Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PSIKOLINGUISTIK

“PEMEROLEHAN BAHASA”

OLEH :

UMMUL FAKHIRAH FUAD (1901403035)


ELIS TAYO (190140300)
IKE MARIA (1901403036)

DOSEN PENGAMPU : Dr. Hj. Harsia, S. Pd., M.Hum.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
terselesaikannya makalah ini yang berjudul Pemerolehan Bahasa. Karena tanpa
restu dan urapan tanganNya sudah barang tentu penulis tak mampu menyelesaikan
makalah ini dengan kekuatan sendiri.
Dalam makalah ini saya bahas mengenai pemerolehan bahasa,
pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
Saya sebagai penulis mengetahui betul masih banyak sekali kesalahan
yang terdapat dalam tulisan makalah ini karena saya masih seorang pelajar dan
pemula dalam tulis-menulis yang masih jauh dari baik dan banyak kekurangan.
Penulis meminta maaf dan mengharapkan betul kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak yang membaca guna kemajuan dan kebaikan makalah ini ke
depannya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna menyelesaikan tugas
semester VI mata kuliah Psikolinguistik.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan setiap orang tentu saja tidak terlepas dari bahasa.
Pertama kali seorang anak memperoleh bahasa yang didengarkan langsung dari
sang ibu sewaktu anak tersebut terlahir ke dunia ini. Kemudian seiring
berjalannya waktu dan seiring pertumbuhan si anak maka ia akan memperoleh
bahasa selain bahasa yang diajarkan ibunya itu baik bahasa kedua, ketiga ataupun
seterusnya yang disebut dengan akuisisi bahasa (language acquisition) tergantung
dengan lingkungan sosial dan tingkat kognitif yang dimiliki oleh orang tersebut
melalui proses pembelajaran.
Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menajubkan
terlebih dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh
anak tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang
anak (Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon ujaran ujaran yang sering
didengarnya dari lingkungan sekitar terlebih adalah ujaran ibuya yang sangat
sering didengar oleh anak tersebut.
Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling
sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan perkataan lain setiap anak yang
normal atau pertumbuhan yang wajar, memperoleh suatu bahasa yaitu bahasa
pertama atau bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupan di
dunia ini. Walaupun tidak disangka adanya kekecualian misalnya secara fisiologis
(tuli) ataupun alasan-alasan lain. Peranan PB1 merupakan sesuatu yang negative
terhadap PB2. Dengan perkataan lain, PB1 mendapat angina untuk turut campur
tangan dalam belajar PB2, seperti adanya ciri-ciri PB1 yang ditransfer ke dalam
PB2.
Oleh karena itu, maka masalah pemerolehan bahasa akan dibahas dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pemerolehan bahasa?
2. Apa dan bagaimana pemerolehan bahasa pertama?
3. Apa dan bagaimana pemerolehan bahasa kedua?
4. Bagaimana pengaruh bahasa pertama terhadap pemerolehan bahasa
kedua?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pemerolehan Bahasa
2. Untuk mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa pertama
3. Untuk mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa kedua
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh bahasa pertama terhadap
pemerolehan bahasa kedua
D. Manfaat
1. Memberikan pemaparan mengenai pemerolehan bahasa kepada
masyarakat pembaca.
2. Memberikan pemaparan mengenai pemerolehan bahasa pertama dan
kedua.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemerolehan Bahasa


Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan
untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan
seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa
berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat.
Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang
mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka serta pemerolehan
bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau
orang dewasa.
Semua manusia yang sehat, berkembang secara normal, belajar
menggunakan bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa atau bahasa yang ada
disekitarnya  bahasa manapun yang mereka terima secara penuh selama masa
kanak-kanak. Perkembangannya secara esensial sama antara anak-anak yang
mempelajari bahasa isyarat atau bahasa suara. Proses belajar ini dikenal dengan
akuisisi bahasa pertama, karena tidak seperti pembelajaran lainnya ia tidak
membutuhkan pembelajaran langsung atau kajian secara khusus. Dalam The
Descent of Man naturalis Charles Darwin menyebut proses tersebut dengan,
"keinginan insting untuk memperoleh suatu seni".
Akuisisi bahasa pertama berlangsung regular secara bertahap, walaupun
terdapat berbagai variasi dalam waktu untuk tingkatan-tingkatan tertentu diantara
bayi yang berkembang secara normal. Sejak lahir, bayi merespon lebih mudah
pada suara manusia daripada suara lainnya. Sekitar umur satu bulan, bayi tampak
telah dapat membedakan antara suara bicara yang berbeda. Sekitar umur enam
bulan, seorang anak mulai mengoceh, menghasilkan suara bicara dari bahasa yang
digunakan disekitarnya. Perkataan mulai muncul pada umur 12 sampai 18 bulan;
rata-rata perbendaharaan kata bayi berumur 18 bulan adalah sekitar 50 kata.
Pengucapan pertama anak adalah berbentuk Holofrase (secara harfiah
"keseluruhan kalimat"), pengucapan yang hanya menggunakan satu kata untuk
mengkomunikasikan seluruh ide. Beberapa bulan setelah anak menghasilkan kata-
kata, ia akan menghasilkan pengucapan dengan dua kata, dan dalam beberapa
bulan lebih mulai berbicara telegrafis, kalimat singkat yang kurang kompleks
secara tatabahasa daripada orang dewasa bicara, tetapi memperlihatkan struktur
sintaks reguler. Pada umur tiga sampai lima tahun, kemampuan anak untuk
berbicara dan berisyarat yang halus yang hampir mirip dengan bahasa dewasa.

