Anda di halaman 1dari 21

Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara

Mengatasinya

Aida Russalam1

Abstrak

Perjalanan yang sedemikian panjang dari Bahasa Arab telah


menjadikan bahasa ini mempunyai karakter dan keistimewaan
tersendiri yang berbeda, bahkan mungkin tidak dimiliki oleh
bahasa-bahasa yang lain. Dengan keistimewaan itu menjadikan
pembelajaran bahasa Arab juga teraplikasi dari banyak sudut
pandang yang heterogen. Sebagian ada yang memandang bahasa
Arab adalah bahasa agama atau bahasa Ibadah, sehingga pem­
belajaran bahasa Arab dimulai dengan pembelajaran membaca
Al-Qur’an. Ada yang berpandangan belajar bahasa Arab adalah
belajar bahasa ilmu pengetahuan Islam. pandangan ini juga tidak
salah, karena memang ilmu-ilmu Islam mayoritas referensinya
berbahasa Arab. Dan ada pula yang berpandangan bahwa belajar
bahasa Arab adalah belajar berbahasa, pandangan ini lebih menitik
beratkan pada bagaimana orang belajar bahasa Arab sebagai
media komunikasi sehari-hari. Sudut pandang ini menimbulkan
banyak bentuk kesulitan atau problematika dalam mempelajarinya
baik dari bentuk problematika linguistic maupun problematika non-
linguistik. Mengungkap solusi dari beberapa problema ini maka
diperlukan seorang guru bahasa Arab yang lebih profesional dalam
menyampaikan materi atau memiliki strategi mengajar yang handal
serta beberapa solusi lainnya.

Keywords: Problematika, Pembelajaran Bahasa Arab, Solusi

A. Pendahuluan
Belajar suatu bahasa, baik bahasa ibu atau bahasa nasional yang
menjadi simbol kebangsaan, pada masa kanak-kanak merupakan proses
yang mau tidak mau mesti berlangsung. Proses yang tidak dapat dihindari
1
Dosen Bahasa Arab pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yastis (Yayasan
Tarbiyah Islamiyah) Padang

17
dan sebuah keniscayaan. Disebut bahasa Ibu karena bahasa ini dipakai oleh
anak-anak saat ia berkomunikasi dengan ibunya ketika ia mulai belajar
berbicara. Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan masyarakat yang
berbahasa Arab akan menjadikan bahasa ibunya bahasa Arab. Jika anak
itu dibesarkan di lingkungan yang berbahasa daerah tertentu maka anak
tersebut akan menjadikan bahasa daerah tertentu itu menjadi bahasa
ibunya.

Bahasa nasional adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa resmi


dalam negara atau bangsa tertentu. Mempelajari sebuah bahasa bukan
hanya mempelajari bahasa berdasarkan kurikuler, melainkan juga harus
belajar dari masyarakat sekitar (bahasa komunikasi yang berkembang)
mulai dari yang terdekat, seperti ibu, bapak, nenek, adik dan teman
sahabat bermain sehingga memasuki lembaga pendidikan formal. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa anak didik Indonesia meskipun dia
belum memasuki lembaga sekolah sudah memiliki pengalaman berbahasa
yakni bahasa asing dan bahasa lokal (bahasa ibu).

Seseorang yang mempelajari bahasa asing, seperti bahasa Arab di


sekolah formal, madrasah, pesantren, akademi dan perguruan tinggi
tergolong sebagai orang yang berkepandaian khusus. Setiap tahunnya,
ribuan bahkan mungkin ratusan ribu orang yang bersemangat mempelajari
bahasa Arab dengan motif dan tujuan yang berbeda-beda. Dari jumlah
orang tersebut yang mencapai ribuan bahkan ratusan ribu yang mempunyai
semangat mempelajari bahasa Arab itu yang berhasil baik yang mencapai
tujuan yang diharapkannya hanya sekian persen saja (Philip, K. Hitti,
1970:43). Karena mereka yang mempelajari bahasa Arab tersebut sudah
pasti memiliki pengalaman berbahasa komunikasi dengan bahasa ibu.
Bahasa ibu inilah yang dipandang sebagai penghambat, meskipun
sesungguhnya tidaklah demikian.

Ketika seorang anak dalam proses belajarnya di sekolah harus


mempelajari bahasa asing, sebenarnya dia menghadapi masalah yang sama,
yaitu melalui tahap-tahap pengenalan, pendengaran dan pengucapan.

Masalah-masalah atau problematika dalam sebuah pembelajaran


sangatlah mungkin untuk seseorang yang sedang belajar bahasa asing
seperti bahasa Arab. Masalah masalah yang dimaksud di sini adalah
problematika linguistik dan problematika non linguistik.

18 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

B. Pengertian Problematika Pembelajaran Bahasa Arab


Kata Problematika berasal dari kata problem yang berarti masalah
(Lukman Hakim, t.t: 295), maka problematika adalah sesuatu yang
mengandung masalah (Team Pustaka Poenix, 2007:675), atau kesulitan
yang dihadapi, penghalang tercapainya suatu tujuan atau hal-hal yang
menimbulkan masalah yang belum bisa terpecahkan permasalahannya.
Pembelajaran adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau sikap yang
disebabkan oleh pengalaman. Pembelajaran adalah proses penyampaian
ilmu dan pengetahuan dari seorang guru kepada murid dengan metode
tertentu. Pembelajaran terdiri dari empat unsur yaitu guru, murid, materi
dan metode (Muhammad ‘Ali Al Saman, 1983:12). Bahasa yaitu ungkapan
yang digunakan oleh suatu bangsa untuk menyatakan maksud dan tujuan
mereka (Al Husaini al Jurjani al Hanafiy, 2003:192). Bahasa adalah sistem
lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Aminuddin, 2011:28).
Bahasa adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh
anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi
antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama
(Soejono Dardjowidjojo, 2003:16). Jadi problematika pembelajaran
bahasa Arab adalah sesuatu yang terdapat permasalahan dalam proses
pembelajaran bahasa Arab, baik permasalah itu berasal dari internal bahasa
maupun dari eksternal bahasa Arab itu sendiri.

