Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Pemerolehan Bahasa Dan Perkembangan Bahasa anak

Dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia Di MI/SD

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

RAHMA SAFITRI 2330111129


SARIAH 2330111154
SELVI ANITA SARI 2330111156

DOSEN PENGAMPUH :

RATMIATI, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIAYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bab ini akan di bahas dua masalah pokok yang menyangkut tentang Bahasa
anak yaitu berkaitan dengan Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak
mendasari kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di
sekolah dasar terutama siswa di kelas rendah. Karakteristik setiap anak tidak sama
sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa anak guru dapat
mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswanya.

Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwibahasa bahkan multi
bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa
anak, guru dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkungan anak
didiknya dan menghargai keragaman budaya tersebut.

Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari kemampuan


mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah dasar terutama siswa
di kelas rendah. Karakteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari
pemerolehan dan perkembangan bahasa anak guru dapat mengatasi perbedaan
perkembangan bahasa pada siswanya.

DAFTAR ISI
A. Defenisi pemerolehan bahasa anak
B. Strategi pemerolehan bahasa anak
C. Waktu pemerolehan bahasa anak di mulai
D. Teori pemerolehan bahasa anak dan pengembangan sikap profesional guru
E. Proses perkembangan bahasa anak
F. Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak
G. Tipe perkembangan bahasa anak
H. Nilai asma ul husna pada materi

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Pemerolehan Bahasa Anak


Dardjowidjojo (2008) istilah pemerolehan dipakai untuk menerjemahkan bahasa
Inggris, aquesition yang diartikan sebagai proses penguasaan bahasa secara alami dari
seorang anak saat ia belajar bahasa ibunya. Menurut Chaer dan Agustina (2014).
Pemerolehan bahasa kedua atau bilingualisme adalah rentangan bertahap yang dimulai
dari menguasai bahasa pertama (B1) ditambah mengetahui sedikit bahasa kedua (B2),
lalu penguasaan B2 meningkat secara bertahap, sampai akhirnya menguasai B2 sama
baiknya denganB1. Menurut Akhadiah, S., dkk dalam (1997:2.2) pemerolehan bahasa
kedua adalah proses saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah lebih dahulu
ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya.

Dari pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian


pemerolehan bahasa kedua yaitu proses dimana seseorang telah menguasai bahasa
pertamanya terlebih dahulu kemudian memperoleh bahasa kedua yang sama baiknya
dengan bahasa pertama.

B. Strategi pemerolehan bahasa anak

Berbeda dengan orang dewasa, anak kecil cenderung lebih cepat belajar dan
menguasai suatu bahasa. Dalam lingkungan masyarakat bahasa apapun mereka hidup.
Anak-anak hanya memerlukan waktu relatif sebentar untuk menguasai sistem bahasa
itu. Apalagi kalau mereka berada dalam lingkungan bahasa ibunya (Bahasa Pertama)
Sebenarnya strategi apa yang ditempuh anak-anak dalam belajar bahasa sehingga
dengan cepat mereka dapat menguasai itu.
Padahal mereka tidak sengaja belajar atau diajari secara khusus. Ternyata, untuk
memperoleh kemampuan bahasa lisannya mereka melakukannya dengan berbagai cara
seperti :
1. Mengingat
Mengapa memainkan peranan penting dalam belajar bahasa anak atau
belajar apa pun. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak, direkam dalam
benaknya. Ketika dia menyentuh, mencerap, mencium, melihat, dan mendengar
sesuatu, memori anak menyimpannya. Panca indra itu sangat penting bagi anak
dalam membangun pengetahuan tentang dunianya.
2
Pada setiap awal belajar bahasa, anak mulai membangun pengetahuan
tentang kombinasi bunyi-bunuyi tertentu yang menyertai dan merujuk pada
sesusatu yang dia alami. Ingatan itu akan semakin kuat, terutama apabila
penyebutan akan benda atau peristiwa tertentu terjadi berulang-ulang. Dengan cara
ini, anak-anak mengingat kata-kata tentang sesusatu sekaligus berulang-ulang pula
cara mengucapnya.
Hanya saja, khasanah bahasa yang diingat anak ketika diucapkan tidak salah
tepat. Mungkin lafalnya kurang pas atau hanya suku kata awal atau akhirnya saja.
Hal ini terjadi karena pertumbuhan otak dan alat ucap anak masih sedang
berkembang. Dia menyimpan kata yang dia dengar, yang dia diperlukan dalam
memorinya. Dia pun mencoba mengatakannya. Namun tingkat perkembangannya
yang belum memungkinkan dia melafalkan tuturan sesempurna orang dewasa. Oleh
kareana itu, dalam berbahasa biasanya anak dibantu oleh ekspresi, gerak tangan
atau menunjuk benda-benda tertentu.
Mengingat kondisi itu, dalam berkomunikasi dengan anak biasanya orang tua
atau orang dewasa menyederhanakan bahasanya. Penyerderhanaan itu diwujudkan
dalam tuturan yang pelan, ekspresif, dan modifikasi kata yang mudah diingat dan
diucapkan anak, seperti kata “pus” untuk kucing, “mimi” untuk minum, “mamam”
atau “Ma’em” untuk makan, “bobo” tidur, dan “pipis” untuk kencing.
2. Meniru
Strategi penting lainnya yang dilakukan anak dalam belajar bahasa adalah
peneriuan. Perwujudan strategi ini sebenarnya tak dapat dipisahkan dari strategi
mengingat. Perkataan anak tidaklah selalu merupakan pengulangan searah persis
apa yang didengarnya, seperti halnya beo. Cobalah anda amati atau minta seorang
anak mengulang suatu tuturan yang dicontohlan. Anda akan menemukan bahwa
tuturan anak cenderung mengalami perubahan. Perubahan itu daopat berupa
pengurangan, penambahan, dan penggatian kata atau pengurutan susunan kata.
Mengapat begitu? Sedikitnya ada 2 penyebab. Penyebab pertama, berkaitan dengan
perkembangan otak, penguasaan kaidah bahasa, serta alat ucap dengan demikian
anak hanya akan mengucapkan tuturan yang telah dikuasainya. Penyebab kedua,
berkenaan dengan kreativitas berbahasa anak. Di suatu sisi secara bertahap dia
dapat memahami dan menggunakan tuturan yang lebih kompleks. Di sisi lain secara
bersamaan anak membangun suatu system bahasa yang memungkinkan dia
mengerti dan memproduksi jumlah tuturan yang tak berbatas.

