Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 1

Mata Kuliah : Pendidikan Bahasa Indonesia di SD (PDGK4204)


Semester : Tiga
Pokjar : Lawang Wetan
Tutor : Harlina, M.Pd.
Nama : Siti Mahda Ridwani
NIM : 855754321

SOAL:
1. Menurut saudara seberapa besar peran Bahasa dalam pembentukan karakter dan
pembiasaan komunikasi seorang anak!
Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi serta
menyampaikan pesan sosial penuturnya juga mempunyai peran yang sangat penting karena
sebagai agen penyebar virus positif terhadap karakter dan budaya anak. Bahasa yang
digunakan dalam keseharian anak banyak meniru dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
Untuk itu orang tua harus mampu berkomunikasi dengan bahasa yang proporsional di depan
anak-anak mereka. Orang tua harus menyadari bahwa apapun perkataan yang dilontarkan dari
mulut mereka akan direkam oleh anak dan suatu saat akan dipergunakannya. Penggunaan
bahasa yang cenderung kasar, keras, dan meledak-ledak akan berimplikasi terhadap
pembentukan karakter anak yang kurang baik. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang santun
dan sopan yang sering didengar oleh anak baik dari orang tua maupun lingkungannya akan
berimplikasi terhadap pembentukan karakter anak yang baik pula.Selain dari keluarga,
karakter anak juga dibentuk dari pembiasaan berbahasa di lingkungan sekolah, yang terdiri
atas teman, guru, dan karyawan sekolah. Namun, guru juga memiliki peran besar dalam
pembiasaan berbahasa untuk membentuk karakter yang baik.Dengan mengimplementasikan
tata cara berkomunikasi dan berbahasa yang santun dan sopan akan menimbulkan efek yang
positif bagi anak usia dini yaitu pembentukan karakter yang berkualitas untuk mempersiapkan
generasi penerus yang berdaya saing tinggi.

2. Bahasa merupakan salah satu unsur budaya.


Berikan pendapat saudara tentang pendapat tersebut!
Bahasa di anggap sebagai salah satu unsur kebudayaan adalah bahasa merupakan sarana yang
digunakan oleh manusia untuk saling berkomunikasi dan juga berinteraksi. Suatu generasi
akan mewariskan dan menurunkan sebuah kebudayaan kepada generasi penerusnya
dengan bahasa yang memberikan pemahaman tentang detail kebudayaan. Saat berkomunikasi,
tentu saja kita menggunakan bahasa baik dilakukan secara tertulis maupun secara lisan.
Bahasa merupakan sebuah lambang atau ciri-ciri dari suatu suku atau adat tertentu.
Tradisi atau warisan yang diberikan secara turun temurun adalah bahasa. Sehingga bahasa
dijadikan suatu unsur di dalam kebudayaan, untuk menentukan asal budaya dan adat
seseorang.
Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik.
Kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang
fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada generasi
penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang
penting dalam analisa kebudayaan manusia.
Selain mempelajari mengenai asal usul suatu bahasa tertentu, ditinjau dari kerangka bahasa
dunia, dalam antropologi linguistik juga dipelajari masalah dialek atau logat bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi antara berbagai masyarakat yang tinggal di satu rumpun atau
satu daerah seperti Jawa. Dalam bahasa Jawa terdapat bahasa Jawa halus seperti bahasa Jawa
dialek Solo dan Yogyakarta, sedangkan dialek bahasa Jawa yang dianggap kasar seperti dialek
bahasa Jawa Timur.
Perbedaan bahasa menurut lapisan sosial dalam masyarakat disebut tingkat sosial bahasa
atau social levels of speech.

3. Bagaimanakah menurut saudara tentang pemerolehan bahasa pertama dan bahasa


kedua seorang anak?
Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang diperoleh seseorang pertama kali atau yang biasa
disebut dengan bahasa Ibu. Pemerolehan Bahasa Pertama (B1) atau Bahasa Ibu merupakan
proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak mulai dari ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Sedangkan bahasa kedua (B2) yaitu apabila bahasa tersebut
dikuasai anak melalui belajar secara formal.
Dalam memperoleh B2 banyak cara yang bisa dilakukan. Secara umum, tipe perolehan B2
dapat dibedakan menjadi pemeolehan secara terpimpin, secara alami, serta terpimpin dan
alamiah. Perolehan B2 secara terpimpin dilakukan melalui aktivitas pembelajaran , baik
sekolah maupun kursus atau les. Umumnya, ragam bahasa yang dipelajari bersifat formal atau
baku. Namun, proses belajar bahasa kedua membutuhkan banyak usaha karena membutuhkan
pembiasaan diri dengan kosakata, struktur kalimat, pengucapan, aturan tata bahasa, dlt.
Sementara itu, perolehan bahasa B2 secara alamiah dilakukan secara spontan. Dengan
demikian anak bisa memiliki beberapa bahasa pertama dan juga beberapa bahasa kedua.
Seperti contoh ;
Dalam pemerolehan bahasa kedua menurut saya, ketika dua orang mahasiswa dari keturunan
Bugis menimba ilmu (kuliah) di kota Malang, Jawa Timur, pada awalnya mereka sama sekali
tidak memahami apalagi bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Namun karena lingkungan
sekitarnya baik di kampus, kos, pasar maupun tempat-tempat lainnya di Malang hampir
semuanya berkomunikasi dengan bahasa Jawa, pada akhirnya mereka pun bisa menguasai
bahasa Jawa. Hal ini tentu saja dilalui dengan proses berusaha dan belajar untuk bisa
menguasainya. Dari menguasai beberapa kosa kata, mereka kemudian mencoba merangkai
menjadi klausaklausa pendek dan masih menggunakan logat Bugis. Setelah dua tahun
berjalan, mereka akhirnya bisa menguasai bahasa Jawa yang mulai bisa menghilangkan
aksen atau logat Bugis mereka yang pada akhirnya bisa hilang sama sekali.
4. Mengapa akulturasi, akomodasi, wacana, motivasi dianggap sebagai teori pemerolehan
Bahasa kedua anak?
Karena telah banyak dilakukan penelitian tentang pemerolehan Bahasa kedua .Ellis (1986)
telah mengidentifikasi tujuh teori pemerolehan B2, diantaranya ;