B. Konsep Pemerolehan Bahasa


Dari proses pemerolehannya, bahasa bisa dipilah menjadi bahasa ibu
atau bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Penamaan bahasa ibu dan
bahasa pertama mengacu pada sistem linguistik yang sama. Yang disebut bahasa
ibu adalah adalah bahasa yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibunya
atau dari keluarga yang memeliharanya. Biasanya bahasa ibu sama dengan bahasa
daerah orang tuanya. Akan tetapi pada masa sekarang, banyak orang tua yang
berbicara dengan anaknya menggunakan bahasa Indonesia tidak menggunakan
bahasa daerah asal kedua orang tuanya sehingga bahasa Indonesia itulah yang
dikuasai anak , maka bahasa Indonesia itu walaupun bukan bahasa daerah ibu atau
bapaknya, adalah bahasa ibu anak tersebut.
 Bahasa ibu lazim disebut bahasa pertama, karena bahasa itulah yang
pertama dipelajari anak. Meskipun tidak selalu bahasa pertama yang dikuasai anak
sama dengan bahasa pertama yang dikuasai ibunya. Atau, si anak belajar bahasa
pertama tidak dari ibunya tetapi dari orang tua asuhnya.
Jika kemudian hari anak tersebut mempelajari bahasa lain, maka bahasa
lain tersebut disebut bahasa kedua. Tidak jarang seorang anak mempelajari bahasa
lainnya lagi sehingga ia bisa menguasai bahasa ketiga, maka bahasa tersebut
disebut bahasa ketiga. Begitu seterusnya.
 Yang disebut bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi
seorang anak. Istilah bahasa asing ini sebenarnya lebih bersifat politis mengingat
namanya diambil dari negara atau bangsa lain pemilik bahasa tersebut. Dari sisi
urutan pemerolehan, bahasa Inggris bisa saja adalah bahasa kedua, bahasa ketiga,
atau bahasa ke sekian. Akan tetapi karena bahasa Inggris berasal dari negara asing
menurut orang Indonesia, maka istilah bahasa asing lebih populer digunakan
untuk mengklasifikasikan bahasa Inggris dibanding disebut bahasa kedua.
Sejak tahun 1979 dunia pendidikan di Indonesia berkenalan dengan
pembedaan antara hasil instruksional berupa kompetensi pebelajar atas
pengetahuan dan keterampilan dalam ranah intelektual, emosional, dan fisik
(psikomotor), dan hasil pengiring (nurturent effect ), serta nilai (value). Pelajaran
yang dapat dipetik dari konsep ini ialah ada sesuatu yang diperoleh siswa dari apa
yang diajarkan guru atau dipelajari siswanya. Hal tersebut sejajar dengan
munculnya pembedaan antara konsep pembelajaran(learning ) dan pemerolehan
(acquisition) bahasa.
Istilah "pemerolehan" terpaut dengan kajian psikolinguistik ketika kita
berbicara mengenai anak-anak dengan bahasa ibunya. Dengan beberapa
pertimbangan, istilah pertama dipakai untuk belajar B2 dan istilah kedua dipakai
untuk bahasa ibu (B1). Faktanya, belajar selalu dikaitkan dengan guru, kurikulum,
alokasi waktu, dan sebagainya, sedangkan dalam pemerolehan B1 semua itu tidak
ada. Ada fakta lain bahwa dalam memperoleh B1, anak mulai dari nol;
dalam belajar B2, pebelajar sudah memiliki bahasa. Dengan "mesin" pemerolehan
bahasa yang dibawa sejak lahir anak mengolah data bahasa lalu memproduksi
ujaran-ujaran. Dengan watak aktif, kreatif, dan inofatif, anak-anak akhirnya
mampu menguasai gramatika bahasa dan memproduksi tutur menuju bahasa yang
diidealkan oleh penutur dewasa. Anak memiliki motivasi untuk segeramasuk ke
dalam lingkungan sosial, entah kelompok sebaya (peer group) atau
guyup(community).
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang
berlangsung didalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya
atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan
pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang
terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia
memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan
bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua
(Chaer, 2003). Hal ini perlu ditekankan, karena pemerolehan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran (Cox, 1999;Musfiroh, 2002)
Perbandingan  Pembelajaran Bahasa dengan Pemerolehan  Bahasa
Pembelajaran Bahasa
1.      Berfokus pada bentuk-bentuk  bahasa
2.      Keberhasilan didasarkan pada penguasaan bentuk-bentuk  bahasa
3.      Pembelajaran ditekankan pada tipe-tipe bentuk dan struktur bahasa aktivitas
dibawah perintah guru