C. Karakteristik Bahasa Arab


Bahasa Arab adalah suatu alat komunikasi. Sebagaimana yang dikutip
oleh Abdul Mu’in bahwa para ahli bahasa mengelompokkan bahasa-bahasa
di dunia menjadi beberapa rumpun, Max Muller membaginya kepada
tiga rumpun: yaitu Indo Eropa, Semit Hemit dan Turania. Bahasa Arab
termasuk dalam rumpun bahasa Semit yang menjadi salah satu rumpun
dari bahasa Semit Hemit atau dalam istilah lain Homo Semitic atau bahasa
Arab Al-Hamiyah al-Samiyah.

Dalam perkembangannya Bahasa Arab saat ini dapat dibedakan


menjadi tiga kelompok pemakaian dan penggunaannya.
1. Bahasa Arab klasik adalah Bahasa al Quran dan bahasa yang
dipakai oleh para pujangga dan penyair seperti al Mutanabby, Ibn
Khaldun dan lain-lain.
2. Bahasa Arab sastra atau Bahasa Arab Resmi, adalah bahasa

Aida Russalam 19
yang dipakai dalam surat kabar, radio, buku, acara-acara resmi
kenegaraan, forum-forum ilmiah dan lain-lainnya. Bahasa ini
hampir mirip dengan bahasa Arab klasik dan dianggap sebagai
bahasa yang termasuk fusha.
3. Bahasa Arab tutur atau pergaulan (‘ammiyah) yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari orang Arab, dengan ragam dialek
mereka masing-masing sesuai daerah dan lingkungan yang
ditempati oleh masyarakat Arab.
Perjalanan yang sedemikian panjang dari Bahasa Arab telah menjadikan
bahasa ini mempunyai karakter dan keistimewaan tersendiri yang berbeda,
bahkan mungkin tidak dimiliki oleh bahasa-bahasa yang lain di antaranya
adalah sebagai berikut (Soejono Dardjowidjojo, 2003:16):
1. Bahasa Arab merupakan bahasa yang kaya, bisa jadi merupakan
Bahasa yang terkaya di dunia bila dibandingkan dengan bahasa-
bahasa yang ada, terutama yang berhubungan dengan persamaan
kata atau sinonim (al-mufradat al-mutaradifah), contoh untuk
sinonim atau padanan kata unta dalam Bahasa Arab terdapat
800 padanan kata, dan untuk kata yang bermakna anjing ada 100
padanan katanya. Bahasa Arab kaya akan sinonim (persamaan arti
kata). Misal yang lain, al-Asad yang artinya singa, mempunyai
sinonim yang banyak sekali. Di antaranya adalah Al-Laits, Al-
Ghadanfar, As-Sabu’u, Ar-Ri’baal, Al-Hizbar, Adh-Dhargaam,
Ad-Dhaigam, Al-Wardu, Al-Qaswar, dan lain sebagainya.
Kemudian, tiap huruf dalam bahasa Arab mempunyai simbol,
tanda, dan arti tersendiri. Contohnya adalah huruf ha’, dimana ia
mengandung arti yang berkonotasi kepada sesuatu yang tajam dan
panas, seperti Al-Hummaa (penyakit panas, demam), Al-Haraara
(panas), Al-Hurr (yang bebas dan merdeka), Al-Hubb (kecintaan),
Al-Hariiq (kebakaran), Al-Hiqd (kedengkian), Al-Hamiim (teman
akrab), Al-Hamzhal (buah parai), Al-Hirriif (yang pedas), Al-Haraam
(yang dilarang), Al-Hariir (kain sutera), Al-Hanaan (kasih sayang),
Al-Haadd (yang tajam), Al-Haqq (kebenaran) dan lain-lain.

Contoh lainnya adalah huruf kha’ mempunyai konotasi kepada


segala sesuatu yang tidak disukai atau dihindari, seperti dalam kata;
Al-Khauf (ketakutan), Al-Khizyu (kehinaan), Al-Khajal (malu), Al-
Khiyaanah (pengkhianatan), Al-Khalaa’ah (pencabulan), Al-Khinzir
(babi), Al-Khizlaan (kekecewaan), dan lain sebagainya.

20 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

2. Adanya keberagaman cara pengambilan dan mempariasikan


bentuk kata yang dikenal dengan Isytiqaq, yang dimaksud dengan
isytiqaq adalah pengambilan sighot (bentuk kata) dari sighot
yang lain, karena ada persamaan baik dari segi bentuk, maknanya
maupun strukturnya dengan beberapa tambahan tertentu yang
telah ditetapkan. Ada dua pendapat ulama mengenai isytiqoq ini,
antara lain :
1) Ulama Bashrah; bahwa sumber isytiqoq adalah masdar.

2) Ulama Kufah; bahwa sumber isytiqaq adala kata kerja (fi`il).

Selanjutnya, adanya sistem i’rab yaitu perubahan bunyi akhir


suatu kata dalam kalimat yang disebabkan oleh perbedaan faktor (‘amil
yang menyertainya, baik ’amil disebut itu jelas maupun diperkirakan
dalam benak’, Perbedaaan tersebut dapat mempengaruhi makna’).
Dikatakan juga bahwa ini merupakan ciri yang paling khusus hanya
terdapat dalam Bahasa Arab dan tidak terdapat dalam bahasa yang
lain.
3. Menjadi kekhasan Bahasa Arab yang lain adalah dikenal suatu
ilmu sistem penyampaian kata-kata dalam ucapan atau kalimat
yang diatur sedemikian rupa yang disebut dengan ilmu balaghah
atau ilmu yang mempelajari gaya bahasa dan rahasia-rahasia yang
terkandung dalam bahasa Arab, khususnya Al-Qur`an, tegasnya
ilmu balaghah ini merupakan ilmu kesustraan bahasa Arab. Dan
tentu saja apa bila dikaji lagi secara mendalam akan masih banyak
ditemui karakteristik yang lain terutama yang berkaitan dengan
semantik (al-dalalah) atau sistem pemaknaan dan lain-lainnya.
4. Keelokan, kedalaman serta mutu bahasa yang tinggi. Sejak
Bahasa Arab yang tertuang di dalam Al-Qur’an didengungkan
hingga kini, semua pengamat baik Barat maupun orang muslim
Arab menganggapnya sebagai bahasa yang memiliki standar
ketinggian dan keelokan linguistik yang tertinggi, yang tiada
taranya (the supreme of linguistic excellence and beauty).
D. Pentingnya Mempelajari Bahasa Arab
Banyak alasan mengapa orang-orang non Arab mempelajari bahasa
Arab, seperti yang disebutkan Thu’aimah, antara lain :
1. Motivasi agama, bahasa Arab adalah bahasa yang sangat penting

