Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK 3

NIMAS MAR’ATUS SYHOBRIYAH – 858828842


YOVENTA DEA ISA – 858828756
PUJI RIPENI – 858828731
SUCI RAMADHANI – 858828724
RESUME MODUL 2
PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SD (PDGK4204)

KB 1. PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA


A. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses pemilikan kemampuan bahasa
berbahasa secara alamiah. Proses pemerolehan bahasa adalah memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1. Berjalan secara spontan, tanpa sadar dan tanpa beban.
2. Terjadi secara langsung dalam situasi informal, tanpa melalui pembelajaran formal
3. Didorong oleh kebutuhan, baik kebutuhan untuk memahami maupun dipahami orang
lain.
4. Berlangsung secara terus – menerus dalam konteks berbahasa yang nyata dan
bermakna.
5. Diperoleh secara lisan melalui tindak berbahasa menyimak/mendengarkan dan
berbicara.
Kegiatan pemerolehan bahasa melibatkan dua kemampuan. Pertama, kemampuan
reseptif, yaitu kemampuan menyerap, menerima, dan memahami tuturanorang lain. Kedua,
kemampuan produktif,yaitukemampuan menghasilkan tuturan, untuk mengekspresikan diri atau
menanggapi rangsang bahasa yang disampaikan oleh orang lain. Ketika anak melakukan
kegiatan berbahasa secara langsung, secara perlahan dan tentu saja tanpa disadari, telah
terbangun unsur dan kaidah bahasa ( kosakata, struktur, dan makna) dan kaidah berbahasa.
Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan dikuasai oleh
seorang anak. Bahasa pertama itu bisa hnya satu bahasa atau dua bahasa yang dikuasai anak
secara bersamaan. Sementara itu, bahasa kedua adalah bahasa yang dikuasai anak setelah
menguasai bahasa pertama. Dalam menguasai dua bahasa atau lebih, anak dapat melakukanya
secara serempak atau berturut. Pemerolehan serempak dua bahasa (simultaneous bilingual
acquisition) terjadi pada anak yang dibesarkan dalam masyarakat bilingual (dua bahasa) atau
multilingual (lebih dari dua bahasa).
B. Teori Pemerolehan Bahasa Anak
ada 3 pandangan yang mengungkapkan proses pemerolehan bahasa pertama.
1. Pandangan Nativistis
Menurut pandanan ini, setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan kemampuan
bawaan atau alami dapat berbahasa. Bukan lingkungan yang membuat anak mampu
berbahasa. Juga bukan karena menirukan orang lain karena banyak juga ungkapan kreatif
yang dimunculkan anak ketika berbahasa, yang belum pernah dicontohkan sebelumnya.
Kemampuan bawaan berbahasa disebut dengan “piranti pemerolehan bahasa” (language
acquisition devide atau LAD) yang berpusat pada otak. Piranti itukah yang membuat
anak berbahasa.
2. Pandangan Behavioristis
Menurut pandangan ini, penguasaan bahasa anak ditentukan oelh rangsangan yang
diberikan lingkunganya. Anak tidak memiliki peranan aktif, hanya sebagai penerima
pasif. Perkembangan bahasa anak terutama ditentukan oleh kekayaan dan lamanya
latihan yang diberikan oleh lingkunganya, serta peniruan yang dilakukan anak terhadap
tindak berbahasa lingkunganya.
3. Pandangan Kognitif
Menurut pandangan ini, penguasaan dan perkembangan bahasa anak ditentukan oleh
daya kognitifnya. Lingkungan tidak serta merta memberikan pengaruhnya terhadap
perkembangan intelektual dan bahasa anak, kalau si anak sendiri tidak melibatkan sendiri
secara aktif dengan lingkunganya. Anaklah yang berperan aktif untuk terlibat dengan
lingkunganya agar penguasan bahasanya dapat berkembang secara optimal.

