Anda di halaman 1dari 13

Problematika Pembelajaran Bahasa Arab Siswa Kelas 7 (Putri) di Pondok

Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School Pleret, Bantul, Yogyakarta

Bela Noviana Dewi


Mahasiswa Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: belanovianadewi1997@gmail.com

Abstract

In a learning process in the classroom, there must be problems that will be faced by
teachers and students, for example in learning Arabic. This article aims to describe and
provide appropriate solutions to the problems that exist in learning Arabic for 7th grade
students at Muhammadiyah Boarding School Pleret, Bantul, Yogyakarta. This study used
qualitative research methods. Data were obtained from observations and interviews with
research subjects, namely 7th grade students and Arabic language teachers. After that,
the writer found that the problems that existed during the teaching and learning process
of Arabic in 7th grade were divided into two, namely linguistic problems (sound,
vocabulary, writing) and non-linguistic problems (social factors, environment, students,
teachers). And the solutions found by the author for these problems are; 1) Providing
opportunities for students to play an active role in the learning process, 2) Emphasis on
language skills, not just language theory and knowledge, 3) Good cooperation between
teachers and students to create an interesting and not boring learning atmosphere.

Keywords: Problematic, Linguistic, Non-linguistic

Abstrak

Dalam sebuah proses pembelajaran di kelas, pasti ada problematika dan permasalahan
yang akan dihadapi oleh pengajar dan peserta didik, sebagai contoh ketika pembelajaran
bahasa Arab. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan serta memberikan solusi yang tepat
atas problematika-problematika yang ada selama pembelajaran bahasa Arab siswa kelas
7 di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School Pleret, Bantul,
Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengambilan data
berasal dari observasi dan hasil wawancara terhadap subjek penelitian, yaitu siswa kelas
7 dan guru pengampu materi bahasa Arab. Setelah itu, penulis menemukan bahwa
problematika yang ada selama proses belajar mengajar bahasa Arab di kelas 7 ini terbagi
menjadi dua, yaitu problematika linguistik (tata bunyi, kosa kata, tulisan) dan
problematika non-linguistik (faktor sosial, lingkungan, siswa, guru). Dan solusi yang
ditemukan oleh penulis atas problematika-problematika tersebut ialah; 1) Memberikan
seluruh siswa kesempatan yang sama untuk bisa aktif dalam mengikuti pembelajaran, 2)
Penekanan terhadap keterampilan bahasa, bukan hanya teori dan pengetahuan bahasa, 3)
Mewujudkan kerja sama baik antar guru dan juga siswa agar tercipta suasana yang
menarik dan tidak membosankan selama pembelajaran berlangsung.

Kata Kunci: Problematika, Linguistik, Non-linguistik

A. PENDAHULUAN
Satu dari sekian banyak bahasa yang telah menjadi materi pembelajaran baik
secara akademik maupun non akademik di banyak negara, terutama negara-negara
yang didominasi oleh pemeluk agama Islam ialah bahasa Arab. Tidak hanya itu saja,
berbagai perguruan tinggi di negara Barat pun telah menerapkan pembelajaran bahasa
Arab, entah dari segi wilayah, budaya, atau sebagai bagian dari materi yang mengkaji
agama Islam. Diketahui bahwasanya Indonesia telah menerapkan pembelajaran bahasa
Arab di berbagai institusi pendidikan. Tapi perlu diketahui bersama bahwasanya
bahasa Arab sendiri masih belum bisa menyaingi kemajuan pesat dari bahasa Inggris
yang lebih berkembang dan banyak dipelajari di tanah air Indonesia.1

Dalam artikel yang ditulis oleh Muhbib Abdul Wahab, disebutkan bahwa
sampai saat ini masih belum ditemukan bukti pasti jejak awal mula studi bahasa Arab
muncul dan berkembang di Indonesia. Pemikiran yang selama ini ada dan dipercaya
oleh masyarakat adalah bangsa Indonesia sudah mengenal bahasa Arab sejak agama
Islam datang dan dipeluk oleh mayoritas penduduk bangsa Indonesia. Karena Islam
masuk serta menyebar di Indonesia sekitar abad ke-13, sudah bisa dipastikan bahwa
bahasa Arab di Indonesia sendiri telah berusia sekitar 700 tahun. Maka dari itu, dapat

1
Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an, (Bandung: Tim Redaksi Penerbit
Mizan, 2001), hlm. 21
disimpulkan bahwa bahasa Arab di Indonesia berusia lebih tua daripada bahasa asing
yang pernah masuk juga ke Indonesia, seperti bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa
Jepang, dan bahasa Mandarin.2

Pada kenyataannya, materi Bahasa Arab sendiri sudah mulai diajarkan di


Indonesia, dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah sampai ke
tingkat Universitas atau perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan adanya wujud dari
keseriusan berbagai pihak, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan supaya
sistem dan kualitas pengajaran bahasa Arab di Indonesia tidak kalah dengan materi
pelajaran lainnya. Jika ditinjau secara teoritis, setidaknya terdapat 4 orientasi atau
tujuan pembelajaran bahasa arab, yaitu:

1. Orientasi Religius. Maksud dari orientasi religius ialah salah satu tujuan dari
pembelajaran bahasa Arab ialah supaya mampu mendapatkan pemahaman
yang dalam tentang ajaran Islam (fahm al-maqru’). Tujuan ini bisa diraih
dengan cara pembelajaran keterampilan pasif (mendengar dan membaca),
bisa pula dengan pembelajaran keterampilan aktif (berbicara dan menulis)
2. Orientasi Akademik.Yang dimaksud dengan orientasi akademik ialah tujuan
dari pembelajaran bahasa Arab ialah pemahaman akan ilmu-ilmu dan
keterampilan berbahasa Arab (Keterampilan mendengar, membaca, dan
menulis)
3. Orientasi Profesional/Praktis dan Pragmatis. Tidak sedikit dari kepentingan
profesi yang membutuhkan kemampuan berbahasa Arab. Jika seseorang ingin
bekerja di daerah timur tengah, sudah pasti ia harus mempunyai bekal bahasa
Arab yang cukup. Tidak hanya itu saja, bahasa Arab juga dibutuhkan untuk
tujuan pragmatis. Sebagai contoh, jika ingin menempuh studi di daerah Timur
Tengah, bekal bahasa Arab yang cukup juga menjadi syarat terpenting,
supaya mampu berkomunikasi dengan baik.

2
Muhbib Abdul Wahab, Tantangan dan Prospek Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia, (Jakarta:
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2015), hlm. 1
4. Orientasi Ideologis dan Ekonomis. Yang menjadi tujuan untuk mendalami
bahasa Arab supaya bisa memahami serta menggunakannya untuk
kepentingan orientalisme, kapitalisme, imperialisme, dll.3

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi orang-orang non-Arab mulai


memahami dan mendalami bahasa Arab. Menurut Rusydi Ahmad Thu’aimah, salah
satu faktor yang menjadi latar belakang hal tersebut ialah dorongan untuk bisa
memahami hukum-hukum dan syari’at agama Islam (bagi pemeluk agama Islam). Jika
mereka bisa memahami bahasa Arab, maka mereka bisa mengkaji berbagai macam
ilmu dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab yang menggunakan bahasa Arab. Alasan
lainnya ialah supaya jika suatu saat nanti mereka datang ke Jazirah Arab, mereka
mampu berkomunikasi dengan penduduk lokal menggunakan bahasa Arab, baik
Fusha maupun ‘Amiyah.4

Namun, siapapun yang sedang mempelajari suatu bahasa pasti akan menemui
banyak problematika. Yang dimaksud dengan problematika dalam pembelajaran
bahasa ialah suatu pola atau unit yang mengindikasikan adanya struktur yang berbeda
antara satu bahasa dengan bahasa yang lain. Karena problematika merupakan sebuah
penghambat tercapainya tujuan pembelajaran, maka dari itu diperlukan solusi supaya
problematika itu dapat teratasi. Dan maksud dari problematika dalam pembelajaran
bahasa Arab adalah suatu kendala yang bisa muncul dari kalangan guru atau pengajar
serta peserta didik yang dapat menjadi hambatan selama proses belajar mengajar
berlangsung.

Ada beberapa macam problematika yang kemungkinan besar akan terjadi


selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar bahasa Arab bagi orang non Arab,
yaitu:

1. Problematika Linguistik

Yang dimaksud dengan problematika linguistik ialah hambatan dan


kesulitan yang dirasakan oleh siswa selama proses pembelajaran bahasa
Arab berlangsung. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik antara

3
Muhbib Abdul Wahab, “Quo Vadis Pendidikan Bahasa Arab di Era Globalisasi”. Makalah
disampaikan dalam seminar Sehari BEMJ PBA FITK UIN Jakarta, 29 Mei 2006
4
Rusydi Ahmad Thua’imah, Ta’lim al-Lughah Lighairi an-Nathiqin Biha, (Beirut, 1989)
bahasa Arab sebagai bahasa asing dengan bahasa ibu siswa tersebut.5 Yang
termasuk kedalam problematika linguistik, diantaranya ialah:

a) Tata Bunyi
Masing-masing dari tata bunyi di bahasa Arab mempunyai sifat
dan karakteristik yang unik dan tentu berbeda dengan bahasa lain,
seperti tata bunyi halqiyah (tenggorokan), sifat tata bunyi antara dua
mulut, tata bunyi huruf yang berdekatan cara pengucapannya, dan
masih banyak tata bunyi lain yang menimbulkan kesulitan bagi sang
penutur.

Ada pula beberapa fonem dalam bahasa Indonesia yang tidak


memiliki padanan dalam bahasa Arab, seperti bunyi P, G, dan NG.
Orang Arab mengucapkan bunyi P dengan bunyi B, seperti kata Japan

(Jepang) menjadi Yaban )‫(ايابن‬. Kemudian bunyi G diganti dengan

bunyi Ghain, seperti kata Garut menjadi Gharut )‫(غاروت‬, dan yang

terakhir bunyi NG diucapkan dengan huruf nun dan jim atau nun dan

ghain, seperti kata Ngawi menjadi Njawi )‫(جناوي‬.

Sudah banyak sekolah, madrasah, pesantren, masjid, atau


rumah-rumah warga yang menyelenggarakan pembelajaran Al-Qur’an
dengan menerapkan pengajaran tata bunyi yang sering disebut dengan
makharij huruf (istilah dalam ilmu tajwid). Pada hakikatnya, ilmu
tajwid memang memberikan fokus pada kemahiran seseorang supaya
tidak banyak terjadi kesalahan dalam bacaan Al-Qur’an. Namun pada
nyatanya, aturan tata bunyi yang diterapkan ilmu tajwid tidak berlaku
atau tidak semuanya dapat diterapkan dalam hal kemahiran berbahasa
Arab. 6

5
Jamaluddin, Problematika Pembelajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa,
2003), hlm. 38
6
Departemen Agama, Workshop Bahasa Arab dan Ilmu Tafsir, (Bogor: Tugu, 1972), h. 78
Karena tata bunyi ini belum mendapatkan perhatian lebih dalam
pembelajaran bahasa Arab, mengakibatkan seseorang yang telah
mempelajari bahasa Arab pun masih sering melakukan kesalahan ketika
berbicara dengan orang lain atau ketika mencerna kata-kata dari orang
lain. Hal ini pula lah yang menyebabkan banyaknya kesalahan dalam
pelajaran dikte atau imla’.

b) Morfologis

Yang dimaksud dengan proses morfologis (imbuhan,


pengulangan, kata majemuk) dalam bahasa Indonesia ialah adanya
perubahan dari kata dasar menjadi kata sambung, bahasa Arab memiliki
perubahan dari bentuk kata yang banyak dan lebih rumit dari bahasa
Indonesia. Perubahan bentuk kata yang terjadi pada bahasa Arab
bersandarkan atas dasar akar kata (tsulatsi, ruba’i, humasi, dan sudasi)
dengan wazn atau pola tertentu yang disebut dengan tasrif.

