َن ِ اﻟﺼﻴﺎم إِﻟﻰ اﻟﻠﱠﻴ ِﻞ وﻻَ ﺗُـﺒ ِ ِ
ﻓﻰ اْ َﻟﻤ َﺴﺎﺟﺪ ! ﺗﻠ َ ُ ْ ََ َ ْ َ َ
ﻚ ﻳُـﺒَـﻴﱢ ُﻦ اﷲُ أَﻳَﺎﺗِِﻪ ﻟِﻠﻨ ِ
ﱠﺎس ﻟ ََﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﻳَـﺘﱠـ ُﻘ ْﻮ َن ! َﻛ َﺬﻟِ َ
ﺎب اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ ! ُﻛﻠُﻮا ﺗَـ َﻘﺒﱠ َﻞ اﷲُ ِﻣﻨﱠﺎ َوِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ
ُﻛﻠُﻮا َرﺿ َﻲ اﷲُ َﻋ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ُﻛﻠُﻮا ﻏَ َﻔ َﺮ اﷲُ ﻟَ ُﻜﻢ ! ُﻛﻠُ ْﻮا ﺗَ َ
ِ
ﺗَـ َﻘﺒﱠ َﻞ ﻳَﺎ َﻛ ِﺮﻳْ ٌﻢ !
اﻟﺼﺒَﺎح )(x 3 ِ
ب َ ا ْﺷ َﺮﺑـُ ْﻮا َو َﻋ ﱢﺠﻠُﻮا ﻓَـ َﻘ ْﺪ ﻗَـ ُﺮ َ
ﻳﺎ أَرﺣﻢ اﻟ ﱠﺮ ِ
اﺣ ِﻤ ْﻴ َﻦ إِ ْر َﺣ ْﻤﻨَﺎ )(x 3 َ َْ َ
ﺎن اﻟْ َﻜ ِﺎﻣﻠِ ْﻴ َﻦ َﺟ ْﻤ ًﻌﺎ
اﻻﻳْﻤ ِ
ِ
ﻠﻰ اﻻ ْﺳﻼَِم َو َ
ﻚ و ُﺷ ْﻜ ِﺮ َك اَ ِﻋﻨّﺎ ! و َﻋ ِ
َ َ ﺎﻋﺘ َ َ
ﻒ َﻋﻨﱠﺎ ! و َﻋﻠﻰ ﻃَ َِ
َ َ َو َﻋﺎﻓِﻨَﺎ َوا ْﻋ ُ
ﻚاﻟﻤﻐْ ِﻔ َﺮِة ﻳﺎَ َﺣ ﱡﻲ ﻳَﺎﻗَـﻴﱡـ ْﻮم ! ﺑَِﺮ ْﺣ َﻤﺘِ َ ِ
ﻚ ﻓَﻼَ ﺗَﻄ ُْﺮ َدﻧَﺎ ﻳَ َﺎواﺳ َﻊ َ اض َﻋﻨﱠﺎ َو َﻋ ْﻦ ﺑَﺎﺑِ َ
ﺖ َر ٍ ﺗَـ َﻮﻓﱠـﻨَﺎ ! َوأَﻧْ َ
اﻟﺼ ِﺪﻳْﻖ ! ﺑِ َﺠ ِﺎﻩ َﺳﻴﱢ ِﺪﻧَﺎَﺑﻰ ﺑ ْﻜ ِﺮ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
ﻚ ﻳَﺎ اﷲ ! ﺑِ َﺠﺎﻩ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ ! ﺑِ َﺠﺎﻩ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ أ ِ َ اﺳ َﻌﺔ ﺑِ َﺠﻼﻟِ َ اْﻟﻮ ِ
َ
ﺻ َﺤﺎﺑَِﺔ َر ُﺳ ْﻮلِ ِ ﻠﻰ اﺑْ ِﻦ أ ِ ِ ِ ِ ِ
ﻟﺨﻄّﺎب ! ﺑ َﺠﺎﻩ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ َﻋ ِ ُﻋ َﻤ َﺮ اﺑْ ِﻦ اْ َ
َﺑﻰ ﻃَﺎﻟﺐ َﻛ ﱠﺮَم اﷲُ َو ْﺟ َﻬﻪُ ! َو َﻋ ْﻦ ُﻛ ﱢﻞ َ
اﷲ اَ ْﺟ َﻤ ِﻌ ْﻴ َﻦ.
ِ
Adapun bacaan tarhim menjelang shalat wajib adalah sebagai
berikut:
142
Sebagaimana dalam Zubaidi, 2016, Pendidikan Agama Islam :
Ahlussunnah Wal Jama’ah an-Nahdliyah (NU), Kudus, Dita Kurnia, hlm. 93-
97.
143
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 193.
144
Muhammad Syamsul Haq al-‘Adhim Abadi Abu Thayib, 1415, ‘Auni
al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, Bairut: Dar al-Kutub al-‘Alamiyah, Cet.II,
Juz. 4, hlm. 17.
145
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU (Kupas
Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 105.
ﻴﻞ َواﻟﺘﱠ ْﻜﺒِ ُﻴﺮ ِ ْ ﺼﻞ إﻟَﻴ ِﻪ ؟ واﻟﺘﱠﺴﺒِﻴﺢ واﻟﺘﱠﺤ ِﻤﻴ ُﺪ واﻟﺘـ ِ ِ ِ َﻋﻦ ﻗِﺮ: وﺳﺌِﻞ
ُ ﱠﻬﻠ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ُ َاءة أ َْﻫ ِﻞ اﻟ َْﻤﻴﱢﺖ ﺗ ََ ْ َ َُ
ُاءة ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ﻳَﺼ ُﻞ إﻟَﻰ اﻟ َْﻤﻴﱢﺖ ﻗ َﺮ: ﺎب َ َﺟَ إ َذا أ َْﻫ َﺪاﻩُ إﻟَﻰ اﻟ َْﻤﻴﱢﺖ ﻳَﺼﻞُ إﻟَْﻴﻪ ﺛَـ َﻮاﺑُـ َﻬﺎ أ َْم َﻻ ؟ ﻓَﺄ
ﺻ َﻞ ِ أ َْﻫﻠِ ِﻪ وﺗَﺴﺒِﻴﺤ ُﻬﻢ وﺗَ ْﻜﺒِﻴﺮ ُﻫﻢ وﺳﺎﺋِﺮ ِذ ْﻛ ِﺮِﻫﻢ ﻟِﻠﱠ ِﻪ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ إ َذا أ َْﻫ َﺪوﻩُ إﻟَﻰ اﻟْﻤﻴﱢ
َ ﺖ َو َ ْ ْ ُ ََ ْ ُ َ ْ ُ ْ َ
(165 / 24– إﻟَْﻴ ِﻪ َواَﻟﻠﱠﻪُ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ )ﻣﺠﻤﻮع اﻟﻔﺘﺎوى
"Ibnu Taimiyah ditanya mengenai bacaan keluarga mayit yang
terdiri dari tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, apabila mereka
menghadiahkan kepada mayit apakah pahalanya bisa sampai
atau tidak? Ibnu Taimiyah menjawab: Bacaan kelurga mayit bisa
sampai, baik tasbihnya, takbirnya dan semua dzikirnya, karena
Allah Ta'ala. Apabila mereka menghadiahkan kepada mayit,
maka akan sampai kepadanya." (Majmu' al-Fatawa 24/165).
Amaliah dan tradisi seperti ini dipertegas oleh Imam Zakariya al-
Anshari yang mengatakan :
ﺑِﺎ ِﻹ ْﺟ َﻤ ِﺎع َوﻏَْﻴ ِﺮِﻩ،ٌﺻ َﺪﻗَﺔٌ َو ُد َﻋﺎء ِ ٍ ِ َ ِوﻳـ ْﻨـ َﻔﻌﻪ أَي اَﻟْﻤﻴ
َ ﺖ ﻣ ْﻦ َوا ِرث َوﻏَْﻴ ِﺮﻩ َ ْ ُ ُ ََ
Sedekah atau doa baik dari ahli waris maupun yang lainnya, bisa
bermanfaat bagi mayit dengan sepakat ulama. (Fathul Wahhab,
2/31).
Dari keterangan di atas bisa dipahami bahwa pahala membaca
Al-Qur’an, bersedekah, dan do’a yang di hadiahkan kepada mayit
tidak dilarang oleh agama Islam.
146
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 59-
60.
ﺖ َو ُﻫ َﻮ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ﱢﻞ َﺷ ْﻲ ٍء ﻟﺤ ْﻤ ُﺪ ﻳُ ْﺤﻴِﻲ َوﻳُ ِﻤ ْﻴ ُ ْﻚ َوﻟَﻪُ اْ َﻟﻤﻠ ُ ﻚ ﻟَﻪُ ،ﻟَﻪُ اْ ُﻻَ إِﻟَ َﻪ إِﱠﻻ اﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ ﻻَ َﺷ ِﺮﻳْ َ
ﺴﻼَ ُم َوأَ ْد ِﺧﻠْﻨَﺎ ﺴﻼَ ُم ،ﻓَ َﺤﻴﱢـﻨَﺎ َرﺑـﱠﻨَﺎ ﺑِﺎﻟ ﱠ ﺴﻼَ ُم َوإِﻟَﻴْ َ
ﻚ ﻳَـ ُﻌ ْﻮ ُد اﻟ ﱠ ﻚ اﻟ ﱠ ﺴﻼَ ُم َوِﻣﻨْ َﺖ اﻟ ﱠ ﻗَ ِﺪﻳْـ ٌﺮ اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ أَﻧْ َ
ْﺠﻼَ ِل َواْ ِﻹ ْﻛ َﺮ ِام ﺴﻼَِم ﺗَـﺒَ َﺎرْﻛ َ ﺎﷲ ِﻣﻦ اﻟ ﱠ ِ ِ أَﻋُﻮذُ ﺑِ ِ
ﺖ ﻳَﺎ ذَااﻟ َ ﺖ َرﺑـﱠﻨَﺎ َوﺗَـ َﻌﺎﻟ َْﻴ َ ﻟﺠﻨﱠﺔَ َد َار اﻟ ﱠﺸ ْﻴﻄَﺎن اﻟ ﱠﺮﺟ ْﻴ ِﻢ اْ َ َ ْ
ﻚ ﻳَـ ْﻮِم اﻟﺪﱢﻳْ ِﻦ - ب اْ َﻟﻌﺎﻟ َِﻤ ْﻴﻦ -اﻟ ﱠﺮ ْﺣﻤ ِﻦ اﻟ ﱠﺮِﺣ ْﻴ ِﻢ ﻣﺎﻟِ ِ
َ َ َ ﷲ َر ﱢ اﷲ اﻟ ﱠﺮ ْﺣﻤ ِﻦ اﻟ ﱠﺮِﺣ ْﻴ ِﻢ -اﻟْﺤﻤ ُﺪِ ِ
َْ َ
ﺑِﺴ ِﻢ ِ
ْ
ﺖ َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ ﻏَْﻴ ِﺮ ط اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ أَﻧْـ َﻌ ْﻤ َﺻ َﺮا َ ط اْﻟﻤﺴﺘَ ِﻘ ْﻴﻢ ِ -
ﺼ َﺮا َ ُ ْ َ ﺎك ﻧَ ْﺴﺘَ ِﻌ ْﻴ ُﻦْ -اﻫ ِﺪﻧَﺎ اﻟ ﱢ
ﺎك ﻧَـ ْﻌﺒُ ُﺪ َوإِﻳﱠ َ
إِﻳﱠ َ
اﻟﻀﺂﻟﱢْﻴ َﻦ.