C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak


Kecepatan dan kefasihan perkembangan bahasa satu anak dengan anak yang lain tidaklah sama.
Ada sejumlah fator yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak, antara lain :
1. Faktor Biologis
Setiap anak telah dilengkapi dengan kemampuan kodrati atau potensi bawaan yang
memungkinkannya mampu berbahasa. Pada factor biologis yang menentukan penguasaan
bahasa anak adalah otak (system saraf), alat dengar, dan alat ucap. Dalam proses berbahasa,
seorang anak dikendalikan oleh system syaraf pusat yang berada di otak. Pada belahan otak
sebelah kiri terdapat wilayah broca yang mempengaruhi dan mengontrol produksi bahasa
seperti bahasa. Smentara itu, pada belahan otak kana terdapat wilayah wernicke yang
mempengaruhi dan mengendalikan penerimaan atau pemahaman biasa seperti, menyimak.
2. Faktor Lingkungan Sosial
Setiap anak memiliki kemampuan bawaan dan kelengkapan berbahasa. Namun demikian,
untuk menumbuhkembangkan kemampuan berbahasanya, seorang anak memerlukan
lingkungan sosial sebagai contoh atau model berbahasa, memberikan rangsangan dan
tanggapan serta melakukan latihan dan uji coba berbahasa dalam konteks yang
sesungguhnys.
3. Faktor Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan seseorang dalam berpikir atau bernalar, termasuk
memecahkan suatu masalah. Intelegensi bersifat abstrak dan tak dapat diamati langsung,
kecuali melalui perilkaku.Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa, anak-anak yang
bernalar tinggi tingkat pencapaian nya cenderung lebih cepat, lebih kaya dan lebih bervariasi
kemampuan bahasanya, dari anak yang bernalar sedang atau rendah.
4. Faktor Motivasi
Motivasi itu bersumber dari dalam dan luar diri anak. Dalam belajar bahasa, anak tidak
melakukannya demi bahasa ituendiri. Anak belajar bahasa karena adanya kebutuhan dasar
yang bersifat praktis, seperti lapar, haus, sakit serta perhatian dan kasih sayang. Inilah yang
disebut dengan motivasi intrinsik yang berasal dari diri anak itu sendiri. Bunda, pemberian
motivasi dari lingkungan sosial sangat berarti bagi anak untuk membuatnya kian bergairah
belajar bahasa. Anak yang dibesarkan dengan motivasi belajar bahasa yang tinggi akan kian
memicu proses belajar bahasa anak. Pemicu motivasi itu, diantaranya dapat dengan cara
bunda merespons dengan bijak pertanyaan dan komentar anak, memperbaiki tindak
berbahasa anak secara halus dan tidak langsung menyalahkan ataupun memarahi anak bila
anak berbicara tidak baik.

