Anda di halaman 1dari 12

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BAHASA ARAB BAGI NON ARAB

Oleh: Joharudin, S.Pd.I

I. PENDAHULUAN
Pengajaran bahasa Arab di Indonesia bermula bersamaan dengan
masuknya Islam ke Indonesia yang pada waktu itu kepentingan mempelajari
bahasa Arab terfokus pada pemahaman ilmu-ilmu agama yang pada umumnya
bersumber dari buku-buku yang berbahasa Arab (kitab kuning). Karena itu
tujuan utama dalam mempelajari bahasa Arab pada waktu itu adalah untuk
memahami kita-kitab tersebut. Hal tersebut sangat berpengaruh pada sistem
pengajaran bahasa Arab itu sendiri. Aspek yang dominan adalah agar
memahami buku-buku tersebut dengan menggunakan pengajaran nahwu
sebagai patokan untuk pemahaman bahasa Arab klasik. Hal tersebut
menjadikan adanya kesenjangan dalam penguasaan aspek kemampuan
berbahasa. Dimana kemampuan yang bersifat positif seperti membaca dan
mendengar lebih diutamakan, sedangkan kemampuan berbicara dan menulis
agak terabaikan.
Hal tersebut tidak seiring dengan perkembangan pada zaman modern
sekarang. Interaksi kita dengan dunia luar pada umumnya makin besar,
terutama dengan dunia Arab dengan berbagai alasan yang bersifat ekonomis,
keagamaan maupun sosial. Hal ini tentunya membutuhkan tingkat komunikasi
yang tinggi dan menuntut setiap orang yang hendak berinteraksi dengan
kawasan Timur Tengah untuk memiliki tingkat kemampuan berbahasa tinggi
yang mencakup kemampuan mendengar, berbicara, membaca dan menulis agar
tidak terjadi misunderstanding antara sipembicara dan sipenerima pesan.
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa Internasional pada saat ini.
Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap perkembangan pengajaran bahasa
Arab di seluruh penjuru dunia dan khususnya di Indonesia. Dengan fungsinya
sebagai bahasa Internasional bahasa Arab menjadi salah satu bahasa resmi di
berbagai lembaga Internasional, seperti PBB, UNESCO, UNICEF dan lain-
lain. Ini disebabkan berbagai faktor, diantaranya luasnya wilayah yang

1
menggunakan bahasa tersebut. Hal tersebut menandaskan bahwa bahasa Arab
tidak saja dipelajari hanya sebagai bahasa agama saja seperti anggapan banyak
orang selama ini. Namun bahasa ini sudah menjadi bahasa yang dipelajari
untuk berkomunikasi secara umum dengan penutur asli bahasa Arab yang
mempunyai latar belakang yang bersifat religius, perdagangan, budaya, sosial
dan lain-lain. Namun pembelajaran bahasa Arab yang diberikan di Indonesia
khususnya oleh banyak pakar belum sepenuhnya mencapai hal maksimal atau
paling tidak sesuai dengan tuntutan yang ada dalam kurikulum. Hal tersebut
tentu disebabkan berbagai faktor yang menyangkut bahasa, apakah kurangnya
pemahaman akan fungsi bahasa.1, apakah tidak memahami tentang tujuan
pembelajaran bahasa Arab.2 , apakah bahasa Arab sebagai bahasa tujuan atau
bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu, faktor sosial budaya, faktor kurikulum.
Semua permasalahan tersebut seharusnya mendapat perhatian penting
dikalangan para pakar dan pemerhati bahasa Arab untuk mencari solusi tepat
agar berbagai anggapan miring atau negatif terhadap keberhasilan
pembelajaran bahasa Arab dapat diminimalisir.