ب َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ َوﻻَ َ ﻀ ْﻮ ِ
اْ َﻟﻤﻐْ ُ
ْﺧ ُﺬﻩ ِﺳﻨَﺔٌ ِ ِ ِ ِ
َوإِ ُﻟﻬ ُﻜ ْﻢ إِﻟﻪٌ َواﺣ ٌﺪ ﻵ إِ َﻟﻪ إِﱠﻻ ُﻫ َﻮاﻟ ﱠﺮ ْﺣ ُ
ج
ﻟﺤ ﱡﻲ اْﻟ َﻘﻴﱡـ ْﻮُم ﻻَﺗَﺄ ُ ﻤﻦ اﻟ ﱠﺮﺣ ْﻴ ُﻢ .اَﷲُ ﻵاﻟﻪَ اﻻﱠ ُﻫ َﻮاْ َ
ض ﻗﻠﻰ َﻣ ْﻦ ذَاﻟﱠ ِﺬ ْي ﻳَ ْﺸ َﻔ ُﻊ ِﻋﻨْ َﺪﻩ اِﻻﱠﺑِِﺎ ْذﻧِﻪ ط ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻢ َﻣﺎﺑَـﻴْ َﻦ ات َوَﻣﺎﻓِﻰ اْﻻَ ْر ِ ﺴﻤﻮ ِ ِ ط
َوﻻَﻧَـ ْﻮٌم ﻟَﻪُ َﻣﺎﻓﻰ اﻟ ﱠ َ
ﺴﻤﻮ ِ ِ ﺎﺧﻠْ َﻔﻬﻢ ج وﻻَﻳ ِﺤﻴﻄُﻮ َن ﺑِ َﺸﻴ ٍﺊ ِﻣﻦ ِﻋﻠ ِْﻤﻪ اِﻻﱠﺑِﻤﺎ َﺷ ج ِ ِ
ض
ات َواْﻻَ ْر َ ﺂء َوﺳ َﻊ ُﻛ ْﺮﺳﻴﱡﻪُ اﻟ ﱠ َ َ َ ْ ْ اَﻳْﺪﻳْ ِﻬ ْﻢ َوَﻣ َ ُ ْ َ ُ ْ ْ
ﺖ ﻣﻮﻻَﻧَﺎ ﺳ ْﺒﺤﺎ َن ِ ِ ِ ج وﻻَﻳ ُ ِ
اﷲ ﺆدﻩُ ﺣ ْﻔﻈُ ُﻬ َﻤﺎ َو ُﻫ َﻮاﻟ َْﻌﻠ ﱡﻲ اﻟ َْﻌﻈ ْﻴ ُﻢ -إِﻟ ََﻬﻨَﺎ َرﺑـﱠﻨَﺎ أَﻧْ َ َ ْ ُ َ َ َ
) (dibaca 3xﺳ ْﺒﺤﺎ َن ِ
اﷲ ُ َ
اﷲ وﺑِﺤﻤ ِﺪ ِﻩ َداﺋِﻤﺎ أَﺑ ًﺪا اَﻟْﺤﻤ ُﺪِ ِ
ﷲ ِ
ً َ َْ ُﺳ ْﺒ َﺤﺎ َن َ َ ْ
ﷲ (dibaca 3x) - اَﻟْﺤﻤ ُﺪِ ِ
َْ
ﺎل وﻓِﻲ ُﻛ ﱢﻞ َﺣ ٍ
ﺎل َوﺑِﻨِ ْﻌ َﻤ ِﺔ ﻳَﺎ َﻛ ِﺮﻳْ ُﻢ ِ
ﻠﻰ ُﻛ ﱢﻞ َﺣ ٍ َ ﻟﺤ ْﻤ ُﺪِ ﷲ َﻋ َ اْ َ
اﷲُ أَ ْﻛﺒَـ ُﺮ (dibaca 3x) -
اﷲ ﺑ ْﻜﺮةً وأ ِ ِ ِ ِ
ﻚَﺻ ْﻴﻼً ،ﻻَ إِﻟ ََﻪ إِﻻﱠ اﷲُ َو ْﺣ َﺪﻩُ ﻻَ َﺷ ِﺮﻳْ َ ﻟﺤ ْﻤ ُﺪِ ﷲ َﻛﺜﻴْـ ًﺮا َو ُﺳ ْﺒ َﺤﺎ َن ُ َ َ اﷲُ أَ ْﻛﺒَـ ُﺮ َﻛﺒِﻴْـ ًﺮا َواْ َ
ﺖ و ُﻫﻮ َﻋﻠَﻰ ُﻛ ﱢﻞ َﺷﻲ ٍء ﻗَ ِﺪﻳْـﺮ .وﻻَ ﺣﻮ َل وﻻَ ﻗُـ ﱠﻮةَ إِﻻﱠ ﺑِ ِ ِ
ﺎﷲ ٌ َ َْ َ ْ ﻟﺤ ْﻤ ُﺪ ﻳُ ْﺤﻴِﻲ َوﻳُﻤ ْﻴ ُ َ َ
ْﻚ َوﻟَﻪُ اْ َ ﻟﻤﻠ ُ ﻟَﻪُ ،ﻟَﻪُ اْ ُ
اْ َﻟﻌﻠِ ﱢﻲ اْ َﻟﻌ ِﻈ ْﻴ ِﻢ
َﺳﺘَـﻐْ ِﻔ ُﺮ اﷲَ اْ َﻟﻌ ِﻈ ْﻴ َﻢ )ﺛﻼث ﻣﺮات( ،إِ ﱠن اﷲَ ﻏَ ُﻔ ْﻮٌر َرِﺣ ْﻴ ٌﻢ أْ
ﻀ ُﻞ اﻟ ﱢﺬ ْﻛ ِﺮ ﻓَﺎ ْﻋﻠَ ْﻢ أَﻧﱠﻪُ أَﻓْ َ
ﻻَ إِﻟ ََﻪ إِﻻﱠ اﷲُ (dibaca 33x) -
ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢَ ،ﻛﻠِ َﻤﺔُ َﺣ ﱟﻖ َﻋﻠَﻴْـ َﻬﺎ ﻧَ ْﺤﻴَﺎ َو َﻋﻠَﻴْـ َﻬﺎ ﻧَ ُﻤ ْﻮ ُ
ت ِ
ﻻَ إِﻟ ََﻪ إِﻻﱠ اﷲُ ُﻣ َﺤ ﱠﻤ ٌﺪ َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ َ
ﺚ إِ ْن َﺷﺂء اﷲ ِﻣﻦ اْ ِ
ﻵﻣﻨِﻴْ َﻦ. َوﺑِ َﻬﺎ ﻧـُﺒْـ َﻌ ُ
َ ُ َ
147
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 33.
148
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 23.
149
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 29.
ِبر ِ
َ ﻓﻰ َﺷـ ْﻬ ِﺮ َرَﻣ
ﻀﺎ َن ِ ُﺿ َﻲ اﷲُ َﻋﻨْﻪَ ِ ََﻛﺎﻧـُ ْﻮا ﻳَـ ُﻘـ ْﻮُﻣـ ْﻮ َن َﻋﻠ َﻰ َﻋ ْﻬـﺪ ﻋُ َﻤ َﺮ ﺑ ِﻦ اﻟ َﺨﻄﺎ
(ﺒﻴﻬﻘﻰ ِ ِ
ّ ﺑﻌ ْﺸـﺮﻳْ َﻦ َرْﻛ َﻌﺔً )رواﻩ اﻟ
“Para sahabat melakukan ibadah ramadlan (tarawih) di masa
pemerintahan Umar bin Khattab ra. sebanyak dua puluh (20)
rakaat” (HR. al-Baihaqi). 151
150
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 30.
151
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 57.
َﻣ ْﻦ َﺳ ﱠﻦ ﻓِﻰ اْ ِﻻ ْﺳﻼَِم ُﺳﻨﱠﺔً َﺣ َﺴﻨَﺔً ﻓَـﻠَﻪُ اَ ْﺟ ُﺮَﻫﺎ َواَ ْﺟ ُﺮ َﻣ ْﻦ َﻋ ِﻤ َﻞ ﺑِ َﻬﺎ ﺑَـ ْﻌ َﺪﻩُ ِﻣ ْﻦ
( )رواﻩ اﻻ ﻣﺎم ﻣﺴﻠﻢ- ﺺ ِﻣ ْﻦ اُ ُﺟ ْﻮِرِﻫ ْﻢ َﺷ ْﻴ ٌﺊ َ ﻏَْﻴ ِﺮاَ ْن ﻳَـﻨْـ ُﻘ
"Barangsiapa yang memulai dalam Islam sebuah perkara yang
baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan
pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikitpun” (HR. Muslim dalam Shahihnya).
152
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 298.
153
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 147-148.
Jadi keutamaan orang berzikir kepada Allah itu ibarat orang yang
hidup, sedangkan yang tidak berzikir kepada Allah ibarat orang yang
mati. Sebagaimana penegasan Nabi dalam hadis :
ِ ﻣﺜَﻞ اﻟﱠ ِﺬي ﻳ ْﺬ ُﻛﺮ رﺑﱠﻪُ واﻟﱠ ِﺬي ﻻَ ﻳ ْﺬ ُﻛﺮ رﺑﱠﻪُ ﻣﺜَﻞ اﻟْﺤ ﱢﻲ واﻟْﻤﻴﱢ
ﺖ َ َ َ ُ َ َ ُ َ ْ َ َ ُ َْ ُ َ
“Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang
tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup dengan orang yang
mati.” [HR. Bukhari dan Muslim].
ِ ِ ِ َﻋﻦ أَﺑِﻲ َذ ﱟر ر
ﺻﻠﱠﻰ اﷲ َ ﺎب َر ُﺳ ْﻮِل اﷲ ِ َﺻ َﺤْ أَ ﱠن ﻧَﺎﺳﺎً ﻣ ْﻦ أ:ُﺿ َﻲ اﷲُ َﻋ ْﻨﻪ َ ْ
ﺐ أ َْﻫﻞُ اﻟ ﱡﺪﺛـُ ْﻮِر ِ ِ ﱠ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗَﺎﻟُﻮا ﻟِﻠﻨﱠﺒِ ﱢﻲ َ ﱠ
َ ذَ َﻫ،ﺻﻠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ َﻢ ﻳَﺎ َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲ
ﻀ ْﻮِل أ َْﻣ َﻮاﻟِ ِﻬ ْﻢ
ُ ﺼ ﱠﺪﻗُـ ْﻮ َن ﺑِ ُﻔَ َ َوﻳﺘ،ﺼ ْﻮ ُم َ ُﺼﻠﱡ ْﻮ َن َﻛ َﻤﺎ ﻧ
ُ َ َوﻳ،ﺼﻠﱢﻲ
ُ َﺼ ْﻮُﻣ ْﻮ َن َﻛ َﻤﺎ ﻧ َ ُُﺟ ْﻮِر ﻳُ ﺑِﺎْﻷ
ٍ
ﺻ َﺪﻗَﺔً َوُﻛ ﱢﻞ َ إِ ﱠن ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ُﻜ ﱢﻞ ﺗَ ْﺴﺒِْﻴ َﺤﺔ:ﺼ ﱠﺪﻗُـ ْﻮ َنَ َﺲ ﻗَ ْﺪ َﺟ َﻌ َﻞ اﷲُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َﻣﺎ ﺗ َ أ ََو ﻟَْﻴ:ﺎل
َ َﻗ
154
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 128.
ِ ٍ ِ ٍ ٍ
َ ﺻ َﺪﻗَﺔً َوأ َْﻣ ٍﺮ ﺑِﺎﻟ َْﻤ ْﻌ ُﺮْوف
ًﺻ َﺪﻗَﺔ َ ﺻ َﺪﻗَﺔً َوُﻛ ﱢﻞ ﺗَ ْﺤ ِﻤ ْﻴ َﺪة
َ َوُﻛ ﱢﻞ ﺗَـ ْﻬﻠ ْﻴـﻠَﺔ،ٌﺻ َﺪﻗَﺔ َ ﺗَ ْﻜﺒِْﻴـ َﺮة
ِ ِ ِ ﻀ ِﻊ أ ِ
َﺣ ُﺪﻧَﺎَ ﻳَﺎ َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲ أَﻳَﺄْﺗﻲ أ:ﺻ َﺪﻗَ ًﺔ ﻗَﺎﻟُﻮا َ َﺣﺪ ُﻛ ْﻢ َ ْ ُﺻ َﺪﻗَﺔً َوﻓﻲ ﺑ َ َوﻧَـ ْﻬ ٍﻲ َﻋﻦ ُﻣ ْﻨ َﻜ ٍﺮ
ﺿ َﻌ َﻬﺎ ﻓِﻲ َﺣ َﺮ ٍام أَ َﻛﺎ َن َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ِوْزٌر ؟
َ أ ََرأَﻳْـﺘُ ْﻢ ﻟَ ْﻮ َو:ﺎل
َ ََﺟ ٌﺮ؟ ﻗ ِ
ْ َﺷ ْﻬ َﻮﺗَﻪُ َوﻳَ ُﻜ ْﻮ ُن ﻟَﻪُ ﻓ ْﻴـ َﻬﺎ أ
ِ َ ﻚ إِذَا و ِ
( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ.َﺟ ٌﺮ ْ ْﺤﻼَ ِل َﻛﺎ َن ﻟَﻪُ أَ ﺿ َﻌ َﻬﺎ ﻓﻲ اﻟ َ َ ﻓَ َﻜ َﺬﻟ
Artinya: Dari Abi Dzar, ada beberapa sahabat bertanya
kepada Nabi SAW wahai Rasul: orang-orang kaya itu
mendapatakan banyak pahala, (padahal) mereka shalat
sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami
puasa, mereka bersedekah dengan kelebihan harta
kekayaannya, kemudian Nabi SAW menjawab: bukanlah Allah
sudah menyediakan untuk kamu sekalian sesuatu yang dapat
kamu sedekahkan…? Sesungguhnya setiap bacaan tasbih
(yang telah kamu baca) merupakan sedekah, dan setiap takbir
merupakan sedekah, dan setiap bacaan tahmid juga
merupakan sedekah dan setiap tahlil ( )ﻻاﻟﮫ اﻻ ّ ﷲmerupakan
sedekah. (HR. Muslim). 155 154F
، إِ ﱠن اﻟ َْﻤ ْﻮﺗَﻰ ﻳُـ ْﻔﺘَـﻨُﻮ َن ﻓِﻲ ﻗُـﺒُﻮِرِﻫ ْﻢ َﺳﺒْـ ًﻌﺎ: وس ْ ﺎل ﻃَ ُﺎو َ َﺎل ﻗ َ ََﻋ ْﻦ ُﺳ ْﻔﻴَﺎن ﻗ
– اﻟﺰ ْﻫ ِﺪ ِ ِ
َ - ْﻚ اﻷَﻳﱠ ِﺎم
ُ )رَواﻩُ اﻻ َﻣ ْﺎم اَ ْﺣ َﻤ ْﺪ ﻓﻰ َ ﻓَ َﻜﺎﻧُﻮا ﻳَ ْﺴﺘَ ِﺤﺒﱡﻮ َن أَ ْن ﻳُﻄْﻌ َﻢ َﻋ ْﻨـ ُﻬ ْﻢ ﺗِﻠ
واﻟﺤﺎﻓﻆ اﻟﺤﺠﺔ اﺑﻦ-11 - 4 – ﻆ اَﺑُﻮ ﻧُـ َﻌـ ْﻴـﻢ ﻓِﻰ ِﺣـﻠْـﻴَ ِﺔ اﻻَ ْوﻟِـﻴَ ِﺎء ْ َِو ِاﻻ َﻣﺎم اَﻟْ َﺤﺎﻓ
.(330 -5- ﺣﺠﺮ ﻓﻰ اﻟﻤﻄﻠﺐ اﻟﻌﺎﻟﻴﺔ
“Dari Sufyan, berkata, “Imam Thawus berkata,
“Sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di dalam
kubur selama tujuh hari, oleh karena itu mereka (kaum salaf)
155
Muslim, Shahih Muslim, t.t., Surabaya: Maktabah Ahmad bin al-
Haitsamiy, hadits indek nomor: 1674, dalam Muhammad Ma’shum Zaein,
2008, Ternyata Aku Orang NU (Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU),
Jombang: Darul Hikmah, hlm. 131-132.