D. Tahap – tahap Pemerolehan Bahasa Anak


Berikut tahap-tahap pemerolehan bahasa anak :
1. Tahap Pralinguistik
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan akan semakin mendekati bunyi
vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, umumnya bunyi-bunyi tersebut belumlah mengacu
pada kata atau kalimat dengan makna tertentu. Oleh karena itu, perkembangan bahasa
anak pada fase ini disebut tahap pralinguistik.Fase ini berlangsung sejak anak lahir
sampai berumur sekitar 12 bulan.
1) Pada umur 0 - 2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif untuk
menyatakan rasa lapar, haus, sakit atau ketidaknyamanan, serta bunyi-bunyi
vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh, seperti batuk, bersin, sendawa,
telanan (ketika makan), dan tegukan (ketika menyusu atau minum).
2) Pada umur 2 – 5 bulan, anak mulai mendekut dan mengeluarkan bunyibunyi vokal
yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi itu biasanya muncul
sebagai respons terhadap senyum atau ucapan orang tuanya.
3) Pada umur 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi yang agak utuh dengan
rentang waktu yang lebih lama. Bunyi mirip vokal dan konsonannya lebih bervariasi.
Konsonan nasal /m/ dan /n/ sudah mulai muncul. d. Pada umur 6 – 12 bulan, anak
mulai berceloteh. Celotehannya berupa reduplikasi atau pengulangan konsonan dan
vokal yang sama, seperti /ba-ba-ba/, /ma-ma-ma/, dan /da-da-da/. Vokal yang
muncul adalah vokal dasar /a/ dengan konsonan hambat labial /p, b/, nasal /m, n, n/,
dan alveolar /t, d/. Selanjutnya, celotehan reduplikasi tersebut berubah lebih
bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/ dan /i/. Konsonan frikatif pun,
seperti /s/ sudah mulai muncul.
2. Tahap Satu-Kata atau Holofrasis
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Pada tahap ini, anak
menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan ide yang disampaikannya.
Tegasnya, satu kata yang diucapkan anak mewakili satu frasa, kalimat atau wacana.
Karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis. Kata-kata yang diucapkan anak adalah
kata-kata yang telah dikenal dan dikuasainya. Kata-kata itu biasanya sering muncul
dalam tuturan keseharian di lingkungan anak. Kata-kata itu umumnya berkaitan dengan
kegiatan rutin anak, pemanggilan orang-orang sekitar, dan benda atau objek yang dekat
dengan anak.
3. Tahap Dua-Kata
Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18 – 24 bulan. Pada tahap ini
kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat, seiring dengan kematangan
otak dan alat ucapnya. Dalam bertutur anak-anak mulai menggunakan dua kata: papa
ikut, mamah main, mau bobo, dan sebagainya. Hanya kata-kata pokok yang diucapkan
anak, seperti kata benda, kata kerja (dasar), dan/atau kata sifat. Tak ada kata tugas
seperti kata depan atau kata penghubung.
4. Tahap Telegrafis
Antara usia 2 – 3 tahun anak telah menghasilkan ujaran dalam bentuk kalimat-
kalimat pendek. Ciri yang paling mencolok pada fase ini bukanlah pada jumlah kata
yang dihasilkan anak, tetapi pada variasi bentuk kata yang sudah mulai muncul. Namun
demikian, pada fase ini, anak belum menggunakan kata tugas dalam bertutur. Oleh
karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut dengan tahap telegrafis.
Seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan otak dan perangkat biologis
lainnya maka kemampuan anak pun (kaidah bahasa dan kaidah berbahasa) akan semakin
meningkat hingga mendekati tuturan orang dewasa.

KB. 2 PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA.

A. PENGERTIAN DAN CARA PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

Bahasa kedua dapat didefinisikan berdasarkan urutan, yakni bahasa yang diperoleh atau
dipelajari setelah anak menguasai bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu. Pemerolehan bahasa,
sebagaimana pembelajaran bahasa pun, dapat dilihat dari beberapa teori, yakni teori akulturasi,
teori akomodasi, teori wacana, teori monitor, teori kompetensi, teori hipotesis universal, dan
teori neurofungsional.
B. TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

1. Teori Akulturasi
Akulturasi adalah proses penyesuaian diri terhadap kebudayaan yang baru (Brown,
1987:129). Teori ini memandang bahasa sebagai ekspresi budaya yang paling nyata dan
dapat diamati bahwa proses pemerolehan baru akan terlihat dari cara saling memandang
antara masyarakat B1dan masyarakat B2.
Walaupun mungkin tidak begitu tepat, teori ini dapat dipergunakan untuk menjelaskan
bahwa proses pemerolehan B2 telah dimulai ketika anak mulai dapat menyesuaikan dirinya
terhadap kebudayaan B2, seperti penggunaan kata sapaan, nada suara, pilihan kata, dan
aturan-aturan yang lain. Dalam teori ini, jarak sosial dan jarak psikologis anak sangat
menentukan keberhasilan pemerolehan.
Beradaptasi dari teori Schumann, akulturasi akan berada pada situasi yang baik, jika
(1) Anak berada pada masyarakat tutur yang memiliki tingkat sosial sama;
(2) Anak didorong untuk berakulturasi dengan budaya bahasa Jawa Krama;
(3) Budaya B1 tidak terlalu mendominasi;
(4) Masyarakat tutur B1 dan B2 saling memiliki sikap positif (Bahasa Indonesia demokratis
dan bahasa Jawa Krama sopan)
Adapun faktor psikologis yang harus dijaga adalah :
(1) Anak tidak megalami goncangan bahasa, seperti ragu-ragu atau bingung;
(2) Anak tidak mengalami kemunduran motivasi;