4.      Koreksi kesalahan sangat penting untuk mencapai tingkat penguasaan
5.      Belajar merupakan proses sadar untuk menghafal kaidah, bentuk, dan
struktur
6.      Penekanan pada kemampuan produksi mungkin dihasilkan dari
ketertarikan pada tahap awal         
Pemerolehan Bahasa
1.      Berfokus pada komunikasi penuh makna
2.      Keberhasilan didasarkan pada penggunaan bahasa untuk melaksanakan
sesuatu
3.      Materi ditekankan pada ide dan minat anak aktivitas berpusat pada anak 
4.      Kesalahan merupakan hal yangwajar 
5.      Pemerolehan merupakan proses bawah sadar dan terjadi melalui pemajanan
dan masukan yang dapat dipahami anak 
6.      Penekanan pada tumbuhnya kecakapan bahasa secara alamiah
Sofa (2008) juga mengemukakan bahwa proses anak mulai mengenal
komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan
bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) pada anak terjadi bila anak yang
sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa
pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada
bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai
ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari
ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua
pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa
mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa
memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi
motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat kaitannya dengan permulaan yang
gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif
pralinguistik ditambahkan, bahwa pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat
hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat
menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi,
tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa
yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-
kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa
alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-
persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada
pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama
(PB1).
Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa
unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak
itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang,
modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam
perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak. Selain aspek kognitif anak,
pemerolehan bahasa pertama juga memiliki hubunganyang erat dengan
perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan
pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah
satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat.
Bahasamemudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara
yang benar- benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang
dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan
nilai-nilai lain dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa
melalui bahasa khusus bahasa pertama(B1), seorang anak belajar untuk menjadi
anggota masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan
perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentuk-bentuk  bahasa yang dianggap
ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota
masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara
gambling.
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba
( mendadak). Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak
mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik
untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Sedangkan penertian lain perolehan
bahasa yaitu, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi mesin/motor, sosial, dan kognitif pra-linguistik
(McCraw, 1987).
 Berbicara mengenai pemerolehan sesuatu bahasa, maka dengan
kekecualian beberapa anak yang mengalami gangguan/cacat, semua anak
mempelajari paling sedikit satu bahasa. Hal inilah yang membuat sejumlah linguis
percaya bahwa kemampuan belajar bahasa paling tidak sebagian berkaitan dengan
program genetic yang memang khas bagi ras manusia, maksudnya kemapuan
bahasa sejak lahir. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai
ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari
ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).