156
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 290-291.
157
Riyâdlu as-Sâlihîn, t.t., Surabaya: Maktabah Dar al-Ihya’, hlm. 388,
sebagaimana dalam Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata ku Orang
NU (Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm.
111.
َﱠﺒﻲ ﺻﻠﱠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﱠﻢ إذَا َرﻓَـ َﻊ ﻳَـﺪﻳْ ِﻪ ﻓِﻲ اﻟـ ﱡﺪ َﻋ ِﺎء ﻻ َﻛﺎ َن اﻟﻨ ﱡ:ﺎل َ ََﻋﻦ اِﺑْ ِﻦ ﻋُ َﻤﺮ ﻗ
.( )رواﻩُ اﻟﺘﱢﺮﻣﺬي- ُﻀ ْﻌ ُﻬ َﻤﺎ( ﺣﺘﱠﻰ ﻳَـ ْﻤ َﺴ َﺢ ﺑِ ِﻬـ َﻤﺎ َو ْﺟ َﻬﻪ ْ ﺤﻄﱡ ُﻬ َﻤﺎ )أ
َ ََي ﻟَ ْﻢ ﻳ ُ َﻳ
Artinya: Diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra. Beliau
berkata, manakala Rasulullah SAW mengangkat kedua
tangannya ketika berdo’a, beliau tidak menurunkan keduanya
sebelum mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.159
158
Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, t.t., al-
Adzkar an-Nawawiyah, Surabaya: Maktabah al-Hidayah, hlm. 131.
159
Abu Dawud, 1990, Sunan Abi Dawud, Bairut: Dar al-Fikr, Indek
Nomor: 1271, dalam Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata ku Orang
NU (Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm.
57.
160
Al-Yamani, Ismail Utsman bin Zain, 1402, Irsyadal-Mu’min ila
Fadzaili Dzikri Rabbil Alamin, Makkah: Maktabah Mathabi’ al-Zamzami, hlm.
16., dalam Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata ku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 51-
52.
161
Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain al-Masyhur, t.t.,
Bughyatul Mustarsyidin, Surabaya:Ahmad bin Nabhan, hlm. 97.
162
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan
Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 312.
163
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 62-
63.
164
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, t.t., Tanwîrul Qulûb fi Mu’âmalati
Allâmil Ghuyûb, Surabaya: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, hlm 199.
165
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 190.
ِِ اﻹﻣﺎم ِﻣﻦ
َ ﺻﻠﱠﻰ َﺧﻠْ َﻔﻪُ ِر َﺟ ًﺎﻻ َﻻ ْاﻣ َﺮأَةَ اَﻟ ُْﻤ
ﺼﺎﻓَ َﺤﺔ َ ﺻ َﻼﺗﻪ ﻓَِﺈ ْن َﻛﺎ َن َﻣ ْﻦ َ ْ ُ َ ِْ غَ إِذَا ﻓَـ َﺮ
ِﺼ َﻼة ﱠﺎس ﻓَـ َﺮاﻏَﻪُ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠ ِ ﺼﻼَ ِة ﻓِﻴ ِﻬﻢ وﺛَﺐ ﺳ َ ﱢ
ُ ﺎﻋﺔٌ ﻳُ َﺴﻠ ُﻢ ﻟﻴَـ ْﻌﻠَ َﻢ اﻟﻨ َ َ َْ ﺑَـ ْﻌ َﺪ اﻟ ﱠ
Artinya: “Jika seorang imam sudah selesai dari shalatnya,
dan jika yang shalat di belakangnya adalah seorang laki-laki,
bukan wanita, maka ia bersalaman setelah shalat bersama
mereka, dan setelah sempurna waktunya, hendaknya ia
mengucapkan salam agar manusia tahu bahwa ia telah
selesai dari shalat”. 166
25. Tawassul
Tawassul secara bahasa artinya perantara. Tawassul
mempunyai arti samadengan kata istighasah, isti’anah, tajawwuh dan
tawajjuh. 167 Secara istilah tawassul adalah segala sesuatu yang
dapat menjadi sebab sampainya pada tujuan.168 Dalam kajian ini,
yang dimaksud dengan tawassul adalah memohon datangnya suatu
kemanfaatn atau terhindarnya bahaya kepada Allah SWT. dengan
menyebut nama Nabi SAW atau wali untuk menghormati
keduanya. 169
Tawassul terbagi menjadi dua, pertama tawassul dengan amal
saleh atau asma’ Allah, kedua, tawassul dengan dzat (Rasulullah
SAW atau orang saleh), ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah
membolehkannya.
166
Abu Hasan Al-Mawardi, t.t., al-Hawi al-Kabir, Bairut: Dâr al-Fikr,
Juz II, hlm. 343.
167
Ahmad Munawwar Warson, 1984, Al-Munawwar, Arab-Indonesia,
Yogyakarta: Maktabah Pon Pes Krapyak al-Munawwir, hlm. 1663.
168
Abu Al-Fida’I Ismai; bin Umar Ibnu Katsir, 1987, Tafsir Al-Qur’an al-
‘Adhim, Juz II, Bairut: Maktabah Dar al-Fikr, hlm. 50.
169
Abdullah al-Hafidz al-Harari, 1999, Syarh al-Qawim, Bairut:
Maktabah Dar al-Masyari, hlm. 378.
ِ ِ ِ اَﻟﱠ
ُﻚ ُﻣ َﺤ َﻤ ٍﺪ ﻧَﺒِ ﱢﻲ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﺔ ﻳَ ُﺎﻣ َﺤ َﻤ ٍﺪ اﻧﱢﻰ اَﺗَـ َﻮ ﱠﺟﻪ َ ﻚ ﺑِﻨَﺒِﻴﱢ
َ ﻚ َواَﺗَـ َﻮ ﱠﺟﻪُ اﻟَْﻴ َ ُﻠﻬ ﱠﻢ اﻧﱢﻰ اَ ْﺳﺌَـﻠ
ُ
.ﺸ ﱢﻔ ْﻌﻪُ ﻓِ ّﻲ َو َﺷ ﱢﻔ ْﻌﻨِﻲ ﻓِﻰ ﻧَـ ْﻔﺴ ِﻲ ِ ِ ِﺑ
ُ ﺼ ِﺮي اَﻟﱠ
َ َﻠﻬ ﱠﻢ ﻓ َ َﻟﻰ َرﺑﱢﻲ ﻓَـﻴُ ْﺠﻠﻰ َﻋ ْﻦ ﺑ َ ﻚا َ
Artinya: “Wahai Allah! Sungguh aku memohon kepada-Mu
dan aku menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad
Nabi rahmat. Wahai Muhammad! Sungguh aku menghadap
kepada Rabku denganmu supaya Allah menerangkan kembali
mataku. Wahai Allah! Tolonglah berikan syafaat Muhammad
untukku dan berikan syafaat kepadaku untuk diriku sendiri”.
(HR. at-Tirmidzi dan al-Hakim). 171
170
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan
Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 321.
171
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 27-28.
172
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan
Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 321-322.
26. Yasinan
Maksud yasinan disini adalah jamaah pembacaan surat Yasin
oleh kaum muslimin. Biasanya, bacaan Ysin dilakukan dalam rangka
mengirim do’a kepada orang yang sedang sakaratil maut (datangnya
ajal), atau saat mayit sudah dimandikan tapi belum diberangkatkan
ke kubur atau ketika mayit sudah dikebumikan dikubur.
Dalil yang melegalkan adalah hadis yang dishahihkan al-Hafizh
as-Suyuthi:
173
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 28-29.
174
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 20.
اﷲ ﻏُِﻔ َﺮ ﻟَﻪُ َﻣﺎ ﺗَـ َﻘ ﱠﺪ َم ِﻣ ْﻦ ذَﻧْﺒِ ِﻪ ﻓَﺎﻗـ َْﺮءُ ْو َﻫﺎ ِﻋ ْﻨ َﺪ َﻣ ْﻮﺗَﺎ ُﻛ ْﻢ
ِ ﺲ ﻳ ِﺮﻳْ ُﺪﺑِ َﻬﺎ و ْﺟ َﻪ
َ ُ ٍ ََﻣ ْﻦ ﻗَـ َﺮأَ ﻳ
.()رواﻩ اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ
Artinya: “Siapa yang membaca Yasin karena Allah, maka
dosa-dosanya yang telah lampau diampuni Allah. Bacalah
surattersebut di samping orang yangakan meninggal” (HR. al-
Baihaqi).
175
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 43.
176
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, t.t., Tanwîrul Qulûb fi Mu’âmalati
Allâmil Ghuyûb, Surabaya: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, hlm 207.
menurut arti dari dzikir fida’ ialah penebusan dosa atau pembebasan
dari dosa-dosa. 179 Fida’ atau dengan istilah lain ‘ataqah adalah
178F
177
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 54.
178
Atabik Ali, A. Zuhdi Muhdlor, 2003, Kamus kontemporer Arab
Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, hlm. 1380.
179
Muhammad Chollil, 2003, Dasar dasar Talqin dan Tahlil,
Ponorogo: Pustaka Buletin, jum’at, hlm. 38.
180
Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, t.t., Nashaikhul Ibad
(hamisy), Semarang: Thoha Putra Grup, hlm 24
181
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan
Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 295-296,
184
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 112.
185
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 74-
75.
186
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembelaan
Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 284-285.
187
Amin al-Kurdi, t.t., Tanwirul Qulub, Surabaya: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-
‘Arabiyah, hlm. 213.
188
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 337.
189
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 76.
190
Muhammad Ma’shum Zaein, 2008, Ternyata Aku Orang NU
(Kupas Tuntas Tradisidan Amaliyah NU), Jombang: Darul Hikmah, hlm. 77.
191
Fatkhurrohman, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat
Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta (Studi Komparasi), (Skripsi- tidak
diterbitkan): Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, hlm. 54.
192
Fatkhurrohman, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat
Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta (Studi Komparasi), (Skripsi- tidak
diterbitkan): Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, hlm. 55.
193
Fatkhurrohman, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat
Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta (Studi Komparasi), (Skripsi- tidak
diterbitkan): Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, hlm. 55.
194
Yana, Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa, Yogyakarta:
Bintang Cemerlang, 2012,cet.1,. hlm. 61-63.
195
Fatkhurrohman, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat
Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta (Studi Komparasi), (Skripsi- tidak
diterbitkan): Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, hlm. 58.