II. PEMBAHASAN
A. Problematika dalam pembelajaran bahasa Arab.

1
Fungsi bahasa tersebut adalah: Pertama, dilihat dari segi penutur, bahasa berfungsi sebagai
personal, karena disaat seseorang menyampaikan pesan, disaat itu juga ia memperliahatkan
emosinya kepada orang lain, disaat itu juga penerima pesan memahami bagaimana emosi
sipenyampai pesan; Kedua, dilihat dari segi pendengar, bahasa berfungsi sebagai direktif, karena
sipenyampai pesan secara otomatis berbuat sesuatu setelah pesan diterima; Ketiga, dilihat dari segi
kontak bahasa, bahasa berfungsi fatik; Keempat, dilihat dari segi topik ujaran, bahasa berfungsi
sebagai referensial, karena apapun yang disampaikan sipembicara akan menjadi pemikiran bagi
sipenerima pesan; Kelima, dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi sebagai
metalingual, dan Keenam, dilihat dari segi amanat, bahasa berfungsi imaginatif. Lihat Abdul Chaer
dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik; Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta, 1995, 19-22
2
Secara umum tujuan pembelajaran bahasa Arab adalah: (1) agar siswa dapat memahami al-
Quran dan Hadist sebagai sumber hukum Islam, (2) dapat memahami dan mengerti buku-buku
agama dan sejarah kebudayaan Islam yang ditulis dalam bahasa Arab, (3) agar siswa pandai
berbicara dan menulis dalam bahasa Arab, (4) untuk dijadikan sebagai alat pembantu keahlian lain
(suplementery), (5) untuk membina ahli bahasa Arab, yakni benar-benar profesional. Lihat Depag.
RI, Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam (IAIN), Jakarta: Proyek Lembaga
Islam, 1975, h. 117-121

2
Yang dimaksud dengan problematika dalam pembelajaran bahasa Arab
bagi non Arab khususnya di Indonesia adalah permasalahan yang menjadi titik
sulit dalam pembelajaran dari berbagai aspek kebahasaan, seperti aspek
fonologi (ilm al-Ashwat), morfologi (ilm al-Sharf), sintaksis (ilm al-Nahwi),
dan semantik (ilm al-Maani). Hal ini terjadi karena perbedaan bahasa Arab
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu. Mau tidak mau, rela atau tidak,
kita harus akui bahwa setiap bahasa mempunyai sistim yang berbeda dari satu
bahasa kebahasa yang lain. Berbagai sistim yang tidak ada dalam bahasa induk,
bagai yang mempelajari bahasa kedua akan menjadi problem untuk
mempelajari bahasa tersebut. Karena itu kesalahan berbahasa untuk orang yang
mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa kedua bersumber pada perbedaan
sistim bahasa Arab dengan bahasa Ibunya. Disamping aspek linguistik di atas,
masih ada aspek non linguistik seperti, aspek lingkungan sosial, pembelajar,
pengajar dan aspek materi.

1. Aspek Fonetik
Aspek fonetik adalah ilmu yang mempelajari cata pengucapan,
penyampaian dan penghasilan bahasa sebagai sebuah karakter umum yang
terdapat dalam semua bahasa.3 Oleh al-Badrawi Zahran, mengemukakan
bahwa fonetik adalah ilmu yang mempelajari tata cara pengucapan suatu
bahasa yaitu bunyi yang dihasilkan oleh manusia (human vocal noise) dan
memperhatikan secara mendasar tentang alat dan cara pengucapan yang
berlaku dalam suatu bahasa.4 Fonetik sebagai salah satu bidang ilmu yang
membahas bunyi tertentu, dimana bunyi tersebut diselidiki dalam bentuk
pelafalannya dan menurut sifat-sifat akuistiknya. Sedangkan ilmu fonologi
meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya. Maka fonetik tidak

3
Muhammad al-Tunji dan Raji al-Asmar, Al-mujam al-mufashshal Fi Ulum al-Lughah (al-
Lisaniyah), Bairut: Dar al-Kutub Al-Islamiyah, 1993, h. 399
4
Al-Badrawi Zahran, Fi ilm al-Ashwat al-Lughawiyah wa Uyub al-Nuthq, Bairut: Dar al-
fikr, 1994, h. 11. Lihat juga Tamam Hasan, Al-Lughah al-Arabiyah Manaha wa Mabnaha, t.t., t.tp.,
1985, 48