Aida Russalam 21
bagi kaum muslim (‘Ali al Hadid, t.t: 9), karena bahasa kitab
suci kaum muslimin berbahasa Arab menjadikan bahasa Arab
harus dipelajari sebagai alat untuk memahami ajaran agama
yang bersumber dari kitab suci alquran. Ibnu Taimiyah berkata,
“sudah maklum bahwa belajar dan mengajar bahasa Arab
adalah fardhu kifayah”. Sebagaimana dikatakan oleh Umar bin
Khattab, “Sesungguhnya bahasa Arab itu bagian dari agama”,
dan mengetahuinya adalah sebuah kewajiban. Sebab, memahami
Al-Qur’an dan Al-Hadits hukumnya wajib, dan hal itu tidak dapat
dipahami kecuali dengan bahasa Arab.
2. Orang non Arab akan merasa asing jika berkunjung ke jazirah
Arabia yang biasanya menggunakan percakapan bahasa Arab
baik ‘amiyyah maupun fushha jika tidak menguasai bahasa Arab.
3. Banyak karya-karya para ulama klasik bahkan hingga yang
berkembang dewasa ini menggunakan bahasa Arab dalam
kajian-kajian tentang agama dan kehidupan keberagamaan kaum
muslimin di dunia. Sehingga untuk menggali dan memahami
hukum maupun ajaran-ajaran agama yang ada di buku-buku
klasik maupun modern, mutlak menggunakan bahasa Arab
(Rusydi Ahmad Thu’aimah dan Kamil al Naqah, 2006: 31-32).
4. Dengan mengetahui bahasa Arab, dapat dijadikan perantara agar
terhindar dari perkara syubhat dan bid’ah. As-Suyuti berkata
“Sungguh aku telah mendapatkan orang-orang sebelum Syafi’i
dan mereka memberi isyarat bahwa sebab terjadinya bid’ah
adalah tidak mengetahui bahasa Arab”.
5. Bahasa Arab adalah syiar Islam dan umat Islam.
6. Kuatnya bahasa Arab adalah salah satu sebab kemuliaan Islam
dan kaum muslimin.
7. Bahasa Arab adalah ikatan di kalangan kaum muslimin.
8. Mengajarkan bahasa Arab adalah sarana untuk menyebarkan
kebudayaan Islam.
E. Problematika Pembelajaran Bahasa Arab
1. Problematika Linguistik
a) Tata Bunyi
Sebenarnya, pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah
berlangsung berabad-abad lamanya. Tetapi, aspek tata bunyi sebagai
dasar untuk mencapai kemahiran menyimak dan berbicara kurang
mendapat perhatian dan fokus yang memadai. Ini terjadi karena

22 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

tujuan pembelajaran bahasa Arab hanya diarahkan pada satu arah,


yakni agar pelajar mampu memahami bahasa tulisan yang terdapat
dalam buku-buku (kitab-kitab) berbahasa Arab dan grametika
terjemah, yaitu metode pembelajaran bahasa yang lebih menekankan
pada kegiatan belajar pada penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa
dan penerjemahan kata demi kata (harfiyah).

Metode ilmiyah ini yang menjadi gambaran dan pengertian


tentang bahasa Arab lebih bertumpu atas dasar metode ini sehingga
gambaran yang muncul tidak lengkap dan utuh karena tidak
mengandung tekanan bahwa bahasa  pada dasarnya adalah berujar
mengungkapkan sebuah ujaran. Akibat penerapan metode yang tidak
holistik integratif, kemahiran menyimak dan berbicara merupakan
titik kelemahan yang sangat fatal bagi pembelajaran bahasa Arab
yang dilaksanakan di Indonesia. Secara jujur harus diakui bahwa
di berbagai madrasah, pesantren, masjid dan bahkan rumah-rumah
penduduk, pembelajaran Al-Quran diiringi oleh pengajaran tata
bunyi bahasa Arab yang lazim disebut makharij al-huruf, sebuah
istilah yang biasa dikenal dalam ilmu tajwid.

Akan tetapi ilmu tajwid hanya menitikberatkan perhatiannya


pada kepentingan kemahiran membaca Al-Quran, bukan untuk
tujuan kemahiran perkembangan bahasa Arab. Padahal, tidak semua
aturan tata bunyi dalam tajwid Al-Quran diberlakukan sama bagi
penggunaan bahasa Arab (Departemen Agama, 1972:78).

Akibat dari kurangnya perhatian terhadap pembelajaran bahasa


Arab dengan bunyi atau suara banyak melakukan kesalahan dalam
menulis ketika pelajaran didiktekan, baik pelajaran bahasa Arab atau
pelajaran-pelajaran lain yang bersangkut-paut dengan bahasa Arab.
b) Kosakata
Saat ini sudah banyak kata dan istilah Arab yang diserap dan
dimasukkan ke dalam kosakata bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
Sebenarnya, semakin banyak kata-kata yang berasal dari kata-kata
Arab yang kemudian menjadi perbendaharaan kata bahasa Indonnesia
(bahasa ibu atau bahasa nasional Indonesia) (Mario Pei, 1971:31),
semakin mudah untuk membina kosakata dan pengertiannya, serta
melekatkannya ke dalam ingatan seseorang. Serapan istilah baru dan
kosa kata baru sangat menguntungkan orang-orang yang mempelajari

Aida Russalam 23
bahasa Arab di Indonesia dari pada di Amerika, Inggris dan negara-
negara lainnya karena di Indonesia pelajar lebih cepat dan lebih
banyak menghimpun perbendaharan kosakata baru. Langkah ini
dapat dijadikan dasar bagi pengadaan seleksi kosakata baru dan
pengaturan urutan penyajian materi-materi bahasa Arab. Selain
keuntungan, perpindahan dan penyerapan kata-kata dari bahasa asing
ke dalam bahasa pelajar juga ada kerugiannya, antara lain:

1) Terjadinya Pergeseran Arti.