آﻣﻨُﻮا اﺗﱠـ ُﻘﻮا اﷲَ َﺣ ﱠﻖ ﺗُـ َﻘﺎﺗِِﻪ َوﻻَ ﺗَ ُﻤ ْﻮﺗُ ﱠﻦ إِﻻﱠ َوأَﻧْـﺘُ ْﻢ ُﻣ ْﺴﻠِ ُﻤ ْﻮ َن ِ ِ ِ
ﻛﺘَﺎﺑِﻪ اﻟْ َﻜ ِﺮﻳْ ِﻢ :ﻳَﺂ أَﻳﱡـ َﻬﺎ اﻟﱠﺬﻳْ َﻦ َ
ﺎل اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ﻓِﻰ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﻴْ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ .ﻗَ َ ِ ِ
ﺎح ُﺳﻨﱠﺔٌ ﻣ ْﻦ ُﺳﻨَ ِﻦ َر ُﺳ ْﻮِل اﷲ َ َوا ْﻋﻠَ ُﻤ ْﻮا أَ ﱠن اﻟﻨﱢ َﻜ َ
اﷲ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ اﻟ ﱠﺮِﺣ ْﻴ ِﻢ» .ﻳَﺂ أَﻳـﱡ َﻬﺎ ﺎن اﻟ ﱠﺮِﺟ ْﻴ ِﻢ ﺑِﺴ ِﻢ ِ
ْ
ﺸ ْﻴﻄَ ِ ﺎﷲ ِﻣ َﻦ اﻟ ﱠ آن اﻟْﻌ ِﻈ ْﻴ ِﻢ :أﻋُﻮذُ ﺑِ ِ
ْ
ِ
اﻟْ ُﻘ ْﺮ َ
ﱠﺎس إِﻧﱠﺎ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ﱢﻣ ْﻦ ذََﻛ ٍﺮ ﱠوأُﻧْـﺜَﻰ َو َﺟ َﻌﻠْﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ُﺷﻌُ ْﻮﺑًﺎ ﱠوﻗَـﺒَﺂﺋِ َﻞ ﻟِﺘَـ َﻌ َﺎرﻓُـ ْﻮا إِ ﱠن أَ ْﻛ َﺮَﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪ اﻟﻨ ُ
اﷲ أَﺗْـ َﻘﺎ ُﻛ ْﻢ«َ » ،وِﻣ ْﻦ آﻳَﺎﺗِِﻪ أَ ْن َﺧﻠَ َﻖ ﻟَ ُﻜﻢ ﱢﻣ ْﻦ أَﻧ ُﻔ ِﺴ ُﻜ ْﻢ أَ ْزَواﺟﺎً ﻟﱢﺘَ ْﺴ ُﻜﻨُـ ْﻮا إِﻟَﻴْـ َﻬﺎ َو َﺟ َﻌ َﻞ ِ
197
Fatkhurrohman, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat
Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta (Studi Komparasi), (Skripsi- tidak
diterbitkan): Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, hlm. 57-
58.
198
Fatkhurrohman, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat
Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta (Studi Komparasi), (Skripsi- tidak
diterbitkan): Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, hlm. 59.
199
Fatkhurrohman, Makna Filosofi Tradisi Upacara Perkawinan Adat
Jawa Kraton Surakarta dan Yogyakarta (Studi Komparasi), (Skripsi- tidak
diterbitkan): Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015, hlm. 60.
200
Yana, Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa, Yogyakarta:
Bintang Cemerlang, 2012,cet.1,. hlm. 63-64.
201
Mundzirin Yusuf dkk, Islam dan Budaya Lokal, (Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 11., dalam http://digilib.uin-
suka.ac.id//pdf//diunduh tanggal 26-04-2016.
202
Umi Nuriyatur Rohmah, Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam
Ritual Rebo Wekasan (Studi Living Qur`an di Desa Sukoreno Kec. Kalisat
Kab. Jember), (Skripsi- tidak diterbitkan): Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, 2014, hlm. 2-3.
203
Hadis Riwayat Abu Daud, Sunan Abu Daud, Kitab Pengobatan,
Bab Penjelasan Tiyarah, No. 3414, CD Lidwa 9 Kitab Imam, dalam
http://digilib.uin-suka.ac.id//pdf//diunduh tanggal 26-04-2016.
204
Umi Nuriyatur Rohmah, Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam
Ritual Rebo Wekasan (Studi Living Qur`an di Desa Sukoreno Kec. Kalisat
Kab. Jember), (Skripsi- tidak diterbitkan): Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, 2014, hlm. 3-4.
205
Umi Nuriyatur Rohmah, Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam
Ritual Rebo Wekasan (Studi Living Qur`an di Desa Sukoreno Kec. Kalisat
Kab. Jember), (Skripsi- tidak diterbitkan): Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, 2014, hlm. 4.
ﻟﻤ ْﻮﻟُْﻮِد ِِ ِ ِ ِ ِِ
َ َُواَ ْن ﻳُ َﺴ ﱠﻤﻰ ﻳَـ ْﻮَم َﺳﺎﺑِ َﻊ ِوﻻَ َد ﺗﻪ اَ ْي ﻵﻧَﻪ
َ ْﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اََﻣ َﺮ ﺑﺘَ ْﺴﻤﻴَﺔ ا
.ﻳَـ ْﻮَم َﺳﺎﺑِ ِﻌ ِﻪ
Artinya: (Dan disunatkan pula) memberikan nama kepada anak
pada hari ke-7 dari kelahirannya, karena Nabi SAW pun
memerintahkan dalam pemberian nama anak yang baru lahir
pada hari ke-7.
206
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, 2009, Fiqih Wanita Edisi
Lengkap, (terj.) M. Abdul Ghoffar E.M, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet-Ke
31, halm. 516.
207
‘Ali ibn Qasim al-Ghazi, t.t., Hâsyiyah al-Bâjuri, Semarang:
Maktabah wa Mathba’ah Usaha Keluarga, Juz I, hlm. 305.
208
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, 2009, Fiqih Wanita Edisi
Lengkap, (terj.) M. Abdul Ghoffar E.M, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet-Ke
31, halm. 516.
209
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, 2009, Fiqih Wanita Edisi
Lengkap, (terj.) M. Abdul Ghoffar E.M, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet-Ke
31, halm. 516.
.........ُﻟﻠﻬ ﱠﻢ َﻫ ِﺬﻩِ َﻋ ِﻘ ْﻴـ َﻘﺔ ِ اﷲ واﷲ اَ ْﻛﺒـﺮ اَﻟﻠَﻬ ﱠﻢ ﻫ َﺬا ِﻣﻨ
ُ َﻚ ا َ ْ َ ُ ْ َ ُ َ ِ ﺑِ ْﺴ ِﻢ
َ ﻚ َواﻟَْﻴ
“Dengan menyebut nama Allah, dan Allah maha besar, ya Allah ini
adalah dari-Mu dan hanya untuk-Mu, ya Allah ini aqiqah……
(disebut nama anak yang di aqiqah)”. 210
210
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, t.t., Tanwîrul Qulûb fi Mu’âmalati
Allâmil Ghuyûb, Surabaya: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, hlm 248.
211
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, t.t., Tanwîrul Qulûb fi Mu’âmalati
Allâmil Ghuyûb, Surabaya: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, hlm 43.
212
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi, t.t., Tanwîrul Qulûb fi Mu’âmalati
Allâmil Ghuyûb, Surabaya: Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, hlm 119.
213
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, 2009, Fiqih Wanita Edisi
Lengkap, (terj.) M. Abdul Ghoffar E.M, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet-Ke
31, halm. 116.
ِ َﺎت ِﻣﻦ اﻟ ُْﻬ َﺪى واﻟْ ُﻔﺮﻗ ٍ َﱠﺎس وﺑـﻴﱢـﻨ ِ ِ ِ َ ﻀﺎ َن اﻟﱠ ِﺬي أ
ﺎن ْ َ َ َ َ ِ ُﻧﺰل ﻓﻴﻪ اﻟْ ُﻘ ْﺮآ ُن ُﻫ ًﺪى ﻟﻠﻨ َ َﺷ ْﻬ ُﺮ َرَﻣ
ﻀﺎ أ َْو َﻋﻠَﻰ َﺳ َﻔ ٍﺮ ﻓَﻌِ ﱠﺪةٌ ِﻣ ْﻦ أَﻳﱠ ٍﺎم أُ َﺧ َﺮً ﺼ ْﻤﻪُ َوَﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن َﻣ ِﺮﻳ ﻓَ َﻤ ْﻦ َﺷ ِﻬ َﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱠ
ُ َﺸ ْﻬ َﺮ ﻓَـﻠْﻴ
ﻳُ ِﺮﻳ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪُ ﺑِ ُﻜ ُﻢ اﻟْﻴُ ْﺴ َﺮ َوﻻ ﻳُ ِﺮﻳ ُﺪ ﺑِ ُﻜ ُﻢ اﻟْﻌُ ْﺴ َﺮ َوﻟِﺘُ ْﻜ ِﻤﻠُﻮا اﻟْﻌِ ﱠﺪ َة َوﻟِﺘُ َﻜﺒﱢـ ُﺮوا اﻟﻠﱠﻪَ َﻋﻠَﻰ َﻣﺎ
.َﻫ َﺪا ُﻛ ْﻢ َوﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ ْﺸ ُﻜ ُﺮو َن
Artinya:(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan-nya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.
214
Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir, t.t., Durrah an-Nasihin fi
al-Wa’dhi wa al-Irsyad, Maktabah Muhammad bin Syarif, hlm. 229.
ﺖ َر ُﺳ ْﻮ َل اﷲ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺼﻼة ُ َﻋ ْﻦ اَﺑِﻲ ذَ ﱟر اَﻟْﻐِ َﻔﺎ ِر ْى رﺿﻲ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ اﻧﻪ ﻗﺎل َﺳ ِﻤ ْﻌ
ﺐ اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ ﻟَﻪُ ﺑِ ُﻜ ﱢﻞ َﺧﻄ َْﻮٍة ِﻣﺎﺋَﺔَ َﺣ َﺴﻨَ ٍﺔ ِ ِ ِ ِ
َ َواﻟﺴﻼم ﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل َﻣ ْﻦ َﻣ َﺸﻰ ﻟ ِﺰﻳَ َﺎرة َواﻟ َﺪﻳْﻪ َﻛﺘ
ِ َاﺟﻠَﺲ ﺑَـ ْﻴ َﻦ ﻳَ َﺪ ﻳْ ِﻬ َﻤﺎ َوﺗَ َﻜﻠﱠ َﻢ َﻣ َﻌﻪُ ﺑِﻄ
ﻴﺐ ِ ٍ ِ ٍ ِ وﻣﺤ
َ َ َ ﻓَﺎذ،ﺎﻋ ْﻨﻪُ ﻣﺎﺋَ َﺔ َﺳﻴﱢﺌَﺔ َوَرﻓَ َﻊ ﻟَﻪُ ﻣﺎﺋَﺔَ َد َر َﺟﺔ َ َ ََ
اﻟﻘﻴَ َﺎﻣ ِﺔ ﻧُـ ْﻮًرا ﻳَ ْﺴ َﻌﻰ ﺑِِﻪ ﺑَـ ْﻴ َﻦ ﻳَ َﺪﻳْ ِﻪ ﻓَِﺎذَا َﺧ َﺮ َج ِﻣ ْﻦ ِﻋ ْﻨ ِﺪ ِﻫ َﻤﺎ
ِ اﻟ َﻜﻼَِم اَ ْﻋﻄَﺎﻩُ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳـﻮم
َ َْ ُ
َُﺧ َﺮ َج َﻣﻐْ ُﻔ ْﻮًرا ﻟَﻪ
Dari Abi Dzaral-Ghifari ra. ia berkata: aku mendengar Rasulullah
bersabda: “Barangsiapa berjalan untuk berkunjung kepada kedua
orang tua maka Allah SWT. menulis dalam setiap langkah itu
seratus kebaikan, dan menghapus seratus keburukan, dan
mengangkat seratus derajat, dan ketika seseorang itu duduk
dihadapan kedua orang tua dan ia berkata dengan perkataan yang
lembut maka Allah SWT. akan memberi sinar cahaya dihari
qiyamat disekitarnya, kemudian ketika ia keluar dari tempat kedua
orang tua itu maka ia keluar dengan memperoleh ampunan.215
215
Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir, t.t., Durrah an-Nasihin fi
al-Wa’dhi wa al-Irsyad, Maktabah Muhammad bin Syarif, hlm. 229.
42. Qurban
Secara etimologi qurban mempunyai arti pendekatan, arti-nya
adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan
mempersembahkan harta dijalan-Nya demi kepentingan umat
manusia. Secara terminologis, qurban adalah bekerja keras dengan
segala kemampuan yang ada serta mengalahkan dominasi egoism
termasuk ego kepemilikan harta, untuk meningkatkan kualitas hi-dup
agar seseorang menjadi dekat kepada Allah SWT.
Momentum pelaksanaan qurban sangat tepat untuk dijadi-kan
refleksi di tengah berbagai krisis ketimpangan sosial bangsa. Spirit
qurban mengajarkan kepada umat manusia untuk tulus da-lam
mengorbankan jiwa dan raganya demi kepentingan kemanu-siaan.