3
mempersoalkan segi fungsional dalam perbedaan bunyi-bunyi bahasa yang
diselidikinya. Sementara fonologi persoalan fungsional bunyi-bunyi bahasa
merupakan penyelidikan utama.
Sebagai contoh perbedaan bahasa Arab dengan bahasa Ibu dapat dilihat
dari fonem5 hamzah ( a ) bahasa Indonesia dengan ain ( a ) dalam
bahasa Arab, kedua fonem tersebut membedakan makna, seperti pada kata
dengan kata . Dimana orang Arab tidak pernah mengacaukan dua
bunyi itu. Krena masing-masing memounyai makna tersendiri. Sementara
dalam bahasa Indonesia tidak begitu fungsional, karena tidak ada pasangat kata
yang mengandung kedua bunyi dapat dipertentangkan. Dalam bahasa Arab
perbedaan tersebut merupakan perbedaan fonem, sementara dalam bahasa
Indonesia adalah perbedaan fonetis saja yang tidak merubah makna. Karena
secara konprehensif dapat dilihat bahwa dalam bahasa Arab terdapat huruf-
huruf mirip dan mempunyai kemiripan bunyi, seperti dengan , antara
dengan , antara dengan , dan lain-lain.6 Selain bunyi tersebut, masih ada
perbedaan lain, seperti harkat, panjang-pendek, adanya kata yang dibaca tapi
tidak tertulis , , dan ada kata tertulis tapi tidak dibaca,seperti
.
Dalam bahasa Indonesia terdapat juga huruf yang tidak ada dalam
bahasa Arab, seperti C, G, P, V, dan berbagai fonem, seperti CH, NG, NY.
Perbedaan-perbedaan tersebut, ternyata menimbulkan kesulitan bagi pelajar
untuk mempelajari bahasa Arab. Maka dalam hal ini seorang pengajar harus
dapat mengimbangi kesalahan-kesalahan tersebut, sehingga tidak
menimbulkan kesan bahwa bahasa Arab sulit dipelajari.

5
Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Lihat
Ahrimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia, 2001, 56
6
Dalam bahasa Arab terdapat: (1) tiga buah vokal, yaitu Fathah, Kasrah, dan Dhommah, (2)
24 konsonan, (3) satu fonem ithbaq. Chatibul Umam, Studi Islamika, No. 3, Jakarta: UIN 1977, h.
6. Dan dalam bahasa Arab terdapat 15 makhraj yang dibagi kepada 3 besar, yaitu: (1-4) makhraj
dalam tenggorokan, (5-13) makhraj lidah, (14-15) mkhraj bibir. Lihat Ali Abdul Wahid Wafi, Figh
Lughah, Kairo: Dar al-Nahdhah, t.th, h. 165-166

4
2. Aspek Morfologi
Ilmu ini merupakan bagian dari sintaksis yang mempelajari morfem.
Dimana morfem itu mungkin kata, sebagian dari kata, awalan, sisipan atau
akhiran serta mungkin perubahan shighat (bentuk kata), seperti perubahan dari
aktif kepasif, bahkan kadang-kadang morfem itu terdiri dari satu fonem atau
lebih, pseperti kata adalah morfem, tetapi huruf mudhoroah juga morfem,
atau pada kata yang mana pada kata tersebut morfem karena
menunjukkan jama, tetapi ia juga fonem yang mempunyai nilai bunyi u
(panjang).
Untuk dapat diketahui bahwa studi yang berhubungan dengan kata atau
bagian kata yang menjurus untuk membantu kalimat dan menjurus kepada
perbedaan sintaksis, dinamakan morfologis, contoh: 1) pembagian kata ism,
fiil, dan lain-lain; 2) pembagian dari segi bilangan, mufrad, mutsanna, dan
jama ; 3) dari segi jenis mudzakkar dan muannats; 4) mengenai person,
mutakallim, mukhatab dan ghaib. Tetapi pembahasan shighat fiil dan jam
taktsir bukanlah morfologis, karena tidak mempengaruhi kalimat, tetapi
merupakan pembahasan leksikologi, seperti pada kata menjadi atau
menjadi , tidak ada perbedaan sintaksis walaupun berbeda shighat.
Dalam bahasa Arab ilmu ini disepadankan dengan yang
mencakup tashrif dan isytiqaq, dimana tashrif ini ada pada isytiqaq, sementara
istiqaq tidak bererti tasfrif, tetapi hasil isytiqaq dapat ditashrif. Ilm al-sharf
adalah ilmu yang membahas bentuk kata bahasa Arab baik dari segi konstruksi
atau format bina suatu lafaz untuk mengetahui prinsip-prinsip huruf,
perubahan, pembuangan/penghapusan, penukaran dan kesempurnaan.7 Dalam
ungkapan lain ilmu yang membahas tentang aturan-aturan untuk mengetahui
bentuk kata atau keadaannya dalam bahasa Arab, bukan dari segi perubahan
dan konstruksi akhir kata. Lebih jelasnya perbedaan morfologi dalam bahasa
Arab dan bahasa Indonesia dapat dilihat, bahwa proses pembentukan kata