c) Perbedaan Tataran Sintaksis

Bahasa Indonesia dan bahasa Arab memiliki perbedaan dalam


tataran sintaksis. Pada tataran frase, bahasa Indonesia tidak mengenal
adanya kesesuaian antar objek, namun dalam bahasa Arab, sebuah
keserasian pada beberapa aspek, seperti mudzakar-muannats, mufrad-
tastniyah-jama’, nakirah-ma’rifah, dan lain-lain menjadi sebuah dasar
penting yang tidak bisa diabaikan.

d) Tulisan

Adanya perbedaan dalam sistem penulisan antara bahasa Arab


dengan bahasa Indonesia menjadi salah satu masalah terbesar bagi
siswa yang tidak atau mungkin belum pernah mengenal huruf Arab.
Jika dalam huruf latin hanya ada 2 bentuk penulisan (huruf kapital dan
huruf kecil), huruf Arab memiliki beberapa cara penulisan yang
berbeda, yaitu penulisan huruf Arab dalam keadaan tidak bersambung
(diawal, tengah, atau akhir) yang berbeda-beda. Misalnya huruf kha’
)‫ (خ‬jika berbentuk sendiri ditulis ‫خ‬, jika diawal bentuknya ‫خ ـ ـ ـ ـ ـ‬, jika

ditengah bentuknya ‫ـ ـ ـ ـخ ـ ـ ـ ـ‬, dan jika diakhir bentuknya menjadi ‫ـ ـ ـ ـ ـ ـ ــخ‬.


Kemudian, mereka juga diharuskan untuk terbiasa menulis dari kanan
ke kiri. Belum lagi ketika siswa dihadapkan dengan tulisan Arab tanpa
harakat, ini menjadi masalah yang besar, karena tanpa pemahaman akan
qawa’id nahwu dan sharf yang baik, sudah dipastikan mereka akan
sangat kesulitan dalam membacanya.

2. Problematika Non-linguistik

Yang dimaksud dengan problematika non-linguistik ialah


permasalahan yang ada dan muncul diluar dari bahasa itu sendiri. Beberapa
hal yang termasuk kedalam problematika non-linguistik adalah:

a) Faktor Sosio Kultural

Problem ini disebabkan banyaknya istilah-istilah atau ungkapan


berbahasa Arab yang tidak mudah dipahami, karena ungkapan atau
istilah-istilah tersebut tidak ada dalam bahasa Indonesia, disebabkan
adanya perbedaan sosial budaya antara Arab dan Indonesia. Contoh
ungkapan dalam bahasa Arab:

"‫"غريي أيكل الدجاج وأان أقح يف السياج‬

Secara harfiah, ungkapan tersebut memiliki arti “Saat orang lain


memakan ayam, aku hanya bisa melihatnya dari luar pagar”. Tapi
maksud sebenarnya dari ungkapan tersebut adalah “Kita yang berusaha
namun orang lain yang menikmati”. Ungkapan tersebut dapat dimaknai
dalam bahasa Indonesia dengan peribahasa “Mengairi sawah orang
lain”

Contoh lain dari peribahasa bahasa Arab yang berkaitan dengan


latar belakang sosial kultural Arab:
"‫"قبل الرماء متأل الكنائن‬

Jika dilihat dari segi harfiah, peribahasa tersbeut memiliki arti


“Sebelum memanah, penuhi dahulu tempat anak panahnya”. Peribahasa
ini memiliki padanan dalam ungkapan Indonesia yang bunyinya “Sedia
payung sebelum hujan”. Walaupun kata-kata antara 2 peribahasa
tersebut memiliki perbedaan, namun 2 peribahasa itu mempunyai arti
yang sama, yakni “Siapkan segala sesuatu sebelum melakukan sebuah
aktivitas”. Bisa dipahami bahwa orang Arab memilih kata memanah
dan tempat anak panah karena mereka memiliki kebiasaan dan tradisi
berperang menggunakan dua anak panah. Sedangkan orang Indonesia
memilih kata payung dan hujan karena Indonesia merupakan negara
tropis yang memiliki intensitas hujan yang cukup tinggi.

Dilihat dari fenomena diatas, dapat disimpulkan bahwa


pemberian gambaran tentang sosiokultural bangsa Arab dapat
diaplikasikan dalam penyusunan materi pelajaran bahasa Arab, karena
pengetahuan dan wawasan tentang sosio kultural jazirah Arab mampu
membuat siswa lebih cepat memahami makna berbagai macam istilah,
ungkapan, atau nama-nama benda yang digunakan oleh bangsa Arab.
Dan pada akhirnya pengetahuan perihal sosio kultural bangsa Arab
dapat membantu seorang pelajar bahasa Arab supaya dapat
menggunakan ungkapan atau nama benda dalam penempatan yang
tepat.

b) Faktor Lingkungan Sosial

Faktor lingkungan sosial menjadi masalah yang sangat penting


dalam pembelajaran sebuah bahasa. Sebagai contoh, seorang siswa dari
Indonesia yang sedang mempelajari bahasa Arab di sekolahnya akan
cenderung menggunakan bahasa yang digunakan dalam pergaulan
sehari-hari di daerah dimana dia tinggal. Struktur bahasa Arab tentu saja
sangat berbeda dengan struktur dalam bahasa Indonesia atau bahasa
daerah lain yang ada di Indonesia. Maka dari itu, kerja sama yang baik
antara siswa dengan orang-orang yang ada di lingkungan tempat
tinggalnya harus dibanun, agar siswa bisa menciptakan sebuah
lingkungan bahasa yang kondusif, khususnya di lingkungan sekolah.

c) Faktor Guru

Guru memegang peranan penting dalam mendukung


kesuksesan proses belajar mengajar. Sudah seharusnya guru
memperhatikan kebutuhan peserta didik supaya bisa menumbuhkan
minat dan juga motivasi mereka agar bisa mencapai tujuan belajarnya.
Seorang guru yang mampu menerapkan metode “learning by doing”
(pembelajaran dengan melakukan) akan lebih dicari daripada guru yang
berbicara ketika menyampaikan materi sedangkan peserta didik hanya
menyimak dan mendengarkan, tanpa ada interaksi diantara guru dan
muridnya.

Sebagai contoh, sudah seharusnya seorang guru bahasa Arab


mampu mengajak para siswanya untuk menggunakan bahasa Arab
selama pelajaran berlangsung di kelas. Tapi, tidak semua guru bahasa
Arab mempunyai keahlian dalam bidang studi bahasa Arab, sehingga
proses belajar mengajar pun berjalan seadanya. Hal ini sangat
disayangkan, karena berhasil atau tidaknya peserta didik dalam
memahami materi tergantung pada bagaimana guru tersebut mengajar.
Jika ditemukan fenomena seperti diatas, setidaknya guru pengampu
materi bahasa Arab itu harus meningkatkan kualitas berbahasa Arab
nya, entah dengan mengikuti seminar, diskusi, pelatihan-pelatihan, atau
dengan memperbanyak literasi buku-buku pendidikan bahasa Arab,
karena guru harus lebih dahulu memahami seluk beluk bahasa Arab
untuk bisa memahami materi sehingga mampu membimbing dan
menjadi fasilitator dalam pembelajaran bahasa Arab.

d) Faktor Siswa

Kesulitan yang dialami oleh mayoritas dari siswa ketika


mempelajari materi bahasa Arab terjadi akibat kurangnya motivasi
yang kuat hingga akhirnya mereka memandang bahwasanya bahasa
Arab merupakan sebuah materi yang sulit untuk dipelajari. Dalam
situasi seperti ini, dibutuhkan kerja sama dari siswa itu sendiri dengan
gurunya agar tercipta semangat dan motivasi yang kuat dan membara
dari siswa, sehingga pada akhirnya siswa dapat menggunakan bahasa
Arab dengan tepat, baik lisan maupun tulis. Jika tujuan itu telah dicapai,
setidaknya siswa menguasai empat kemahiran dalam bahasa Arab,
yaitu kemahiran berbicara, kemahiran menyimak, kemahiran membaca
dan kemahiran menulis.

B. METODE PENELITIAN

Dalam penelitiannya, penulis menerapkan metode penelitian deskriptif


kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi
lapangan. Penelitian ini mengambil data dari berbagai macam problematika yang
ditemukan selama proses belajar mengajar bahasa Arab di Pondok Pesantren Modern
Muhammadiyah Boarding School. Sedangkan sumber data atau subjek penelitiannya
ialah siswa kelas 7 (putri) serta guru-guru yang mengampu materi bahasa Arab disana.

Peneliti menggunakan teori problematika linguistik dan non-linguistik dalam


pembelajaran bahasa Arab sebagai kerangka analisis untuk menjabarkan permasalahan
di lapangan, baik itu permasalahan internal bahasa maupun dari eksternal bahasa Arab
itu sendiri yang berkaitan dengan tata bunyi, kosa kata tulisan, morfologi, sintaksis,
sosio kultural, dan lain sebagainya.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Manusia membutuhkan bahasa sebagai sebuah alat komunikasi yang paling


penting. Banyaknya ragam bahasa yang tercipta tidak lain dan tidak bukan ialah untuk
mempermudah terjalinnya komunikasi antar manusia agar dapat saling menyampaikan
ide, gagasan, atau perasaannya. Banyak keistimewaan yang dimiliki oleh bahasa Arab
yang mana bahasa-bahasa lain di dunia ini tidak memilikinya. Selain karena menjadi
bahasa Al-Qur’an, didalamnya juga terdapat asalib atau susunan kata yang sangat
mengagumkan dan mustahil bagi siapapun yang untuk bisa menandinginya.
Meskipun bahasa Arab dianggap sulit bagi kebanyakan orang, pada nyatanya
bahasa Arab telah menjadi salah satu bahasa yang paling banyak dipelajari dan
digunakan di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Sudah banyak sekolah-sekolah
mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Namun, dalam
proses pembelajaran bahasa Arab sudah pasti ditemukan problematika dan kendala-
kendala di lapangan, karena bahasa Arab bukan bahasa ibu masyarakat Indonesia.
Sebagaimana ditemukan penulis, dalam proses pembelajaran bahasa Arab siswa kelas
7 (putri) di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School Pleret,
Bantul, Yogyakarta. Ada berbagai problematika yang terjadi selama proses belajar dan
mengajar materi bahasa Arab berlangsung.

Pertama, latar belakang siswa dan guru. Semua siswa kelas 7 (putri) yang
sedang menempuh studi di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding
School Pleret, Bantul, Yogyakarta dan guru-gurunya berasal dari Indonesia. Dan tentu
saja bahasa ibunya adalah bahasa Indonesia. Adanya perbedaan struktur bahasa antara
kedua bahasa tersebut menjadi kendala yang cukup besar dalam pembelajaran bahasa
Arab disana.

Kedua, kosa kata. Masih banyak siswa yang belum menguasai kosa kata bahasa
Arab. Ini termasuk kedalam permasalahan yang umum terjadi pada siapapun yang
sedang mempelajari bahasa Arab, apalagi yang masih berada di tingkat pemula.
Jumlah kosa kata yang harus mereka pahami dan hafalkan agar mampu membaca,
menulis dan juga berbicara dalam bahasa Arab dengan baik dan benar tidaklah sedikit,
maka dibutuhkan usaha dari siswa itu sendiri agar mampu memahami serta
menghafalkan seluruh kosa kata tersebut.

Ketiga, tulisan. Banyak sekali kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa


ketika menulis dengan tulisan Arab. Ketika guru mendiktekan sebuah kalimat, lalu
siswa diharuskan untuk menuliskan apa yang telah di diktekan guru, banyak tulisan

yang masih salah, seperti ketika guru mendiktekan kalimat ‫َابب ال َفصل‬ banyak dari

siswa yang menuliskan ‫ َاببل فَصل‬. Bahkan kosa kata sederhana pun masih ada yang

salah dalam penulisannya. Misal, guru mendiktekan kata ‫كوب‬ (gelas), yang
seharusnya menggunakan dhommatain pada huruf ba’, ada yang masih menggunakan

huruf nun setelah huruf ba’ menjadi ‫كوبن‬ . Dan masih banyak lagi kesalahan-

kesalahan yang ada dalam hal penulisan dari para siswa.

Keempat, faktor guru. Setelah penulis mewawancarai guru pengampu materi


pelajaran bahasa Arab kelas 7, didapati bahwa guru tersebut masih merasakan
kesulitan dalam pengajaran bahasa Arab, karena dia belum terlalu menguasai bahasa
Arab dan terkadang masih belum memahami materi pelajaran dengan baik. Sampai
saat ini, guru-guru pengampu materi pelajaran bahasa Arab masih mencari metode
pembelajaran apa yang sesuai dan menarik untuk pengajaran bahasa Arab bagi siswa
kelas 7 agar siswa tidak merasa bosan dan dapat memahami materi bahasa Arab
dengan baik.

Kelima, motivasi siswa. Penulis mendapati kenyataan bahwa kurangnya


motivasi dari siswa dapat menghambat pembelajaran,karena siswa kurang peduli dan
tidak serius untuk mengikuti pembelajaran. Padahal, motivasi mempunyai peran
penting dalam kesuksesan pembelajaran. Disini, sudah seharusnya guru memancing
siswa dengan cara mengajar yang tidak monoton, agar siswa lebih termotivasi untuk
mempelajari bahasa Arab.

Keenam, minat siswa. Ketika penulis menanyakan kepada beberapa siswa


tentang ketertarikan mereka terhadap bahasa Arab, mayoritas dari mereka mengatakan
bahwa materi yang paling sulit dan paling membosankan untuk dipelajari ialah bahasa
Arab. Mereka kurang berminat untuk mempelajarinya karena terlalu banyak kaidah-
kaidah dalam bahasa Arab yang dirasa cukup rumit, bahkan ada yang menyamakan
rumitnya belajar bahasa Arab sama dengan rumitnya rumus dalam pelajaran
matematika.

D. KESIMPULAN

Problematika ialah unsur-unsur yang menghambat keberhasilan dalam sebuah


pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa Arab kelas 7 di Pondok Pesantren Modern
Muhammadiyah Boarding School Pleret, Bantul, Yogyakarta, ditemukan 2 jenis
problematika, yaitu problematika linguistik yang mencakup tata bunyi, kosa kata,
tulisan, dan problematika non-linguistik yang mencakup faktor lingkungan, sosial,
guru, dan siswa. Walaupun terdapat beberapa problematika selama pengajaran, siswa
tetap dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, hanya saja dibutuhkan motivasi dan
dorongan dari guru pengampu materi supaya dapat meningkatkan minat mereka
terhadapa bahasa Arab.

DAFTAR PUSTAKA

Agama, D. (1972). Workshop Bahasa Arab dan Ilmu Tafsir. Bogor: Tugu Press.

Jamaluddin. (2003). Problematika Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Adi


Cita Karya Nusa.

Nadwi, A. A. (2001). Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an. Bandung: Tim Redaksi Penerbit
Mizan.

Thua’imah, R. A. (1989). Ta’lim al-Lughah Lighairi an-Nathiqin Biha. Beirut.

Wahab, M. A. (2006). Quo Vadis Pendidikan Bahasa Arab di Era Globalisasi. Sehari
BEMJ PBA FITK UIN Jakarta (hal. 5). Jakarta: FITK UIN Jakarta.

Wahab, M. A. (2015). Tantangan dan Prospek Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia.


Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

Anda mungkin juga menyukai