C. Pemerolehan Bahasa Pertama


a. Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama memang bersifat primer paling sedikit
dalam dua hal yaitu dari segi urutan dan dari segi kegunaan. Selama pemerolehan
itu mengalami proses yang berlangsung selama jangka waktu yang panjang, maka
jelas terdapat berbagai kasus yang rumit. Pemerolehan bahasa pertama adalah
apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
b. Ragam Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila pelajar biasanya seorang
anak yang sejak semula tanpa bahasa dan kini dia memperoleh satu bahasa.
1. ekabahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu
bahasa.
2. dwibahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan
perkembangan kognitif sang anak. Dari penelitian para pakar mengenai
perkembangan kognitif dapat ditarik dua kesimpulan yakni produksi ucapan-
ucapan yang berdasarkan tata bahasa yang teratur tapi tidaklah secara otomatis
dan sang pembicara harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang mendasari
bebagai makna ekspresif bahasa alamiah.
c. Penelitian Mengenai Pemerolehan Bahasa Pertama
Cromer (1976) berpendapat bahwa kebanyakan dari strategi-strategi
dapat diterima sebagai prinsif nonlinguistic umum bagi penangulangan informasi.
Penelitian terdahulu berupaya mencari strategi ampu yang digunakan oleh para
pribumi dalam memperoleh bahasa mereka. Walaupun Roger Brown (1973) tidak
mengunakan pendekatan ini, namun telaah longitudinalnya justru merupakan
penemuan yang paling cermat dan teliti pada masa itu.
d. Strategi dan Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada
dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses
performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa(fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi inidibawa oleh setiap
anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensimemerlukan pembinaan
sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa.
Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi.Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan
proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati ataumempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkankemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer
2003:167).
Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:) menyebutkan bahwa
pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga
memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan
ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama,tetapi
juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali
dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga
terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-
kodrat yang universal ini.
Sofa (2008) mengemukakan bahwa terdapat empat strategi pemerolehan
bahasa pertama anak. Berikut ini diuraikan keempat strategi tersebut:
1. Tirulah apa yang dikatakan orang lain. Tiruan akan digunakan anak
terus,meskipun ia sudah dapat sempurna melafalkan bunyi. Ada berbagai
ragam peniruan atau imitasi, yaitu imitasi spontan atau spontaneous imitation,
imitasi pemerolehan atau elicited imitation, imitasi segera atau immediate
imitation, imitasi terlambat delayed imitation dan imitasi dengan perluasan atau
imitationwith expansion.
2. Strategi produktivitas. Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan
dalam pemerolehan bahasa yang berpegang pada pedoman buatlah sebanyak
mungkindengan bekal yang telah Anda miliki atau Anda peroleh. Produktivitas
adalahciri utama bahasa. Dengan satu kata seorang anak dapat “bercerita
ataumengatakan” sebanyak mungkin hal. Kata papa misalnya dapat mengandung
berbagai makna bergantung pada situasi dan intonasi.
3. Berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan
responsi.Dengan strategi ini anak-anak dihadapkan pada pedoman: hasilkanlah
ujarandan lihatlah bagaimana orang lain memberi responsi. Stategi produktif
bersifat“sosial” dalam pengertian bahwa strategi tersebut dapat meningkatkan
interaksidengan orang lain dan sementara itu bersifat “kognitif” juga. Hal itu
dapatmemberikan umpan balik kepada pelajar mengenai ekspresinya sendiri
terhadapmakna dan juga memberinya sampel yang lebih banyak, yaitu sampel
bahasauntuk digarap atau dikerjakan.
4. Prinsip operasi. Dalam strategi ini anak dikenalkan dengan pedoman:
gunakan beberapa “prinsip operasi” umum untuk memikirkan serta menetapkan
bahasa.Selain perintah terhadap diri sendiri oleh anak, prinsip operasi ini
jugamenyarankan larangan yang dinyatakan dalam avoidance terms;
misalnya:hindari kekecualian, hindari pengaturan kembali.uced imitation.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dikatakan bahwa pemerolehan
bahasa bukan hanya diperoleh secara otomatis, tetapi juga melajui beberapa
strategi pemerolehan bahasa pertama anak. Selain itu, proses pemerolehan bahasa
pertama juga bisa diketahui dengan melihat tahapan-tahapan dalam pemerolehan
bahasa pertama. Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba
memiliki tata bahasa B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Safriandi (2008) berikut ini, bahwa B1
diperolehnya dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati
tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit
banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.