7
Azizah Fawwal Babaty, Al-Mujam al-Mufashshal fi Al-Nahwi al-Araby, Bairut: Dar al-
Kutub al-Islamiyah, 1992, h. 573

5
dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan penambahan kata, seperti kata
tulis; akhiran (sufiks) dalam kalimat Ali menulis tulisan; imbuhan (prefiks),
seperti di pada kalimata Tulisan ditulis; sisipan (infiks), seperti le pada
kalimat Bumi menggeletar, serta pengulangan kata dalam kalimat Ali menulis-
niliskan pensilnya.
Sementara dalam bahasa Arab perubahan dan pembentukan katanya
dilakukan dangan pengubahan kata dasarnya kepada beberapa bentuk sesuai
dengan ketentuan-ketantuan yang ada atau juga sering disebut dengan isytiqaq
(derivation)8, yaitu membentuk kata baru dari akar kata yang sama dan
mempunyai saling keterkaitan makna. Dari penjelasan ini terlihat bahwa,
pembentukan dan perubahan kata dalam bahasa Arab dengan bahasa Indonesia
jauh berbeda, karena dalam bahasa Arab bukan saja dilakukan dengan proses
prefiks, infiks, dan sufiks. Tetapi yang lebih signifikan adalah melahirkan kata
baru melalui proses isytiqaq. Perubahan-perubahan tersebut (BA) sangatlah
ketat, karena sedikit saja terjadi kesalahan akan berakibat kepada perubahan
makna yang semestinya. Namun demikian prosesnya jelas dan sistematis, serta
relatif mudah untuk diimplementasikan. Maka dalam hal ini seorang guru tidak
mesti harus memberikan secara keseluruhan, tetapi dapat dilakukan dengan
pembelajaran yang intensif seperti yang dilakukan di berbagai pesantren dan
lembaga pembelajaran bahasa Arab pada masa klasik, sehingga tidak
meninggalkan kesan perubahan tersebut membawa kepada kesulitan dan
kebosanan mempelajari bahasa Arab. Karena dalam mempelajari bahasa Arab
mutlak diperlukan mempelajari ilmu ini sebab ia dapat memelihara dari

8
Isytiqaq dibagai kepada 4 bagian; 1) isytiqaq al-Shaghir, yaitu membentuk kata-kata baru dari
kata asal, namun antara satu sama lain memiliki makna sama dan urutan suku kata yang teratur,
seperti perubahan shigah fiil madhi ke mudhari, amr, ism fail, ism mashdar, dan lain-lain; 2)
isytiqaq al-Kabir, melahirkan kata baru dengan cara merubah letak akar kata yang dimilikinya,
sehingga terbentuk beberapa kata, namun memeiliki keterkaitan, seperti lusus(BA) ke
halus ; 3) isytiqaq al-Akbar, yaitu pembentukan kata barau melalui: (a) ibdal, seperti menjadi
, (b) menerima kata baru yang memeiliki arti yang sama dengan bahasa kode, namun keduanya
berwazan yang sama sekalipun tidak terdiri dari suku kata yang sama, seperti dengan kata
keduanyan bermakna (jalan) ; dan 4) isytiqaq al-Ashghar atau isytiqaq al-am, yaitu penganmbilan
berbagai perubahan atau bentuk yang bercabang-cabang dari satu kata dengan berbagai macam
makna, namun tetap mengandung satu makna, seperti kepada bentuk , , ,
dan
lain-lain. Lihat Emil Badi Yaqub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashaishuha, Bairut: Dar al-
Tsaqafah al-Islamiyah, t.th, h. 186-201

6
kesalahan dan kekeliruan dalam membentuk kata Arab, sehingga kita dapat
mengetahui berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kata dengan artinya.