2. Teori Akomodasi
Teori memandang B1 dan B2 (Indonesia dan Jawa Krama), misalnya sebagai dua
kelompok yang berbeda. Teori ini berusaha menjelaskan bahwa hubungan antara dua
kelompok itu dinamis. Oleh karena itu, dengan beranalogi pada tesis Ball dan Giles (1982)
pemerolehan bahasa Jawa Krama akan berhasil jika :
(1) Anak didorong untuk beranggapan dan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari
masyarakat tutur bahasa Jawa;
(2) Anak dapat menempatkan diri sesuai dengan bahasa yang digunakannya;
(3) Anak tidak terlalu mengagung-agungkan B1 nya;anak tidak terlalu memandang kelas
sosial sehingga semua orang dapat dikenai bahasa Jawa Krama, termasuk pembantu,
“Mbak, nyuwun mimik nggih?”
Dalam teori ini motivasi memegang peran yang sangat penting. Dengan motivasi,
pajangan informal akan lebih mudah diserap dan diperhatikan anak. Untuk itu, guru dan
orangtua perlu berbicara dalam bahasa Jawa Krama ketika bertemu, terutama apabila anak
hadir disitu dan dilibatkan dalam pembicaraan.

3. Teori wacana
Teori ini sangat sesuai untuk diterapkan dalam konteks pembicaraan ini. Pemerolehan
bahasa Jawa Krama dilihat dari segi bagaimana cara anak menemukan makna potensial
bahasa melalui keikutsertaannya dalam komunikasi. Cherry (via Ellis, 1986:259)
menekankan pentingnya komunikasi sebagai upaya pengembangan kaidah struktur bahasa.
Teori ini menurut Hatch (via Ellis, 1986:259-260), mempunyai prinsip-prinsip yang dapat
dianalogikan sebagai berikut.
(1) Pemerolehan BJK sebagai B2 akan mengikuti urutan alamiah (mula-mula anak
menggunakan 1 kata, kemudian 2, 3 dan seterusnya)
(2) Orangtua atau guru akan menyesuaikan tuturannya untuk menyatukan makna dengan
anak;
(3) Strategi percakapan menggunakan makna dan bentuk yang dinegosiasikan seperti, “Bu,
kulo mboten..mboten mau” dan masukan yang teratur “Mboten purun nggih mboten
napa-napa”.
4. Teori Monitor
Teori dari Krashen (1997) ini memandang pemerolehan bahasa sebagai proses konstruktif
kreatif. Monitor adalah alat yang digunakan anak untuk menyunting performansi
(penampilan verbal) berbahasanya. Monitor ini bekerja menggunakan kompetensi yang
“dipelajari”.
Teori monitor memiliki 5 hipotesis, yakni :
(1) Hipotesis pemerolehan-pembelajaran (anak kecil cenderung ke pemerolehan)
(2) Hipotesis urutan alamiah (B2 cenderung menekankan unsur struktur gramatika)
Pemerolehan struktur gramatika anak dapat diramalkan.
(3) Hipotesis monitor (anak cenderung menggunakan alat (monitor) untuk mengedit
kemampuan berbahasanya. Dengan monitor, anak memodifikasi ujaran dari
kompetensinya, seperti “seganipun wonten pundi, Bu?”. Proses memonitor terjadi
sebelum dan sesudah tuturan berlangsung. Pengoperasian monitor ditentukan oleh
kecukupan waktu, fokus bentuk-makna, pengetahuan kaidah.
(4) Hipotesis masukan (anak memperoleh bahasa bukan melalui pelatihan melainkan dengan
menjajagi makna, baru kemudian memperoleh struktur :
- Masukan terjadi pada proses pemerolehan, bukan pembelajaran
- Pemerolehan terjadi apabila anak memperoleh masukan setingkat lebih tinggi daripada
struktur yang telah dimilikinya (i + 1)
- Bila komunikasi berhasil, i + 1 tersaji secara otomatis
- Kemampuan memproduksi muncul secara langsung, tidak melalui diajarkan.
(5) Hipotesis saringan afektif (sikap memegang peran penting). Saringan akan terbuka jika
anak punya sikap yang benar dan guru berhasil meciptakan atmosfer kelas yang bebas dari
perasaan yang cemas.

