Anda di halaman 1dari 19

BENTUK AKULTRUSI DENGAN BANGSA BANGSA LAIN KHUSUSNYA INDIA DAN

CHINA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

Moh Alif S. Korompot :A311 21 022


Hanifa :A311 21 086
Dita safitri :A311 21 046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah Bentuk Akultrusi Dengan Bangsa Bangsa Lain Khususnya India Dan
China ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata pelajaran Sejarah masa
hindu budha. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan
referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................................4
1.3 Manfaat.............................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
2.1 Pengertian Akulturasi......................................................................................................................6
2.2 Akulturasi budaya Tiongkok Di indonesia.....................................................................................7
2.3 Bentuk Akulturasi budaya india di indonesia...................................................................................13
BAB III........................................................................................................................................................18
PENUTUP...................................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................18
3.2 Saran................................................................................................................................................18
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu telah memiliki kebudayaan sendiri,


selama ini di pahami adalah proses masuknya budaya hindu, budha dan tiongkok tak
lepas dari aktivitas perdagangan yang terjadi di tanah air. Melalui perdagangan terjadilah
akulturasi budaya. Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur
unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain sehingga membentuk
kebudayaan yang baru.

Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing masing tidak
kehilangan kepribadian/ ciri khasnya. Untuk dapat berakulturasi, masing masing
kebudayaan kebudayaan harus seimbang. Begitu juga untuk kebudayaan hindu, budha,
dan tiongkok. Dari india dan china dengan kebudayaan Indonesia asli.

Kebudayaan hindu,budha, dan tiongkok di bawa oleh para pedagang yang berasal
dari india dan china. Akibat interaksi antara pedagang dan penduduk pribumi, maka
terjadilah akulturasi kebudayaan hindu,budha, dan tiongok dengan kebudayaan asli nenek
moyang Indonesia.

Namun, bukan berarti kebudayaan asing tersebut di terima begitu saja oleh
masyarakat Indonesia waktu itu, setiap budaya yang masuk mengalami proses
penyesuaian dengan budaya asli di nusantara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas maka penulis mencoba merumuskan masalah


sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk Akulturasi budaya antara india dan indonesia?
2. Bagaimana Bentuk Akulturasi budaya antara China dan indonesia?
1.3 Manfaat

Sehingga Kita bisa mengetahui bentuk akultrusi dengan bangsa bangsa lain khususnya
india dan china.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akulturasi

Istilah akulturasi berasal dari bahasa latin Acculturate yang artinya "tumbuh dan
berkembang bersama". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ada tiga pengertian
akulturasi. Ketiganya bisa dilihat secara umum, antropologi, dan linguistik. Secara umum,
akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling
mempengaruhi. Lalu, secara antropologi, akulturasi adalah proses masuknya pengaruh
kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau
banyak unsur kebudayaan asing itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu. Sementara
dari segi linguistik, akulturasi adalah proses atau hasil pertemuan kebudayaan atau bahasa di
antara anggota dua masyarakat bahasa, ditandai oleh peminjaman atau bilingualisme. Ada
juga beberapa ahli yang menyampaikan definisi dari akulturasi budaya.
Menurut antropolog Indonesia, Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang
timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-
unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tersebut lambat
laun diterima dan diolah kembali tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya itu
sendiri.
Sementara sosiolog Amerika, Arnold M. Rose mendefinisikan akulturasi sebagai "the
adoption by a person or group of the culture of another social group." Artinya adalah "adopsi
oleh seseorang atau kelompok budaya dari kelompok sosial yang lain". Maka, dapat
disimpulkan bahwa akulturasi adalah perpaduan antarbudaya yang kemudian menghasilkan
budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut. Biasanya,
akulturasi kebudayaan terjadi karena unsur budaya yang baru dinilai memberikan manfaat
bagi kehidupan suatu masyarakat. Proses ini dapat mencakup berbagai aspek kehidupan
seperti bahasa, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
Akulturasi bisa terjadi melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam,
misalnya pada seluruh lapisan masyarakat, sebagian, atau bahkan antar individu dari dua
kelompok berbeda. Ada sejumlah faktor pendorong terjadinya akulturasi. Diantaranya sistem
pendidikan formal yang maju, sikap menghargai, toleransi terhadap kebudayaan lain, sistem
terbuka di masyarakat, penduduk yang heterogen, adanya orientasi ke depan, dan masih
banyak lagi. Namun ada juga faktor-faktor yang menghambat akulturasi. Seperti
perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat, sikap tradisional masyarakat, kurang hubungan
dengan kelompok lain, adat atau kebiasaan, dan lain-lain.
2.2 Akulturasi budaya Tiongkok Di indonesia