D. Pemerolehan Bahasa Kedua


a. Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar
bahasa asing dan bahasa kedua lainnya. Diantara sekian banyak faktor yang dapat
kita temui di dalam kelas, yang dianggap sangat penting dan mendasar,yaitu :
pertama, belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi dinamis; kedua,
belajar bahasa  adalah orang-orang dalam responsi. Dalam “belajar adalah orang”
terkandung makna bahwa “hal itu merupakan proses sosial belajar yang utama”.
Belajar, pemerolehan bahasa kedua terjadi dalam hubungan antara sesama siswa
itu sendiri “Interaksi dinamis” berarti bahwa orang-orang dilahirkan dan
bertumbuh dalam bahasa asing.
b. Penelitian Pemerolehan Bahasa Kedua
Taylor (1975) meneliti serta menguji strategi-strategi transper dan
penggeneralisasian yang berlebih-lebihan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua; Baiyley, Madden & Krashen (1974) mempertimbangkan pemprosesan
siasat-siasat dalam morfem-morfem dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.
Torone, Cohen & Dunas (1976) melaporkan mengenai strategi-strategi
komunikasi pada anak-anAk yang belajar Prancis sebagai kedua; Fillmore (1997)
menganalisis strategi-strategi sosial dan kognitif para pembicara Spanyol yang
belajar bahasa Inggris; dan Lightbown (1997) menyelidiki siasat-siasat bagi
penghasilan bentuk-bentuk interogatif dalam bahasa Prancis sebagai bahasa
kedua.
c. Proses Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang
berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan
pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang
terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia
memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan
bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses
penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri.
Sehinnga yang menjadi tolak ukur pemerolehan bahasa kedua adalah bagaimana
mempelajari bahasa.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang
dewasa mempunyai dua cara yang, berbeda berdikari, dan mandiri mengenai
pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.
Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara
anak-anak. Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka.
Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak
selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
·     Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan
dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa
hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang
menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan
memungut bahasa bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa
juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti
yang dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat
pada orang dewasa. Pemerolehan dan pembelajaran dapat dibedakan dalam lima
hal, yaitu pemerolehan:
1. Memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang
anak penutur asli, sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal,
2. Secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
3. Bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran
mengetahui bahasa kedua,
4. Mendapat pengetahuan secara implisit, sedangkan pembelajaran mendapat
pengetahuan secara eksplisit,
5. Pemerolehan tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran
menolong sekali.
Pandangan pemerolehan bahasa secara disuapi adalah pandangan kaum
behavioristis yang diwakili oleh B.F. Skinner dan menganggap bahasa sebagai
suatu yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. Kemampuan berbicara dan
memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Anak hanya
merupakan penerima pasif dari tekanan lingkungan. Anak tidak memiliki peran
aktif dalam perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan oleh lamanya
latihan yang disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai bahasanya melalui
peniruan. Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip pertalian stimulus respon.
Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu
pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua
secara alamiah.
 Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan
menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang
ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai
dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.
 Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa
kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau
pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa
kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan
mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua
secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari,
dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
d. Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua
Ragam atau jenis pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari lima sudut
pandangan, yaitu berdasarkan bentuk, urutan, jumlah, media, dan keasliannya.
Dalam pengertiannya semua istilah itu ternyata hampir sama. Di dalam literatur
keduanya sering dipakai berganti-ganti untuk maksud dan pengertian yang sama.
Dalam bahasa satu tercakup istilah bahasa pertama, bahasa asli, bahasa ibu,
bahasa utama, dan bahasa kuat. Dalam bahasa dua tercakup bahasa kedua, bukan
bahasa asli, bahasa asing, bahasa kedua, dan bahasa lemah. Masih ada beberapa
istilah lagi yaitu bahasa untuk komunikasi luas, bahasa baku, bahasa regional,
bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa modern, dan bahasa klasik.
Ditinjau dari segi bentuk ada tiga pemerolehan bahasa yaitu
pemerolehan bahasa pertama yaitu bahasa yang pertama diperoleh sejak lahir,
pemerolehan bahasa kedua yang diperoleh setelah bahasa pertama diperoleh, dan
pemerolehan-ulang, yaitu bahasa yang dulu pernah diperoleh kini diperoleh
kembali karena alasan tertentu. Ditinjau dari segi urutan ada dua pemerolehan
yaitu pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.
Ditinjau dari segi jumlah ada dua pemerolehan yaitu pemerolehan satu
bahasa (di lingkungan yang hanya terdapat satu bahasa secara luas), dan
pemerolehan dua bahasa di lingkungan yang terdapat lebih dari satu bahasa yang
digunakan secara luas).
Ditinjau dari segi media dikenal pemerolehan bahasa lisan (hanya bahasa
yang diucapkan oleh penuturnya), dan pemerolehan bahasa tulis (bahasa yang
dituliskan, oleh penuturnya). Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan dikenal
pemerolehan, bahasa asli (merupakan alat komunikasi penduduk asli), dan
pemerolehan bahasa asing (bahasa yang digunakan oleh para pendatang atau
bahasa yang memang didatangkan untuk dipelajari). Ditinjau dari segi
keserentakan atau keberurutan (khususnya bagi pemerolehan dua bahasa) dikenal
pemerolehan (dua bahasa) serentak dan pemerolehan dua bahasa berurutan.
Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu
prospensity (kecenderungan), language faculty, (kemampuan berbahasa), dan
acces (jalan masuk) ke bahasa.
Pemerolehan Bahasa Kedua
1. Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa
pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga.
2. Pengenalan/penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses
pemerolehan atau proses belajar.
3. Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi
tak formal dengan orang tua dan/atau teman sebaya, tanpa bimbingan.
4. Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif,
ada bimbingan, dan dilakukan dengan sadar.
5. Bahasa Pertama (B1) dan Bahasa Kedua (B2) didapat bersama-sama atau
dalam waktu berbeda. Jika didapat dalam waktu yang berbeda, Bahasa
Kedua (B2) didapat pada usia prasekolah atau pada usia Sekolah Dasar.
6. Bahasa Kedua (B2) dapat diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama (B1)
dan Bahasa Kedua (B2). Jika diperoleh di lingkungan Bahasa Pertama,
Bahasa Kedua dipelajari melalui proses belajar formal; jika didapat di
lingkungan Bahasa Kedua, Bahasa Kedua didapat melalui interaksi tidak
formal, melalui keluarga, atau anggota masya-rakat Bahasa Kedua.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Bahasa Kedua
Keberhasilan pembelajaran bahasa kedua dipengaruhi oleh enam faktor,
yaitu:
Pertama, faktor motivasi. Belajar bahasa yang dilandasi oleh motivasi
yang kuat, akan memperolehhasil yang lebih baik. Motivasi, dalam perspektif ini
meliputi dorongan, hasrat, kemauan,alasan, atau tujuan yang menggerakkan
seseorang untuk belajar bahasa. Motivasi berasaldalam diri individu, yang dapat
digolongkan sebagai motivasi integratif dan motivasiinstrumen. Motivasi
integratif berkaitan dengan keinginan untuk menjalin komunikasidengan penutur,
sedangkan motivasi instrumen mengacu pada keinginan untuk memperoleh
prestasi atau pekerjaan tertentu.
Kedua, adalah faktor lingkungan, meliputi lingkungan formal dan
informal.Lingkungan formal adalah lingkungan sekolah yang dirancang
sedemikian rupa, artifisial, bagian dari pengajaran, dan diarahkan untuk
melakukan aktivitas yang berorientasikaidah (Krashen, 2002). Lingkungan
informal adalah lingkungan alami dan natural yangmemungkinkan anak
berinteraksi dengan bahasa tersebut. Menurut Dulay (1982), lingkungan informal,
terutama teman sebaya, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam  proses
pemerolehan bahasa. Selain itu, lingkungan yang diperkaya pun sangat
membantuanak menguasai bahasa. Tersedianya materi-materi cetak, buku-buku
bergambar, dan media-media yang setiap saat dapat dilihat anak merupakan
bagian dari lingkungan yang diperkaya.
Ketiga, adalah usia. Anak-anak, menurut Lambert (1972) memiliki
peluang untuk mahir belajar bahasa. Mereka masih berada pada masa umur kritis
berbahasa (Allan &Paivio, 1981). Dalam hal pelafalan, anak-anak memiliki
peluang untuk berbicara secara fasih, meskipun aturan berbahasa harus mereka
bangun secara natural (Brewer, 1995).
Keempat, adalah kualitas pajanan. Materi pembelajaran yang dipajankan
secaranatural memberikan makna bagi anak dalam kehidupan sehari-hari. Di lain
pihak, pajanan yang disajikan secara formal membuat anak menguasai kaidah
secara relatif cepat, meskipun mungkin mereka tidak dapat mengeskpresikan
penguasaannya dalamkomunikasi yang natural (Ellis, 1986).
Kelima, adalah bahasa pertama. Jika bahasa pertama memiliki kedekatan
kekerabatan dengan bahasa kedua, pembelajar mempunyai kemudahan
mengembangkan kompetensinya. Meskipun demikian, kemungkinan percampuran
kode lebih mudahterjadi, sebagaimana banyak ditemukan percampuran kode
dalam tuturan anak-anak Taman Kanak-kanak di DIY (Musfiroh, 2003).
Keenam, adalah faktor intelligensi. Walaupun belum terbukti secara
akurat dan bertentangan dengan teori multiple intelligences, diduga tingkat
kecerdasan anak mempengaruhi kecepatan pemerolehan bahasa keduanya.
Menurut Lambert, anak-anak  bilingual memiliki performansi yang secara
signifikan lebih baik daripada anak-anak monolingual, baik pada tes inteligensi
verbal maupun nonverbal (Lambert, 1981)