5. Teori Kompetensi Variabel


Teori ini melihat bahwa pemerolehan B2 dapat direfleksikan dan bagaimana bahasa itu
digunakan. Produk bahasa terdiri atas produk terencana (seperti menirukan cerita atau dialog)
dan tidak terencana (seperti percakapan sehari-hari).
Model kompetensi variabel mengemukakan prisip-prinsip sebagai berikut.
(1) Anak memiliki alat penyimpanan yang berisi bahasantara. Penyimpanan ini akan aktif
jika dieksploitasi untuk berlatih.
(2) Anak memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa, yang berbentuk proses wacana
primer (penyederhanaan semantik : dhahar = makan), wacana sekunder (penyuntingan
performansi bahasa), proses kognitif (penyusunan, perbandingan, dan pengurangan
unsur)
(3) Tampilan berbahasa anak adalah proses primer dalam perkembangan wacana yang tidak
terencana atau proses sekunder dari wacana terencana;
(4) Perkembangan pemerolehan adalah akibat pemerolehan kaidah baru dan pengaktifan
kaidah-kaidah itu.

6. Teori Hipotesis Universal


Teori ini berkeyakinan bahwa terdapat kesemestaan linguistik yang menentukan
jalannya pemerolehan B2. Kesemestaan itu adalah :
(1) Kendala berbahasa diambil alih oleh bahasantara;
(2) Anak lebih mudah memperoleh pola-pola yang sesuai dengan kesemestaan linguistik
daripada yang tidak.
(3) Kesemestaan linguistik yang dimanifestasikan oleh B1 dapat membantu
pengembangan bahasantara melalui transfer;
Diperoleh data juga bahwa kemajuan diperoleh melalui sarana tak bermarkah. Jika
menemukan sarana bermarkah anak akan kembali ke B1.

7. Teori Neurofungsional
Pemerolehan bahasa berkaitan erat dengan sistem syaraf, terutama area Broca
(area ekspresif verbal) dan Wernicke (area komprehensi). Meskipun demikian, area
asosiasi, visualisasi dan nada tuturan juga berperan. Dengan demikian, pemerolehan
bahasa sebenarnya juga melibatkan otak kanan dan kiri.

C. PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL

Perkembangan anak yang berkembang pesat pada usia Sekolah Dasar yaitu perkembangan
bahasa, emosi, dan sosial. Perkembangan  tersebut tidaklah sama antara satu  anak dengan yang
lainnya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan tersebut diantaranya faktor
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Tahapan-tahapan perkembangan sosial emosional anak adalah George Herbert Mead (dalam
Eka W Pramita,2010: 62-64) yang membedakan dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Tahap ini dialami anak sejak dilahirkan, ketika seorang anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang
dirinya sendiri.Pada tahap ini, anakanak juga melakukan kegiatan meniru perkataan orang
disekitarnya meskipun tidak sempurna.
2. Tahap meniru
Tahap ini ditandai dengan:
a. Semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh
orang dewasa
b. Mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tua, kakak dan
sebagainya
c. Anak mulai menyadari tentang kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain d.
Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang yang sebagian dari orang-
orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
pertahanan diri.
3. Tahap siap bertindak
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang
secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lainpun meningkat, sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bersama-sama. Anak mulai menyadari adanya tuntutan untuk bekerjasama
dengan teman-temannya. Peraturan-peraturan yang berlaku diluar keluarganya secara
bertahap juga mulai dipahami sehingga mereka akan menyadari adanya norma tertentu
yang berlaku diluar keluarganya.
4. Tahap penerimaan norma kolektif
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa karena sudah bisa ditempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Berdasarkan beberapa tahapan perkembangan
sosial emosional di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap organisme akan mengalami
tahapan perkembangan yang berbeda-beda sesuai denganperiode perkembangannya
masing-masing. Dan setiap periode menunjukan ciriciri atau karakteristik perilaku
tertentu sebagai harapan sosial yang harus dicapai.

