FAKULTAS HUMANIORA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Objek studi fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik merupakan
cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah
bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Jenis
fonetik bersumber pada sudut pandang bunyi bahasa yaitu fonetik organis, fonetik
akustis, dan fonetik auditoris. Sedangkan fonemik merupakan cabang studi fonologi
yang mempelajari bunyi bahasa dengan menilik fungsi bunyi tersebut sebagai
pembeda makna bunyi-bunyi yang merupakan unsur-unsur bahasa terkecil dari bagian
struktur kata sekaligus berfungi untuk membedakan makna.
B. Rumusan Masalah
Terdapat beberapa rumusan masalah yang akan kita bahas pada makalah ini. Berikut
ini merupakan hal-hal yang akan kita bahas:
C. Tujuan
Dalam penulisan makalah memiliki sebuah tujuan. Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Ilmu Ashwat.
2. Untuk mengetahui dan memahami fonologi.
3. Untuk memahani perbedaan antara fonologi, fonetik, dan fonemik.
4. Untuk mengetahui manfaat unsur-unsur terjadinya bunyi.
D. Manfaat
BAB II
A. FONOLOGI
1. Kajian Fonologi
2. Macam-macam Fonologi
Fonetik
B. FONETIK
A. Jenis-jenis Fonetik
Dalam proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik terbagi enjadi 3 bagian, yaitu:
Fonetik articulatoris, Fonetik akustik, dan Fonetik auditoris
1. Fonetik Artikulatoris
Disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari mekanisme alat-
alat ucap bekerja menghasilkan bunyi serta bagaimana bunyi itu diklasifikasikan.
Untuk menghasilkan bunyi bahasa pembahasannya meliputi alat-alat ucap yang
digunakan, mengenai kategori bunyi bahasa yang dihasilkan serta criteria apa
yang digunakan mengenai syllable dan juga mengenai partikel atau ciri-ciri
suprasegmental, seperti tekanan, jeda, durasi, dan nada.
2. Fonetik Akustik
Ilmu yang mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fenomena alam atau fisis
disebut dengan fonetik akutik, dan di selidiki dari frekuensi getaran, timbre dan
amplitudonya. Yang dipelajari pada fonetik ini adalah saat bunyi bahasa
merambat diudara. Kecepatannya ketika merambat diudara dan gelombang bunyi
frekuensinya, intensitas bunyi, tekanan, dan spectrum. Juga mengenai pengukuran
akustik, akustik produksi bunyi, resonansi, serta skala desible. Meskipun linguistic
memiliki peran didalamnya, tetapi pembahasan ini lebih mengarah pada ilmu
fisika
3. Fonetik Auditoris
Ilmu yang mempelajari suaru bunyi yang diterima oleh telinga adalah bagian dari
jenis fonetik auditoris. Ia membahas struktur, persepsi gelombang dan fungsi alat
dengar. Jenis ini lebih berkaitan dengan dunia kedokteran
Dari jenis-jenis diatas yang paling berhubungan dengan dunia linguistic adalah
Fonetik artikulatoris, ia berkaitan dengan bagaimana sebuah bunyi bahasa
diucapkan oleh manusia atau bagaimana bunyi bahasa itu bisa dihasilkan.
Hubungan ketiga fonetik tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Pembagian Fonetik
B. System Produksi Bunyi Bahasa
a. Paru-paru (lung)
karena berfungsi sebagai sumber udara, paru-paru menjadi salah satu
organ penting sumber bunyi bahasa yang digunakan seluruh dunia. Ketika
mengucapkan sesuatu, dibutuhkan tekanan udara yang cukup dan tetap
maka paru-paru akan memompa udara yang dibutuhkan. Yang membantu
tekanan udara itu tercukupi dan tetap adalah otot disekitar tulang rusuk dan
diafragma, agar udara yang keluar mulai bergetar, maka dibutuhkan
sebuah penyempitan tertentu.
C. Terjadinya Bunyi
a. Paru-paru merupakan sumber energy utama yang menghasilkan bunyi
bahasa karena memproduksi udara.
b. Ketika sedang bernafas udara yang dihirup ke dalam paru paru
dihembuskan secara bersamaan.
c. Bunyi bahasa terjadi karena mendapat hambatan di beberapa tempat ketika
udara dihembuskan atau dihirup.
d. Tempat atau alat yang dilewati di antaranya batang tenggorokkan, pangkal
tenggorokkan, kerongkongan, rongga mulut, dan rongga hidung.
e. Pita suara harus dalam keadaan terbuka saat udara mengalir keluar.
f. Bunyi bahasa tidak akan terjadi jika pada alat bicara bunyi bahasa tidak
mengalami hambatan udara
D. Alat Ucap
Bunyi-bunyi bahasa manusia dihasilkan oleh alat-alat ucap, yaitu mulut dan
partikelnya, serta kerongkongan dengan pita suara di dalamnya. Dibawah ini
terdapat gambar dan nama-nama dari alat ucap tersebut.
E. Klasifikasi Bunyi
1. Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam saluran
suara.
a. Tidak ada artikulasi pada pembentukan vocal, vocal juga merupakan
bunyi bahasa yang tidak mengalami rintangan.
b. Pada konsonan terdapat artikulasi, pada bagian alat ucap terdapat
hambatan arus udara yang membentuk bunyi konsonan.
c. Bunyi semi-vokal secara praktis termasuk konsonan, namun belum
membentuk konsonan murni saat diartikulasikan.
2. Pembentukan Konsonan
Konsonan terbentuk berdasarkan 4 factor, yaitu daerah artikulasi, cara
artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan keluarnya udara.