3. Aspek Sintaksis
Dalam bahasa Arab ilmu ini dikenal dengan ilm al-Nahi/Qawaid,
dimana ilmu ia mempelajari bagaimana pemakaian kata dalam kalimat,
pembentukan susuna kalimat dengan tepat dan benar. Untuk lebih jelas al-
Jurjani, mengatakan bahwa ilmu nahwu9 adalah ilmu yang mengandung
sejumlah kaidah yang digunakan untuk mengetahui posisi kata bahasa Arab
dalam kalimat, seperti irab, bina dan lain-lain, atau ilmu yang memiliki
sejumlah ketentuan untuk mengetahui benar-tidaknya sebuah kalimat.10 Oleh
Harimurti Kridalaksana, sintaksis adalah pengeturan dan hubungan antara kata
dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-
satuan yang lebih besar dari itu dalam bahasa satuan terkecil dalam bidang ini
adalah kata.11
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam bahasa juga menjadi sebuah
fenomena yang sangat sulit sekali dalam mempelajari bahasa Arab, karena
terdapatnya perbedaan yang signifikan antara struktur kalimat (jumlah) dalam
bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari
penjelasan di bawah ini:
1. Segi Irab, dimana ilmu ini membidangi tentang harakah akhir kata, seperti
kata , dimana kata ini bisa di baca rofa, kasrah, dan nashab, sesuai dengan
posisinya dalam kalimat, contoh:
a. , dibaca rofa karena menjabat sebagai predikat (khobar)

9
Menurut Kamal Muhammad Bisyr, ilmu nahwu membahas 4 segi, yaitu; 1) ikhtiyar (seleksi);
2) manqiyat (urutan kata dalam kalimat); 3) muthabaqah (konkordan); 4) irab. Kamal Muhammad
Bisyr, op.Cit, h. 139
10
Al-Syarif Ali bin Muhammad al-Jurjani, Kitab al-tarifat, Bairut: Dar al-Kutub al-:ilmiyah,
1988, h. 240
11
Harimurti Kridalaksana, op.Cit, h. 199

7
b. , dibaca kasrah karena menjabat sebagai pelengkap/khabar
setelah dimasuki huruf jar.
, dibaca manshub karena menjabat sebagai obyek (maful bih).
c.
Disamping itu pada bagian pertama harus ada persesuaian kata demi
kata, dimana antara predikat (fiil) dengan subyek (fail) harus sesuai.
Demikian juga pada mudzakkar sama mudzakkar dan muannats sama
muannats, serta berlaku pada bilangan, bila mubtadanya mufrad maka
khobarnya harus mufrad dan seterusnya.
Sistem rab lebih lincah dibandingkan bahasa Indonesia, seperti
kalimat , jika dibalik , mendahulukan obyek dari
subyek dibenarkan dalam bahasa Arab. Berbeda dalam bahasa Indonesia,
seperti Ahmad membaca buku dan jika dibalik menjadi Buku membaca
Ahmad. Hal ini mengandung penyimpangan makna yang jauh, karena bahasa
Indonesia hanya mengenal S-P-O dan tidak O-P-S, walaupun bahasa Indonesia
mengenal inversi, namun hanya sebatas membalikkan susunan bagian-bagian
kalimat dan tidak menempatkan obyek pada posisi subyek, seperti dalam
bahasa Arab ( Ahmad makan makanan), biasanya dalam bahasa
Indonesia hanya berbentuk makan makanan Ahmad bukan makanan makan
Ahmad.
2. Segi struktur kalimat, dimana dalam bahasa Arab dikenal dua bentuk jumlah,
yaitu verbal (jumlah filiya) dan nominal (jumlah ismiyah). Sedangkan bahasa
Indonesia hanya mengenal kalima nominal kamu siswa yang cerdas (
), hal ini tidak menimbulkan kesulitan, tetapi bila didahului kata kerja,
seperti (BA) , secara harfiyah diterjemahkan persi si Zaki
ke sekolah. Hal ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia karena tidak
mengenal sistem P-S-O, sementara hal tersebut dijumpai dalam bahasa Arab.
Maka kalimat tersebut diterjemahkan sesuai dengan susunan kalimat yang
benar dalam bahasa Indonesia, yaitu Zaki pergi ke sekolah.
3. Segi pola kalimat, dimana dalam bahasa Arab di kenal istilah MD,
sedangkan dalam bahasa Indonesia hanya mengenal DM, Perbedaan tersebut
akan terlihat ketika kita menterjemahkan kalimat bahasa Arab, seperti

8
, bila diterjemahkan dengan pola MD, maka Ini mobil baru. Sementara
dalam bahasa Indonesia, hal tersebut tidak ditemukan. Sehingga harus
diterjemahkan sesuai dengan susunan yang benar dalam bahasa Indonesia,
yaitu Mobil ini baru.