1. Teori Akulturasi
Teori Akulturasi adalah proses penyesuaian diri terhadap kebudayaan yang baru (Brown,
1987:129). Teori ini memandang bahasa sebagai ekspresi budaya yang paling nyata dan
dapat diamati dan bahwa proses pemerolehan baru akan terlihat dari cara saling memandang
antara masyarakat B1 dan masyarakat B2. Walaupun mungkin tidak begitu tepat, teori ini
dapat dipergunakan untuk menjelaskan bahwa proses pemerolehan B2 telah dimulai ketika
anak mulai dapat menyesuaikan dirinya terhadap kebudayaan B2, seperti penggunakan kata
sapaan, nada suara, pilihan kata, dan aturan-aturan yang lain. Dalam teori ini, jarak sosial
dan jarak psikologis anak sangat menentukan keberhasilan pemerolehan. Beradaptasi dari
teori Schumann, akulturasi akan berada pada situasi yang baik, jika
1. Anak berada pada masyarakat tutur yang memiliki tingkat sosial sama.
2. Anak didorong untuk berakulturasi dengan budaya bahasa Jawa Krama;
3. Budaya B1 tidak terlalu mendominasi
4. Masyarakat tutur B1 dan B2 saling memiliki sikap positif (Bahasa Indonesia demokratis
dan bahasa Jawa Krama sopan).
Adapun faktor psikologis yang harus dijaga adalah :
1. Anak tidak mengalami goncangan bahasa, seperti ragu-ragu atau bingung;
2. Anak tidak mengalami kemunduran motivasi;

2. Teori Akomodasi
Teori Akomodasi memandang B1 dan B2 (Indonesia dan Jawa Krama), misalnya,
sebagai dua kelompok yang berbeda. Teori ini berusaha menjelaskan bahwa hubungan antara
dua kelompok itu dinamis. Oleh karena itu, dengan beranalogi pada tesis Ball dan Giles (1982)
pemerolehan bahasa Jawa Krama akan berhasil jika :
1. Anak didorong untuk beranggapan dan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari
masyarakat tutur bahasa Jawa;
2. Anak dapat menempatkan diri sesuai dengan bahasa yang digunakannya;
3. Anak tidak terlalu mengagung-agungkan B1nya;
4. Anak tidak terlalu memandang kelas sosial
Dalam teori ini, motivasi memegang peran yang sangat penting. Dengan motivasi,
pajanan informal akan lebih diserap dan diperhatikan anak. Untuk itu, guru dan orang tua
perlu berbicara dalam bahasa Jawa Krama ketika bertemu, terutama apabila anak hadir di situ
dan dilibatkan dalam pembicaraan.

3. Teori Wacana
Teori ini sangat sesuai untuk diterapkan dalam konteks pembicaraan ini. Dilihat dari segi
bagaimana cara anak menemukan makna potensial bahasa melalui keikutsertaannya dalam
komunikasi. Cherry (via Ellis, 1986:259) menekankan pentingnya komunikasi sebagai upaya
pengembangan kaidah struktur bahasa. Teori ini, menurut Hatch (via Ellis, 1986:259-260),
mempunyai prinsip-prinsip yang dapat dianalogikan sebagai berikut.
1. pemerolehan B2 akan mengikuti urutan alamiah (mula-mula anak menggunakan 1 kata,
kemudian 2, 3, dan seterusnya)
2. orang tua atau guru akan menyesuaikan tuturannya untuk menyatukan makna dengan anak;
3. strategi percakapan menggunakan makna dan bentuk yang dinegosiasikan”.
4. Monitor
Teori dari Krashen (1977) ini memandang pemerolehan bahasa sebagai proses
konstruktif kreatif. Monitor adalah alat yang digunakan anak untuk menyunting performansi
(penampilan verbal) berbahasanya. Monitor ini bekerja menggunakan kompetensi
yang”dipelajari”. Teori monitor memiliki lima hipotesis, yakni: (1) hipotesis pemerolehan-
pembelajaran (anak kecil cenderung ke pemerolehan) (2) hipotesis urutan alamiah (B2
cenderung menekankan unsur struktur gramatika) Pemerolehan struktur gramatika anak dapat
diramalkan. (3) Hipotesis monitor (anak cenderung menggunakan alat (monitor) untuk mengedit
kemampuan berbahasanya. Dengan monitor, anak memodifikasi ujaran dari kompetensinya,
seperti “seganipun wonten pundi, Bu?”. Proses memonitor terjadi sebelum dan sesudah tuturan
berlangsung. Pengoperasian monitor ditentukan oleh kecukupan waktu, fokus bentuk-makna,
pengetahuan kaidah. (4) Hipotesis masukan (anak memperoleh bahasa bukan melalui pelatihan
melainkan dengan menjajagi makna, baru kemudian memperoleh struktur. (5) Hipotesis
saringan afektif (sikap memegang peran penting). Saringan akan terbuka jika anak punya sikap
yang benar dan guru berhasil menciptakan atmosfir kelas yang bebas dari perasaan cemas.

Anda mungkin juga menyukai