3
Keadaan ini membuat anak senang melakukan percobaan atau eksperimen
dalam berbahasa. Percobaan ini terus berlangsung sampai kemampuan
berbahasanya berpindah pada tingkat yang lebih kompleks. Oleh arena itu, tak perlu
heran apabila suatu ketika anda mendengan anak mampu memproduksi tuturan
yang belum pernah anda dengar sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam belajar
bahasa, seorang anak tidak hanya menagkapkata-kata. Dia pun dapat mencerna
prinsip-prinsip organisasi bahasa secara alami. Dengan demikian, sifat peniruan
anak bersifat kreatif dan dinamis.
3. Mengalami Langsung
Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertama anak yang
dipelajarinya adalah berlatih atau praktek berbahasa secara langsung dalam konteks
bahasa yang sesungguhnya. Anak menggunakan bahasa yang dipelajarinya baik
sewaktu berkomunikasi dengan orang lain atau berbicara sendiri. Praktek berbahasa
itu dilakukan anak bukan karena dorongan orang lain, tetapi karena ia
memerlukannya. Kegiatan ini berlangsung dalam situasi informasi, tanpa disadari,
dan tanpa beban.
4. Bermain
Kegiatan bermain sangat penting untuk mendorong pengembangan
kemampuan berbahasa anak. Dalam bermain, si anak kadang berperan sebagai
orang dewasa, sebagai penjual atau pembeli dalam bermain dagang-dagangan, ibu,
bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan, sebagai dokter atau perawat atau
pasien atau sebagai guru atau murid dalam bermain sekolah-sekolahan.
Rachma, Pradita. 2012. Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak. http://
praditarachman.blogspot.co.id. Diakses Pada Tanggal 7 November 2012.
C. Waktu pemerolehan bahasa anak di mulai

Periode Prelingual (usia 0 -1 tahun)

Periode ini disebutkan prelingual karena anak belum bisa mengucapkan bahasa
dalam arti pengucapan kata. Pada periode ini perkembangan bahasa dilihat dari bunyi-
bunyi yang dihasilkan anak. Bunyi bunyi yang dimaksud sudah mulai ada pada minggu-
minggu sejak kelahiran. Menurut Chaer, perkembangan tersebut meliputi tahap bunyi :
(1) bunyi resonansi, (2) bunyi berdekut, (3) bunyi berleter, (4) bunyi berleter ulang, (5)
bunyi vokabel.