Peristiwa kesediaan Nabi Ismail as. untuk disembelih oleh ayahnya
merupakan bentuk kekokohan iman (qawiyyul iman) dan simbol
berserah diri (tawakal) kepada Allah secara total. Keimanan yang
dimiliki Nabi Ismail as. mampu mematahkan berbagai ego pribadinya
dan orang tuanya. Pengorbanan kedua Nabi tersebut merupakan
bukti bahwa totalitas taqwa mereka bukanlah untuk diri sendiri,
melainkan berimplikasi positif terhadap kemaslahatan umat secara
nyata.
Ia merupakan sebuah simbol ketaqwaan kepada Allah SWT.
Sebagaimana tergambar dalam Al-Qur’an Surat Al-Haj: 37:
ﱠﺮَﻫﺎ ﻟَ ُﻜ ْﻢ َ ِﻮﻣ َﻬﺎ َوﻻ ِد َﻣﺎ ُؤ َﻫﺎ َوﻟَ ِﻜ ْﻦ ﻳَـﻨَﺎﻟُﻪُ اﻟﺘﱠـ ْﻘ َﻮى ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﻛ َﺬﻟ
َ ﻚ َﺳﺨ ُﺤ ُ ُﺎل اﻟﻠﱠ َﻪ ﻟ
َ َﻟَ ْﻦ ﻳَـﻨ
ِِ
َ ﺸ ِﺮ اﻟ ُْﻤ ْﺤﺴﻨ
ﻴﻦ ﻟِﺘُ َﻜﺒﱢـ ُﺮوا اﻟﻠﱠﻪَ َﻋﻠَﻰ َﻣﺎ َﻫ َﺪا ُﻛ ْﻢ َوﺑَ ﱢ
216
KH. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 190.
217
Sayid Bakri Syatha al-Dimyathi, t.t., I’anah al-Thalibin, Juz II, Dar
al-Fikr, hlm. 301-302.
218
Sayid Bakri Syatha al-Dimyathi, t.t., I’anah al-Thalibin, Juz II, Dar
al-Fikr, hlm. 302.
tokoh. Haul sebagai tradisi yang berkaitan dengan elit masa lalu tidak
hanya menghadirkan suasana ritual, akan tetapi juga nuansa sosial
dan ekonomi. Hal ini menyebabkan haul telah menjadi semacam
acara tahunan.219
Terkait dengan tradisi haul ini penuis mengutip keterangan dari
kitab al-fatawa al-Kubra, juz II hlm, 18, Ahkâm al-fuqahâ’, juz III, hlm.
41-42 :
ﺚ اَﻧﱠـ َﻬﺎ ُ َﺣْﻴ،ُﺸ ِﺮﻳْـ َﻌﺔُ اﻟْﻐُﱠﺮاء ﺾ اْﻻَ ْوﻟِﻴَ ِﺎء َواﻟ ُْﻌﻠَ َﻤ ِﺎء ِﻣ ﱠﻤﺎ َﻻ ﻳَـ ْﻨـ َﻬﺎﻩُ اﻟ ﱠِ ِذ ْﻛ ُﺮ ﻳَـ ْﻮِم اْ َﻟﻮﻓَﺎةِ ﻟِﺒَـ ْﻌ
ِ ﺸﺎ ِر ِ ِ َ َ وﺗ،ﺗَ ْﺸﺘَ ِﻤﻞ ﻏَﺎﻟِﺒًﺎ َﻋﻠَﻰ ﺛََﻼﺛَِﺔ أ ُُﻣ ْﻮٍر ِﻣ ْﻨـ َﻬﺎ ِزﻳَﺎرةُ اْﻟ ُﻘﺒُـ ْﻮِر
ب َ ﻟﻤ َ ْﻟﻤﺄْ ُﻛ ْﻮل َوا َ ْﺼ ﱡﺪ ُق ﺑﺎ َ َ
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َوﻣ ْﻨـ َﻬﺎ ﻗ َﺮاَةُ اْﻟ ُﻘ ْﺮآن َواْ َﻟﻮ ْﻋﺪ اﻟﺪﱢﻳْﻨﻲ َوﻗَ ْﺪ ﻳُ ْﺬ َﻛ ُﺮ ﻓْﻴﻪ َﻣﻨَﺎﻗ،َُوﻛ َﻼ ُﻫ َﻤﺎ ﻏَْﻴـ ُﺮ َﻣْﻨ ِﻬ ﱟﻲ َﻋْﻨﻪ
ﺐ
ْﺠ ْﺰِء ِ ِ
ُ ﻟﻤ ْﺤ ُﻤ ْﻮ َدة َﻛ َﻤﺎ ﻓﻰ اﻟ
ِِ ِ
َ ْﺚ ﻏَﻠَﻰ ُﺳﻠُ ْﻮك اﻟﻄﱠ ِﺮﻳْـ َﻘﺘﻪ ا ْﺤ ﱢ ِ ﻚ ﻣﺴﺘﺤ
َ ﺴ ٌﻦ ﻟﻠ
ِ
َ ْ َ ْ َ َ ﻟﻤﺘَـ َﻮﻓﻰ َوذَاﻟ
اْ ُ ﱠ
َوﻳَ ْﺤ ُﺮُم:ﺎب ِ َﺎرةُ َﺷ ْﺮ َﺣ ِﻲ اْ ُﻟﻌﺒ ِ ِ اﻟﺜﱠﺎﻧِﻰ ِﻣﻦ اﻟْ َﻔﺘ ِﻮى اْﻟ ُﻜﺒـﺮى ِِﻻﺑ ِﻦ ﺣﺠ ٍﺮ وﻧَ ﱠ
َ َ ﻋﺒ:ُﺺ ﻋﺒَﺎَرﺗُﻪ َ َ َ ْ َْ َ َ
ِ ِِ ِ ِ
ُﺻ ﱠﻮﺑَﻪ
َ ﻟﻤ ْﺠ ُﻤ ْﻮِع َو َ ْب َﻣ َﻊ اْﻟﺒُ َﻜﺎء َﻛ َﻤﺎ َﺣ َﻜﺎﻩُ ﻓﻰ اْﻻَذْ َﻛﺎ ِر َو َﺟ َﺰَم ﺑﻪ ﻓﻰ ا ُ اﻟﻨﱠ ْﺪ
ـﺚ َﻋـﻠَﻰ ُﺳـﻠُ ْـﻮ ِك ِ ِ ﺐ ﻋﺎﻟِ ٍﻢ ورٍع اَو ِ ِ ِ َ َاِﻟَﻰ اَ ْن ﻗ-اْﻻَﺳﻨَ ِﻮي
ْﺤ ﱢ َ ﺻـﺎﻟ ٍﺢ ﻟﻠ َ ْ َ َ َ ِ ا ﱠﻻ ذ ْﻛ ُـﺮ َﻣﻨَﺎﻛ-ـﺎل ْ
ﺸﺄُ َﻋـْﻨـ َﻬﺎ ِﻣ َـﻦ اْﻟﺒِـ ﱢﺮَ ﺎﻋ ِـﺔ أَ ْﺷَﺒﻪ ﻟِ َﻤﺎ ﻳَـْﻨـ ِ ِ ﻃَ ِﺮﻳـ َﻘـﺘِ ِﻪ وﺣﺴـﻦ اﻟﻈﱠـ ﱢﻦ ﺑِ ِـﻪ ﺑ
َ ـﻞ ﻫ َﻲ ﺣْﻴـﻨَﺌِ ٍـﺬ ﺑِﺎﻟﻄﱠ َْ ُ ْ َُ ْ
ـﺤﺎﺑَ ِـﺔ َوﻏَﻴـْ ِﺮِﻫـ ْﻢ ِﻣ َﻦ اْ ُﻟﻌـﻠَ َﻤ ِﺎء ﻳَـ ْﻔ َﻌﻠُ ْﻮﻧَـ َﻬﺎ َﻋﻠَﻰ
َﺼ ال َﻛﺜـِْﻴ ٌـﺮ ِﻣ َـﻦ اﻟ ﱠَ ﺎز ِ َ واﻟ
َ ْﺨ ْـﻴ ِﺮ َوﻣ ْـﻦ ﺛَـ ﱠﻢ َﻣ َ
ﺼﺎ ِر ِﻣ ْﻦ ﻏَْﻴ ِﺮ اِﻧْ َﻜﺎ ٍر ِ
َ َﻣ َﻤ ﱢﺮ اْﻻ ْﻋ
Memperingati hari wafat para wali dan para ulama termasuk amal
yang tidak dilarang agama. Ini tiada lain karena peringatan itu
biasanya mengandung sedikitnya 3 hal : ziarah kubur, sedekah
makanan dan minuman dan keduanya tidak dilarang agama.
Sedang unsur ketiga adalah karena ada acara baca al’Qur`an dan
nasehat keagamaan. Kadang dituturkan juga manaqib ( biografi)
orang yang telah meninggal. Cara ini baik baik untuk mendorong
orang lain untuk mengikuti jalan terpuji yang telah dilakukan si
219
Eka Fishramawati, 2011, Perkembangan Tradisi Syawalan Di
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Pada Tahun 1980-2008, Fakultas
Ilmu Sosial Unnes, Skripsi, hlm.10-11.
220
(ٌ َوﻟَ ْم َﯾ ُﻛنْ ﻟَ ُﮫ ُﻛﻔُ ًوا أَ َﺣد- ْ ﻟَ ْم َﯾﻠِدْ َوﻟَ ْم ُﯾوﻟَد- اﻟﺻ َﻣ ُد
ﷲُ ﱠ ﱠ- ﷲُ أَ َﺣ ٌد
)ﻗُلْ ھ َُو ﱠ
َ ﱠ
ِ ﺷ ﱢر اﻟ ﱠﻧﻔﺎﺛﺎ
ت َ ْ( َوﻣِن3) ب َ َ
َ ﺷ ﱢر َﻏﺎﺳِ ٍق إِذا َوﻗ َ ْ( َوﻣِن2) َﺷ ﱢر َﻣﺎ َﺧﻠَق َ ْ( ﻣِن1) ب ا ْﻟ َﻔﻠَ ِقﻗُلْ أَ ُﻋو ُذ ﺑِ َر ﱢ
221
ﺳد َ
َ ﺷ ﱢر َﺣﺎﺳِ ٍد إِذا َﺣ َ
َ ْ( َوﻣِن4) ﻓِﻲ اﻟ ُﻌﻘ ِد ْ
ِ ﺟ ﱠﻧ ِﺔ َواﻟ ﱠﻧ
ﺎس ِ ﻣِنَ ا ْﻟ- ﺎس ِ ُور اﻟ ﱠﻧ
ِ ﺻد ُ س ﻓِﻲ ُ اﻟﱠذِي ُﯾ َو ْﺳ ِو- َﻣﻠِكِ اﻟﺧﻧﺎس-ﺎس ِ ب اﻟ ﱠﻧ ﻗُلْ أَ ُﻋو ُذ ﺑِ َر ﱢ
222
اس ْ َ
ِ ﻣِنْ ﺷ ﱢر اﻟ َو ْﺳ َو- ﺎس ﱠ َ
ِ إِﻟ ِﮫ اﻟﻧ- ﺎس ﱠ
ِ اﻟﻧ
اﷲ َﻋﻠَﻰ اَ ْﻫ ِﻞ اﻟْ ُﻘﺒُـ ْﻮِر ِﻣ ْﻦ ﺺ -اَ ْﻫ ِﻞ ﻻَ اِﻟَﻪَ اِﻻﱠ اﷲ ﻣﺤ ﱠﻤ ٌﺪ ﱠرﺳﻮ ُل ِ َوﻧَ ُﺨ ﱡ
ُْ َُُ
ﺻﺎ اِﻟَﻰﺼ ْﻮ ً(ﺧ ُُ sebut nama mayit)……..