Seperti kata “kasidah” yang berasal dari kata qasidah.


Kasidah dalam bahasa Arab mempunyai arti sekumpulan bait
syair yang mempunyai wazan qafiyah. Dalam bahasa Indonesia,
kasidah memiliki arti hanya lagu-lagu Arab atau irama padang
pasir dengan kata-katanya yang puitis (berbentuk syair).

2) Lafadnya Berubah dari Bunyi Aslinya tapi Artinya Tetap.

Contoh kata “berkat” dalam bahasa Indonesia, sedangkan


bahasa Arab melafadkan barakah dan contoh lain adalah kata
“kabar” dalam bahasa Indonesia, “khabar” dalam bahasa Arab.

3) Lafadnya Tetap tapi Maknanya Berbeda.

Seperti kata “kalimat”, dalam bahasa Indonesia diartikan


susunan kata-kata (jumlah), sedangkan dalam bahasa Arab
mengartikannya sebagai kata-kata.

Berkaitan dengan problematika kosakata tersebut perlu diketahui


bahwa banyak segi-segi sharaf (morfologi) dalam bahasa Arab yang
tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, semisal konjungsi (tashrif).
c) Tata kalimat
Dalam membaca teks bahasa Arab, para pelajar harus memahami
artinya terlebih dahulu. Dengan begitu mereka akan bisa membacanya
dengan benar. Hal ini tidak lepas dari pengetahuan tentang ilmu
nahwu dalam bahasa Arab yakni untuk memberikan pemahaman
bagaimana cara membaca yang benar sesuai kaidah-kaidah bahasa
Arab yang berlaku. Sebenarnya ilmu nahwu tidak hanya berkaitan
dengan I’rab dan bina, melainkan juga penyusunan kalimat,
sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal-hal selain I’rab dan bina

24 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

seperti almuthabaqah (kesesuaian) dan almauqi’iyyah (tata urut


kata). Kesesuaian seperti kesesuaian mubtada’ dan khabar, sifat dan
maushuf, persesuaian dari segi jenis kelamin yakni mudzakar dan
muannats, persesuaian dari segi jumlah yakni mufrad, mutsanna, dan
jama’, dan segi ma’rifah dan nakirah. Adapun contohnya sebagai
berikut :

‫ التلميذ حاضر‬ : tunggal laki-laki

‫ التلميذان حاضران‬ : dua laki-laki

‫ التالميذ حاضرون‬ : jamak laki-laki

‫ التلميذة حاضرة‬ : tunggal perempuan

‫ التلميذتان حاضرتان‬ : dua perempuan

‫ التلميذات حاضرات‬ : jamak perempuan

Contoh shifat (sifat) dan maushuf (yang disifati) :

”‫صغير‬
ٌ ‫“قلم‬
ٌ ‫هذا‬
”‫أشتري “قلما صغيرا‬
”‫اكتب الدرس بـ”قلم صغير‬
‫الصغير” هناك‬
ُ ‫“القلم‬
”‫الصغير‬
َ ‫“القلم‬
َ ‫أشتري‬
Sedangkan almauqi’iyyah seperti fi’il (kata kerja) harus terletak di
depan atau mendahului fa’il (pelaku pekerjaan) dan khabar (prediket)
haruslah terletak sesudah mubtada’ (subyek) kecuali apabila khabar
itu zharaf (keterangan waktu/tempat) atau jar dan majrur, maka
boleh mendahului mubtada’. Jadi tata kalimat bahasa Arab memang
tidak mudah dipahami oleh pelajar bahasa non Arab, seperti yang
ada di Indonesia, meskipun ia sudah menguasai gramatika bahasa
Indonesia, ia tidak akan menemukan perbandingannya dalam bahasa
Indonesia. Karena itu guru bahasa Arab harus menaruh dan memberi
perhatian yang lebih banyak agar mereka dapat dengan mudah

Aida Russalam 25
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pelajar ketika
mempelajari bahasa Arab.
d) Tulisan
Tulisan bahasa Arab sangat berbeda dengan tulisan latin. Karena
itu, tidak mengherankan jika duduk diperguruan tinggi seorang
mahasiswa masih juga membuat kesalahan dalam penulisan Arab,
baik tulisan mengenai pelajaran bahasa maupun ayat-ayat Al-Quran
dan hadits, termasuk buku catatan dan karangan ilmiah.

Sebenarnya pemahaman menulis Arab sesuai dengan kaidah


imla’ harus sudah mulai diperkenalkan sejak usia dini, diajarkan pada
tingkat dasar dan menengah serta dikuasai di tingkat atas. Tapi, fakta
telah menunjukkan bahwa kesalahan penulisan huruf masih terbawa
ke tingkat perguruan tinggi. Untuk mengubah kebiasaan yang salah
sehingga mahasiswa mampu menulis tulisan Arab sangat berat,
meskipun tidak dikatakan mustahil.

Tulisan Arab yang berbeda sama sekali dengan tulisan latin,


juga menjadi kendala tersendiri bagi pelajar bahasa Arab non Arab,
khususnya di Indonesia. Tulisan latin di mulai dari kanan ke kiri,
sedangkan tulisan Arab dimulai dari kiri ke kanan. Huruf latin hanya
memiliki dua bentuk, yaitu huruf kapital dan huruf kecil, sedangkan
huruf Arab mempunyai berbagai bentuk, yaitu bentuk berdiri sendiri,
awal, tengah, dan akhir. Misalnya huruf ‘ain ( ‫ ) ع‬bentuk berdiri
sendirinya ‫ع‬, bentuk awalnya ‫ـــع‬., bentuk tengahnya ‫ــعــ‬, dan bentuk
akhirnya ‫ ع‬/ ‫ع ـــــــ‬. Dengan sejumlah perbedaan tulisan yang ada
antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia atau latin ini maka bagi
para pelajar Indonesia tidak mudah menulis huruf-huruf Arab apalagi
menuangkannya dalam karangan yang panjang dan memiliki nilai
keindahan, kecuali para pelajar yang telah melalui proses belajar
yang panjang dan teratur (Acep Hermawan, 2011:103- 105).
2. Problematika Non-Linguistik
Di samping persoalan linguistik yang dihadapi oleh pelajar non
Arab, persoalan non linguistik juga menjadi kendala keberhasilan
pembelajaran yakni kondisi sosio-kultural bangsa arab dengan non
Arab, dan pertimbangan bahan ajar.
a) Faktor Sosio-Kultural