Pada abad ke-5 M, gelombang Budhisme datang dari Cina di bawah pemerintahan
Dinasti Utara dan Selatan melalui jalur laut, dibawa oleh para pendeta Budha ke nusantara.
Faxian adalah pendeta Cina yang beragama Budha di India yang melakukan pelayaran ke
Srilangka dan terdampar di Jawa (Ye-po-ti, artinya Yawadwipa, pulau Jawa dalam transkrip
Sanskerta). Ia tinggal di Jawa sekitar 5 bulan, yaitu Desember 412 M sampai Mei 413 M
sebelum kembali berlayar kembali ke Cina.(Groeneveldt, 2009:9) Keterangan yang memuat
tentang hubungan antara Jawa dengan Cina juga terdapat dalam Berita Tahunan Dinasti Utara
dan Selatan dan dalam Tangshu, Xin Tangshu, dan Songshi. Teks-teks itu juga menyebut She
–po untuk abad ke-5, demikian pula He-le-tan yang terletak di She-po, lalu He-ling
menggantikan She–po pada tahun 640-818 M. She-po muncul sekali lagi pada tahun 820 M
dan bertahan hingga zaman Yuan, yang kemudian diganti dengan Zhaowa. Shongshi
menyebutkan adanya utusan Cina pada tahun 993 M dan 1109 M. Pada tahun 1129 M, Sang
Maharaja memberikan gelar raja kepada penguasa She-po, yang menandai adanya maksud
politik tertentu dari pihak Kekaisaran Cina untuk daerah yang bersangkutan (Lombard,
2008:12-13) Pendeta Buddha lainnya adalah Hui Neng dari dinasti Tang yang tiba di pulau
Jawa pada tahun 664-665. Selama 3 tahun ia bekerja sama dengan bhikhu Janabadra dari Jawa
untuk menerjemahkan kitab-kitab Agama Budha. Hui Neng cukup mahir berbahasa Jawa
Kuno, yang menjadikannya lebih mudah bergaul dengan masyarakat Jawa. Ia mengajarkan
makanan sayuran kepada masyarakat sekitarnya. Berikutnya, Hui Neng membawa 20 bhikhu
senior lainnya ke pulau Jawa. Masuknya kelompok orang Cina ke Jawa Timur terdiri di "The
6th overseas Chinese State" Nanyang Huaren,(1990). Di sana dikatakan Kertanagara, raja
Singasari yang terakhir, pada tahun1289 telah menantang wibawa kaisar Mongol, Kublai
Khan yang masa itu berkuasa di Cina. Kertanegara memulangkan utusan kaisar Mongol
dengan muka yang dilukai. Kublai Khan lalu mengirim tentaranya ke Jawa. Tetapi sebelum
kedatangan tentara tersebut, Kertanagara pada thn 1292 telah tewas disebabkan oleh
pemberontakan Kediri dan Singasari telah jatuh. Ketika tentara Kublai Khan tiba, Raden
Wijaya, kemenakan dan menantu Kertanagara, menyerahkan diri pada pimpinan tentara
Mongol dan menyatakan, bahwa Raja Kediri Jayakatwang telah menggantikan Kertanagara.
Raden Wijaya berhasil membujuk tentara Kublai Khan untuk menjatuhkan daha (Kediri).
Setelah tentara Kediri hancur, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Kublai Khan. Raden
Wijaya minta diberi 200 pengawal Mongol yang tak bersenjata untuk kepergiannya ke kota
Majapahit karena akan menyerah dengan resmi pada wakil-wakil 2 Kublai Khan. Di tengah
perjalanan para pengawal dibantai dan sebagian lain tentara Mongol yang tidak menduganya
dapat dikepung. Siasat Raden Wijaya menghasilkan pihak Mongol kehilangan 3000 orang dan
terpaksa meninggalkan pulau Jawa. Tahun 1293-1294 Raden Wijaya mendirikan kerajaan
Majapahit di Jawa Timur. Gelombang kedatangan orang-orang Cina berikutnya terjadi saat
pelayaran Laksamana Cheng Ho yang membawa armada besar, dengan 62 kapal besar dan
lebih 200 kapal kecil, bersama lebih 27 ribu orang awak kapal pada tahun 1405. Pelayaran ini
berturut-turut terjadi sebanyak 7 kali, pada tahun 1407, tahun 1412,tahun 1416, tahun 1421,
tahun 1424 dan terakhir tahun 1430. Kehadiran para orang-orang Cina ini melakukan interaksi