4
Tahap pertama, sejak lahir sampai sekitar usia 2 bulan yaitu masa fonasi
(phonation stage). Selama ini bayi sering membuat apa yang disebut "bunyi-bunyi yang
menyenangkan". Ini adalah bunyi-bunyi "quasi vowel (disebut "quasi" karena tidak
sepenuh dan sekaya suara vokal yang dibuat berikutnya). Kuasi vokal dibentuk dari
suara yang mirip bahasa pertama (Dworezky, 1990). Antara usia 2 dan 4 bulan, bayi
biasanya berada pada going stage, yaitu bayi mengucapkan kata sejenis dengan
kombinasi quasi vokal dengan keras, sebagai tanda'awal konsonan. Antara 4 dan 7
bulan anak memproduksi beberapa kata baru, disebut masa expansion stage.

Tabap kedua, setelah anak belajarmengeluarkan suara dalam bentuk tangis,


anak mulai mengoceh (babbling stage). Bunyi yangmuncul pada masa ini, yakni antara
7 sampai 10 bulan, berupa bunyi yang dapat dipisahkan antara vokal dan konsonannya,
namun belum ada bunyi yang membedakan makna. Antara usia 7 dan 10 bulan tersebut,
ocehan bayi semakin meningkat karena dia mulai menghasilkan sukukata dan
menirukan seperti ucapan 'bababa' atau 'mamama'. Ini disebut tahap kononikal
(cononical stage). Yang menarik adalah bayi yang mampu mendengar segera mulai
mengoceh suku kata kononikal sedangkan bayi tuli yang juga berada pada masa
mengoceh, tidak dapat mengucapkan bunyi komunikal tersebut.

Tahap ketiga, bayi setelah melalui masa kononikal secara meningkat bayi
mempersempit penggunaan fonem mereka, terutama pada fonem yang akan mereka
gunakan daIam bahasa yang mereka pelajari. Ini disebut dengan tabap kontraksi
(contraction stage) dan umumnya terjadi antara usia 10 dan 14 bulan. Pada masa ini
bayi juga memperoleh langkah dan irama bahasa. Tampaknya balikan diperlukan
sebelum masa kontraksi dimulai. Bayi belajar meniru apa yang mereka dengar. Jalongo
(1992:8) mengelompokkan perkembangan bahasa anak tahap pralinguastik ini, sejak
bayi lahir sampai usia II bulan.

Pada tahap perkembangan bahasa ini, anak tampak masih dalam taraf berlatih
mengenal lingkungannya sendiri atas dasar yang dirasakan, dilihat, dan didengarnya.
Ketika anak merasakan sesuatu,sementara dia belum mampu mengucapkan sesuatu,
anak hanya mampu memberikan pertanda bahwa dia senang atau tidak senang.
Ungkapan rasa tidak senang, ditunjukkan dengan menangis atau menunjukkan
kegelisahannya. Ketika anak senang, dia mampu menunjukan kesenangannya,

5
misalnya dengan tidak rewel, melakukan gerakan yang positif,selalu memberikan
respon ketika diajak berkomunikasi.

Periode Lingual Dini (usia 1- 2,5 tahun)

Pada periode ini anak mulai mengucapkan kata meskipun belum sempurna.
Pada fase ini beberapa kombinasi huruf atau bunyi ucapan masih terlalu sukar
diucapkan. Huruf huruf yang biasanya sukar diucapkan yaitu huruf r, s, k, j, dan t. Pada
fase inilah dibagi menjadi tiga yaitu fase satu kata, fase dua kata, dan fase lebih dari
dua kata.

Periode Diferensiasi (usia 2,5- 5 tahun)

Anak mampu melakukan diferensiasi atau pembedaan penggunaan kata- kata


yang tepat sesuai dengan maksud yang ingin disampaikannya sehingga membentuk
kalimat yang baik. Anak mampu memilah penggunaan kata- kata yang sudah
dikuasainya. Anak bisa membedakan mana kata yang sebaiknya.

digunakan, misalnya untuk berbicara pada orang yang lebih tua anak harus
menggunakan kata- kata yang lebih sopan.

Periode Menjelang Sekolah

Menurut Chaer, periode ini diperuntukkan pada anak dengan usia 5 -6 tahun
menjelang sekolah dasar. Pada periode ini, pembelajaran bahasa sudah diarahkan oleh
pendidikan yang didapatkan dan dengan interaksi penggunaan bahasa yang bersifat
formal di sekolah. Penggunaan bahasa sudah diajarkan secara teratur menurut kaidah
yang benar, sehingga anak sudah bisa menerapkannya dalam komunikasi formal di
sekolah.