4. Aspek Semantik
Pembahasan dan penelitian tentang semantik (makna) merupakan satu
taran dalam linguistik. Namun perlu diketahui bahwa semantik dalam tataran
pembahasan fonologi, morfologi dan sintaksis adalah tidak sama. Sebaba
secara hierarkial satuan bahasa yang disebut wacana yang dibangun oleh
kalimat; satuan kalimat dibangun oleh klausa; satuan klausa dibangun oleh
frase; satuan frase dibangun oleh kata; satuan kata dibangun oleh morfem;
satuan morfem dibangun oleh fonem, dan satuan fonem dibangun oleh fon atau
bunyi. Dengan demikian obyek semantik yakni makna dan berada diseluruh
atau semua tataran dengan bangunan-bangunan yang ada, yaitu berada dalam
tataran fonologi, morfologi dan sintaksis.
Dalam bahasa Arab istilah ini dikenal dengan atau .
Semantik adalah bagian dari linguistik yang memepelajari teori makna.12
Secara umum semantik mempelajari arti menurut aspek kata dan kalimat, tetapi
dalam batas sosial tertentu. Sedangkan secara khusus, yaitu penggunaan yang
hidup dalam milieu tertentu atau berdasarkan dengan memperhatikan ciri-ciri
sosial budaya milieu tertentu. Kajian semantik terbagi dua, yaitu semantik dan
emotif. Dimana makna semantik adalah makna obyektif yang tidak berbeda
pengertiannya antara seseorang dengan lainnya, makna tersebut merupakan
makna umum yang terbatas dari pengaruh pengalaman-pengalaman pribadi
dan emosi. Makna tersebut sejalan dengan logika suatu bahasa tertentu.
Sedangkan makna emotif adalah makna yang sudah terpengruhi oleh

12
Ahmad Mukhtar Umar, Ilm al-Dilalah, Kuwait: Maktabah dar al-Arabiyah, 1982, h. 11 Dia
juga menambahkan bahwa ruang lingkupnya juga meliputi segala sesuatu yang berbentuk lambang.
Dengan demikian huruf juga merupakan pembahasannya, seperti huruf BK pada plat mobil, yang
mengandung makna setiap kenderaan yang berplat BK secara administrasi adalah mobil yang
berdomosili di wilayah Medan

9
pengalaman-pengalaman emosional batin, yang dapat membedakan pengertian
antara orang dengan yang lainnya.
Untuk lebih memudahkan dapat dicontohkan dengan kata ( sapi),
makna secara umum adalah binatang jinak yang mempunyai tanduk dan kuku
serta halal dimakan. Namun kata tersebut mempunyai makna emotif yang
cukup banyak, seperto orang Hindu, mengatakan bahwa sapi adalah simbol
kesucian, dan bagai petani adalah sebagai sumber rezki karena bisa
dimanfaatkan untuk menggarap sawah dan kebun, serta sebagai makhluk yang
mengerikan bagi orang yang pernah ditanduk oleh sapi.
Dalam mempelajari semantik, perlu kiranya kita mengetahui tentang
idiomatik bahasa Arab yang secara khusus belum dijumpai sampai sekarang.
Karena tanpa ilmu ini orang akan bisa salah mengartikan kalimat dalam bahasa
Arab, seperti kata sering hanya di artikan memutuskan atau menghukum.
Padahal artinya bermacam-macam menurut konteksnya, seperti pada kalimat
artinya menghendaki, karena kata disambut
dengan huruf , pada contoh lain arti ini akan lain ketika di masuki huruf
, contoh , maka diartikan menghancurkan. Dalam contoh
lain adalah kata ada dua arti yaitu suka dan benci. Namun untuk diartikan
suka, maka kata tersebut harus disambut dengan huruf , contoh
(saya suka membaca). Serta diartikan dengan benci kata tersebut harus
disambut dengan huruf , contoh ( saya membencinya).
Pergeseran makna seperti yang disebutkan di atas, dapat menimbulkan
kesulitan bagai pembelajar untuk menentukan makna suatu kata yang
sebenarnya (antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia) ketika mereka ingin
menerjemahkan kata tersebut, apalagi kata tersebut mengandung idiomatik dan
kata yang diadopsi dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Di samping itu juga
masih ada aspek lain yang tidak berhubungan langsung dengan bahasa, tetapi
sangat membantu dalam meluruskan arti yang dimaksud oleh sebuah kata,
yaitu staylistik13 dan leksikologi. Dimana staylistik membahas tentang gaya