)ﻫﺎ-ﻟَ ُﻬ َﻤﺎ-اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ اﻏْ ِﻔ ْﺮ ﻟَﻪُ )ﻟَ َﻬﺎ ِِ ِ
ﺎ-ﻫ َﻤﺎ-ﻟَ ُﻬ ْﻢ( َو ْار َﺣ ْﻤﻪُ َ)ﻫ ُ ﺎ-ﻫ ْﻢ( َو َﻋﺎﻓﻪ َ -ﻫ َﻤ ُ
)ﻫﺎ ﻫﻢ( ،وو ﱢﺳﻊ ﻣ ْﺪ َﺧﻠَﻪ -ﻫﻤﺎ-وأَ ْﻛ ِﺮم ﻧُـﺰﻟَﻪ )ﻫﺎ ﻫﻢ(-،ﻫﻤ ِ
ﻒ َﻋ ْﻨﻪُ َ ﺎ-ﻫ ْﻢ( َوا ْﻋ ُ ُ ْ ََ ْ َ ُ ُ َ َ ْ ُ ُ َ ُ ْ ُ َ
ِ ِ ِ
ﺎ)-ﻫﺎ
ﺎ-ﻫ َﻤ َ )ﻫ ُ ﺎ-ﻫ ْﻢ(َ ،واﻏْﺴﻠْﻪُ َ -ﻫ َﻤ ُ )ﻫﺎ ُﻫ ْﻢ( ﺑِﺎﻟ َْﻤﺎء ُ ْﺞ َواﻟْﺒَـ َﺮِدَ ،وﻧَـ ﱢﻘﻪ َ
-واﻟﺜﱠـﻠ ِ
َ
ﺲ ،وأَﺑ ِﺪﻟْﻪ )ﻫﺎ ِﻫﻢ( ِﻣﻦ اﻟْ َﺨﻄَﺎﻳﺎ َﻛﻤﺎ ﻳـﻨَـ ﱠﻘ ِ -اﻟﺜـﱠﻮب اْﻷَﺑـﻴ ِ
ﻲ-ﻫ َﻤﺎ َ َ ُ ﺾ ﻣ َﻦ اﻟ ﱠﺪﻧَ ِ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َْ ُ
ِ -ﻫﻢ( ،وأ َْﻫﻼً َﺧﻴـﺮا ِﻣﻦ أ َْﻫﻠِ ِﻪ )ﻫﺎ-ﻫﻤ َ ِ
-ﻫ َﻤﺎ
)ﻫﺎ ُﻫ ْﻢ( َد ًارا َﺧﻴْـ ًﺮا ﻣ ْﻦ ُ ﺎ-دا ِرﻩ َ َ َُ ًْ ْ ُْ َ
ِ ﻫﻢ( -ﻫﻤﺎ-ﻫﻢ( ،وأَ ْد ِﺧﻠْﻪُ )ﻫﺎ-ﻫﻤ َ ِ
-ﻫ َﻤﺎ
)ﻫﺎ ُﻫ ْﻢ(َ ،وَزْو ًﺟﺎ َﺧ ْﻴـ ًﺮا ﻣ ْﻦ ُ ﺎ-زْوِﺟﻪ َ َ َُ ُ ْ َُ ُ ْ َ
ِ اب اﻟﻨﱠﺎ ِرُ .ﻫ ْﻢ( ِﻣ ْﻦ َﻋ َﺬ ِ َو َﻋ َﺬ ِ
)ﻫﺎ
ْﺠﻨﱠ َﺔَ ،وأَﻋ ْﺬﻩُ َ -ﻫ َﻤﺎ-اﻟ َاب اﻟْ َﻘ ْﺒ ِﺮ ُ
)ﻫﺎ
َﺟ َﺮﻩُ َ ﺎ-ﻫ َﻤﺎ-اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ ﻻَ ﺗَ ْﺤ ِﺮْﻣﻨَﺎ أ ْ
)ﻫ ُ ﺎ-ﻫ ْﻢ(َ ،وﻻَ ﺗَـ ْﻔﺘِﻨﱠﺎ ﺑَـ ْﻌ َﺪﻩُ َ
-ﻫ َﻤ ُ ُﻫ ْﻢ(ُ ،
)ﻫﺎ ِ
ﺎ-وا ْﻏﻔ ْﺮﻟَﻨَﺎ َوﻟَﻪُ َ
(-.ﻫ َﻤ َ ُﻫ ْﻢ ُ
ﺎﻫ ِﺪﻧَﺎ َوﻏَﺎﺋِﺒِﻨَﺎ وﺻ ِﻐﻴ ِﺮﻧَﺎ وَﻛﺒِﻴ ِﺮﻧَﺎ وذَ َﻛ ِﺮﻧَﺎ وأُﻧْـﺜَﺎﻧَﺎ .اَﻟﻠﱠﻬ ﱠﻢ اﻏْ ِﻔﺮ ﻟِﺤﻴﱢـﻨَﺎ وﻣﻴﱢﺘِﻨَﺎ و َﺷ ِ
ْ َ ََ َ ُ َ َ َْ َ ْ َ
َﺣﻴِ ِﻪ َﻋﻠَﻰ اْ ِﻹ ْﺳﻼَِمَ ،وَﻣ ْﻦ ﺗَـ َﻮﻓﱠـ ْﻴﺘَﻪُ اَﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ َﻣ ْﻦ ِ ِ
ﻣﻨﱠﺎ ﻓَـﺘَـ َﻮﻓﱠﻪُ ﻋَﻠَﻰ أ ْ
َﺣﻴَـ ْﻴﺘَﻪُ ﻣﻨﱠﺎ ﻓَﺄ ْ
ﻷﺧﺮِة ﺣﺴﻨَﺔً وﻗِﻨَﺎ َﻋ َﺬاب اﻟﻨﱠﺎ ِر .اْ ِﻹﻳْﻤ ِ ِ ِ ِ ِ
ﺎن. َ َ َرﺑﱠـﻨَﺎ آﺗﻨَﺎ ﻓﻰ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َﺣ َﺴﻨَﺔً َوﻓﻰ اْ َ َ َ َ
ﺻ ْﺤﺒِ ِﻪ َوﺑﺎَ َر َك َو َﺳﻠﱠ َﻢُ .ﺳ ْﺒ َﺤﺎ َن َرﺑﱢ َ ِِ ٍ ِ
ﻚ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَﻰ َﺳﻴﱢﺪﻧَﺎ ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪ َو َﻋﻠَﻰ آﻟﻪ َو َ َو َ
ب اﻟ َْﻌﺎﻟَ ِﻤ ْﻴ َﻦ. ﷲ َر ﱢ ﺼ ُﻔﻮ َن .وﺳﻼَ ٌم َﻋﻠَﻰ اﻟْﻤﺮﺳﻠِ ْﻴﻦ واﻟْﺤﻤ ُﺪِ ِ ِ رﱢ ِِ
ُْ َ َ َ َ ْ ب اﻟْﻌ ﱠﺰة َﻋ ﱠﻤﺎ ﻳَ ْ َ َ َ
Terminologi nyadran terambil dari kata sadran dalam baha-sa
Jawa yang mempunyai arti ziarah, dalam bahasa kawi terambil dari
kata sraddha, artinya upacara peringatan hari kematian seseorang. Ia
adalah tradisi Jawa yang tujuannya adalah untuk menghormati orang
tua atau leluhur mereka, caranya adalah melakukan ziarah kubur dan
mendoakan arwah-arwah mereka. Tradisi nyadran didaerah lain
dimaknai dengan kebersihan makam para leluhur dan famili mereka,
dilanjutkan dengan kebersihan desa, dengan kata lain kerja bakti
secara massal.
223
Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir, t.t., Durrah an-Nasihin fi
al-Wa’dhi wa al-Irsyad, Maktabah Muhammad bin Syarif, hlm. 91.
224
Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir, t.t., Durrah an-Nasihin fi
al-Wa’dhi wa al-Irsyad, Maktabah Muhammad bin Syarif, hlm. 91.
225
https://www.kompasiana.com/dewisundari/tradisi-mengubur-ari-ari-
bayi-tata-caranya//diakses tanggal 16 Desember 2017, pukul 13.23 WIB.
BAB VII
PERGESERAN PARADIGMA ASWAJA
Pergeseran Paradigma
Aswaja 169
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Pergeseran Paradigma
170 Aswaja
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Pergeseran Paradigma
Aswaja 171
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Pergeseran Paradigma
172 Aswaja
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB VIII
PANDANGAN ASWAJA TENTANG BID’AH
.اﻟﺴﻨَ ِﺔ
ُ ﺎء ﻓ ِﻰ
ِ ِ ُ اَﻟْﻤﺤ ِﺪ
ُ َث اَﻟﱠﺬ ْي ﻟَ ْﻢ ﻳﻨ
َ ﺺ َﻋﻠَْﻴﻪ اَﻟْ ُﻘ ْﺮاَ ُن َوﻻَ َﺟ ُْ
“Sesuatu yang baru yang tidak terdapat secara eksplisit
(tertulis) dalam Al-Qur’an maupun hadis (Abu Abdillah, 2010:
256).
227
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah wal jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 255.
Pandangan Aswaja
Tentang Bid’ah 173
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
228
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 23.
229
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah wal jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 258.
Pandangan Aswaja
174 Tentang Bid’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
230
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 55.
231
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 55.
Pandangan Aswaja
Tentang Bid’ah 175
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
232
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 56.
233
Abu Abdillah, 2010, Argumen Ahlussunnah wal jama’ah,
Tangerang Selatan: Pustaka Ta’awun, hlm. 260.
Pandangan Aswaja
176 Tentang Bid’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
ﻓﻰ اْ ِﻻ ْﺳﻼَِم ُﺳـﻨَﺔً َﺣ َﺴـﻨَﺔً ﻓَـﻠَﻪُ اَ ْﺟ ُﺮَﻫﺎ َواَ ْﺟ ُﺮ َﻣ ْﻦ َﻋـ ِﻤ َﻞ ﺑِ َﻬﺎ ﺑَـ ْﻌ َﺪﻩُ ِﻣ ْﻦ
ِ َﻣ ْﻦ َﺳ ﱠﻦ
.(ﺺ ِﻣ ْﻦ اُ ُﺟـ ْﻮِرِﻫـ ْﻢ َﺷ ْﻴ ٌﺊ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ َ ﻏَْﻴ ِﺮ اَ ْن ﻳَـ ْﻨـ ُﻘـ
Maknanya: “Barang siapa merintis (memulai) dalam agama
Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala
dari perbuatan tersebut juga pahala dari orang yang
melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang
sedikitpun pahala mereka. (HR. Muslim). 234
Dalam hal bid’ah hasanah, Isa bin Abdullah al-Humairy
menyebutkan syarat-syarat sebagai berikut:
a) Termasuk dalam katagori urusan agama yang bersifat ibadah,
bukan urusan-urusan ‘adiyah dan urusan kehidupan yang
tidak bersifat ibadah.
b) Masuk di bawah pokok-pokok, maqashid syari’at atau perintah
yang bersifat umum dari syari’at. Misalnya perayaan maulid
Nabi SAW Ini termasuk dalam pokok-pokok agama yang
menganjurkan żikir kepada Allah dan memperbanyak salawat
kepada Nabi-Nya.
c) Tidak bertentangan dengan nash-nash syari’at. Oleh karena
itu, bid’ah hasanah tidak dapat dituduh sebagai sesuatu yang
hanya didasarkan kepada hawa nafsu manusia.
234
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah: Keilmuan-
Tradisi- Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 24-25. Dan kelengkapan hadits
adalah:
ﻣﻦ ﺳﻦ ﻓﻰ اﻻﺳﻼم ﺳﻨﺔ ﺣﺴﻨﺔ ﻓﻠﻪ اﺟﺮﻫﺎ واﺟﺮ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺑﻬﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ان ﻳﻨﻘﺺ ﻣﻦ اﺟﻮرﻫﻢ
ﺷﻴﺊ وﻣﻦ ﺳﻦ ﻓﻰ اﻻﺳﻼم ﺳﻨﺔ ﺳﻴﺌﺔ ﻛﺎن ﻋﻠﻴﻪ وزرﻫﺎ ووزر ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺑﻬﺎ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻩ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ان ﻳﻨﻘﺺ ﻣﻦ
.(اوزارﻫﻢ ﺷﻴﺊ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ
Maknanya:“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam
sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatan tersebut
juga pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa
berkurang sedikitpun pahala mereka, dan barang siapa merintis dalam Islam
sunnah yang b uruk maka baginya dosa dari perbuatan tersebut juga dosa
dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang
dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim).
Pandangan Aswaja
Tentang Bid’ah 177
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
235
Isa bin Abdullah al-Humairy, al-Bid’ah al-Hasanah ashl min Ushul
al-Tasyri, hlm. 115-120.
236
Nur Hidayat Muhammad, 2012, Hujjah Nahdliyah; Keilmuan-
Tradisi, Tasawuf, Surabaya: Khalista, hlm. 24.
Pandangan Aswaja
178 Tentang Bid’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Pandangan Aswaja
Tentang Bid’ah 179
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Pandangan Aswaja
180 Tentang Bid’ah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB IX
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI ASWAJA AN-NAHDLIYAH
Implementasi Nilai-Nilai
Aswaja An-Nahdliyah 181
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
At-Tawasuth = ﻂ
ُ اَﻟﺘَـ َﻮ ُﺳـ yang berarti: pertengahan240, bisa artikan
menempatkan diri antara dua kutub dalam berbagai masalah dan
keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari keterlanjutan
ke kiri atau ke kanan secara berlebihan. Mengambil dasar dari
Firman Allah SWT. (dari kata wasathan = ً ) َو َﺳﻄﺎsebagaimana dalam
QS. al-Baqarah: 143:
ﻮل ِ اء َﻋﻠَﻰ اﻟﻨ
ُ ﱠﺎس َوﻳَ ُﻜﻮ َن اﻟ ﱠﺮ ُﺳ ِ َ َِوَﻛ َﺬﻟ
َ ﻚ َﺟ َﻌـﻠْﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ أُﱠﻣ ًﺔ َو َﺳﻄًﺎ ﻟﺘَ ُﻜﻮﻧُﻮا ُﺷـ َﻬ َﺪ
َﻋﻠَْﻴ ُﻜ ْﻢ َﺷ ِﻬﻴ ًﺪا
Artinya: “Dan demikianlah, Kami telah menjadikan kamu
sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar
kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan
perbuatan) manusia dan supaya Rasulullah SAW menjadi saksi
(ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian…
(QS. Al-Baqarah: 143).241
239
Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah dan
Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 60.