26 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

Problem yang mungkin muncul adalah bahwa ungkapan-


ungkapan, istilah-istilah dan nama-nama benda yang tidak
terapat dalam bahasa Indonesia tidak mudah dan tidak cepat
dipahami oleh pelajar Inonesia yang sama sekali belum
mengenal social dan budaya bangsa Arab. Contoh ungkapan :

‫الزبَا‬
ُّ ‫الس ْي ُل‬
َّ ‫�بَلَ َغ‬
Terjemah harfiahnya adalah “air bah telah mencapai tempat
tinggi”, namun bukan itu yang dimaksud. Yang dimaksud
adalah “sesuatu yang terlanjur tidak mungkin dapat diulang
kembali”. Ungkapan seperti ini dapat dimaknai dalam bahasa
Indonesia dengan istilah “nasi telah menjadi bubur”.

Contoh lain peribahasa:

‫الرَماء تُ ْمالَءُ الْ َكنَائِن‬


ِّ ‫�قَْب َل‬
Terjemahan harfiahnya adalah “sebelum memanah
penuhi dulu tempat anak panah”. Peribahasa ini dalam bahasa
Indonesia sama maknanya dengan pribahasa “sedia payung
sebelum hujan”.

Peribahasa tersebut berkaitan dengan latar belakang


sosio-kultural orang Arab dahulu adalah sering mengadakan
perang, maka mereka mengatakan peribahasa seperti itu.
Sedangkan bangsa kita sering mengalami musim hujan, maka
kita menggunakan peribahasa itu (Acep Hermawan, 2011:105-
106).

Implikasinya perlu diusahakan penyusunan materi


pelajaran bahasa Arab yang mengandung hal-hal yang dapat
memberikan gambaran sekitar sosiokultural bangsa Arab.
Tentu saja materi tersebut harus berhubungan dengan praktek
penggunaan bahasa Arab. Persoalan ini dipandang sangat
penting karena wawasan dan pengetahuan sekitar sosio-
kultural jazirah Arab dapat mempercepat pemahaman pelajar
bahasa Arab tentang makna dan pengertian berbagai ungkapan,
istilah, dan nama-nama benda yang khas bagi bangsa Arab.
Pengetahuan tersebut juga dapat membantu para pelajar
bahasa Arab untuk menggunakan berbagai ungkapan, istilah,

Aida Russalam 27
dan nama benda di atas dalam situasi yang tepat.
b) Faktor Buku Ajar
Penggunaan buku ajar dalam pembelajaran juga menjadi
sesuatu yang urgen, karena peranannya di samping guru hingga
saat ini masih menjadi instrument yang cukup menentukan
keberhasilan pebelajaran.

Buku ajar yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip


penyajian materi bahasa Arab sebagai bahasa asing akan
menjadi problem tersendiri dalam pencapaian tujuan.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain seleksi, gradasi, dan
korelasi. Seleksi maksudnya adalah bahwa buku ajar harus
menunjukkan pemilihan materi yang memang diperlukan oleh
pelajar di tingkat tertentu atau diprioritaskan untuk tingkat
satuan pendidikan tertentu. Oleh sebab itu buku ajar yang
baik adalah buku yang didasarkan pada kurikulum yang jelas,
misalnya KTSP. Gradasi maksudnya adalah berjenjang, yaitu
berjenjang dalam penyajian, mulai dari materi yang mudah
sampai ke materi yang susah. Sedangkan korelasi maksudnya
adalah bahwa setiap unit yang disajikan harus memiliki kaitan
yang saling menguatkan menjadi paduan yang utuh.

Pemberian gambaran sosio-kultural Arab dalam buku ajar


perlu dilakukan karena dengan pemahaman aspek ini akan
membantu para pelajar memahami penggunaan ungkapan ,
kalimat, kata, atau nama-nama benda yang memang berkaitan
dengan sosi-kultural pemilik bahasa ini. Namun tidak berarti
bahwa penyjian materi harus sama dengan sosio-kultural
bangsa Arab. Karena pada hakikatnya buku bahasa Arab yang
baik bagi pelajar Indonesia adalah yang system penyajiannya
sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

Buku-buku ajar yang banyak digunakan di Indonesia


sebagian ditulis oleh orang Indonesia dan sebagian lagi ditulis
oleh orang Arab asli. Sejumlah bahan ajar yang ditulis oleh
para pakar bahasa Arab Indonesia adalah antara lain (Acep
Hermawan, 2011: 107):

1) Durus al lughah al ‘arabiyah, karya Mahmud yunus,

28 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

terbitan hidakarya, Jakarta, cetakan 28 tahun 1980.

2) Al ‘arabiyyah di al namadzij, karya A.R. Partosentoso, dkk,


terbitan bulan bintang Jakarta, cetakan I tahun 1976 dan
cetakan terbaru tahun 2007.

3) Al ‘arabiyyah li thullab al-jami’ah, karya chatibul umam


dkk. Terbitan darul ulum press Jakarta, cetakan I tahun
2003 dan cetakan terbaru tahun 2004.

4) Pelajaran bahasa Arab untuk madrasah aliyah, karya H.D.


Hidayat, terbitan toha putra Semarang, mulai 1984 hingga
cetakan terakhir 2007. Dan masih banyak buku yang lain.

Sedangkan bahan ajar yang masuk dan diajarkan di


Indonesia yang ditulis langsung oleh orang arab sendiri, antara
lain :

1) Al ‘arabiyyah li al nasyi’in (1983) ditulis oleh Muhammad


Ismail Shini diterbitkan atas kerja sama menteri pendidikan
kerajaan arab Saudi dengan Universitas Riyadh.

2) Linguaphone (1991) oleh Fuad H. Majally dan diterbitkan


oleh linguaphone institute limited London.

3) Al ‘arabiyyah baina yadaik (2003) oleh Abd Rahman bin


Ibrahim al Fauzan dkk. Yang diterbitkan oleh al mu’assasat
al waqaf al islami Riyadh.