13
Staylistik, dalam bahasa Arab dikenal dengan , yang mempelajari tentang: 1).
Kaidah-kaidah mengenai gaya bahasa untuk dipergunakan dalam percakapan dan tulisan, dan ini

10
bahasa dan perbedaannya oleh karena perbedaan macam dan waktunya, cara-
cara yang dipergunakan dalam perkembangannya dan aturan-aturannya.
Secara komprehensif dapat kita lihat ketika seseorang mengungkapkan
Ibu sedang memasak nasi, tentu yang dimaksud bukanlah nasi yang
dimasak, tetapi yang dimaksud adalah beras, karena kalau nasi yang dimasak
akan jadi bubur. Dari contoh tersebut membuktikan bahwa pengtingnya untuk
mengajarkan ilmu staylistik untuk mengetahui makna kata atau kalimat.
Sehingga dengan demikian para pembelajar akan dapat menerjemah dan
memahami sebuah kata, serta memahami maksud dari kata tersebut ketika
berada ditengah-tengah kalimat.
Sedangkan leksikologi hanya mempelajari perbendaharaan bahasa.
Karena diketahui bahwa bahasa Arab terkenal sebagai bahasa yang paling kaya
dengan kosakata. Banyak kata-kata yang masing-masingnya mempunyai
banyak pengertian, dan sebaliknya banyak kata-kata yang sama artinya. Maka
untuk mengetahui ini sangat diperlukan sekali kamus untuk membantu
memahami sebuah kata. Dan hal ini telah banyak kamus-kamus dengan dwi-
bahasa atau yang diterjemahkan sesuai dengan negara yang menggunakan
bahasa tersebut.

dinamakan dengan staylistik talimy, 2). Gaya bahasa dengan sejarah perkembangan serta aturan-
aturannya, yang dinamakan dengan staylistik tarikhy, 3). Gaya bahasa secara historik, analitik dan
komparatif, yang dinakan dengan staylistik muqaran. Lihat Ali Abdul Wahid Wafi, op.Cit, h. 8-9

11
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Jiny, Al-Kashaish, (Dar al-Kitab al-Araby, 1952), Jilid. I

Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: Grasindo, 2000)

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik; Perkenalan Awal, (Jakarta:


Rineka Cipta, 1995)

Depag. RI, Pengajaran Bahasa Arab Pada Perguruan Tinggi Agama Islam (IAIN),
(Jakarta: Proyek Lembaga Islam, 1975)

A. Chaedar Alwasilah, Linguistik; Suatu Pengatar, (Bandung: Angkasa, 1993)

Kamal Muhammad Bisyr, Dirasat Fi ilm al-Lughah, Mesir: (Dar al-Maarif, 1969)

Muhammad al-Tunji dan Raji al-Asmar, Al-mujam al-mufashshal Fi Ulum al-


Lughah (al-Lisaniyah), (Bairut: Dar al-Kutub Al-Islamiyah, 1993)

Al-Badrawi Zahran, Fi ilm al-Ashwat al-Lughawiyah wa Uyub al-Nuthq, (Bairut:


Dar al-fikr, 1994)

Tamam Hasan, Al-Lughah al-Arabiyah Manaha wa Mabnaha, (t.t., t.tp., 1985)

Ahrimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia, 2001)

Azizah Fawwal Babaty, Al-Mujam al-Mufashshal fi Al-Nahwi al-Araby, (Bairut:


Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1992)

Emil Badi Yaqub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashaishuha, (Beirut: Dar


al-Tsaqafah al-Islamiyah, t.th)

Al-Syarif Ali bin Muhammad al-Jurjani, Kitab al-tarifat, (Bairut: Dar al-Kutub al-
:ilmiyah, 1988)

Ahmad Mukhtar Umar, Ilm al-Dilalah, Kuwait: (Maktabah dar al-Arabiyah, 1982)

12

Anda mungkin juga menyukai