240
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 69.
241
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 60.
Implementasi Nilai-Nilai
182 Aswaja An-Nahdliyah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
242
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 71.
243
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm.150.
Implementasi Nilai-Nilai
Aswaja An-Nahdliyah 183
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
244
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 71-72.
245
PWNU Jawa Timur, 2010, Aswaja An-Nahdliyah, Cet. III,
Surabaya: Khalista, hlm.4.
Implementasi Nilai-Nilai
184 Aswaja An-Nahdliyah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
246
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Prespektif Sejarah &
Ajaran, Surabaya: Khlaista, hlm. 72.
247
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 73.
Implementasi Nilai-Nilai
Aswaja An-Nahdliyah 185
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
2. Nilai Al-I’tidal.
248
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 69.
Implementasi Nilai-Nilai
186 Aswaja An-Nahdliyah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
serta tingkah laku umat Islam selalu menjadi saksi dan pengukur
kebenaran bagi sikap dan tingkah laku manusia umumnya.249
Dalil naqli tentang adil (i’tidal) berikutnya:
3. Nilai At-Tawazun.
249
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 60-63.
Implementasi Nilai-Nilai
Aswaja An-Nahdliyah 187
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
4. Nilai At-Tasamuh.
At-Tasamuh, berarti sikap toleran kepada pihak lain, lapang
dada, mengerti dan menghargai sikap pendirian dan kepentingan
pihak lain, tanpa mengorbankan pendirian dan harga diri, bersedia
berbeda pendapat, baik dalam masalah keagamaan maupun
masalah kebangsaan, kemasyarakatan dan kebudayaan. Dalam
pandangan KH. Abdul Muchit Muzadi (2007: 39) sikap tasamuh
adalah toleran dalam perbedaan pendapat, baik dalam keagamaan
(furu’) dan kemasyarakatan. Berdasar surat Al-Kafirun ayat 1-6:
ﻗُ ْﻞ ﻳَﺎاَﻳﱡـ َﻬﺎ اﻟْ َﻜﺎﻓِ ُﺮْو َن ﻻَأَ ْﻋﺒُ ُﺪ َﻣﺎ ﺗَـ ْﻌﺒُ ُﺪ ْو َن َوﻻَ اَﻧْـﺘُ ْﻢ َﻋﺎﺑِ ُﺪ ْو َن َﻣﺎ اَ ْﻋﺒُ ُﺪ َوﻻَ اَﻧَﺎ َﻋﺎﺑِ ٌﺪ َﻣﺎ
َﻋﺒَ ْﺪﺗُ ْﻢ َوﻻَ اَﻧْـﺘُ ْﻢ َﻋﺎﺑِ ُﺪ ْو َن َﻣﺎ اَ ْﻋﺒُ ُﺪ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِدﻳْـﻨُ ُﻜ ْﻢ َوﻟِ َﻲ ِدﻳْ ِﻦ
Artinya :”Hai orang-orang kafir, saya tidak akan menyembah
Allah yang kamu sembah dan kamu tidak akan menyembah
Allah Allah yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku
agamaku.
250
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 69.
251
Dasar-dasar pendirian keagamaan NU ini menumbuhkan sikap
kemasyarakatan NU yang bercirikan; tawasuth, I’tidal, tawazun, tasamuh,
Implementasi Nilai-Nilai
188 Aswaja An-Nahdliyah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Implementasi Nilai-Nilai
Aswaja An-Nahdliyah 189
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
253
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 61-62.
Implementasi Nilai-Nilai
190 Aswaja An-Nahdliyah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB X
PESANTREN DAN ASWAJA AN-NAHDLIYAH
254
Zamakhsyari Dhofier,1982, Tradisi Pesantren: Studi tentang
Pandangan Hidup Kyai,Jakarta: LP3ES, hlm. 44.
255
Hasan Muarif Ambary, 1998, Menemukan Peradaban: Jejak
Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hlm.
58.
Pesantren
dan Aswaja An-Nahdliyah 191
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
256
Azyumardi Azra, 2000, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi
Menuju Millenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hlm. 51.
Pesantren
192 dan Aswaja An-Nahdliyah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
257
Hubungan antara Nahdlatul Ulama dengan pondok pesantren
dapat dilihat dari beberapa hal antara lain: 1.Kesamaan tujuan yaitu
melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan materi
pokok pengajaran agama di pondok pesantren. 2. Nahdlatul Ulama didirikan
sebagai wadah bagi usaha mempersatukan langkah para ulama pondok
pesantren di dalam mengembangkan tugas pengabdiannya dalam
masyarakat, baik di bidang agama, pendidikan, ekonomi, maupun
persoalan-persoalan kemasyarakatan yang lainnya. 3. Pola kepemimpinan
dalam Nahdlatul Ulama sama dengan pola kepemimpinan di pesantren yang
terpusat pada kyai. Jika di pondok pesantren seorang kyai memiliki
kedudukan sangat menentukan, maka di dalam Nahdlatul Ulama dikenal
pengurus Syuriyah yang terdiri dari para ulama selaku pimpinan
tertinggi.4.Pengaruh yang dimiliki oleh para kyai pengasuh pondok
pesantren di lingkungan masyarakatnya juga menjadi kekuatan pendukung
bagi Nahdlatul Ulama. Basis massa (anggota) yang dikenal dengan satuan
"kaum santri" menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan Nahdlatul
Ulama, bahkan menjadi salah satu ciri khas yang membedakannya dengan
organisasi-organisasi Islam lainnya di Indonesia.
Pesantren
dan Aswaja An-Nahdliyah 193
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
258
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2006, Mengenal Nahdlatul Ulama,
Surabaya: Khalista, hlm. 7-8.
Pesantren
194 dan Aswaja An-Nahdliyah
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB XI
ASWAJA DAN NAHDLATUL ULAMA (NU)
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 195
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
259
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 137.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 197
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
262
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 100.
263
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 113-114.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 199
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
266
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 103.
267
Peristiwa ini menyadarkan para Ulama’ pengasuh Pesantren akan
pentingnya sebuah organisasi, karena latar belakang yang sangat
mendesak itulah akhirnya Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ didirikan.
268
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 103.
269
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 106-107.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 201
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
270
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 18.
اد َﻋﻠَْﻴ ِﻬ َﻤﺎ ﺑَِﻮَراﺛَِﺔ اْﻻَ ْﺧﻼَ ِق َ ﺼ ْﻮﻓِ ُﻲ( َوَر
َ ث اْ ِﻟﻌﻠْ َﻢ َواْ َﻟﻌ َﻤ َﻞ َوَز ف )اَﻟ ﱡ ُ َواْ َﻟﻌﺎ ِر، ﺎﻫ ِﺪ ﺗِِﻪَ َوُﻣ َﺠ
ف َوَر َﺟ ٍﺎء ٍ ﺎﻃﻨِ ِﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ َﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ِﻣﻦ ُز ْﻫ ٍﺪ وورٍع و َﺧﻮ
ْ َ َََ ْ َ ََ ْ ُ َ َ
ِ ﺘﻰ َﻛﺎ َن َﻋﻠَﻴﻬﺎَ ﺑ
َ ْ ِ اﻟﻨَﺒِ ﱢﻲ اَﻟﱠ
.ﺻ ْﺒ ٍﺮ َوِﺣﻠْ ٍﻢ َوَﻣ َﺤﺒَ ٍﺔ َوَﻣ ْﻌ ِﺮﻓَ ٍﺔ
َ َو
Artinya:“Orang itu (maksudnya para ulama) ada tiga: 1) ‘Ălim,
2) ‘Ăbid, 3) ‘Ărif. Dan masing-masing mendapat bagian dari
kewarisan kenabian.
271
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 22-23.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 203
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
ﺼﺎﻟِ ِﺢ ِ ِ ِ ِ َِ اﺣ ٍﺪ ِﻣ ْﻨـﻬﻢ َﻛﺎ َن َﻋﺎﺑِ ًﺪا وَز ِاﻫ ًﺪا و َﻋﺎﻟِﻤﺎً ﺑِﻌـﻠُﻮِمِ وُﻛ ﱡﻞ و
َ اﻻﺧ َﺮة َوﻓَـﻘـﻴْـ ًﻬﺎ ﻓﻰ َﻣ ُْ َ َ ُْ َ َ
.ﺎﻟﻰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ْا
َ ﻟﺨﻠْﻖ َوُﻣﺮﻳْ ًﺪا ﺑـﻔـ ْﻘﻬـﻪ َو ْﺟ َﻪ اﷲ ﺗَـ َﻌ
“Masing-masing dari mereka adalah orang-orang yang: 1)
tekun beribadah, 2) berzuhud, 3) berilmu akhirat, 4) mengerti
kemashlahatan umum (ilmu duniawi) dan 5) ilmunya ditujukan
untuk mengabdi kepada Allah (niat yang benar)”.
272
Asmaran, 2002, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, hlm. 114-115.
273
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011, Akhlak
Tasawuf, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Pres, hlm. 252-253.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 205
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
274
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, 2011, Akhlak Tasawuf,
Surabaya: IAIN SA Press, hlm. 266-267.
4. Raja”.
Rajâ’ bisa di artikan berharap atau optimisme, yaitu perasaan
senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
Rajâ’ atau optimisme ini telah ditegaskan didalam QS. Al-Baqarah:
218:
275
Rosibon Anwar dan Mukhtar Solihin, 2004, Ilmu Tasawuf,
Bandung: Pustaka Setia, hlm. 75-76.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 207
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
276
Tim Penyusun MKD Iain Sunan Ampel Surabaya, 2011, Akhlak
Tasawuf, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Pres, hlm. 250-251.
277
Anwar, Rasihon & Solihin, Mukhtar, 2004, Ilmu Tasawuf, Bandung:
Pustaka Setia, hlm. 72.
278
Suhrawardi, 1998, Awarif al-Ma’arif., terj. Edisi Indonesia Oleh Ilma
Nugraha ni Ismail, Pustaka Hidayah, Bandung, hlm. 187.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 209
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
ُﻗُ ْﻞ إِ ْن ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ ﺗُ ِﺤﺒﱡﻮ َن اﻟﻠﱠﻪَ ﻓَﺎﺗﱠﺒِﻌُﻮﻧِﻲ ﻳُ ْﺤﺒِْﺒ ُﻜ ُﻢ اﻟﻠﱠﻪُ َوﻳَـﻐْ ِﻔ ْﺮ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ذُﻧُﻮﺑَ ُﻜ ْﻢ َواﻟﻠﱠﻪ
ﻴﻢ ِ ﻏَ ُﻔ
ٌ ﻮر َرﺣ ٌ
Artinya: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS.
Ali Imran: 31.
8. Ma’rifah.
Menurut Syaikh Abdul Wahab as-Sya’rāni bahwa ma’rifat itu
terbagi menjadi dua: 1) ma’rifat secara umum dan 2) ma’rifat secara
khusus. Ma’rifat kepada Allah secara umum adalah diwajibkan
kepada semua orang mukallaf, ialah menetapkan wujud-Nya dan
mensucikan-Nya dari segala hal yang tidak sesuai dengan-Nya dan
mensifati-Nya dengan sifat yang sesuai dengan-Nya serta dengan
279
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli
sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga
pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai
mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang
murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik
terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah.
Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka
hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah. Rasa senang akan
menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu
bertemu dan bersama Allah SWT.
280
Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, t.t., Nashaikh al-Ibad,
Semarang: Thoha Putra Grop, hlm. 18-19.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 211
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
sifat yang Dia mensifati diri-Nya sendiri. Hal itu sudah terkenal
walaupun tidak terbayangkan caranya dan tidak terjangkau akal
manusia.