4) Silsilah al’arabiyyah lighair al nathiqin biha, disunting


oleh ‘Abd Allah Ibn Hamid al Hamid dan team yang
diterbitkan oleh Jami’ah al Imam Muhammah Ibn al Su’ud
al Islamiyyah Riyadh tahun 1414 H/1994 M.

5) Tareq (diakses dari halalco.com, tanggal 15 januari 2010).

Selain bahan ajar bahasa Arab di atas, masih banyak lagi


bahan ajar bahasa Arab yang lain yang masuk dan tersebar
di Indonesia, namun paling tidak bahan-bahan ajar di atas
merupakan bahan ajar yang banyak digunakan baik di sejumlah
pondok pesantren dan perguruan tinggi di Indonesia.

Aida Russalam 29
c) Faktor Lingkungan Sosial
Belajar bahasa yang efektif adalah membawa pelajar ke
dalam lingkungan bahasa yang dipelajari. Dengan lingkungan
tersebut setiap pelajar akan “dipaksa” untuk menggunakan
bahasa tersebut, sehingga perkembangan penggunaan bahasa
yang dipelajarinya relative lebih cepat dibandingkan dengan
mereka yang tidak ada lingkungan bahasa. Hal ini karena
lingkungan akan membuatnya terbiasa menggunakan suatu
bahasa secara terus-menerus untuk menyampaikan maksud
dan tujuan dalam hatinya.

Fakta menunjukkan bahwa faktor lingkungan pergaulan


umumnya menjadi masalah tersendiri dalam pembelajaran
bahasa Arab di Indonesia. Pelajar bahasa Arab yang ada di
daerah tertentu, cenderung menggunakan bahasa pergaulan
yang ada di daerah itu. Kondisi ini akan menjadi transfer
negative dalam belajar bahasa Arab, sebab antara bahasa
Arab dengan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di
Indonesia jelas berbeda, setidaknya pada sisi struktur.

Beberapa lingkungan sosial yang memiliki intensitas


pengaruh yang tinggi dalam belajar bahasa antara lain
orang yang tinggal bersama tetangga, teman bekerja, teman
belajar, teman seagama, media massa seperti : radio, televise,
telepon, buku, majalah, koran, dan sebagainya. Menciptakan
lingkungan bahasa dalam hal ini akan menjadi langkah tepat
dalam pembelajaran bahasa Arab, setidaknya pada proses
belajar mengajar di kelas (Acep Hermawan, 2011:110).

Tidak ada tawaran yang lebih baik bagi sekolah kepada


masyarakat kecuali partisipasi sekolah di dalam kegiatan-
kegiatan masyarakat. Guru seharusnya melibatkan masyarakat
dalam fungsi-fungsi sekolah. Oleh karena itu, arus dua arah
harus diciptakan antara sekolah dengan masyarakat. Untuk
melaksanakan hal itu hubungan timbal balik harus dilaksanakan
dengan baik. Umumnya sekolah yang harus mengambil
inisiatif dengan kegiatan prakarsa. Mengirimkan undangan
formal untuk fungsi-fungsi sekolah tertentu kepada orang-
orang penting dalam masyarakat adalah salah satu cara agar
harapan ini dapat terwujud. Situasi dengan penuh keakraban

30 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

antara sekolah dan masyarakat memungkinkan guru dengan


bebas melakukan survei terhadap berbagai aktivitas yang dapat
bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan pembelajaran
(D.N. Adjai Robinson, 1988:132).
d) Faktor Siswa
Karena faktor dari siswanya sendiri yang tidak punya
motivasi yang kuat dan cara pandang mereka terhadap
bahasa Arab yang dianggap sulit. Adapun solusinya adalah
memberi motivasi kepada siswa agar siswa bisa bersemangat
dalam belajar, seperti mewujudkan motivasi instrumental
dan integratif. Motivasi instrumental adalah keinginan untuk
memiliki kecapakan berbahasa Arab karena alasan faedah atau
manfaat, seperti supaya mudah dapat pekerjaan, penghargaan
sosial atau memperoleh keuntungan ekonomi lainnya. Motivasi
integratif adalah adanya keinginan untuk memperoleh
kecakapan bahasa asing supaya dapat berintegrasi dengan
masyarakat pemakai bahasa Arab.

Menghilangkan image bahasa Arab yang sulit agar tercipta


motivasi dan semangat yang menggebu-gebu sehingga tujuan
akhir dari mempejari bahasa Arab dapat tercapai, yang mana
tujuan akhirnya adalah agar dapat menggunakan bahasa Arab
baik lisan maupun tulisan dengan tepat, fasih, dan bebas untuk
berkomunikasi dengan orang yang menggunakan bahasa
Arab, dengan kata lain empat kemahiran telah dicapai, yaitu
kemahiran menyimak atau istima’, kemahiran bercakap-cakap
atau muhadatsah, kemahiran membaca atau qiro’ah, dan
kemahiran menulis atau kitabah.
e) Metode
Ketidaktepatan dalam memilih metode atau metode yang
ditawarkan tidak menarik sehingga menyebabkan siswa tidak
bersemangat di dalam belajar. Solusi yang bisa dilakukan
seorang guru adalah memilih metode yang tepat dalam
proses pengajaran bahasa Arab, seperti menerapkan metode
inovatif dalam pengajaran. Metode inovatif adalah metode
yang membawa paham-paham baru, metode inovatif ini di
antaranya:

Aida Russalam 31
1) Suggestopedia

Suggestopia sebagai aplikasi dari Suggestology, yaitu


suatu penerapan dari sugesti kedalam ilmu mendidik. Metode
ini dimaksudkan untuk membasmi suggesti dan pengaruh
negatif yang tak disadari bersemai pada diri anak didik dan
untuk memberantas perasaan takut yang menurut para ahli
sangat menghambat proses belajar, seperti perasaan tidak
mampu, perasaan takut salah, serta ketakutan akan sesuatu
yang baru dan belum familiar. Metode ini mengandung enam
unsur, yaitu:
a) Authory, yaitu adanya semacam kepercayaan, guru dapat
dipercaya kemampuannya, dari seorang guru membuat murid
yakin dan percaya pada dirinya sendiri dan kalau hal itu tercipta
maka rasa aman akan terpenuhi, dan kalau rasa aman terpenuhi,
maka murid akan terpancing untuk berani berkomunikasi.
b) Infantilasi, yaitu murid seakan-akan seperti anak kecil yang
menerima authory dari guru, metode ini akan mengurangi rasa
tertekan sehingga murid dapat belajar secara ilmiah, dan ilmu
akan masuk tanpa disadari seperti apa yang dialami oleh anak
kecil.
c) Dual komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan non verbal
yang berupa rangsangan semangat dari keadaan ruangan dan
dari kepribadian seorang guru.
d) Intonasi, guru menyajikan materi pelajaran dengan tiga
intonasi berlainan, dari intonasi mirip orang berbisik dengan
suara tenang dan lembut, intonasi yang normal biasa-biasa
sampai kepada nada suara keras dramatis.
e) Rhythm, yaitu pelajaran membaca dilakukan dengan irama,
berhenti sejenak diantara kata-kata dan rasa yang disesuaikan
dengan nafas dalam.
f) Keadaan pseuda-passive. Pada unsur ini keadaan murid
betul-betul rileks tetapi tidak tidur sambil mendengar irama
music, pada saat-saat rileks inilah terjadi apa yang disebut
“hypermnesia ” dimana daya ingat menjadi kuat.
g) Counseling Learning Method (CLM)
Adanya counseling diharapkan timbulnya minat murid untuk
memperoleh pandangan-pandangan baru dan munculnya kesadaran
pribadi yang dapat memberikan stimulasi terhadap perkembangannya,

32 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

dalam istilah ini murid disebut “client” dan guru disebut “counselor”.
Tingkatan belajarnya adalah:
a) Embryo stage, yaitu client bergantung penuh pada counselor.
b) Self-assertion stage, yaitu client mulai mempunyai keberanian
berbicara karena beberapa kata dan prasa mulai tersimpan di
otak.
c) Separate existence stage, yaitu timbul rasa ketidaktergantungan
murid dengan sedikit kesalahan yang dibuatnya dimana
langsung diperbaiki oleh counselor.
d) Reversal stage, yaitu kebutuhan murid pada counselor hanya
berupa idioms dan beberapa ekspresi serta tata bahasa yang
pelik.
e) Independent stage, yaitu ketidaktergantungan murid secara
total dan ia bebas berkomunikasi dalam bahasa asing.
2) The Silent Way

Metode ini dianggap cukup unik karena bukan hanya guru yang
diminta diam 90 % dari alokasi waktu yang dipakai tetapi ada juga
saat-saat tertentu dimana murid tidak diam tidak membaca, tidak
menghayal, tidak juga menonton video tetapi mereka berkonsentrasi
pada bahasa Arab yang baru saja didengar. Prinsip yang dipegang
dalam metode ini adalah adanya respek terhadap kemampuan murid
untuk mengerjakan masalah-masalah bahasa serta kemampuan
untuk mengingat informasi tanpa adanya verbalisasi dan bantuan
minimalpun dari guru. Siswa dibiarkan saja dahulu bersalah dalam
berbahasa karena salah satu letak ketidaksempurnaan dari kebanyakan
pengajaran adalah adanya tuntutan/paksaan untuk memperoleh
kesempurnaan seketika. Inti dari The Silent Way ada tiga, yaitu:
a) wach (perhatikan)
b) give only what is needed (beri/ajarkan apa yang dibutuhkan
saja)
c) wait! (tunggu).
F. Kurikulum
Tidak terlaksananya kurikulum dengan baik di sekolah. Melaksanakan
kurikulum yang telah ditetapkan dengan baik, seperti melaksanakan
kurikum formal, yang meliputi:
1. Tujuan pengajaran baik tujuan umum maupun tujuan khusus.

Aida Russalam 33
Tujuan pengajaran bahasa Arab sebagaimana tercantum dalam
kurikulum ialah mendidik manusia Indonesia agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa. Tujuan khusus pengajaran bahasa Arab agar siswa memilki
pengetahuan dan kecakapan berbahasa Arab dan mampu
menggunakannya sebagai alat komunikasi.
2. Bahan pelajaran yang tersusun secara sistematis, yang akan
disajikan kepada para siswa yang harus terselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan sesuai dengan alokasi waktu dalam
kurikulum bahasa Arab.
3. Strategi belajar-mengajar dengan berbagai macam kegiatannya
yang dalam kurikulum bahasa Arab telah ditentukan berbagai
metode, sumber / sarana maupun waktu sebagai petunjuk kepada
para guru dalam mengajar.
4. Sistem evaluasi untuk mengetahui sampai mana tujuan pengajaran
telah tercapai. Seringkali guru memberikan pelajaran bahasa Arab
bisa menepati waktu yang telah ditargetkan kurikulum tetapi
setelah diadakan penilaian ternyata belum sesuai dengan apa yang
diharapkan. Hal tersebut adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh
guru. Sistem penilaian bisa dilakukan dengan tanya jawab atau
pemberian tugas dan sebagainya.
G. Media dan Sarana Prasarana
Keterbatasan media yang ada atau keterbatasan sekolah dalam
menyediakan media pembelajaran. Adapun solusinya adalah menyediakan
media pembelajaran yang memadai, karena penggunaan media dalam
pembelajaran sangat penting sekali, karena media dapat menarik minat
siswa, meningkatkan pengertian siswa, memberikan data yang kuat/
terpercaya, memadatkan informasi, dan memudahkan penafsiran data,
dengan menggunakan media dapat mempermudah dan mengefektifitkan
proses pembelajaran dan bisa membuat proses pembelajaran lebih menarik.
1. Guru
Profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam
mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang
pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk
gaya belajar. Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki
guru dengan kompetensi professional akan menerapkan “learning
by doing” (pembelajaran dengan melakukan) untuk menggantikan

34 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

cara mengajar di mana guru hanya berbicara dan peserta didik hanya
mendengarkan (Umi Machmudah & Abdul Wahab Risyidi, 2008:12).