dengan masyarakat pribumi. Mereka ada yang menikah dengan wanita-wanita pribumi dan
saling bertukar kebudayaan. di Pantai Utara Jawa itu di samping menyebarkan ajaran Islam
juga budaya Cina. Orang Cina hidup dengan berdagang, bertani, dan menjadi tukang.
Umumnya, mereka tidak membawa isteri dari Cina. Mereka mengawini perempuan Jawa atau
Melayu, atau membeli budak untuk dijadikan gundik atau isteri. Pada zaman itu, ada aturan
perempuan dilarang pergi ke luar Cina. Sejarawan Prancis, Prof Dr Denys Lombard, dalam
bukunya “Nusa Jawa: Silang Budaya” menyebut, asimilasi kebudayaan Cina dan kebudayaan-
kebudayaan lain di Nusantara berlangsung sangat mulus dan alami. Jawa, sebelum masa
kolonialisme Belanda, adalah ruang yang reseptif bagi terjadinya perjumpaan kebudayaan dari
berbagai negeri. Pencinaan kembali proses asimilasi bangsa Cina dengan masyarakat setempat
yang berjalan begitu alami selama berabad-abad tersendat, kalau tidak ingin dibilang putus,
memasuki paruh pertama abad ke-18 dan awal abad ke-19. Pada abad ini, identitas kecinaan
di tanah Jawa mulai muncul. Situasi ekonomi dan politik di daratan Cina, meningkatnya arus
pelayaran sebagai akibat dari dibukanya terusan Suez di pertengahan abad ke-19, dan mulai
berkuasanya Belanda atas tanah Hindia membuat bangsa Cina mengalami fase pencinaan
kembali. Lombard mencatat tiga peristiwa penting di atas sebagai faktor yang sangat
mempengaruhi dialektika masyarakat Cina di Jawa. Pertama, memburuknya situasi
perekonomian Cina di penghujung kekuasaan dinasti Qing pada akhir abad 19. Pertanian di
Cina terhenti dan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Pada waktu yang
bersamaan, pemerintah Hindia Belanda membuka tambang-tambang baru yang memerlukan
tenaga kerja yang banyak. Memburuknya situasi ekonomi di negeri Cina sendiri mendorong
bangsa Cina datang berbondong-bondong ke Hindia Belanda. Pada awal abad 19, jumlah
orang Cina yang menetap di Batavia berjumlah 100.000 dan berkembang menjadi 500.000
pada akhir abad ke 19. Bisa dipahami kemudian jika meningkatnya jumlah masyarakat Cina
dan pengelompokan suku bangsa yang dilakukan Belanda meningkatkan kesadaran akan
identitas mereka sebagai suatu kelompok sendiri. . Di pihak lain, kehadiran mereka pun tidak
diterima baik oleh masyarakat setempat. Mereka pun mengembangkan kebudayaan mereka
sendiri sebagai sebuah bangsa. Kelenteng tumbuh berpuluh-puluh selama beberapa
dasarwarsa menjadi simbol identitas budaya. Kelenteng juga menjadi tempat pertemuan atau
perkumpulan. Perkembangan kedua yang menjadi faktor terjadinya pencinaan kembali,
menurut Lombard, adalah dibukanya terusan Suez pada tahun 1865. Jalur baru yang dibuka
ini meningkatkan emigrasi besar-besaran wanita-wanita Cina. Ada yang berlayar ke Hindia
Belanda dengan paksaan. Mereka terutama gadis-gadis malang yang diculik dan dikirim ke
rumah-rumah pelacuran di Laut Cina Selatan. Ada pula yang beremigrasi karena menghindari
kawin paksa. Namun, dorongan utama emigrasi adalah kesulitan hidup yang mereka alami di
Negara asalnya. Bisa ditebak, kehadiran wanita Cina dalam jumlah besar itu berpengaruh
sangat besar dalam proses perkawinan. Lelaki-lelaki Cina yang sebelumnya tidak mempunyai
pilihan lain selain mengawini wanita pribumi, kemudian cenderung mengambil wanita satu
negeri sebagai isteri. Asimilasi yang sebelumnya terjadi karena proses perkawinan campur
terhenti dan pencinaan terjadi melalui rumah tangga. Perkembangan ketiga, masih menurut
Lombard, bersifat lebih politis, yaitu berkaitan dengan perkembangan situasi di Cina sendiri.