D. Perkembangan Bahasa anak


Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa erat
kaitannya dengan perekembangan berfikir individu. Perkembangan berfikir individu tampak
dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat
dan menarik kesimpulan. Sedangkan, perkembangan merupakan suatu proses yang pasti dialami
setiap individu, perkembangan ini adalah bersifat kualitatif dan berhubungan dengan kematangan
serta sistematis. Perkembangan bahasa pada anak sangat penting karena melalui bahasa, anak
dapat mengekspresikan pikiran, sehingga orang lain memahaminya dan menciptakan suatu
hubungan sosial. Jadi, tidaklah mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu
indikator kesuksesan seorang anak.

Faktor perkembangan bahasa anak dapat di sebabkan oleh banyak faktor antaran lain
yaitu :
1. Tingkat pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor dari kualitas pengasuhan anak.
Penelitian oleh NICHD menyimpulkan bahwa anak yang mendapatkan pengalaman
perawatan dengan kualitas yang tinggi secara konsisten menunjukkan fungsi kognitif dan
perkembangan bahasa yang lebih baik sepanjang tiga tahun pertama kehidupannya.18
Penelitian Pancsofar dan Vemon-Feagans, menemukan bahwa tingkat pendidikan
orangtua mempunyai pengaruh yang bermakna pada kemampuan bicara dan bahasa
anaknya, sebab memberi dampak pada pola bahasa dalam keluarga.19 Zadeh dan Bolter,
menyatakan tingkat pendidikan orangtua dan pola pikir orangtua yang tradisional yang
bersifat negatif seperti seorang anak harus mengikuti perintah orangtuanya tanpa boleh
bertanya atau mengharapkan kepatuhan sepenuh dari anaknya, memiliki hubungan yang
tinggi. Mereka menyimpulkan bahwa orangtua dengan tingkat pendidikan yang rendah
lebih cenderung untuk memiliki pola pikir tradisonal, sehingga bersikap otoriter kepada
anaknya yang nantinya akan menghambat perkembangan bahasa dan bicara anak, dan
selanjutnya mempengaruhi prestasi anak tersebut.
2. Faktor ekonomi orang tua
Faktor ekonomi orang tua sangat mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak-anak
seperti yang diungkapkan A family history of language and learning problems, and low
socioeconomic status are each associated with language impairment.20 Beberapa studi
tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga
menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan
dalam perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang
lebih baik.

Implikasi perkembangan bahasa anak terhadap segi pendidikan salah satunya adalah
terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebagai individu yang sedang tumbuh dan
berkembang, maka proses pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sangat
dipengaruhi oleh perkembangan bahasa. Bahasa merupakan sebuah pengantar. Jika telah
memahami bahasa maka tidak akan sulit bagi anak untuk menerima pesan ataupun kata-
kata yang diucapkan oleh seorang guru. Karena Perkembangan bahasa adalah merupakan
proses alamiah yang difasilitasi oleh kesempatan-kesempatan memanfaatkan bahasa
dalam aktivitas sehari-hari. Para guru dapat mengintruksikan kepada para siswa untuk
mengekspresikan dirinya secara verbal dan dalam bentuk tulisan ketika mereka
memecahkan persoalan dan menyelesaikan tugas-tugas akademik. Jadi perkembangan
bahasa sangat penting dalam penyelenggaraan proses pendidikan disekolah.

E. PEMBELAJARAN BAHASA ANAK

Pembelajaran bahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar
yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai
dengan tahap perkembangannya. 
Pengembangan bahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa
yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat
untuk dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Belajar bahasa untuk anak tergantung pada
tujuan pembelajaran.
Pembelajaran bahasa diarahkan agar anak mampu menggunakan dan mengekpresikan
pemikirannya dengan menggunakan kata-kata.
Kemampuan berbahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang
dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Pengembangan kemampuan berbahasa bertujuan agar anak usia dini mampu mengungkapkan
pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan
membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia.
Sesuai dengan standar kompetensi bidang pengembangan kemampuan dasar, bahwa kompetensi dasar
berbahasa adalah anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan
kata dan mengenal simbol- simbol yang melambangkannya untuk persiapan membaca dan menulis.