Oleh sebab itu guru bahasa Arab yang baik adalah mereka yang
senantiasa mengajak para pelajar untuk menggunakan bahasa Arab
ketika ia memberikan materi. Namun keahlian guru juga kadang-
kadang menjadi masalah tersendiri. Tidak jarang dijumpai guru
bidang studi bahasa Arab diajarkan oleh yang bukan ahlinya, sehingga
proses pembelajarannya pun berlangsung seadanya. Sebabnya
memang beragam, terutama karena kurangnya tenaga pengajar
yang ahli di bidang ini. Sebagai solusinya, guru bahasa Arab harus
selalu meningkatkan kualitas keahliannya dengan banyak mengikuti
pelatihan, seminar, diskusi, atau setidaknya banyak membaca buku-
buku pendidikan kebahasaaraban.

Guru perlu menekankan bahwa bahasa merupakan sarana


berpikir. Keterampilan berbahasa siswa menjadi tolak ukur
kemampuan berpikir siswa. Kreativitas siswa dalam berbahasa
perlu diperhatikan oleh guru yang sesuai dengan kaidah bahasa
Arab. Pembelajaran bahasa Arab harus menyenangkan siswa, oleh
karena itu minat, keingintahuan, dan gairah siswa perlu mendapatkan
perhatian. Guru tidak perlu monoton dan tidak boleh kehabisan teknik
pembelajaran bahasa Arab. Guru harus lebih dahulu memperhatikan
apa yang diucapkan siswa sebelum memperhatikan bagaimana siswa
mengungkapkan.
2. Waktu Belajar
Dari segi waktu belajar bahasa Arab untuk siswa di sekolah
relatif sangat sedikit, ada yang belajar cuma dua jam pelajaran setiap
minggu, terkadang ada yang empat jam setiap minggunya. Dari segi
waktu yang sangat sedikit rasanya sangat jauh harapan kita untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dari pembelajaran bahasa Arab
ini. Apalagi ini bahasa asing yang sangat komplet yang harus kita
pelajari. Seharusnya waktu yang disediakan haruslah lebih banyak
dari waktu yang tersedia sekarang sehingga pembelajaran bisa lebih
maksimal dan hasil yang diharapkan bisa tercapai.
3. Sosial Politik
Bahasa Arab sampai saat ini nampak belum didayagunakan
secara optimal, ia baru dimanfaatkan dalam rangka pengiriman TKI

Aida Russalam 35
ke berbagai Negara di Timur Tengah. Padahal dengan politik dan
diplomasi yang menyeluruh, bahasa Arab dapat dipergunakan untuk
membuka peluang-peluang baru yang lebih menguntungkan dalam
bentuk kerja sama di bidang-bidang yang lebih strategis, seperti
ekonomi dan pendidikan.

Meski sebenarnya pendayagunaan bahasa Arab di bidang


pendidikan sudah mulai mengalami perkembangan yang cukup
berarti di Negara-negara Timur Tengah dan sebagian Afrika dengan
menjamurnya kamus-kamus atau ensiklopedi berbahasa Arab dalam
berbagai disiplin ilmu, namun sangat disayangkan karena kurangnya
jalinan kerja sama di bidang tersebut, maka masyarakat Indonesia
sendiri kurang begitu mengenal atau mendapat informasi mengenai
hasil usaha tersebut. Kamus-kamus atau ensiklopedia itu kurang
bahkan belum memasyarakat di kalangan mayoritas bangsa Indonesia
sendiri (Radliyah Zaenuddin, 2005:26).

H. Penutup
1. Kesimpulan
Problematika pembelajaran bahasa Arab adalah suatu kesulitan
atau masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran bahasa Arab.
Problematika di sini terbagi dua, pertama problematika linguistic dan
kedua problematika non-linguistik. Adapun problematika linguistic
adalah masalah yang berkaitan langsung dengan bahasa itu sendiri,
antara lain tata bunyi, kosa kata, tata kalimat, dan tulisan. Sedangkan
problematika non-linguistik adalah kesulitan yang dihadapi dalam
proses pembelajaran bahasa Arab dari segi ekstrinsik bahasa, yaitu
faktor sosial-kultural, buku ajar, lingkungan sosial, siswa, metode,
kurikulum, media dan sarana prasara, guru, waktu belajar, dan faktor
sosial politik.
2. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi
pembaca. Pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

36 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dan Cara Mengatasinya


Volume VI Nomor 1, Maret 2015

Referensi

‘Ali al Hadid, Musykilah Ta’lim al Lughah al ‘Arabiyyah Li Ghair al


‘Arab, Kairo : Dar al Katib al ‘Arabiy lil Thaba’ati wa Al Nasyr, T.T.
Acep Hermawan, Metode Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2011
Al Husaini al Jurjani al Hanafiy, al Ta’rifat, Beirut, Lebanon : Dar al Kutub
al ‘Alamiyah, 2003
Aminuddin, Semantik, Pengantar Studi Tentang Makna, Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2011
D.N. Adjai Robinson, Asas-Asas Praktik Mengajar, Jakarta : Bhratara,
1988
Departemen Agama. Workshop Bahasa Arab dan Ilmu Tafsir, Bogor:
Tugu, 1972
Lukman Hakim, Kamus Ilmiah Istilah Popular, Surabaya : Terbit Terang,t.t.
Mario Pei, Kisah daripada Bahasa (terjemahan dari Nugroho Notosusanto).
Jakarta: Bharata, 1971
Muhammad ‘Ali Al Saman, Al Taujih Fi Tadris al Lughah al ‘Arabiyyah,
Kairo : Dar al Ma’arif, 1983
Philip, K. Hitti, Dunia Arab (terjemahan U. Hutugalung dan O.D.P
Sihombing), Bandung: Sumur Bandung, 1970
Radliyah Zaenuddin, dkk, Metodologi & Stategi Alternatif Pembelajaran Bahasa
Arab, Yogyakarta : Pustaka Rihlah Group, 2005
Rusydi Ahmad Thu’aimah wa Kamil al Naqah, Ta’lim Al Lughah Ittishaliyyan
baina al Manahij wa al Istiratijiyyat, Rabath : Mansyurar Al Munazzamah
Al Islamiyyah Li Tarbiyah Wa Al ‘Ulum Wa Al Tsaqafiyah, Isisco, 1427
H / 2006 M
Soejono Dardjowidjojo, Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia,
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003
Team Pustaka Poenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pustaka Poenix,
2007
Umi Machmudah & Abdul Wahab Risyidi, ACTIVE LERNING, Yogyakarta :
UIN Malang Press, 2008

Aida Russalam 37

Anda mungkin juga menyukai