E. Pengaruh Bahasa Pertama Pada PB2


Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan
pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada tahapan berikutnya.
Sebagai contoh seorang anak yang orang tuanya berasal dari daerah Melayu
dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan bahasa Melayu
sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah menerima
kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) di sekolahnya.
Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan
lingkungannya sangat mendukung terhadap proses pembelajaran bahasa kedua
(B2) yaitu bahasa Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan
juga bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang
tuanya berasal dari daerah Jawa dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam
komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa akan mengalami kesulitan
untuk menerima bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang dirasakan asing
dan jarang didengarnya.

Selain dua situasi di atas juga berbeda dengan pasangan orang tua yang
berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan
lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan
memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di
sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula.Untuk kasus yang ketiga
dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya
berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang
Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan
ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan
ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di
lingkungannya di Palembang ngapo.
Ketika anak memasuki sekolah, ia mendapatkan seorang teman yang
berasal dari Jawa mengucapkan kata ngopo yang berarti mengapa maka
bertambah lagi keanekaragaman bahasa yang diperolehnya. Seorang guru pada
jenjang sekolah pada kelas tinggi ia menjumpai kata mengapa akan merasa
kebingungan karena ada lima bahasa yang ia terima. Bagi anak yang kemampuan
kognetifnya baik atau lebih dari rata-rata ia akan bisa membedakan bahasa
Sekayu, Palembang, Pagaralam, Jawa, dan bahasa Indonesia. Kenyataan inilah
yang menjadi dampak bagi anak ketika pemerolehan bahasa pertama yang
didapatkan berpadu dengan bahasa kedua sebagai bahasa baru untuk digunakan
dalam komunikasi di jenjang lembaga resmi atau formal.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan
bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran
behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses
penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan
yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan
Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata dan konsep
serta makhluk sosial. Tarigan memadukan bahwa konsep pemerolehan belajar
anak berasala dari konsep kognitif serta perkembangan sosial anak itu sendiri.
Adapun perkembangan sosial itu sendiri idak terlepas dari faktor orang-orang
yang kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang dimaksud
adalah teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah
serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kedua
orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anak ketika
menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan
pemerolehan bahasa kedua (B2).
Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa
itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila
seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan
dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa
pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering
disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali
terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Bagi anak, orang tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itut,
idaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua
(Fachrozi dan Diem, 2005). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia
tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru
terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik.
Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya
sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya
dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua
dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak
itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di
dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat
meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya.
Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005) mengemukakan bahwa
posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih.
Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini
keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya
tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh
anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi
seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua (B2).
Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia)) merupakan sebuah
kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada
lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang sangat siknifikan sebagai
pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep dapat digugu dan
ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok seseorang pengganti orangtua yan,
oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah
kedua bagi anakmempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa
sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa ibu (B1) dengan
bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh guru membutuhkan
waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kelas rendah (kelas 1—3 SD)
masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan seterusnya) guru akan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru
oleh anak. Apabila pada kelas lanjutan guru masih menggunakan bahasa ibu/
bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka dampak negatif yang
akan diperoleh anak. Sebagai contoh seorang guru matematika mengajarkan hasil
penjumlahan. Guru menanyakan proses penjumlahan dengan menggunakan
bahasa Palembang “Cakmano awak dapet hasil mak ini ni, cobo jelaske!” Bagi
anak yang berasal dari Palembang tidak menjadi masalah dan bisa saja
menjelaskannya (menggunakan bahasa Palembang), tetapi anak yang tidak berasal
dari daerah Palembang yang berada di kelas yang sama akan mengalami kesulitan
menerima bahasa daerah Palembang sebagai bahasa kedua (B2). Sebaliknya jika
guru matematika tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
sudah barang tentu dapat dipahami oleh warga belajar di kelas yang bersangkutan.
Hal yang terakhir ini akan menjadi sebuah kenyataan yang komunikatif antara
petutur dan penutur apabila warga kelasnya sudah terbiasa menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila anak sebagai peserta didik
tetap terbiasa mengggunakan bahasa daerah atau bahasa pertama (B1) yang juga
sering disebut sebagai bahasa ibu dalam komunikasi di lingkungan formal maka
sangat sulit guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia pendidikan.
Begitu pula apabila guru dan anak sebagai peerta didik selalu
menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan maka tidak
mengherankan bila penguasaan bahasa Indonesia yang baik saja yang dikuasai
anak. Sementara itu, keberadaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang
menjadi tuntutan sebagai komonukasi formal atau resmi akan dikesampingkan.
Peranan Guru (kelas bawah) dan orang tua dalam berbahasa ditunjang
oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam
proses pemerolehan bahasa pertama (B1). Pemberian figur berbahasa yang baik
oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang
baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari
pemerolehan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa pertama mempunyai pengaruh positif yang sangat besar terhadap
bahasa kedua sebesar 4 – 12 % dari kesalahan-kesalahan dalam tata bahasa yang
dibuat oleh anak-anak berasal dari bahasa pertama, sebesar 8 – 23 % merupakan
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh orang dewasa. Mayoritas kesalahan-
kesalahan tersebut lebih banyak dalam susunan kata daripada dalam morfologi.
Bidang yang sangat kuat dipengaruhi oleh bahasa pertama adalah pengucapan.
Anak-anak memproses sistem bunyi baru melalui pola-pola fonologis bahasa
pertama pada tahap-tahap awal pemerolehan bahasa kedua, tetapi secara
berangsur-angsur mereka bersandar pada sistem bahasa kedua dan aksen atau
tekanan (logat) mereka pun menghilang.