Terdapat beberapa metode pengajaran yang disesuaikan dengan tahap usia anak:
1. Usia 0-3 tahun: 
Anak dapat mengikuti kegiatan di sekolah taman bermain. Apapun metodenya, yang harus
diperhatikan ialah hubungan komunikasi guru dengan anak, bagaimana cara guru itu berkomunikasi.
Ketika mengajar, sebaiknya guru tidak mendominasi kegiatan anak.
2. Usia 5 tahun: 
Berikan kegiatan yang dapat memberi kesempatan pada anak mengobservasi sesuatu. Sebaiknya
pendidik tidak melulu mencontohkan lalu anak mengikuti. Tapi, biarkan anak mencoba-coba, misal
anak menggambar bunga dengan warna hijau, kuning atau biru. Pendidik dapat memberikan kosakata
baru pada anak dan membiarkan mereka merangkai kalimat.
3. Usia 6-12 tahun:
Perbanyak melatih kemampuan anak bercerita dan mempresentasikan apa yang mereka ketahui.
Metode belajar ditekankan pada bagaimana anak berpikir kreatif, misalnya ketika menjelaskan suatu
hal atau benda. Salah satunya dengan metode main maping, yaitu membuat jaringan topik. Misal,
minta anak menjelaskan konsep meja dan biarkan anak memaparkan satu persatu pengetahuannya
tentang meja mulai dari berbagai bentuk, fungsi sampai jumlah penyangganya.

F. PERBEDAAN PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA ANAK


Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses
yang terjadi pada waktu seseorang mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003 :167). Karakteristik
pemerolehan dan pembelajaran menurut Cox dan Musfiroh.
Sedangkan pembelajaran bahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan
dasar yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai
dengan tahap perkembangannya. Berikut adalah perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa
anak :
Pemerolehan Bahasa
a.       Berfokus pada komunikasi penuh makna
b.      Keberhasilandidasarkan pada penggunaan bahasa untuk melaksanakan sesuatu
c.       Materi ditekankan pada ide dan minat anak
d.      Kesalahan merupakan hal yang wajar
e.       Pemerolehan merupakan proses bawah sadar dan terjadi melalui masukan yang dapat
dipahami anak
f.       Penekanan pada tumbuhnya kecakapan bahasa secara alamiah.

Pembelajaran Bahasa
a.         Berfokus pada bentuk-bentuk bahasa
b.         Keberhasilan didasarkan pada penguasaan bentuk-bentuk bahasa
c.         Pembelajaran ditekankan pada tipe-tipe bentuk dan struktur bahasan aktivitas di bawah
perintah guru
d.        Koreksi kesalahan sangat penting untuk mencapai tingkah penguasaan
e.         Belajar merupakan proses sadar untuk menghafal kaidah, bentuk, dan struktur
f.          Penekanan pada kemampuan produksi mungkin dihasilkan dari ketertarikan pada tahap
awal.

Pemerolehan Pembelajaran
1. proses penguasaan bahasa ibu 1. Proses penguasaan bahasa yang terjadi
(native language) yang dilakukan dalam tataran formal, yakni belajar di kelas
oleh seorang individu secara dan diajarkan oleh seorang guru
natural 2. formal, bahasa target (B2) direncanakan
2. tidak formal seperti memperoleh sesuai tujuan tertentu
bahasa pertama (B1) 3. kemampuan berbahasa dimiliki secara
3. kemampuan berbahasa dimiliki sadar setelah mempelajari data bahasa
tanpa disadari target (B2)
4. pemerolehan pengetahuan atau 4. pemerolehan pengetahuan bahasa secara
kaidah bahasa eksplisit
5. Pengajaran bahasa formal tidak 5. pengajaran formal sangat membantu
membantu pemerolehan bahasa pemerolehan bahasa target (B2)
target

Anda mungkin juga menyukai