Pergolakan anti Manchuria dan bangkitnya nasionalisme Cina membangkitkan pula semangat
identitas sebagai bangsa di perantauan. Mulai meredupnya era kedinastian dan proklamasi
republik yang dideklarasikan oleh Dr Sun Yat Sen menumbuhkan semangat nasionalisme
kaum perantauan. Terbitnya semangat nasionalisme ini kemudian semakin dibangkitkan
dengan ekspansi yang dilakukan Jepang di daratan Cina. Sebelum jaman kolonial pernikahan
antara orang Cina dengan orang Pribumi merupakan hal yang normal. Dr. Pigeaud dan Dr. de
Graaf dalam Kerajaan Islam Pertama di Jawa : Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI
menggambarkan keadaan pada abad ke 16 di kota-kota pelabuhan pulau Jawa kalangan
berkuasa terdiri dari keluarga-keluarga campuran, kebanyakan Cina peranakan Jawa dan
Indo-Jawa. Dalam abad ke 16 sejumlah besar orang Cina hidup di kota-kota pantai Utara
Jawa. Disamping Demak, juga di Cirebon, Lasem, Tuban, Gresik dan Surabaya. TEORI J.W.
Powell orang yang pertama kali memperkenalkan dan menggunakan kata "akulturasi",
pemakaian pertamanya pada tahun 1880 dilaporkan oleh US Bureau of American
Ethnography pada tahun 1883. Powell mendefinisikan akulturasi menjadi perubahan
psikologis yang disebabkan oleh imitasi perbedayaan budaya (Wikipedia, 2007). Menurut
Koentjaraningrat akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan suatu kebudayaan asing sehingga
unsurunsur tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut. Akulturasi, seperti didefinisikan
oleh Prof. Stroink (dalam Berry, 1996), adalah proses dimana individu mengadopsi suatu
kebudayaan baru, termasuk juga mengasimilasikan dalam praktek, kebiasaan-kebiasaan, dan
nilai-nilai. Proses akulturasi mempunyai dua cara, yaitu : 1. Akulturasi damai (penetration
pasifique), terjadi jika unsur-unsur kebudayaan asing dibawa secara damai tanpa paksaan dan
disambut baik oleh masyarakat kebudayaan penerima. 2. Akulturasi ekstrim (penetration
violante), terjadi dengan cara merusak, memaksa kekerasan, perang, penaklukkan, akibatnya
unsur-unsur kebudayaan asing dari pihak yang menang dipaksakan untuk diterima oleh pihak
yang kalah, Dalam proses akulturasi, individu yang membawa berbagai unsur kebudayaan
asing atau pelaksana akulturasi harus memahami prinsip kesamaan. Dan perlu dipahami juga
bahwa dalam masyarakat individu yang tidak mudah menerima kebudayaan asing dan tidak
sedikit pula yang “progresif” dan lekas menerima hal yang baru (Koentjaraningrat, 1980: 268-
269). Ini dikarenakan adanya berbagai macam unsur asing yang kurang atau tidak
menunjukan kegunaan fungsi yang sama (Hadi: 2006: 44). Menurut Kroeber dalam Hadi
(2006; 39) suatu unsur kebudayaan asli tidak mudah dapat diganti begitu saja, tanpa
terintegrasikan ke dalam prinsip budaya yang ada. Akulturasi dapat terjadi karena adanya
kontak kebudayaan antara berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda menimbulkan
keadaan saling memengaruhi satu sama lain. Terkadang tanpa disadari ada pengambilan unsur
budaya dari luar. Oleh karena itu, salah satu faktor pendorong keragaman budaya di Indonesia
adalah karena kontak dengan kebudayaan asing. Koentjaraningrat menyatakan bahwa
penjajahan atau kolonialisme merupakan salah satu bentuk hubungan antarkebudayaan yang
memberikan pengaruh kepada perkembangan budaya lokal. Proses saling memengaruhi
budaya tersebut terjadi melalui proses akulturasi dan asimilasi kebudayaan. HASIL DAN