D. Teori pemerolehan bahasa anak dan pengembangan sikap profesional guru


Menekankan pada proses alami perolehan keterampilan berbahasa, yang
melibatkan faktor-faktor seperti alam dan pengasuhan, sebagaimana disoroti dalam
berbagai sumber penelitian. Perkembangan bahasa anak-anak terkait dengan perolehan
bahasa pertama mereka dan melibatkan proses pemerolehan bahasa dan pembelajaran
bahasa. Di sisi lain, sikap profesional guru dalam konteks pendidikan Islam sangat
penting untuk pengajaran dan pengembangan siswa yang efektif, dengan fokus pada

6
aspek-aspek seperti pemahaman definisi sikap profesional, sasarannya, dan strategi
pengembangan.
Singkatnya, teori pemerolehan bahasa pada anak-anak menggarisbawahi
pentingnya faktor alam dan pengasuhan, sementara sikap profesional guru dalam
pendidikan Islam memainkan peran penting dalam membentuk praktik pengajaran yang
efektif dan hasil siswa.

E. Proses perkembangan bahasa anak


Secara umum, Proses perkembangan manusia menurut Crijns adalah sebagai berikut:4
1. Umur 0-2 tahun, disebut masa bayi. Pada masa ini, si bayi sebagian besar
memanfaatkan hidupnya untuk tidur, memandang, men dengarkan, kemudian
belajar merangkak dan berbicara.
2. Umur 2-4 tahun, disebut masa kanak-kanak. Pada masa ini anak sudah mulai bisa
berjalan, menyebut beberapa nama. Pengamatan yang mula-mula global, kini sudah
mulai bisa melihat struktur, permainan-permainan mereka bersifat fantasi, masih
suka mengkhayal, sebab belum sadar akan lingkungannya. Mereka mengalami
masa egosentris, sebab menurut mereka semua orang dan benda-benda lain di
sekelilingnya adalah untuk kepentingan dirinya. Masa krisis kemudian muncul
ketika ia telah sadar bahwa bukan semua itu untuk dirinya, tetapi ia tetap tidak
mengerti apa fungsi benda-benda dan orang-orang itu. Membuat anak ini bingung
dan ragu-ragu.
3. 3. Umur 5-8 tahun, disebut masa dongeng. Pada masa ini anak mulai sadar akan
dirinya sebagai seseorang yang mempunyai kedudukan tersendiri seperti halnya
orang lain. Mereka mulai bisa bermain bersama dan melakukan tindakan-tindakan
yang konstruktif. Kesadaran akan lingkungan yang sesungguhnya mulai muncul,
namun objektivitas ini masih dipengaruhi oleh subjektivitasnya sendiri, sehingga
mereka suka pada dongeng-dongeng.
4. Umur 9-13 tahun, disebut masa Robinson Crusoe (nama seorang petualang). Pada
masa ini mulai berkembang pemikiran kritis, nafsu, persaingan, minat-minat dan
bakat. Mereka ingin mengetahui segala sesuatu secara mendalam, suka bertanya,
dan menyelidiki. Hidup mereka mulai berkelompok-kelompok, anak laki-laki
terpisah dengan anak-anak perempuan. Mereka suka menggoda, mengejek dan
sebagainya sehingga masa ini dijuluki dengan masa kejam.
5. Umur 13 tahun disebut masa pubertas pertama. Anak-anak ini mulai tertuju ke
dalam dirinya sendiri. Mereka mulai belajar bersolek, suka menyendiri, melamun
dan segan olah raga. Mereka gelisah, cepat tersinggung, suka marah-marah, keras
kepala, acuh tak acuh, dan senang bermusuhan. Terhadap jenis kelamin lain mereka
ingin sama-sama tahu, tetapi masih canggung.
6. Umur 14-18 tahun disebutmasa puber. Pada masa ini mereka mulai sadar akan
pribadinya sebagai seorang yang bertanggung jawab. Mereka sadar akan hak-hak
segala kehidupan dalam lingkungannya. Meraka mulai tahu bahwa setiap orang
7
mempunyai arah dan jalan hidup sendiri-sendiri. Periode ini disebut dengan periode
pembentukan cita.
7. Umur 19-21 tahun disebut masa adolesen. Mereka sudah mulai menemui
keseimbangan. Mereka sudah mempunyai rencana hidup tertentu dengan nilai-nilai
yang sudah dipastikannya, namun mereka belum berpengalaman. Sehingga
kemudian timbul sikap radikal, ingin menolak, mencela, dan merombak hal-hal
yang tidak disetujuinya dalam politik, agama, sosial, kesenian, dan sebagainya.8.
Umur 21 tahun ke atas disebut masa dewasa. Pada masa ini remaja mulai insyaf
bahwa pekerjaan manusia tidak mudah dan selalu ada cacatnya. Mereka mulai
berhati-hati.
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak Menurut Yusuf,
ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam perkembangan bahasa anak, yaitu:20
1) Faktor Kesehatan. Faktor ini sangat berpengaruh dalam perkembangan bahasa
seorang anak. Apabila pada dua tahun pertama kesehatan seorang anak sering
terganggu, maka perkembangan bahasanya akan terhambat.
2) Intelegensi. Perkembangan bahasa anak akan bisa diketahui dari intelegensinya.
Anak yang mempunyai tingkat intelegensi yang normal atau di atasnya,
biasanya mengalami perkembangan bahasa yang pesat. Sedangkan anak yang
mengalami kelambatan mental akan sangat miskin dalam berbahasa
3) Status Sosial Ekonomi Keluarga. Dalam beberapa penelitian tentang hubungan
antara status sosial ekonomi keluarga dan perkembangan bahasa menyatakan
bahwa sebagian besar anak yang berasal dari keluarga miskin akan mengalami
kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar pada anak dari keluarga miskin
dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang mampu.
4) Jenis Kelamin (Sex). Berdasarkan faktor jenis kelamin ini, sejak usia dua tahun
ke atas, anak perempuan mempuanyai perkembangan bahasa yang lebih cepat
dibandingkan anak laki-laki.
5) Hubungan Keluarga. Anak yang menjalin hubungan dengan keluarganya secara
sehat (penuh perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya) dapat
memfasilitasi perkembangan bahasanya. Sebaliknya, jika hubungan anak dan
orang tuanya tidak sehat, maka perkembangan bahasa anak cenderung stagnasi
atau mengalami kelainan, seperti: gagap, kata-katanya tidak jelas, berkata kasar
dan tidak sopan, serta merasa takut untuk mengungkapkan pendapatnya.

9. Tipe Perkembangan Bahasa Anak


Perkembangan bahasa anak dibedakan oleh Yusuf menjadi dua tipe, yaitu
sebagai berikut:19
1) Egocentric Speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog).
Fungsinya yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada
umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun.
2) Socialized Speech, terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan
temannya atau lingkungannya. Dalam tipe ini, perkembangan bahasa anak
dibagi menjadi lima bentuk: (a) adapted information, terjadinya saling tukar

8
gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, menyangkut
penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command
(perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions
(pertanyaan), dan (e) answers (jawaban). Fungsi dari ‘socialized speech’ ini
adalah untuk mengembangkan kemampuan penyesuaian social (social
adjustment).

H. Nilai asma ul husna pada materi

Nilai Asmaul Husna dalam materi pemerolehan bahasa bagi anak sangatlah
signifikan. Asmaul Husna 99 Nama Allah Dapat Digunakan Untuk Menanamkan Nilai
Agama Dan Akhlak Pada Anak Kecil Pembelajaran Asmaul Husna membantu anak
memahami sifat-sifat Allah yang dapat berkontribusi dalam pengembangan karakternya
Penelitian menunjukkan bahwa pengajaran Asmaul Husna dapat meningkatkan
perkembangan bahasa pada anak usia 4-5 tahun, karena melibatkan pengulangan dan
hafalan, sehingga dapat meningkatkan kosakata dan keterampilan berbahasa mereka.
Selain itu, memasukkan Asmaul Husna ke dalam materi pemerolehan bahasa dapat
membantu menciptakan lingkungan belajar yang positif dan menumbuhkan rasa hormat
dan taqwa kepada Allah dan nilai-nilai Islam.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang


anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa anak dimulai dari
lingkungannya terutama lingkungan keluarga, ini disebut pemerolehan bahasa pertama
yang terjadi dalam kehidupan awal anak. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa
pada umumnya menggunakan 4 strategi, yaitu imitasi, produktivitas, umpan balik dan
prinsip operasi. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua saat seseorang memperoleh
bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa ibu
(bahasa pertama).Setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu
kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak
merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika pengenalan
bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan
tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, E. R. (2019). Meningkatkan Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini dengan Metode
Bercerita.

Jurnal AL-HIKMAH Vol 1, NO 2 (2019) HAL: 76, 77

Amalia, E. R. (2019). Meningkatkan perkembangan bahasa anak usia dini dengan metode bercerita

I Adriana - TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam,2008 - ejournal.iainmadura.ac.id

Anda mungkin juga menyukai