Berikut klasifikasi konsonan tersebut:
a) Berdasarkan daerah artikulasi: konsonan bilabial, labio dental, apikodental,
apikoalveolar, palatal, velar, glottal, dan laringal.
b) Berdasarkan cara artikulasi: konsonan hambat, frikatif, getar, lateral, nasal,
dan semi-vokal.
c) Berdasarkan keadaan pita suara: konsonan bersuara dan konsonan tak
bersuara.
d) Berdasarkan jalan keluarnya udara: konsonan oral dan konsonan nasal.
3. Pembentukan Diftong
Diftong adalah dua buah vocal yang berdampingan dan pada saat diucapkan
bunyinya berubah. Perbedaan vocal dengan diftong adalah terletak pada cara
hembusan nafasnya.
Diftong dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
a) Diftong au pengucapan: [aw] => [harimau] dari kata harimau
b) Diftong ai pengucapan: [ay] => [pantay] dari kata pantai
c) Diftong oi pengucapan [oy] => [asoy] dari kata asoi
4. Pembentukan Kluster
Gugus kluster adalah deretan konsonan yang terdapat bersama satu suku kata.
a. Gugus konsonan pertama: /b/,/d/,/g/, /k/, /p/, /s/ dan /t/.
b. Gugus konsonan kedua: /l/, /r/, dan /w/.
c. Gugus konsonan ketiga: /k/, /m/, /n/, dan /s/.
d. Gugus konsonan keduanya adalah konsonan literal /l/, misalnya:
1. pl [pleno] pleno
2. bl [blanko] blanko
3. Dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/ dan /w/
e. Jika ketiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu /s/, yang
kedua /t/, /p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau /l/. Contohnya:
1. spr [sprey] sprei
2. skr [skripsi] skripsi
3. skl [sklerosis] sklerosis
F. Unsur Suprasegmental
Arus ujaran merupakan suatu rentetan bunyi yang bersambung-sambung terus-
menerus diselingi jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan kertas
lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan sebagainya.
Terdapat bunyi yang bisa di segmentasikan, sehingga disebut bunyi segment
namun yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek dan jeda bunyi
tidak bisa di segmentasikan.
Bunyi atau unsur suprasegmental itu dibedakan atas:
Nada bisa bersifat morfemis dalam bahasa yang memiliki nada. Artinya,
perbedaan nada bisa membedakan makna. misal bahasa Mandarin,
Thailand, dan Vietnam yang merupakan bahasa tonal atau bahasa bernada
b. Durasi
Durasi berhubungan dengan panjang atau pendeknya pembunyian suatu
bunyi segmental. Bahasa Arab dan Jepang merupakan bahasa yang
menyertakan durasi sebagai pembeda maknanya.
Sendi luar memperlihatkan batas yang lebih luas daripada suku kata.
Pembedanya antara lain:
1. Jeda antar kata pada frasa diberi tanda garis miring tunggal ( / )
2. Jeda antar frasa pada klausa diberi tanda garis miring ganda ( // )
3. Jeda antar kalimat pada wacana diberi tanda ( # )
Pada salah satu bunyi bahasa tekanan merupakan penguat atau pengeras
artikulasi. Dalam bahasa Indonesia tekanan pada pemberian bunyi bahasa
tertentu tidak bersifat distingtif. Tetapi, pada tataran kalimat bisa
mengakibatkan perbedaan makna. Misal ketika mengucapkan kata “Nak”.
Jika kata tersebut diucapkan tanpa tekanan, ucapan itu dapat berupa sapaan
atau panggilan. Tetapi, jika diberi tekanan yang lebih kuat, maka ucapan
itu akan menjadi teguran atau bahkan hardikan pada si anak yang di
panggil/disapa.
Penentuan batas silabel sebuah kata kadang sulit ditentukan karena batas
tersebut bukan hanya sebuah problematika fonetik saja tetapi juga soal
fonemik morfologi, dan ortografi. Sebagai contoh kata makan, kata
tersebut dapat diurai menjadi “ma” dan “kan”, namun kata makanan yang
kata dasarnya makan ma+kan dan sufiks –an diurai menjadi ma, ka, dan
nan. Maka, koda pada silabel kan pada kata makan berubah tempat
menjadi onset pada silabel nan pada kata makanan secara ortografi dan
menurut ketentuan ejaan bahasa Indonesia, silabelnya adalah ma, kan, dan
an dalam pemenggalan suku kata. Bentuk dasar harus utuh dan dipisahkan
dari konstituen morfem terikat.
C. Fonemik
a. Realisasi Fonem
Realisasi fonem sebenarnya ciri atau satuan fonologis, yakni fonem menjadi bunyi
bahasa. Realisasi fonem erat kaitannya dengan variasi fonem. Secara segmental,
fonem dibedakan oleh vocal dan konsonan.
b. Variasi Fonem
Variasi fonem adalah bentuk manifestasi bersyarat maupun tidak dari fonem.
Bentuk variasi suatu fonem yang ditentukan oleh lingkungannya dalam distribusi
yang komplementer disebut varian alofonis atau alofon.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistic) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses
terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bahasa secara umum dan fungsional.
Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia
merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan vocal, konsonan, diftong dank
luster.
Untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan, diperlukan adanya
fonemisasi pada kajian fonetik. Dengan demikian fonemisasi itu berujuan untuk menentukan
struktur fonemis sebuah bahasa dan membuat ortografis yang praktis atau ejaan sebuah
bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chaer, Abdul. (2012). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
2. Hasan, Alwi, dkk. (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
3. Misdan, Undang. (1980). Bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa II. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
4. Husen, Akhlan, dan Yayat Sudaryat. (1996). Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Muchlisoh, dkk. (1992). Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
6. Resmini, Novi. (2006). Kebahasaan (Fonologi, Morfologi, dan Semantik). Bandung:
UPI Press.