Bahasa kedua dapat didefinisikan berdasarkan urutan, yakni bahasa yang diperoleh atau
dipelajari setelah anak menguasai bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu. Pemerolehan bahasa,
sebagaimana pembelajaran bahasa pun, dapat dilihat dari beberapa teori, yakni teori akulturasi,
teori akomodasi, teori wacana, teori monitor, teori kompetensi, teori hipotesis universal, dan
teori neurofungsional.
B. TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
1. Teori Akulturasi
Akulturasi adalah proses penyesuaian diri terhadap kebudayaan yang baru (Brown,
1987:129). Teori ini memandang bahasa sebagai ekspresi budaya yang paling nyata dan
dapat diamati bahwa proses pemerolehan baru akan terlihat dari cara saling memandang
antara masyarakat B1dan masyarakat B2.
Walaupun mungkin tidak begitu tepat, teori ini dapat dipergunakan untuk menjelaskan
bahwa proses pemerolehan B2 telah dimulai ketika anak mulai dapat menyesuaikan dirinya
terhadap kebudayaan B2, seperti penggunaan kata sapaan, nada suara, pilihan kata, dan
aturan-aturan yang lain. Dalam teori ini, jarak sosial dan jarak psikologis anak sangat
menentukan keberhasilan pemerolehan.
Beradaptasi dari teori Schumann, akulturasi akan berada pada situasi yang baik, jika
(1) Anak berada pada masyarakat tutur yang memiliki tingkat sosial sama;
(2) Anak didorong untuk berakulturasi dengan budaya bahasa Jawa Krama;
(3) Budaya B1 tidak terlalu mendominasi;
(4) Masyarakat tutur B1 dan B2 saling memiliki sikap positif (Bahasa Indonesia demokratis
dan bahasa Jawa Krama sopan)
Adapun faktor psikologis yang harus dijaga adalah :
(1) Anak tidak megalami goncangan bahasa, seperti ragu-ragu atau bingung;
(2) Anak tidak mengalami kemunduran motivasi;
2. Teori Akomodasi
Teori memandang B1 dan B2 (Indonesia dan Jawa Krama), misalnya sebagai dua
kelompok yang berbeda. Teori ini berusaha menjelaskan bahwa hubungan antara dua
kelompok itu dinamis. Oleh karena itu, dengan beranalogi pada tesis Ball dan Giles (1982)
pemerolehan bahasa Jawa Krama akan berhasil jika :
(1) Anak didorong untuk beranggapan dan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari
masyarakat tutur bahasa Jawa;
(2) Anak dapat menempatkan diri sesuai dengan bahasa yang digunakannya;
(3) Anak tidak terlalu mengagung-agungkan B1 nya;anak tidak terlalu memandang kelas
sosial sehingga semua orang dapat dikenai bahasa Jawa Krama, termasuk pembantu,
“Mbak, nyuwun mimik nggih?”
Dalam teori ini motivasi memegang peran yang sangat penting. Dengan motivasi,
pajangan informal akan lebih mudah diserap dan diperhatikan anak. Untuk itu, guru dan
orangtua perlu berbicara dalam bahasa Jawa Krama ketika bertemu, terutama apabila anak
hadir disitu dan dilibatkan dalam pembicaraan.
3. Teori wacana
Teori ini sangat sesuai untuk diterapkan dalam konteks pembicaraan ini. Pemerolehan
bahasa Jawa Krama dilihat dari segi bagaimana cara anak menemukan makna potensial
bahasa melalui keikutsertaannya dalam komunikasi. Cherry (via Ellis, 1986:259)
menekankan pentingnya komunikasi sebagai upaya pengembangan kaidah struktur bahasa.
Teori ini menurut Hatch (via Ellis, 1986:259-260), mempunyai prinsip-prinsip yang dapat
dianalogikan sebagai berikut.
(1) Pemerolehan BJK sebagai B2 akan mengikuti urutan alamiah (mula-mula anak
menggunakan 1 kata, kemudian 2, 3 dan seterusnya)
(2) Orangtua atau guru akan menyesuaikan tuturannya untuk menyatukan makna dengan
anak;
(3) Strategi percakapan menggunakan makna dan bentuk yang dinegosiasikan seperti, “Bu,
kulo mboten..mboten mau” dan masukan yang teratur “Mboten purun nggih mboten
napa-napa”.
4. Teori Monitor
Teori dari Krashen (1997) ini memandang pemerolehan bahasa sebagai proses konstruktif
kreatif. Monitor adalah alat yang digunakan anak untuk menyunting performansi
(penampilan verbal) berbahasanya. Monitor ini bekerja menggunakan kompetensi yang
“dipelajari”.
Teori monitor memiliki 5 hipotesis, yakni :
(1) Hipotesis pemerolehan-pembelajaran (anak kecil cenderung ke pemerolehan)
(2) Hipotesis urutan alamiah (B2 cenderung menekankan unsur struktur gramatika)
Pemerolehan struktur gramatika anak dapat diramalkan.