Pengaruh bahasa pertama kian bertambah pada bahasa kedua jika pelajar
diharapkan menghasilkan bahasa kedua sebelum dia mempunyai penguasaan yang
cukup memadai terhadap bahasa barunya. Pelajar akan bergantung pada struktur-
struktur bahasa pertama, baik dalam upaya komunikasi maupun terjemahan.
Pengaruh bahasa pertama juga merupakan fakta dalam interaksi yang terjadi
antara bahasawan bahasa pertama dan bahasa kedua. Satu-satunya sumber utama
kesalahan-kesalahan sintaksis dalam penghasilan bahasa kedua orang dewasa
adalah bahasa pertama si pelaku. Ada pandangan yang menyatakan bahwa
kesalahan bukan bersumber pada struktur bahasa pertama, melainkan pada latar
belakang linguistik yang berbeda-beda dari bahasa kedua (B2) pelajar.

Pengaruh bahasa pertama terlihat paling kuat dalam susunan kata


kompleks dan dalam terjemahan frase-frase, kata demi kata. Pengaruh bahasa
pertama lebih lemah dalam morfem terikat. Pengaruh bahasa pertama paling kuat
atau besar dalam lingkungan-lingkungan pemerolehan yang rendah. Pengaruh
bahasa pertama bukanlah merupakan hambatan atau rintangan proaktif, melainkan
akibat dari penyajian yang justru diperbolehkan menyajikan sesuatu sebelum dia
mempelajari perilaku baru itu. Pengobatan atau penyembuhan bagi interferensi
hanyalah penyembuhan bagi ketidaktahuan belajar. Bahasa pertama dapat
merupakan pengganti bahasa kedua yang telah diperoleh sebagai suatu inisiator
atau pemrakarsa ucapan apabila pelajar bahasa kedua harus menghasilkannya
dalam bahasa sasaran, tetapi tidak cukup kemampuan bahasa kedua yang telah
diperolehnya. Pengaruh bahasa pertama merupakan petunjuk bagi pemerolehan
yang rendah. Anak-anak mungkin membangun atau membentuk kompetensi yang
diperoleh melalui masukan. Kurangnya desakan penghasilan ujaran lisan akan
menguntungkan bagi anak-anak dan orang dewasa menelaah bahasa kedua dalam
latar-latar formal.
Pengaruh bahasa pertama dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak
alamiah. Seseorang dapat saja menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa kedua
tanpa suatu pemerolehan. Jika bahasa kedua berbeda dengan bahasa pertama,
model monitor dapat dipakai dengan menambahkan beberapa morfologi dan
melakukannya dengan sebaik-baiknya untuk memperbaiki susunan kata.
Pemerolehan bahasa mungkin pelan-pelan, tetapi dalam jangka panjang akan lebih
bermanfaat kalau bahasa dipergunakan untuk maksud dan tujuan komunikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk
menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan
komunikasi.
2. Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa
yang semula tanpa bahasa.
3. Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar
bahasa asing dan bahasa kedua lainnya. Maksudnya adalah pemerolehan
bahasa selain dari bahasa ibunya.

B. Saran
1. Kita harus bisa memahami konsep pemerolehan bahasa guna memahami
bagaimana bahasa yang kita ketahui sekarang bisa kita peroleh.
2. Walaupun kita bisa memperoleh bahasa lebih dari satu bahasa tetapi kita harus
bisa menghindarkan pemerolehan bahasa yang mengakibatkan akulturasi
bahasa yang bersifat negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.Bandung:
Angkasa.
Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan
Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Muslich, Masnur dan Suparno. 1988. Bahasa Indonesia: Kedudukan, Fungsi,
Pembinaan, dan Pengembangannya. Bandung: Jemmars.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa
Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai