Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Rizki May Cahyo

NIM : G000200224
KELAS : PAI D

MATKUL : ISLAM DI INDONESIA

Judul : Mengislamkan Jawa – Sejarah Islamisasi di Jawa dan penentangnya dari


1930-1998
Pengarang : M.C. Ricklefs
Penerjemah : F.X. Dono Sunardi dan Satrio Wahono
Penerbit : Serambi

RESUME

Dalam buku mengislamkan Jawa ini ialah buku yang pembahasannya cukup menarik karena bisa
menjawab pertanyaan yang sangat mendalam. Dalam buku ini Ricklefs membagi sejarah
Islamisasi Jawa dalam beberapa periode, yaitu: periode tahun 1930-an, periode tahun 1942-1949,
periode 1950-1966, dan periode 1966-1980 serta 1980-1998 yang disebutnya Eksperimen
Totalitarian I dan II, serta periode 1998 sampai dengan saat ini. Periode tahun-tahun sebelumnya
yaitu sejak Islam masuk ke nusantara telah ditulisnya pada dua buku lainnya.

Pada mulanya Islam di Jawa bersifat sintesis mistik, artinya Islam diterima berdampingan
dengan kekuatan spiritual Jawa, yang mempercayai Ratu Kidul, Sunan Lawu dan lain-lain.
Sementara itu, meningkatnya kelas menengah pada masa itu meningkatkan jumlah haji, yang
membawa pulang faham reformis atau pemurnian Islam. Bagi kalangan bangsawan, hal ini
dianggap tidak sesuai bagi orang Jawa, sebagaimana tampak antara lain dari tulisan
Mangkunegaran IV dalam Serat Wedhatama, yaitu karena orang Jawa memiliki filsafat dan
kebudayaan sendiri.

Sekitar tahun 1880-an masyarakat telah terbagi atas kaum putihan (santri), abangan dan priayi.
Perjalanan haji meningkatkan modernisme atau pemurnian Islam, sehingga muncul organisasi-
organisasi Islam pada awal abad 20, antara lain Muhammadiyah dan Syarikat Islam (1912).
Namun hal ini diimbangi dengan munculnya partai komunis (1924) dan nasionalis (1927), yang
pendukungnya merupakan abangan. Sampai dengan tahun 1930-an Islam masih banyak
dipengaruhi oleh mistisme.

Periode 1942-1949 terjadi polarisasi karena adanya pemberontakan komunis pada tahun 1948,
yang membelah kaum abangan dengan santri. Selain itu terjadi pemberontakan Darul Islam, yang
semuanya menimbulkan pertumpahan darah. Hal ini membuat militer tidak lagi mempercayai
baik komunis maupun Islam, sehingga polarisasi dipolitisir.

Periode 1950-1965 terjadi gerakan 30 September 1965, yang berlanjut dengan pembantaian
besar-besaran terhadap mereka yang dianggap berhaluan komunis. Setelah masa ini maka tidak
ada lagi yang menghalangi Islamisasi. Dibubarkannya partai komunis dan stigma negatif
terhadap partai nasionalis sebagai dekat dengan komunis mengakhiri politik aliran dan
menghilangkan sandaran kaum abangan.

Ricklefs mencatat bahwa penumpasan komunisme yang disertai dengan kewajiban setiap warga
negara untuk memeluk satu dari lima agama yang diakui negara, pendirian mesjid-mesjid hingga
ke daerah terpencil, ditetapkannya agama sebagai pelajaran wajib di sekolah, dan “pembinaan”
agama kepada penduduk desa-desa abangan oleh para santri, yang dilakukan secara intensif sejak
Orba berkuasa, serta tidak adanya alternatif lain yaitu partai atau ideologi yang menentangnya,
memberi jalan bagi Islamisasi dari bawah, yang mulai berlangsung sejak tahun 1966. Selanjutnya
meskipun pada masa ini terdapat perpindahan ke agama Kristen yang cukup besar sebagai akibat
pembantaian terhadap pengikut atau simpatisan PKI atau gerakan kiri oleh ormas Islam dan
kepercayaan terhadap kebatinan Jawa masih cukup kuat, termasuk oleh pimpinan tertinggi
negara, namun penghancuran PKI, partai nasionalis dan depolitisasi (massa mengambang)
mengakibatkan Islamisasi semakin mudah sementara kaum abangan semakin sedikit
pengaruhnya karena tidak memiliki institusi yang mendukung. Setelah adanya rekonsiliasi antara
NU dengan pemerintah pada tahun 1980-an, Islamisasi semakin meluas karena NU bersifat
moderat, melebihi Islam modernis. Masyarakat menjadi semakin islami.

Setengah dari buku ini menguraikan Islamisasi sejak tahun 1998 sampai dengan buku ini ditulis
(2012) secara rinci. Reformasi pada tahun 1998 membawa banyak kebebasan, termasuk
penerapan syariat Islam di beberapa daerah, penerbitan majalah dan buku-buku dakwah yang
bersifat ekstrim/fundamentalis, munculnya tokoh-tokoh Islam fundamentalis dalam MUI, dan
masyarakat yang semakin konservatif, sehingga agama semakin menentukan kehidupan
bernegara. Selanjutnya, karena menjelang keruntuhannya Orba mendukung Islamisasi dan
selama sepuluh tahun terakhir pemimpin negara atau pemerintah tidak berani bersikap tegas
menghadapi tindakan maupun pendapat kaum konservatif dan Islamisasi yang mereka lakukan
dengan dakwah yang semakin intensif ke masyarakat (termasuk ke kampus-kampus sejak tahun
1980-an), maka jadilah masyarakat Jawa (dan Indonesia pada umumnya) semakin Islami dan
konservatif. Sebagai akibat dari pemerintah yang semakin tunduk kepada kemauan kaum agama
adalah semakin lemahnya kekuatan tawar pihak-pihak yang berusaha mengimbangi kaum
konservatif, antara lain Islam yang lebih liberal, sehingga yang mendominasi adalah Islam
konservatif ala Timur Tengah.

Anda mungkin juga menyukai