(3) Hipotesis monitor (anak cenderung menggunakan alat (monitor) untuk mengedit
kemampuan berbahasanya. Dengan monitor, anak memodifikasi ujaran dari
kompetensinya, seperti “seganipun wonten pundi, Bu?”. Proses memonitor terjadi
sebelum dan sesudah tuturan berlangsung. Pengoperasian monitor ditentukan oleh
kecukupan waktu, fokus bentuk-makna, pengetahuan kaidah.
(4) Hipotesis masukan (anak memperoleh bahasa bukan melalui pelatihan melainkan dengan
menjajagi makna, baru kemudian memperoleh struktur :
- Masukan terjadi pada proses pemerolehan, bukan pembelajaran
- Pemerolehan terjadi apabila anak memperoleh masukan setingkat lebih tinggi daripada
struktur yang telah dimilikinya (i + 1)
- Bila komunikasi berhasil, i + 1 tersaji secara otomatis
- Kemampuan memproduksi muncul secara langsung, tidak melalui diajarkan.
(5) Hipotesis saringan afektif (sikap memegang peran penting). Saringan akan terbuka jika
anak punya sikap yang benar dan guru berhasil meciptakan atmosfer kelas yang bebas dari
perasaan yang cemas.
7. Teori Neurofungsional
Pemerolehan bahasa berkaitan erat dengan sistem syaraf, terutama area Broca
(area ekspresif verbal) dan Wernicke (area komprehensi). Meskipun demikian, area
asosiasi, visualisasi dan nada tuturan juga berperan. Dengan demikian, pemerolehan
bahasa sebenarnya juga melibatkan otak kanan dan kiri.
C. PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL
Perkembangan anak yang berkembang pesat pada usia Sekolah Dasar yaitu perkembangan
bahasa, emosi, dan sosial. Perkembangan tersebut tidaklah sama antara satu anak dengan yang
lainnya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan tersebut diantaranya faktor
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Tahapan-tahapan perkembangan sosial emosional anak adalah George Herbert Mead (dalam
Eka W Pramita,2010: 62-64) yang membedakan dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Tahap ini dialami anak sejak dilahirkan, ketika seorang anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang
dirinya sendiri.Pada tahap ini, anakanak juga melakukan kegiatan meniru perkataan orang
disekitarnya meskipun tidak sempurna.
2. Tahap meniru
Tahap ini ditandai dengan:
a. Semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh
orang dewasa
b. Mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tua, kakak dan
sebagainya
c. Anak mulai menyadari tentang kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain d.
Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang yang sebagian dari orang-
orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
pertahanan diri.
3. Tahap siap bertindak
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang
secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lainpun meningkat, sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bersama-sama. Anak mulai menyadari adanya tuntutan untuk bekerjasama
dengan teman-temannya. Peraturan-peraturan yang berlaku diluar keluarganya secara
bertahap juga mulai dipahami sehingga mereka akan menyadari adanya norma tertentu
yang berlaku diluar keluarganya.
4. Tahap penerimaan norma kolektif
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa karena sudah bisa ditempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Berdasarkan beberapa tahapan perkembangan
sosial emosional di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisme akan mengalami
tahapan perkembangan yang berbeda-beda sesuai denganperiode perkembangannya
masing-masing. Dan setiap periode menunjukan ciriciri atau karakteristik perilaku
tertentu sebagai harapan sosial yang harus dicapai.
Faktor perkembangan bahasa anak dapat di sebabkan oleh banyak faktor antaran lain
yaitu :
1. Tingkat pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor dari kualitas pengasuhan anak.
Penelitian oleh NICHD menyimpulkan bahwa anak yang mendapatkan pengalaman
perawatan dengan kualitas yang tinggi secara konsisten menunjukkan fungsi kognitif dan
perkembangan bahasa yang lebih baik sepanjang tiga tahun pertama kehidupannya.18
Penelitian Pancsofar dan Vemon-Feagans, menemukan bahwa tingkat pendidikan
orangtua mempunyai pengaruh yang bermakna pada kemampuan bicara dan bahasa
anaknya, sebab memberi dampak pada pola bahasa dalam keluarga.19 Zadeh dan Bolter,
menyatakan tingkat pendidikan orangtua dan pola pikir orangtua yang tradisional yang
bersifat negatif seperti seorang anak harus mengikuti perintah orangtuanya tanpa boleh
bertanya atau mengharapkan kepatuhan sepenuh dari anaknya, memiliki hubungan yang
tinggi. Mereka menyimpulkan bahwa orangtua dengan tingkat pendidikan yang rendah
lebih cenderung untuk memiliki pola pikir tradisonal, sehingga bersikap otoriter kepada
anaknya yang nantinya akan menghambat perkembangan bahasa dan bicara anak, dan
selanjutnya mempengaruhi prestasi anak tersebut.
2. Faktor ekonomi orang tua
Faktor ekonomi orang tua sangat mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak-anak
seperti yang diungkapkan A family history of language and learning problems, and low
socioeconomic status are each associated with language impairment.20 Beberapa studi
tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga
menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan
dalam perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang
lebih baik.
Implikasi perkembangan bahasa anak terhadap segi pendidikan salah satunya adalah
terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebagai individu yang sedang tumbuh dan
berkembang, maka proses pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sangat
dipengaruhi oleh perkembangan bahasa. Bahasa merupakan sebuah pengantar. Jika telah
memahami bahasa maka tidak akan sulit bagi anak untuk menerima pesan ataupun kata-
kata yang diucapkan oleh seorang guru. Karena Perkembangan bahasa adalah merupakan
proses alamiah yang difasilitasi oleh kesempatan-kesempatan memanfaatkan bahasa
dalam aktivitas sehari-hari. Para guru dapat mengintruksikan kepada para siswa untuk
mengekspresikan dirinya secara verbal dan dalam bentuk tulisan ketika mereka
memecahkan persoalan dan menyelesaikan tugas-tugas akademik. Jadi perkembangan
bahasa sangat penting dalam penyelenggaraan proses pendidikan disekolah.
Pembelajaran bahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar
yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai
dengan tahap perkembangannya.
Pengembangan bahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa
yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat
untuk dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Belajar bahasa untuk anak tergantung pada
tujuan pembelajaran.
Pembelajaran bahasa diarahkan agar anak mampu menggunakan dan mengekpresikan
pemikirannya dengan menggunakan kata-kata.
Kemampuan berbahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang
dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Pengembangan kemampuan berbahasa bertujuan agar anak usia dini mampu mengungkapkan
pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan
membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia.
Sesuai dengan standar kompetensi bidang pengembangan kemampuan dasar, bahwa kompetensi dasar
berbahasa adalah anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan
kata dan mengenal simbol- simbol yang melambangkannya untuk persiapan membaca dan menulis.
Terdapat beberapa metode pengajaran yang disesuaikan dengan tahap usia anak:
1. Usia 0-3 tahun:
Anak dapat mengikuti kegiatan di sekolah taman bermain. Apapun metodenya, yang harus
diperhatikan ialah hubungan komunikasi guru dengan anak, bagaimana cara guru itu berkomunikasi.
Ketika mengajar, sebaiknya guru tidak mendominasi kegiatan anak.
2. Usia 5 tahun:
Berikan kegiatan yang dapat memberi kesempatan pada anak mengobservasi sesuatu. Sebaiknya
pendidik tidak melulu mencontohkan lalu anak mengikuti. Tapi, biarkan anak mencoba-coba, misal
anak menggambar bunga dengan warna hijau, kuning atau biru. Pendidik dapat memberikan kosakata
baru pada anak dan membiarkan mereka merangkai kalimat.
3. Usia 6-12 tahun:
Perbanyak melatih kemampuan anak bercerita dan mempresentasikan apa yang mereka ketahui.
Metode belajar ditekankan pada bagaimana anak berpikir kreatif, misalnya ketika menjelaskan suatu
hal atau benda. Salah satunya dengan metode main maping, yaitu membuat jaringan topik. Misal,
minta anak menjelaskan konsep meja dan biarkan anak memaparkan satu persatu pengetahuannya
tentang meja mulai dari berbagai bentuk, fungsi sampai jumlah penyangganya.
Pembelajaran Bahasa
a. Berfokus pada bentuk-bentuk bahasa
b. Keberhasilan didasarkan pada penguasaan bentuk-bentuk bahasa
c. Pembelajaran ditekankan pada tipe-tipe bentuk dan struktur bahasan aktivitas di bawah
perintah guru
d. Koreksi kesalahan sangat penting untuk mencapai tingkah penguasaan
e. Belajar merupakan proses sadar untuk menghafal kaidah, bentuk, dan struktur
f. Penekanan pada kemampuan produksi mungkin dihasilkan dari ketertarikan pada tahap
awal.
Pemerolehan Pembelajaran
1. proses penguasaan bahasa ibu 1. Proses penguasaan bahasa yang terjadi
(native language) yang dilakukan dalam tataran formal, yakni belajar di kelas
oleh seorang individu secara dan diajarkan oleh seorang guru
natural 2. formal, bahasa target (B2) direncanakan
2. tidak formal seperti memperoleh sesuai tujuan tertentu
bahasa pertama (B1) 3. kemampuan berbahasa dimiliki secara
3. kemampuan berbahasa dimiliki sadar setelah mempelajari data bahasa
tanpa disadari target (B2)
4. pemerolehan pengetahuan atau 4. pemerolehan pengetahuan bahasa secara
kaidah bahasa eksplisit
5. Pengajaran bahasa formal tidak 5. pengajaran formal sangat membantu
membantu pemerolehan bahasa pemerolehan bahasa target (B2)
target