Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PENDIDIKAN BAHASA ARAB

“Merangkum Problematika Pembelajaran Bahasa Arab dengan Merujuk Buku”

Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Bahasa Arab:

Nurul Latifatul Inayati, S.Pd.I, M.Pd.I

Disusun Oleh

Kelompok 6

1 Ilma Salzalin Husna_G000200045


2 Santi Widyaningsih_G000200078
3 Nur Hasanah_G000200089
4 Alivia Tri Handayani_G000200143
5 Hanif Ikhwan Asnan_G000200191
6 Aulia Nur Aini _G000200248
7 Zaifa Alifia Firda Alfadillah_G000200259
8 Ulin Nuha Nasir_G000200266

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023
1. Judul Buku : Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab

Problematika adalah unit-unit dan pola-pola yang menunjukan perbedaan struktur antara
satu bahasa dengan bahasa yang lain. Dan probelmatika merupakan penghambat tercapainya
tujuan pembelajaran, maka dari itu perlu untuk mengatasi problem tersebut. problematika dalam
pempelajaran bahasa Arab merupakan suatu faktor yang bisa menghalangi dan memperlambat
pelaksanaan proses belajar mengajar dalam bidang studi bahasa Arab. Problema tersebut muncul
dari kalangan pengajar (guru) dari peserta didik itu sendiri.

Problematika adalah suatu yang masih menjadi masalah, berarti problematika


pembelajaran bahasa Arab adalah sesuatu yang masih menjadi masalah dalam pembelajaran
bahasa Arab. Problematika adalah unit-unit dan pola-pola yang menunjukkan perbedaan struktur
antar satu bahasa dengan bahasa yang lain. Problem dalam pembelajaran bahasa Arab
merupakan suatu faktor yang bisa menghalangi dan memperlambat pelaksanaan proses
pembelajaran dalam bidang studi bahasa Arab.

Problematika bahasa Arab dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu: Pertama,
problematika linguistik (kebahasaan) yaitu kesulitan-kesulitan yang sering ditemui yang
diakibatkan oleh karakteristik bahasa Arab itu sendiri sebagai bahasa asing. Kedua, problematika
non-linguistik yaitu kesulitan-kesulitan yang diakibatkan oleh faktor-faktor di luar kebahasaan.

Problematika kebahasaan meliputi: problematika bunyi (musykilât shautiyah) karena


adanya bunyi-bunyi bahasa Arab yang tidak ada padanannya (berbeda konsonan) dalam bahasa
Indonesia seperti pengucapan huruf ,‫ش‬, ‫ح‬, ‫ ع‬dan lainnya. Kemudian problematika kosakata
(musykilât sharfiyah), yakni jumlah suku kata seperti kata ‫ استـفهم‬lebih sulit dari kata ‫ فـهم‬, tingkat
keabstarakan makna kata, karakter bunyi serta kesesuaian antara simbol dan bunyi. Selanjutnya
adalah problematika kalimat (musykilât nahwiyah). Sistematika kalimat bahasa Arab dalam
beberapa hal ada persamaan dengan bahasa Indonesia, namun ada beberapa aspek yang berbeda
yang menimbulkan kesulitan bagi penutur bahasa. Aspek tersebut antara lain ‹irâb (rafa›, nashab,
jar dan jazm), thabaqah, (‹adâd, ta›rîf, tankîr) serta idiom dan ungkapan bahasa Arab.

Problematika bahasa Arab dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu: Pertama,
problematika linguistik (kebahasaan) yaitu kesulitan-kesulitan yang sering ditemui yang
diakibatkan oleh karakteristik bahasa Arab itu sendiri sebagai bahasa asing. Kedua,
problematika non-linguistik yaitu kesulitankesulitan yang diakibatkan oleh faktor-faktor di
luar kebahasaan, misalnya latar belakang pendidikan, motivasi dan minat, lingkungan,
metode yang kurang tepat dalam proses pembelajaran, kurikulum dan sebagainya.
Berikut penjelasan 2 problematika dalam bahasa Arab sebagai berikut, yaitu:
Problematika yang bisa muncul dalam pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab yaitu:

1. Problem linguistic

A. Tata bunyi

Karakteristik bahasa Arab pada aspek bunyi seperti adanya fonem yang menunjukkan
suara panjang (huruf mad), huruf yang keluar dari tenggorokan (seperti huruf ‘ain dan ha), huruf
yang dibaca dengan suara tebal (huruf tha, zha, dho, sho) dan ada huruf yang dibaca an-nabr
(tasydîd) sekaligus menjadi problem tersendiri dalam pembelajarannya. Bagi pelajar yang bukan
penurut asli dan belum terbiasa dengan suara khas tersebut akan menjadi problem tersendiri.

Ada beberapa problem tata bunyi yang perlu menjadi perhatian para pembelajar non Arab
salah satunya fonem atau bunyi Arab yang tidak ada dalam bahasa Indonesia, maka perlu waktu
dan keuletan berlatih. Seorang pelajar Indonesia akan merasa kesulitan dalam mengucapkan
fonem-fonem atau bunyi-bunyi tersebut, sehingga apabila ada kata Arab yang mengandung
fonem-fonem tersebut masuk ke Indonesia, maka fonem-fonem itu akan berubah menjadi fonem
lain.

B. Kosa kata

Bahasa Arab adalah bahasa yang pola pembentukan katanya sangat beragam dan
fleksibel, baik melalui cara derivasi (tashrîf isytiqâqî) maupun dengan cara infleksi (tashrîf i'râbî).
Melalui dua cara pembentukan kata ini, bahasa Arab menjadi sangat kaya dengan kosakata
(mufradât). Dalam konteks penguasaan kosakata, Rusydi Ahmad Thu'aimah berpendapat:
“Seseorang tidak akan dapat menguasai bahasa sebelum ia menguasai kosakata bahasa tersebut”

Perpindahan kata dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab dapat menimbulkan berbagai
persoalan, antara lain: pergeseran arti, lafadznya berubah dari bunyi aslinya, lafadznya tetap,
tetapi artinya berubah. Dalam hal bilangan kata benda, dalam bahasa Indonesia hanya ada
duakategori, yaitu tunggal dan jamak, sedangkan dalam bahasa Arab terdapat tiga kategori, yaitu
mufrad, mutsanna, dan jama’.

C. Tata kalimat

Tata kalimat bahasa Arab memang tidak mudah dipahami oleh pelajar non Arab, seperti
yang berasal dari orang Indonesia, meskipun ia sudah menguasai gramatika bahasa Indonesia, ia
tidak akan menemukan perbandingannya dalam bahasa Indonesia.

Tata bahasa Arab baik terkait pembentukan kata (aspek morfologi/sharfiyyah) maupun
susunan kalimat (aspek sintaksis/ nahwiyyah) seringkali dianggap kendala oleh sebagian besar
pelajar. Problematika ini muncul karena persoalan tata kalimat sangatlah rumit. Kaidah-kaidah
seperti i’râb, binâ, muthâbaqah (kesesuaian) mubtada’ dan khabar-nya, sifat dan maushûf-nya,
memerlukan perhatian yang serius dalam pembelajarannya. Problematika tata kalimat ini
memerlukan perhatian yang cukup serius bagi para pengajar untuk mengatasinya. Ada yang
kemudian sebagian pengajar mendahulukan pembelajaran tatabahasa kepada para pelajar, ada
pula yang mengajarkannya di sela-sela materi lain sebagai pengembangan wawasan keilmuan
bahasa Arab dalam pembelajaran, yang kesemuanya dilakukan sesuai dengan pendekatan,
metode dan kebutuhan pelajar dalam mempelajari bahasa Arab.

D. Tulisan

Tulisan Arab yang berbeda sama sekali dengan tulisan lain, juga menjadi kendala
tersendiri bagi pelajar bahasa Arab non Arab, khususnya dari Indonesia. Tulisan latin dimulai
dari kanan ke kiri, sedangkan tulisan Arab dimulai dari kiri ke kanan. Huruf latin hanya memiliki
dua bentuk, yaitu huruf kapital dan huruf kecil, maka huruf Arab mempunyai berbagai bentuk,
yaitu bentuk berdiri sendiri , awal, tengah, dan akhir.

Faktor lain yang menjadi problem pembelajaran bahasa Arab adalah tulisan Arab yang
sangat berbeda dan khas, tidak mirip sedikitpun dengan tulisan bahasa pelajar. Tidak
mengherankan bila banyak pelajar yang sedang mempelajari bahasa Arab kesulitan karena faktor
tulisan ini. Bahkan pelajar yang sudah lama mempelajari bahasa Arab sekalipun dan telah duduk
di perguruan tinggi terkadang juga masih mengalami

1. Problem non-linguistic

Problematika non-linguistik yaitu kesulitan-kesulitan yang diakibatkan oleh faktor-


faktor di luar kebahasaan, misalnya latar belakang pendidikan, motivasi dan minat,
lingkungan, metode yang kurang tepat dalam proses pembelajaran, kurikulum dan
sebagainya. Problematika nonlinguistik ini adalah problematika pembelajaran bahasa
Arab yang muncul di luar zat bahasa itu sendiri, hal ini bisa dilihat dari beberapa unsur,
di antaranya:

a. Guru/pendidik yang kurang memiliki kompetensi sebagai pengajar bahasa Arab, baik
kompetensi paedagogik, profesional, personal atau sosial.

b. Pelajar yang tidak mempunyai minat dan motivasi kuat dalam belajar bahasa Arab,
atau latar belakang peserta didik dalam pemahaman Bahasa Arab.

c. Materi ajar yang kurang relevan lagi dengan kebutuhan yang ada bagi pelajar.

d. Sarana dan prasarana yang kurang memadai dan kurang mendukung dalam proses
pembelajaran bahasa Arab. Sebagai sosio-kultural Bahasa Arab sudah tentu berbeda
dengan sosio-kulturil bangsa Indonesia. Hal ini menimbulkan problem pula
sehubungan dengan pembelajaran bahasa Arab. Karena akibat perbedaan sosio-
kultural tersebut, maka antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia terdapat perbedaan-
perbedaan antara lain ungkapan-ungkapan, istilah-istilah ataupun nama-nama benda.
Problem yang mungkin timbul adalah ungkapan-ungkapan, istilah-istilah, dan nama-
nama benda yang tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia tidak mudah dan cepat
dipahami pengertiannya oleh pelajar Indonesia.

A. Faktor sosio-kultural

Problem yang mungkin muncul ialah ungkapan-ungkapan, istilah-istilah dan nama-nama


benda yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia tidak mudah dan tidak cepat dipahami oleh
pelajar Indonesia yang sama sekali belum mengenal sosial dan budaya bangsa Arab.

B. Faktor buku ajar

Buku ajar yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip penyajian materi bahasa Arab
sebagai bahasa asing akan menjadi problem tersendiri dalam pencapaian tujuan.

C. Faktor lingkungan sosial

Faktor lingkungan umumnya menjadi masalah tersendiri dalam pembelajaran bahasa


Arab di Indonesia. Pelajar bahasa Arab yang ada didaerah tertentu, cenderung menggunakan
bahasa pergaulan yang ada didaerah itu.

Menurut Rizki dkk (2023), dijelaskan bahwa Problematika pembelajaran bahasa Arab
merupakan sekumpulan masalah yang terjadi pada suatu proses pembinaan terhadap peserta
didik dalam mempelajari bahasa Arab. Menurut Fahrurrazi dalam Mustika et al (2020) bahwa
pengajaran bahasa Arab di Indonesia sering kali menghadapi dua problematika dalam prosesnya,
yaitu problem linguistik dan non linguistik yang harus segera dituntaskan, problem linguistik,
seperti fonetik, morfologi, dan struktur, sedangkan problem non-linguistik, antara lain, motivasi
belajar, sarana belajar, metode pengajaran, waktu belajar, dan lingkungan pembelajaran.1

1 Rizki Hayatun Nisa, dkk. Problematika Pembelajaran Bahasa Arab Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Ma’had Al-Zaytun.
Jurnal Pendidikan Konseling. 2023. Vol. 5 No. 1, Hal. 2944
1. Problem kebahasaan dapat diidentifikasikan antara lain,

A. Problem ashwât ʻarabiyyah

Problem ashwât ʻArabiyyah adalah persoalan terkait dengan sistem bunyi atau
fonologi, bunyi bahasa Arab ada yang memiliki kedekatan dengan bunyi bahasa pebelajar
dan ada pula yang tidak memiliki padanan dalam bahasa pebelajar, dalam hal ini, guru
dituntut memiliki keterampilan ekspresif dalam memberi contoh sebanyak mungkin agar
pengayaan kosakata juga terbangun (Rofiq et al., 2021). Problem ashwât ʻarabiyyah berkaitan
dengan erat dengan maharat al-istima’ yaitu kemampuan menyimak yang akan berdampak pada
tiga maharat lainnya.

B. Problem kosakata (mufradat)

Bahasa Arab adalah bahasa yang pola pembentukan katanya sangat beragam,
dengan karakter tersebut problem pengajaran kosakata bahasa Arab akan terletak pada
keanekaragaman bentuk morfologis (wazan) dan makna yang dikandungnya, serta akan
terkait dengan konsep-konsep perubahan derivasi, kata kerja (fi’il/verb), kata benda (isim),
mufrad (singular), mutsannâ (dual), jamak (plural), ta’nîts (feminine), tadzkîr (masculine),
serta makna leksikal dan fungsional. Realita lain yang terkait dengan kosakata yang perlu
diperhatikan, yaitu banyaknya kata dan istilah Arab yang telah diserap ke dalam
kosakata bahasa Indonesia atau bahasa daerah, pada satu sisi, kondisi tersebut memberi banyak
keuntungan, tetapi pada saat yang sama, perpindahandan penyerapan kata-kata bahasa
Arab ke bahasa Indonesia itu dapat juga menimbulkan problem tersendiri, salah satunya
perubahan arti tetapi lafalnya tidak berubah, misal kata “kalimatˮ berasal dari kata ‫كلمة‬
(kalimah/t). Dalam bahasa Arab, kalimah/t berarti “kata” tetapi dalam bahasa Indonesia, ia
berubah artinya menjadi “susunan kata yang lengkap maknanya”. Padahal, susunan kata dalam
bahasa Arab disebut ( ) ‫ تركيب‬tarkîb atau ( ) ‫ جملة‬jumlah (Rofiq et al., 2021). Kosakata bahasa
Arab menurut penelitian para ahli dikenal kaya dan sangat kompleks, terutama pada konsep yang
berkenaan dengan kebudayaan dan kehidupan sehari-hari, kekayaan kosakata bahasa Arab
berkembang melalui fenomena perubahan kosakata, antara lain taraduf (sinonim) beragam kata
pada satu makna, contoh al-asad (singa) memiliki 500 nama, isytirak satu kata yang
menunjukkan pada makna yang banyak, contoh kata al-hub melahirkan lebih dari 30 makna,
tadad (polisemi) kata yang menunjukkan makna tertentu sekaligus kebalikannya, contoh kata al-
basal mengandung makna halal dan haram (Musthafa dan Hermawan, 2018).

C. Problem Tarâkîb (Struktur Kalimat)

Problem tarâkîb (struktur kalimat) merupakan salah satu masalah kebahasaan yang sering
dihadapi oleh pembelajar dan pelajar bahasa Arab. Masalah ini dapat diatasi dengan
memberikan pola kalimat ismiyah dan fiʻliyah yang frekuensinya tinggi, dengan keragaman
bentuk dan modelnya, lalu melatihkannya dengan pola pengembangan yang beragam (Rofiq
et al., 2021). Keberadaan i’rab dalam bahasa Arab menjelaskan hubungan antar kata pada suatu
kalimat dan susunan kalimat dalam kondisi yang variatif, hal inilah yang mungkin membuat
pelajar merasa sulit dalam memahami bahasa Arab (Musthafa dan Hermawan, 2018). Aspek
gramatikal terdapat dalam satu pembahasan, namun untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah
peristilahan nahwu dan sharaf yang rumit tidak diajarkan secara mendetail, guru cukup
menjelaskan bentuk susunan kalimat sederhana yang terdapat pada teks dialog dan qira’ah
(Saefuloh, 2019).

2. Problem non kebahasaan (non linguistik), antara lain:

A. Problem motivasi dan minat belajar

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
kemauan dalam melaksanakan suatu kegiatan, kemauan baik yang bersumber dari dalam diri
individu itu sendiri (motivasi intrinsik) seperti keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu,
memperolah informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, dan keinginan
diterima oleh orang lain. Sedangkan dorongan dari luar individu (motivasi ekstrinsik) yang dapat
berupa hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan
demikian orang mau melakukan sesuatu. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan
banyak menentukan kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja
maupun dalam kegiatan lainnya (Suharni dan Purwanti, 2018).

B. Problem latar belakang pendidikan siswa

Latar belakang pendidikan merupakan pengalaman seseorang yang telah diperoleh dari
suatu program pembelajaran. Pengalaman tersebut dapat berupa pengetahuan, sikap, maupun
perilaku tertentu. pengalaman belajar yang berbeda menyebabkan terjadinya cara belajar dan
berfikir yang berbeda. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa latar belakang pendidikan
yang berbeda dapat menyebabkan terjadinya problematika dalam proses penyampaian materi,
karena perkembangan pengetahuan yang berbeda maka upaya untuk menyeragamkan pemahanan
akan manjadi tantangan bagi pendidik.

C. Problem kompetensi guru

Guru yang tidak kompeten akan menjadi problem dalam pembelajaran bahasa Arab.
Kompetensi guru dinilai dari segi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Masalahnya,
banyak guru bahasa tidak berlatar pendidikan guru bahasa, tetapi sekadar mengetahui
bahasa Arab (Rofiq et al., 2021).

D. Problem metode pembelajaran

Metode pembelajaran yang digunakan (dipilih secara tepat sesuai tujuan, sesuai materi,
sesuai sarana tersedia dan tingkat kemampuan pembelajar). Ketidak tepatan memilih metode
yang sesuai dengan materi pembelajaran tentu sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan
belajar mengajar (Rofiq et al., 2021).

E. Problem sarana dan prasarana

Pentingnya sarana dan prasarana untuk menunjang proses pendidikan, diatur oleh
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan formal dan
non formal untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial,
emosional, dan kewajiban. Hal tersebut dipertegas dalam Peraturan Pemerintah No: 19 Tahun
2005 pada bab VII pasal 42 ayat 2 mencantumkan bahwa: Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran agar teratur dan
berkelanjutan.

F. Problem waktu dan lingkungan berbahasa

Waktu yang tersedia dan jumlah tatap muka untuk pembelajaran bahasa Arab, seringkali
kurang mencukupi atau kurang menjadi prioritas sehingga penyampaian materi menjadi tidak
maksimal, seharusnya siswa mendapat cukup waktu untuk mendapat layanan, baik di kelas
maupun di luar kelas perihal pembelajaran bahasa Arab. Lingkungan berbahasa yang terbentuk
dengan baik dapat mendorong siswa berani berbicara tanpa ada rasa malu dan takut salah, karena
makin tinggi rasa malu dan takut salah, makin tidak akan pernah tercipta suasana berbahasa
(Rofiq et al., 2021).

Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab kurang berhasilnya pembelajaran bahasa
Arab, antara lain :

a. Guru hanya banyak menekankan teori dan pengetahuan bahasa dibanding keterampilan
berbahasa. Seharusnya guru juga mempraktikkan di dalam proses pembelajaran sehingga siswa
dapat terbiasa menggunakan bahasa Arab

b. Bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa baik secara lisan ataupun tulisan.
Pembahasan materi banyak tentang unsur-unsur bahasa seperti: fonologi, norfologi, dan sintaksis,
serta kurang aplikatif dalammenggunakan unsur-unsur bahasa tersebut.
c. Proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru, kurang memberikan kesempatan
kepada para pelajar untuk berperan aktif.
d. Struktur bahasa dibahas secara terpisah, kurang integratif dan kurang menekankan
kebermaknaan, struktur bahasa yang diajarkan lepas dari konteks sosial budayanya.
e. Sistem penilaian lebih banyak menekankan aspek kognitif, dan tidak menuntut keterampilan
bahasa secara integratif. 2

2 Muljanto Sumardi, Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm.56.
Hal inilah yang menjadikan sangat penting bagi para pendidik bahasa Arab untuk
mengetahui akar problematika yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Arab baik dari
segi kebahasaan maupun non kebahasaan. Mengetahui problematika pembelajaran bahasa
Arab menjadi kunci untuk bisa melangsungkan pembelajaran lebih efektif dan menyenangkan
karena dengan mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi guru akan mencarikan
solusi yang terbaik untuk memecahkannya. Sehingga kriteria ketuntasan minimal (KKM).
2. Judul Buku : Problematika Pembelajaran Bahasa Arab

Secara teoritis paling tidak ada dua problem yang sedang dan akan terus kita hadapi dalam
pembelajaran bahasa Arab, yaitu problem kebahasaan dan problem nonkebahasaan (Fakhrurrazi,
2008: 1).

A. Problem Kebahasaan (Musykilat Lugawiyah/ Linguistic Problems)


Yang dimaksud dengan problem kebahasaan adalah persoalan-persoalan yang
dihadapi siswa atau pembelajar yang terkait langsung dengan bahasa yang sedang
dipelajarinya. Yaitu kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran
yang diakibatkan oleh karakteristik bahasa Arab itu sendiri sebagai bahasa asing bagi
siswa Indonesia. Yang termasuk kedalam problem kebahasaan pengajaran bahasa adalah:
1. Problem Bunyi (Aswat Arabiyah) Suatu bahasa terbentuk dari satuan-satuan bunyi
tertentu, dengan menyusun satuan-satuan bunyi tersebut terbentuklah berjuta-juta kata
dalam situasi yang beraneka ragam. Setiap bahasa mempunyai khazanah (inventory)
bunyi yang dipilih dari sernua kemungkinan bunyi yang bisa diucapkan manusia,
yang berbeda (atau muugkin berbeda) dengan khazanah bunyi bahasa-bahasa lain.
Bunyi bahasa Arab yang dilambangkan dengan ”‫« ض‬misalnya,-tidak ditemukan
dalam bahasa lain, Contoh problem bunyi bahasa Arab yang dimaksud adalah: a.)
Adanya konsonan bahasa Arab yang berbeda dengan bahasa Indonesia. b.) Vokal
panjang bahasa Arab: َ ‫(ا‬ū (‫( ـــ ُ ْ و‬î (‫( ـــ ِ ْ ي‬â

2. Problem Kosakata (Mufradat) Bahasa Arab adalah bahasa yang pola pembentukan
katanya sangat beragam dan fleksibel, baik melalui cara derivasi (tashrif isytiqaqiy)
maupun dengan cara infleksi (tashrif i’rabi). Pada satu sisi kondisi tersebut memberi
banyak keuntungan, tetapi pada saat yang sama perpindahan dan penyerapan kata-
kata dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dapat juga menimbulkan problem
tersendiri, yaitu:
a. Terjadinya penggeseran arti, yakni banyak kata-kata atau ungkapan yang sudah
masuk ke dalam kosakata bahasa Indonesia yang artinya berubah dari arti bahasa
aslinya, seperti ungkapan ”‫“ اهلل شاء ما‬yang dalam bahasa Arab digunakan untuk
menujukkan rasa takjub (terhdap hal-hal yang indah dan luar biasa) telah berubah
dalam bahasa Indonesi untuk menunjukkan hal-hal yang bernuansa negatif,
seperti dalam ungkapan ”Masyaallah... anak ini kok bandel amat!”.
b. Terjadinya perubahan lafaz dari bunyi aslinya dalam bahasa Arab, semisal kata
”berkat” dari kata ‫ بركة‬,dan kata «kabar» dari kata ‫خرب‬.
c. Terjadinya perubahan arti walau lafaznya tetap berubah, semisal kata «kalimat»
dari ‫ كلمة‬yang dalam bahasa Arab berarti ”kata” telah berubah artinya dalam
bahasa Indonesia menjadi bermakna «susunan kata-kata” yang dalam bahasa Arab
disebut dengan ‫مجلة‬.
d. Begitu juga dengan beberapa kata dan istilah yang telah mengalami penyempitan
dan perluasan makna.
3. Problem Tata Kalimat (Tarakib, Qawaid dan I’rab).
Problem tata kalimat berarti kesulitan yang dihadapi oleh siswa yang berkenaan
dengan aturan-aturan (qawa’id) dari hubungan satu kata dengan lainnya sebagai
pernyataan gagasan dan sebagai bagian dari struktur kalimat. Problem tata
kalimatberkaitan dengan penghimpunan dan timbal balik antara kata-kata, frasefrase,
dan klausa-klausa dalam kalimat. Di antara problem tata kalimat yang banyak
menghambat pembelajar bahasa Arab antara lain:
a. I’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata, baik berupa harakat (rafa’, nashb, dan
jarr) atau berupa huruf, sesuai dengan jabatan kata dalam suatu kalimat. Contoh: -
- Orang ini akan membunuh saudaraku ‫ي هذا قاتل‬ ٌ ‫أخ‬
- Orang ini adalah pembunuh saudarauku ‫ي هذا قاتل‬ ُ ‫أخ‬.
b. Urutan kata dalam kalimat. Misalnya pola kalimat subjek+prediket (SP) dalam
bahasa Indonesia bisa diungkapkan dalam bahasa Arab dengan SP
[mubtada’+khabar] dan bisa juga dengan PS [fi’il+fa’il]).
c. Keharusan adanya persesuaian (muthabaqah/concord) antarbagian kata dalam
kalimat. Misalnya harus ada muthabaqah antara mubtada dan khabar dalam hal
’adad (mufrad, mutsanna dan jamak) dan dalam hal jenis kata (mudzakkar dan
muannats), harus ada muthabaqah antara f’il dan fa’il dalam hal jenis, harus ada
muthabaqah antara mausuf dan shifat dalam hal adad, jenis, i’rab dan ma’rifah
serta nakirah-nya, begitu juga harus ada muthabaqah antara hal dan shahibul hal
dalam hal adad dan jenisnya.
d. Penggunaan pola-pola idomatik yang rumit.

Tawaran Solusi Problematika Kebahasaan


Solusi setiap problem juga tergantung pada karakter setiap problem, sebagai
panduan berikut adalah garis besar solusi untuk menyelesaikan problem-problem
tersebut.
1. Problem aswat arabiyah, solusinya melalui pola latihkan yang intens.
2. Problem qowaid dan i’rab, melalui upaya penyederhanaan, khususnya wazan, karena
di antara wazan-wazan yang kita perkenalkan banyak yang tidak produktif untuk
kepentingan berbahasa.
3. Problem kosa kata. Mengajarkan kosa kata tidak boleh terpisah dari kalimat (jumlah).
Artinya pembelajaran kosa kata harus diberikan dalam kalimat sempurna dan yang
secara fungsional akan dijumpai sehari-hari dalam kehidupan berbahasa.
4. Problem Tarakib atau struktur bahasa, dengan memberikan pola-pola ismiyyah dan
fi’liyyah yang frekwensinya tinggi, lalu dilatihkan dengan pengembangan yang
beragam.

B. Problem Non-Kebahasaan (Musykilat Gair Lugawiyah/Non-Linguistic Problems)


Problem kebahasaan dalam pengajaran bahasa tidak lebih pelik dibandingkan
dengan problem non-kebahasaan, karena problem-problem kebahasaan tersebut
cenderung lebih gampang untuk diidentifikasi dan dibatasi, karena hanya terkait dengan
faktor kebahasaan saja, sedangkan problem non kebahasaan tidak demikian, dia sangat
komplek dan pariatif, terkait dengan banyak faktor dan banyak pihak. Yang dimaksud
dengan problem non-kebahasaan adalah persoalan-persoalan yang tidak terkait langsung
dengan bahasa yang dipelajari siswa tetapi turut serta (bahkan dominan) mempengaruhi
tingkat kesuksesan dan kegagalan dari pembelajaran bahasa. Adapun problem non
kebahasaan dalam pembelajaran bahasa antara lain sebagai berikut:

1. Masalah Motivasi dan Minat Belajar


Motivasi dan minat belajar merupakan problem non-linguistik yang banyak
dijumpai di kelas-kelas pembelajaran bahasa Arab, dan pencapaian hasil belajar
sering kali dipengaruhi oleh motivasi dan minat belajar 3 . Belajar tanpa motivasi
tidakdapat mencapai hasil yang maksimal, apalagi jika dalam diri orang yang
belajar tertanam perasaan tidak suka terhadap materi pelajaran dan guru yang
mengajarkannya. Belajar yang sukses adalah yang melibatkan siswa secara untuh,
baik fisikmaupun psikis. Oleh karena itu, guru harus mendorong siswa untuk
menyukai bahasa Arab yang akan berguna bagi kehidupannya kelak.

2. Masalah Sarana Belajar


Sarana belajar dapat menjadi problem apabila tidak kondusif, seperti kondisi
yang bising, panas, dan tidak nyaman. Sarana yang tidak kondusif akan
memperburuk pencapaian hasil belajar bahasa Arab. Sebaliknya, suasana yang
menyenangkan dan membuat siswa betah berada di ruang belajar akan
mendukung pencapaian hasil belajar yang maksimal.

3. Masalah Kompetensi Guru


Guru yang tidak kompeten akan menjadi problem dalam pembelajaran bahasa
Arab. Kompetensi guru dinilai dari segi profesional, pedagogik, kepribadian, dan
sosial. Masalahnya, banyak guru bahasa tidak berlatar pendidikan guru bahasa,
tetapi sekadar mengetahui bahasa Arab.

4. Metode pembelajaran yang digunakan (dipilih secara tepat sesuai tujuan,


sesuai materi, sesuai sarana tersedia dan tingkat kemampuan pembelajar).
Ketidak tepatan memilih metode apalagi tidak tahu metode apa yang harus
dipilih tentu sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan belajar mengajar.

3Para pakar motivasi, seperti Maslow dengan teorinya: hierarki kebutuhan, McClelland dengan “motivasi berprestasi”,
Mc Gregor (teori X dan Y), juga teori motivasi Hezberg, dan teori ERG Aldefer, sama-sama meyakini bahwa
keberhasilan belajar dipengaruhi oleh motivasi dan kebutuhan atau keinginan kuat untuk berprestasi.
5. Waktu yang tersedia (cukup waktu untuk mendapat layanan, baik di kelas
maupun di luar kelas).

6. Lingkungan berbahasa (yang dapat mendorong siswa berani berbicara tanpa ada
rasad. Penggunaan pola-pola idomatik yang rumit. malu dan takut salah). Makin tinggi
rasa malu dan takut salah, makin tidak akan pernah tercipta suasana berbahasa.
Dari kedua problem di atas, tampak bahwa yang paling dominan
mempengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa Arab adalah problem-problem non-
kebahasaan, salah satunya adalah metode. Hal lain yang tidak kalah penting dari
problem non-linguistik adalah motivasi belajar siswa. Sebab, belajar bahasa dengan
hanya mengandalkan waktu yang tersedia di kelas dapat dipastikan tidak akan sukses
kecuali hanya untuk memenuhi kriteria ketuntasan minimal rapor.4

Sebagai sosio-kulturil bahasa Arab sudah tentu berbeda dengan sosio-kulturil bangsa
Indonesia. Hal ini menimbulkan problem pula sehubungan dengan pembelajaran bahasa
Arab. Karena akibat perbedaan sosio-kulturil tersebut, maka antara bahasa Arab dan
bahasa Indonesia terdapat perbedaan-perbedaan antara lain ungkapan-ungkapan, istilah-
istilah ataupun nama-nama benda. Problem yang mungkin timbul adalah ungkapan-
ungkapan, istilah-istilah, dan nama-nama benda yang tidak terdapat dalam bahasa
Indonesia tidak mudah dan cepat dipahami pengertiannya oleh pelajar Indonesia yang
belum mengenal sedikitpun segi sosio-kulturil bahasa Arab.

Untuk mengatasi problematika ini perlu diusahakan penyusunan materi pelajaran


bahasa Arab yang mengandung hal-hal yang dapat memberikan gambaran sekitar sosio-
kulturil bangsa Arab. Tentu saja, materi tersebut harus berhubungan dengan
praktekpenggunaan bahasa Arab. Persoalan ini dianggap sangat penting, karena
bagaimanapun wawasan dan pengetahuan sekitar sosio-kultural jazirah Arab akan dapat
mempercepat pemahaman pelajar bahasa Arab tentang makna dan pengertian berbagai
ungkapan, istilah dan nama benda yang kas bagi bahasa Arab, secara umum, istilah
tersebut tidak memiliki persamaan dalam bahasa Indonesia, namun apabila telah
mengenalnya akan bias menempatkan dalam situasi yang tepat.

Sesuatu hal yang menarik, ketika melihat fenomena yang ada, bahwa pembelajaran
bahasa Arab ini kurang berhasil, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang dipandang
signifikan, diantaranya:

1. Guru hanya banyak menekankan teori dan pengetahuan bahasa dibanding keterampilan
berbahasa.

4 https://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/naskhi/article/view/290

Jurnal kajian pendidikan dan bahasa Arab Vol 2 No 1 (2020): Volume 2 Nomor 1 April 2020
2. Bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa baik secara lisan ataupun
tulisan.tetapi Banyak berkisar pada pembahasan tentang unsur-unsur bahasa seperti:
Fonologi, Morfologi, dan sintaksis, serta kurang aflikatif dalam menggunakan unsur -
unsur bahasa tersebut.
3. Proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru, kurang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif.
4. Struktur Bahasa dibahas secara terpisah, kurang integratif dan kurang menekankan
kenbermaknaan, struktur bahasa yang diajarkan llepas dari konteks sosial budayanya.
Sistem penilaian lebih banyak menekankan asfek kognitif, dan tidak menunt
keterampilan bahasa secara integratif.

C. Kunci Pembelajaran Bahasa Asing


Ada tiga kata kunci yang perlu dipahami dengan baik terkait dengan pembelajaran
bahasa Arab sebagai bahasa asing, yaitu: pendekatan (al-madkhal), metode (al–
tharîqah), teknik (al-uslûb al-ijrâʼî)5.

1. Pendekatan
Pengertiannya adalah sejumlah asumsi yang berkaitan dengan sifat alami bahasa,
sifat alami pengajaran bahasa, dan pembelajarannya. Pendekatan berbentuk asumsi-
asumsi dan konsep tentang bahasa, pembelajaran bahasa, dan pengajaran bahasa.
Orang-orang bisa berbeda pendapat tentang suatu asumsi. Oleh karena itu, dalam
pengajaran bahasa juga ditemukan berbagai asumsi yang berbeda tentang hakikat
bahasa dan pengajarannya. Dari asumsi-asumsi tentang bahasa dan pembelajaran
bahasa, suatu metode akan dikembangkan, dan bisa jadi beberapa metode dilahirkan
dari satu pendekatan yang sama.
Sebagai contoh, metode-metode pengajaran bahasa yang telah dikembangkan
berdasarkan aliran struktural menyarankan para guru bahasa untuk memilih bahan-
bahan pengajaran mereka berdasarkan pertimbangan yang bersifat tata bahasa.
Mereka memilih unsur-unsur tata bahasa lalu menyajikannya dalam suatu urutan
dalam keseluruhan rencana pengajaran mereka. Evaluasi pembelajaran dan proses
pembelajaran juga didasarkan pada hal-hal yang bersifat ketatabahasaan. Karena itu,
materi evaluasinya diorientasikan secara gramatikal. Begitu juga halnya dengan
metode lain yang dikembangkan berdasarkan dua aliran tentang sifat alami bahasa.
Metode-metode yang berbeda berasal dari teori-teori atau asumsi- asumsi yang
berbeda tentang sifat alami bahasa. Asumsi-asumsi tentang sifat alami bahasa bisa
berbeda karena berbeda orang bisa menyepakati asumsi- asumsi tertentu sementara
beberapa orang lain bisa menyepakati asumsi- asumsi yang lain. Mereka tidak harus
saling membantah mengapa sebagian dari orang menyepakati asumsi-asumsi yang
mereka tidak setujui. Asumsi- asumsi di bawah ini merupakan asumsi- asumsi yang
umum seputar sifat alami bahasa yaitu sebagai berikut :

5 https://satriodatuak.com/pembelajaran-bahasa-arab-problematika-dan-solusinya/
a. Bahasa adalah sekumpulan bunyi yang memiliki maksud tertentu dan
diorganisir oleh aturan-aturan tata bahasa (Metode Guru Diam).
b. Bahasaadalahungkapanpercakapan sehari-hari dari kebanyakan orang yang
diucapkan dengan kecepatan normal (Metode Audiolingual).
c. Bahasa adalah suatu sistem untuk mengungkapkan maksud (Metode
Komunikatif).
d. Bahasa adalah seperangkat aturan tata bahasa dan bahasa terdiri dari bagian-
bagian kecil bahasa (Metode Respons Fisik Total).
Selanjutnya, prinsip-prinsip dalam pengajaran bahasa asing dikembangkan dari
satu aksioma tentang bahasa. Penulis melihat bahwa prinsip-prinsip berikut
dikembangkan dari satu aksioma bahwa bahasa adalah sekumpulan bunyi yang
memiliki maksud tertentu dan diorganisir oleh aturan-aturan tata bahasa.

1. Silabus tersusun dari struktur- struktur


2. Bahasa pada tahapan awal dipelajari sebagai bunyi lalu dikaitkan dengan
3. Pengulangan bahan pengajaran didasarkan pada struktur-struktur.

Ketiga prinsip di atas menyiratkan bahwa pengajaran bahasa harus dilakukan


dengan suatu silabus yang diatur berdasarkan sudut pandang tata bahasa. Penyajian
bahan-bahan ajar dalam pengajaran bahasa tidak selalu dilakukan dengan cara
demikian. Dalam menyampaikan bahan ajar, ada beberapa jenis silabus yang
dikembangkan dari asumsi-asumsi yang berbeda tentang sifat alami bahasa, dan
masing-masing jenis silabus akan menjadi karakter pembeda suatu metode.

Secara umum, sebuah pendekatan mempunyai jawaban untuk kedua pertanyaan


tersebut tetapi bisa juga hanya menekankan pada salah satu dari dua pertanyaan itu.
Beberapa contoh asumsi yang berhubungan dengan teori-teori pembelajaran adalah
sebagai berikut :

1. Pembelajaran akan lebih mudah manakala para pebelajar bahasa menemukan


sendiri dibandingkan dengan melalui pengulangan dan hafalan yang tidak
dibarengi pemahaman tentang apa yang dipebelajarinya (Metode Guru Diam).
2. Pembelajaran melibatkan fungsi- fungsi tak-sadar, sebagaimana juga melibatkan
fungsi-fungsi sadar (Metode Suggestopedia).
3. Norma-norma dalam masyarakat sering kali menghalangi proses pembelajaran
(Metode Suggestopedia).
4. Pembelajaran bahasa akan berlangsung jika para pebelajar bahasa mempunyai
rasa aman (Metode Pembelajaran Bahasa Berkelompok).
5. Pembelajaran bahasa adalah suatu proses pembentukan kebiasaan (Metode
Audiolingual).

2. Metode (Tharîqah/Method)
Pendekatan berada pada level teoretis, sementara metode adalah rencana dari
pengajaran bahasa yang konsisten dengan suatu pendekatan. Metode menjadi
kelanjutan pendekatan karena rencana dari pengajaran bahasa
harus dikembangkan dari teori- teori tentang sifat alami bahasa dan pembelajaran
bahasa. Perbedaan makna dari “metodeˮ dapat dirujuk dari nama beberapa metode.
Kata “metodeˮ dalam Metode Langsung mengacu kepada suatu aspek dari pengajaran
bahasa: yaitu penyajian materi. Kata “metodeˮ dalam Metode Membaca mengacu
pada penekanan dari suatu keterampilan berbahasa:yaituketerampilanmembaca.
Sedangkan, dalam Metode Tata Bahasa Terjemah, kata “metodeˮ menekankan pada
aspek materi pengajaran, yaitu tata bahasa dan terjemah.
Dalam kaitan pengembangan suatu pendekatan menjadi suatu metode, perlu
dipahami makna desain sistem pembelajaran. Desain berada pada tingkat analisis
metode yang mempertimbangkan; (a) apa sasaran akhir dari suatu metode; (b)
bagaimana isi bahasa dipilih dan diorganisir dalam suatu metode, model silabus yang
digunakan suatu metode; (c) jenis-jenis tugas dan aktivitas pembelajaran yang
didukung suatu metode; (d) peran- peran dari para guru bahasa; (e) peran- peran dari
para pebelajar bahasa; dan (f) peran bahan ajar.
Beberapa metode lebih menekankan pelaksanaan fungsi instruksional daripada
manajerial, sementara beberapa metode lain mendorong para guru bahasa untuk
berfungsi lebih banyak sebagai manajer kelas. Dalam beberapa metode, peran dari
seorang guru bahasa sangat dominan sementara dalam beberapa metode yang lain,
peran guru kurang dominan dalam strategi pembelajaran.
Di lain pihak, Bambang berpendapat bahwa metode tata bahasa-terjemah yang
pernah mendominasi pengajaran bahasa asing pada tahun 1840-an masih dapat
diandalkan dalam pengajaran tata bahasa. Begitulah beberapa perbedaan tujuan akhir
metode pengajaran bahasa yang dikembangkan dari asumsi tentang bahasa dan
pembelajaran bahasa yang berbeda-beda pula. Menimbang bahwa metode juga
dikembangkan dari satu asumsi tentang sifat alami bahasa, maka metode juga akan
berhubungan dengan pemilihan materi pengajaran, yang sering disebut dengan
silabus.

Silabus bahasa akan menjadi pemandu bagi para guru bahasa dalam memutuskan
apa yang harus diajarkan (pemilihan), urutan materi ketika diajarkan (gradasi),
bagaimana makna atau bentuk-bentuk bahasa disampaikan (presentasi), dan apa yang
harus dilaksanakan demi tercapainya penguasaan terhadap suatu bahasa
(pengulangan). Karena silabus bahasa mempunyai peranan penting dalam memahami
metode pembelajaran, diperlukan kejelasan tentang jenis-jenis dari silabus bahasa.

3. Teknik (Uslûb Ijrâ’i/Technique)


Perbedaan antara metode-metode dapat dengan mudah diamati dari teknik-
tekniknya. Teknik bersifat implemantasional (tercirikan ketika dilakukan).
Maksudnya, suatu teknik adalah apa yang benar-benar berlangsung dalam kelas
pembelajaran bahasa, atau sebuah strategi khusus yang digunakan untuk mencapai
sasaran. Semua aktivitas yang ber- langsung di suatu kelas bahasa adalah teknik.
Teknik bergantung pada imajinasi guru dan kreativitasnya, serta komposisi kelas.
Para guru bahasa bisa mengembangkan teknik-tekniknya sendiri sepanjang masih
konsisten dengan asumsi-asumsi atau teori-teori dan metode yang menjadi landasan
pengembangan teknik-tekniknya. Penggunaan media tape recorder, radio, CD
interaktif, multimedia, closed-circuit television, chart tembok, kartu flash, dan
sebagainya dalam pengajaran bahasa adalah contoh-contoh teknik.
Kegunaan dan efektivitas berbagai macam teknik dalam pengajaran dan
pebelajaran bahasa banyak bergantung pada metode dan pendekatannya. Berikut ini
adalah beberapa contoh teknik mengoreksi kesalahan siswa dalam kelas bahasa.

1. Guru tidak memberikan pujian atau kritik sehingga para pebelajar bahasa dapat belajar
untuk mengandalkan diri mereka (Metode Guru Diam).
2. Guru sering kali memberi pujian ketika seorang siswa melakukan suatu hal yang baik
dalam pembelajaran (Metode Audiolingual).
3. Ketika seorang siswa membuat ungkapan hanya mengulangi yang benar (Metode
Respons Fisik Total).
4. Guru tidak mempedulikan seorang siswa yang melakukan kesalahan selama kesalahan itu
tidak merintangi terjadinya komunikasi (Metode Alamiah).

Teknik tidak terbatas hanya pada penyajian materi bahasa tetapi juga terkait
dengan pengulangan materi. Oleh karena itu, posisi suatu teknik adalah pada tahap
implementasidaniaseringdisebut prosedur, sedangkan pendekatan dan metode berada
pada tingkat desain.

D. LANDASAN TEORETIS METODE


Ada kategorisasi tentang metode, di antaranya: metode tradisional (al-tharîqah al-
taqlîdiyyah) seperti metode qawâʻid tarjamah, dan metode modern (al-tharîqah al- al-
muʻâshirah), seperti metode respons fisik total dan holistik (whole language).
Kategorisasi ini didasarkan pada ada tidaknya teori yang mendasari metode tersebut.
Ada dua kerangka teori yang mendasari sebuah metode sehingga ia disebut modern,
yaitu: (1) teori linguistik, dan (2) teori psikologi pembelajaran bahasa. Kedua lan- dasan
teori tersebut dijadikan dasar untuk mengembangkan metode pembelajaran ba- hasa yang
kemudian melahirkan berbagai metode baru dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Karena setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan, maka tidak ada metode
terbaik; yang ada adalah metode yang paling sesuai.
Teori psikologi pembelajaran bahasa menegaskan bahwa orang yang belajar
bahasa harus mengalami proses stimulus- respons (al-mutsîr wa al-istijâbah). Artinya,
belajar bahasa menuntut keaktifan pembelajar dan pebelajar (siswa) atau menuntut
stimulus dari guru dan respons dari siswa secara bergantian. Teori pembelajaran ini
memanfaatkan bentuk keterampilan dialog (hiwâr) atau tanya jawab. Jadi, guru-siswa
harus terampil bertanya dan menjawab secara spontan. Dalam kaitan ini, apa yang disebut
stimulus tidak harus datang dari pihak luar atau dari orang lain, melainkan bisa diciptakan
oleh pebelajar sendiri. Contohnya, saat membaca buku, siswa berinteraksi dengan apa
yang ia baca.
3. Judul Buku : Buku Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab Konvensional Hingga
Era Digital

Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia. Bahasa
ini telah meluas peranannya dalam berbagai aspek kehidupan tidak hanya sekedar untuk
kepentingan agama Islam semata bahkan bahasa Arab ini juga telah menjadi salah satu bahasa
yang digunakan di forum-forum internasional.
Sebagai bahasa yang dipelajari, maka dalam pembelajarannya tidak terlepas dari
problematika. Problematika adalah suatu yang masih menjadi masalah, berarti problematika
pembelajaran bahasa Arab adalah sesuatu yang masih menjadi masalah dalam pembelajaran
bahasa Arab. Problematika adalah unit-unit dan pola-pola yang menunjukkan perbedaan
struktur antar satu bahasa dengan bahasa yang lain. Problem dalam pembelajaran bahasa Arab
merupakan suatu faktor yang bisa menghalangi dan memperlambat pelaksanaan proses
pembelajaran dalam bidang studi bahasa Arab. Problema tersebut bisa muncul dari dalam
bahasa Arab itu sendiri (problematika linguistik) dan juga secara eksternal seperti problem
pengajar, peserta didik dan lain-lain (problematika nonlinguistik).
Pembelajaran Bahasa Arab saat ini masih menghadapi banyak kendala.
Terutama masalah proses pembelajaran pada madrasah atau sekolah dasar,
menengah dan atas hinggga perguruan tinggi. Banyak para pakar pendidikan bahasa arab
mengatakan bahwa permasalahan pembelajaran bahasa di indonesia adalah banyak
didominasi oleh silang budaya atau ketidaksaamaan persepsi terhadap budaya sehingga
melahirkan banyak melahirkan komentar-komentar ke arah itu. Sebenarnya kalau kita teliti
di lapangan, bagaimana kegiatan pembelajaran bahasa Arab berlangsung di madrasah-
madrasah dan sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi tidaklah sesederhana
itu.Banyak hal-hal yang harus kita perbincangkan terkait dengan problem atau masalah
pembelajaran bahasa Arab. Pembelajaran Bahasa Aarab dengan berbagai karakteristiknya
serta motivasimempelajarinya di kalangan masyarakat non-Arab.
Problematika bahasa Arab dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu: Pertama,
problematika linguistik (kebahasaan) yaitu kesulitan-kesulitan yang sering ditemui yang
diakibatkan oleh karakteristik bahasa Arab itu sendiri sebagai bahasa asing. Kedua,
problematika non-linguistik yaitu kesulitan- kesulitan yang diakibatkan oleh faktor-faktor di
luar kebahasaan, misalnya latar belakang pendidikan, motivasi dan minat, lingkungan, metode
yang kurang tepat dalam proses pembelajaran, kurikulum dan sebagainya.
Problematika kebahasaan meliputi: problematika bunyi (musykilat shautiyah) karena
adanya bunyi-bunyi bahasa Arab yang tidak ada padanannya (berbeda konsonan) dalam
bahasa Indonesia seperti pengucapan huruf dan lainnya. Kemudian problematika kosakata
(musykilat sharfiyah), yakni jumlah suku kata seperti kata lebih sulit dari kata, tingkat
keabstarakan makna kata, karakter bunyi serta kesesuaian antara simbol dan bunyi.
Selanjutnya adalah problematika kalimat (musykilat nahwiyah). Sistematika kalimat
bahasa Arab dalam beberapa hal ada persamaan dengan bahasa Indonesia, namun ada
beberapa aspek yang berbeda yang menimbulkan kesulitan bagi penutur bahasa. Aspek
tersebut antara lain irab (rafa, nashab, jar dan jazm), thabaqah, (adad, tarif, tankir) serta idiom
dan ungkapan bahasa Arab.
1. Problematika Linguistik
a. Tata Bunyi (Ashwat Arabiyyah)
Karakteristik bahasa Arab pada aspek bunyi seperti adanya fonem yang
menunjukkan suara panjang (huruf mad), huruf yang keluar dari tenggorokan (seperti
huruf 'ain dan ha), huruf yang dibaca dengan suara tebal (huruf tha, zha, dho, sho) dan
ada huruf yang dibaca an-nabr (tasydid) sekaligus menjadi problem tersendiri dalam
pembelajarannya. Bagi pelajar yang bukan penurut asli dan belum terbiasa dengan
suara khas tersebut akan menjadi problem tersendiri.
Problem ashwat adalah persoalan terkait dengan sistem bunyi atau fonologi.
Bunyi bahasa Arab ada yang memiliki kedekatan dengan bunyi bahasa pebelajar dan
ada pula yang tidak memiliki padanan dalam bahasa pelajar. Secara teori, bunyi yang
tidak memiliki padanan dalam bahasa pelajar diduga akan banyak menyulitkan
pelajar daripada bunyi yang mempunyai padanan. Karena itu, solusinya adalah
memberikan pola latihan intens dan contoh penuturan dari kata atau kalimat yang
beragam. Dalam hal ini, guru dituntut memiliki keterampilan ekspresif dalam
memberi contoh sebanyak mungkin agar pengayaan kosakata juga terbangun secara
baik dan membentuk kumulatif. Ini berarti pemilihan contoh juga harus berupa
kosakata yang mempunyai kebermaknaan.

b. Kosa Kata (Mufradat)


Bahasa Arab adalah bahasa yang pola pembentukan katanya sangat beragam dan
fleksibel, baik melalui cara derivasi (tashrif isytiqâqi) maupun dengan cara infleksi
(tashrifi'rabí). Melalui dua cara pembentukan kata ini, bahasa Arab menjadi sangat
kaya dengan kosakata (mufradat). Dalam konteks penguasaan kosakata, Rusydi
Ahmad Thu'aimah berpendapat: "Seseorang tidak akan dapat menguasai bahasa
sebelum ia menguasai kosakata bahasa tersebut".
Dengan karakter bahasa Arab yang pembentukan katanya beragam dan fleksibel
tersebut, problem pengajaran kosakata bahasa Arab akan terletak pada
keanekaragaman bentuk marfologis (wazan) dan makna yang dikandungnya, serta
akan terkait dengan konsepkonsep perubahan derivasi, perubahan infleksi, kata kerja
(afâl/verb), mufrad (singular), mutsanna (dual), jamak (plural), ta'nits (feminine),
tadzkir (masculine), serta makna leksikal dan fungsional.
Selain itu, terjadinya penyerapan kata-kata bahasa Arab ke dalam bahasa
Indonesia di satu sisi memiliki implikasi positif, tetapi juga implikasi negatif.
Pertama, terjadinya pergeseran arti, yakni kata-kata yang sudah masuk ke dalam
kosakata bahasa Indonesia yang artinya berubah dari arti bahasa aslinya, seperti kata
"kasidah" yang berasal dari kata "qasidah". Dalam bahasa Arab, arti qasidah adalah
sekumpulan bait syair yang mempunyai wazan qafiyah dan qafiyah.
Dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah, arti kasidah sudah berubah menjadi
hanya lagu-lahu Arab atau irama padang pasir dengan kata-katanya yang puitis.
Kedua, lafaznya berubah dari bunyi aslinya, tetapi artinya tetap, seperti kata "berkat"
dari kata barakah, dan kata "kabar" dari kata khabar. Ketiga, lafaznya tetap dan
artinya sudah berubah, seperti kata "kalimat" yang bahasa Arabnya kalimat. Dalam
bahasa Indonesia kalimat diartikan sebagai "susunan kata-kata", sedangkan bahasa
Arab mengartikannya sebagai "kata"?
Dengan demikian, perpindahan kata dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab
dapat menimbulkan berbagai persoalan antara lain:
1.Pergeseran arti, seperti kata masyarakat yang berasal dari kata
‫مشاركة‬/musyarakah, dalam bahasa Arab arti katamasyarakat keikutsertaan,
partisipasi atau kebersamaan. Sementara dalam bahasa Indonesia artinya berubah
menjadi masyarakat yang dalam bahasa Arab dikatakan ‫مجتمع‬.
2. Lafaznya berubah dari bunyi aslinya, seperti berkat dari kata ‫بركة‬/ barkah,
kata kabar dari ‫خبر‬/ khabr
3. Lafaznya tetap, tetapi artinya berubah, seperti kata ‫كلمة‬yang berartisusunan kata
yang bisa memberikan pengertian. Berkaitan dengan Problematika kosakata
tersebut perlu diketahui bahwa banyak dari segi sharaf (morfologi) dalam
bahasa Arab tidak terdapat dalam bahasa Indonesia, semisal tashrif. Perubahan
dari satu pola kata ke pola kata yang lain.

Misalnya, fi’il madhi ‫(فتح‬membuka) yang memiliki perubahan antara lain:

fi’il mudhari’( kata kerja sedang dan akan) = ‫يفتح‬fi’il amr (kata kerja perintah) = ‫افتح‬Isim
mashdar(kata kerja yang dibendakan)=‫فتح‬Isim fa’il (kata benda bermakna
pelaku)=‫فاتح‬Isim maf’ul (kata benda bermakna yang dikerjakan atau yang dikenai
pekerjaan)=‫مفتوح‬c.

Tata Kalimat dalam membaca teks bahasa Arab, para pelajar harus memahami
artinya terlebih dahulu. Dengan begitu mereka akan bisa membacanya dengan benar. Hal
ini tidak lepas dari ilmu nahwu dalam bahasa Arab yakni untuk memberikan pemahaman
bagaimana cara membaca yang benar sesuai kaidah-kaidah bahasa Arab. Di dalam ilmu
nahwu tidak hanya berkaitan dengan i’rab dan bina’saja melainkan juga penyusunan
kalimat yang mencakup -al-muthabaqah (kesesuaian) dan al-mauqi’iyyah (tata urut kata)

Anda mungkin juga menyukai