Sedangkan ma’rifat secara khusus adalah suatu keadaan yang
terjadi dari penyaksian (syuhūd). Oranag ‘ārif adalah orang yang
diberi kemampuan oleh Allah untuk bisa menyaksikan Żat-Nya, sifat-
sifat-Nya, nama-nama-Nya, perbuatan-perbuatan (af’āl)-Nya. Orang
‘ālim adalah orang yang diperlihatkan oleh Allah terhadap hal-hal
tersebut tidak secara persaksian tetapi dengan keyakinan”. 281
Dengan kata lain ma’rifat secara khusus adalah penyaksian hakikat-
hakikat dengan mata batin dan hati setelah melewati tingkatan-
tingkatan pensucian jiwa (tazkiyah an-Nafs) dan telah sampai pada
kualitas-kualitas kejiwaan yang konstan. Pengetahuan ini adalah
sejenis pengetahuan yang bersumber dari hati (qalb), pensucian, dan
tazkiyah an-Nafs; atau suatu bentuk pengetahuan yang tak
berdasarkan pada indrawi, akal, pikiran, dan argumentasi rasional,
melainkan bersumber dari mata air sair suluk, menapaki jalan-jalan
spiritual, tahżîb dan penjernihan hati. 282
Syuhud merupakan cara atau metode untuk mencapai ma’rifat,
sebagaimana ungkapan asy-Sya’rani 283 yang artinya: “Syuhud
merupakan cara (metode) untuk qurb (dekat) kepada Allah, karena
tersingkapnya ḥijab itu kembali kepadaku (sâlik) bukan kepada Allah,
tergantung aspek tawaḍu’ dan takabur seseorang (sâlik), apabila aku
(sâlik) berlaku tawaḍu’, maka aku (sâlik) bisa syuhud secara dekat di
hadirat-Nya, dan apabila aku (sâlik) berlaku takabur, maka aku (sâlik)
cara syuhud ku akan jauh dari-Nya”.
Alat yang digunakan untuk ma’rifat dan syuhud telah ada dalam
diri manusia yaitu qalb (hati), qalb selain alat untuk merasa juga alat
untuk berfikir 284. Qalb yang telah dibersihkan dari segala dosa dan
maksiat melalui serangkaian żikir dan wirid secara teratur akan dapat
mengetahui rahasia-rahasia Allah, yaitu saat hati tersebut disinari
cahaya Allah. 285
Dengan penataan diri lewat konsep ma’rifatullah, kegoncangan
jiwa dapat teratasi seperti seseorang susah tidur, depresi, dan stress
baik dikala menghadapi masalah di rumah, di kantor atau di tempat
kerja termasuk akhir masa kerja. Hati selalu bersama dengan-Nya
sekalipun dalam keramaian, dan selalu tuma’nīnah (tenang) dalam
ibadah. Kebodohan terhadap-Nya merupakan awal dari segala
malapetaka yang akan menimpa hidup ini dan penyesalan yang tak
kunjung berakhir hingga di akhirat kelak (Said, 2007: 11). Dengan
merasa diawasi oleh Allah pada setiap saat, bisa dipahami bahwa
ma’rifatullah yang tertanam dalam jiwa akan menjauhkan diri agar
tidak melakukan maksiat dalam bentuk apapun, semisal sifat-sifat
yang tidak terpuji, diantaranya; melakukan kerbohongan, melakukan
tindak pidana korupsi, bagi orang menduduki jabatan public tidak
akan melakukan pemark upan anggaran yang sudah disepakati.
mengetahui hakikat dari segala yang ada dan jika dilimpahi cahaya Allah
bisa mengetahui rahasia-rahasia Allah (al-Gazâlî, tt., 297).
285
Wawancara dengan Dr.H. Abdul Muhaya, MA., di Semarang,
tanggal 6 Februari 2013.
Aswaja
dan Nahdlatul Ulama’ 213
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
BAB XII
KOHERENSI PESANTREN, NU DAN NKRI
A. Eksistensi Pesantren
Hasil penyebaran Islam tahap awal selanjutnya dimantapkan
dengan proses pemahaman dan pengamalan ajaran Islam antara lain
melalui jalur pendidikan yang kemudian dikenal dengan nama
pesntren. Secara historis, pesantren sebagai lembaga pendidikan
tempat pengajaran tekstual baru muncul pada akhir abad ke-18,
namun sudah terdapat cerita tentang pendirian pesantren pada masa
awal Islam, terutama di jawa. Tokoh pertama kali mendirikan
pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M). Ia
menggunakan masjid dan pesantren bagi pengajaran ilmu-ilmu
agama Islam, yang pada gilirannya melahirkan tokoh-tokoh
Walisongo. Dari situlah kemudian Raden Rahmat atau Sunan Ampel
mendirikan pesantren pertama kali di Kembang Kuning Surabaya
pada tahun 1619 M. Selanjutnya ia mendirikan pesantren Ampel
Denta. Tahap selanjutnya munculpesantren Giri di Gresik, Sunan
Bonang di Tuban, Sunan Drajat di Paciran Lamongan, Raden Fatah
di Demak, bahkan, tercatat kemudian murid-murid pesantren Giri
sangat berjasa dalam penyebaran Islam di Madura, Kangean, hingga
Maluku. 286
286
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 27-28.
Kohesi Pesantren,
NU dan NKRI 215
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
287
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 23-24.
Kohesi Pesantren,
NU dan NKRI 217
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
289
Azyumardi Azra, 2000, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi
Menuju Millenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hlm. 51.
290
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Kohesi Pesantren,
NU dan NKRI 219
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Kohesi Pesantren,
NU dan NKRI 221
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
Kohesi Pesantren,
NU dan NKRI 223
Pendidikan Islam
Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah
296
LTN PBNU, 2011, Ahkamul Fuqoha, Solusi Problematika Hukum
Islam ; Keputusan Muktamar Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama,
Surabaya: Khalistaza, Cet. I, hlm. 746-758.
297
KH. Abdul Muchith Muzadi, 2007, NU dalam Perspektif Sejarah
dan Ajaran, Surabaya: Khalista, cet. IV, hlm. 29-30.
BAB XIII
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
DAN NAHDLAUL ULAMA (NU)
299
Fauzan Alfas, 2004, PMII Dalam Simpul-simpul Sejarah
Perjuangan, Jakarta: PB PMII, hlm.4.
300
Fauzan Alfas, 2004, PMII Dalam Simpul-simpul Sejarah
Perjuangan, Jakarta: PB PMII, hlm.10-11
301
http://pmiirasya.or.id//diakses pada tanggal 17 Februari 2016.
302
http://pmiirasya.or.id//diakses pada tanggal 17 Februari 2016.
306
http://pmiirasya.or.id//diakses pada tanggal 17 Februari 2016.
307
A. Malik Haramain, 2000, PMII di Simpang Jalan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, hlm. xv-xvi.
3. Fungsi PMII
Nilai Dasar Pergerakan (NDP) berfungsi sebagai:
308
wahyu kerz unisda lamongan,dalam
http://pmiiunisda53.blogspot.co.id//diunduh 2 April 2016
309
wahyu kerz unisda lamongan, dalam
http://pmiiunisda53.blogspot.co.id//diunduh 2 April 2016
B. Fikrah NU
Para ulama pesantren pendiri NU mempunyai visi dan misi serta
strategi gerakan kultural: menjaga, melestarikan
danmengembangkan Islam ahlussunnah wal jama’ah di tengah-
tengah kondisi dan dinamika kehidupan. Prinsip dasar, kaidah, tradisi
dan metode keilmuan Islam ahlussunnah wal jama’ah ini telah
memperngaruhi kaum nahdliyin dalam berfikir (fikrah), bersikap dan
bertindak, baik dalam relasi manusia dengan Allah, manusia dengan
manusia maupun manusia dengan alam semesta. Hubungan ini
dibangun dalam suatu sistem kehidupan yang menjamin tegaknya
moralitas keagamaan dan martabat kemanusiaan serta tegaknya jiwa
dan semangat amar ma’ruf nahi munkar. NU berpendirian bahwa
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘âlamîn, memiliki makna dan
310
wahyu kerz unisda lamongan, dalam
http://pmiiunisda53.blogspot.co.id//diunduh 2 April 2016
311
wahyu kerz unisda lamongan, dalam
http://pmiiunisda53.blogspot.co.id//diunduh 2 April 2016
fungsi universal, suci, fitri, hanif serta dapat diterima dan diamalkan
oleh seluruh umat manusia.312
Ragam ras, budaya, agama, aliran dan lainnya dipahami Islam
sebagai sunnatullah. Pluralitas adalah rahmatullah bahkan amanh
Ilahiyah dan kemanusiaan yang harus dimaknai dan disikapi dengan
saling mengenal, memahami, membuka diri, merangkul dan
mendialogkan secara kreatif untuk menjalin kebersamaan dan
kerjasama atasdasar saling menghormati. NU berpendirian bahwa
realitas kehidupan harus dilihat secara substansif, fungsional,
terbuka, dan bersahabat. Ia memandang bahwa klaim dan monopoli
atas kebenaran merupakan sikap yang tidak etis. Sikap seperti itu
merupakan membuka potensi konflik yang dapat memecah belah
masyarakat. Karena itu, NU berpendirian bahwa setiap orang atau
kelompok hendaknya menerima kebenaran dan kebaikan pihak lain
yang berbeda dengan tetap mengacu kepada nilai intelektual, moral
keagamaan, dan kemanusiaan (Aceng Abdul Azizi, dkk, 2015: 174).
Dalam berbangsa dan bernegara, NU berpandangan harus tetap
menghargai dan menghormati keyakinan dan keberagamaan
masyarakat. Kiprah dan dinamika NU adalah keIslam an,
keIndonesiaan, kemanusiaan, dan rahmatan lil ‘alamin. Karena itu,
NU meneguhkan kultur, struktur, sistem dan mekanisme lembaganya
sebagai organisasi agama dan sosial yang bercirikan ahlussunnah
wal jama’ah.313
Menurut KH. Said Agil Siradj, ahlussunnah wal jama’ah adalah
kelompok orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan
yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas
dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi. Bagi
ahlussunnah wal jama’ah pola berfikir ini harus diletakkan secara
proporsional, yakni ahlussunnah wal jama’ah bukan sebagai mazhab,
312
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, hlm. 173.
313
Aceng Abdul Aziz, M.Harfin Zuhdi, Zamzami, Afwan Faizin,
Sulthon Fathoni, Sulthonul Huda, 2015, Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul UlamaPusat, hlm. 174.
314
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2015, Risalah
Ahlussunnah Wal-Jama’ah: Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU, Cet. III, Surabaya: Khalista, hlm. 169-170.
315
Yusuf Hasyim, Aswaja Annahdliyah; Dari Mazhabi Menuju Manhaji
dalam http://aswaja-annahdliyah-dari-mazhabi-menuju-manhaji/ diakses
Selasa, tanggal 8 Januari 2014.
316
Mahsun, 2015, Mazhab NU Mazhab Kritis, Yogyakarta: Nadi
Pustaka, hlm. 70.
1. Al-Qur’an :
2. Sunnah
Menurut bahasa kata sunnah adalah jalan atau jalan
kehidupan seseorang baik terpuji maupun tercela. Adapun
menurut istilah:
ﻠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻏَْﻴـ َﺮ اْﻟ ُﻘ ْﺮاَ ِن
َ ﺻَ َﻣﺎ ﺻﺪر َﻋ ِﻦ اﻟﻨَﺒِ ﱢﻲ
“Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, selain Al-Qur’an ”.
Ini terkait dengan ucapan Nabi, perbuatan Nabi,
ketetapan Nabi, tulisan Nabi, petunjuk Nabi, cita-cita dan
semua yang beliau tinggalkan (Busyairi Harits, 2010: 31).
317
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 29-30.
3. Ijma’
Ijma’ menurut bahsa adalah kekuatan hati, dan adanya
kesepakatan. Seperti kelompok orang yang menyepakati
suatu ketetapan. Secara istilah :
ﻠﻰ ُﺣ ْﻜ ٍﻢ ِ اِﺗَِﻔﺎ ُق ُﻣ ْﺠﺘَ ِﻬ ِﺪي َﻫ ِﺬﻩِ اْﻷَُﻣ ِﺔ ﺑَـ ْﻌ َﺪ اﻟﻨَﺒِ ﱢﻲ َ ﱠ
َ َّﻢ ﻋ
َ ﺻﻠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴﻪ َو َﺳﻠ
.َﺷ ْﺮ ِﻋ ٍﻲ
Kesepakatan para mujtahid umat ini setelah wafatnya Nabi
SAW terhadap suatu hukum syar’i.
4. Qiyas
Qiyas secara bahasa adalah sesuatu yang ditentukan
atau kepatutan. Qiyas juga diartikan al-musawah,
menyamakan seperti; si A sama dengan si B. Adapun qiyas
menurut istilah adalah: menerangkan hokum sesuatu yang
tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an dan hadis dengan cara
membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan
hukumnya berdasarkan nash. Terminologi lain menyatakan
qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash
318
Seri, 1980, Ushul Fiqh, Jakarta : PT. Bumirestu, hlm. 18.
319
KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 31-33.
320
KH. Achmad Siddiq, 2005, Khittah Nahdliyah, Surabaya: Khalista,
hlm. 11-14.
DAFTAR PUSTAKA
TENTANG PENULIS