PEMBAHASAN Orang Cina di Jawa telah ada sejak awal abad ke 5. Dengan masuknya
bangsa Cina ke Indonesia tentu saja membawa pengaruh budaya dan adat istiadat yang
kemudian memunculkan proses akulturasi antara kebudayaan Cina dan Jawa. Interaksi orang-
orang Cina dengan masyarakat pribumi turut mempengaruhi budaya antar keduanya dan
melahirkan kebudayaan baru yang menambah khasanah kebudayaan Indonesia. Berikut ini
merupakan hasil-hasil kebudayaan baru sebagai proses akulturasi dua kebudayaan Cina dan
Jawa.
1. Tahun baru Imlek. Tahun Baru Imlek 2564 beberapa bulan yang lalu dirayakan oleh
etnis Cina di Indonesia. Bentuk akulturasi budaya Cina dan Jawa pun terjadi dalam
perayaan ini. Di Kota Solo perayaan tahun baru Imlek ini dirayakan bersama dengan
masyarakat lokal setempat. Acara ini dikemas dalam acara Gerebeg Sudiro
menggambarkan harmonisasi dua kebudayaan yang membaur jadi satu. Dalam Gerebeg
Sudiro terdapat serangkaian kegiatan antara lain, Kirab Sedekah Bumi, Karnaval Budaya
dan Pesta Kembang Api. Dalam acara Grebeg Sudiro tampak bagaimana dua kebudayaan
yaitu budaya Cina dan Jawa dapat melebur menjadi satu. Akulturasi di Jawa dapat terlihat
dari camilan tradisonal yang bernama “ampyang.” Ampyang adalah makanan ringan
yang terbuat dari gula Jawa dan kacang Cina. Masyarakat Jawa membuat bentuk sesajen,
slametan, ruwatan dengan makanan jajan pasar, seperti apem, wajik, jadah, serabi dan
lain-lain. Sementara masyarakat Cina yang mengadakan slametan di Klenteng, juga
membuat makanan seperti nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya, opor ayam,
enten-enten, ketan, nasi dengan ikan laut, bubur merah dan bubur putih.
2. Arsitektur. Pengaruh arsitektur Cina dapat terlihat dalam gaya arsitektur masjid kuno di
Jawa, ada tiga sampel masjid yang dapat mewakili ada pengaruh tersebut. Ada pun ketiga
masjid itu adalah: Masjid Demak (1474), Masjid Kudus (1537), dan Masjid Mantingan
(1559), sementara Mesjid Cheng Ho di Surabaya lebih modern (2002) juga merupakan
bentuk akulturasi antara kedua kebudayaan.
3. Sastra. Banyak hasil sastra yang dihasilkan bangsa Cina di P. Jawa juga sebaliknya
terjemahan yang diterbitkan di Cina berasal dari Indonesia ke bahasa Mandarin.
Misalnya, cerita roman paling populer adalah cerita Sam Pek Eng Tay, di Jawa Barat
Populer karya Lo Fen Koi. Cerita-cerita silat misalnya, Pemanah Rajawali, Golok
Pembunuh Naga, Putri Cheung Ping, Kera Sakti, dan Sepuluh pintu Neraka. Puisi yang
diciptakan penyair Cina kuno pernah diterjemahkan sastrawan Indonesia, HB Jasin.
Sedangkan di dunia novel kita sudah cukup akrab dengan karya Marga T, yang banyak
mengambil latar belakang negeri Cina.
4. Bahasa. Menurut Profesor Kong Yuanzhi dalam Silang Budaya Tiongkok Indonesia
terdapat 1046 kata pinjaman bahasa Cina yang memperkaya bahasa Melayu / Indonesia
dan 233 kata pinjaman Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Tionghoa. Misalnya anglo (洪
爐) bakiak(木 屐), bakmi (肉麵), cangklong, cawan(茶碗), cukong(主公), giwang (耳環)
jamu (草藥),jok, kecap (茄汁, kecoa,kongkalikong (串謀), kongko (講座), kongsi(公司),
koyo, kuli (苦力), langseng, lihai (厲害),loak, loteng, lonceng, mangkok (碗鍋), misoa (
碗鍋), pisau(匕首), pengki, sampan (舢舨), singkek, sinse (診師), suhu, sumpit, sempoa,
taifun, teko (茶壶), toko,tukang (土工), dan lain-lain。Akulturasi budaya Cina-Jawa
dalam bidang bahasa terjadi dalam bentuk peminjaman istilah pada bahasa lisan atau
tulisan. Bahasa lisan digunakan dalam percakapan perdagangan, seperti : mengko, dhek
wingi, ora iso, dan sebagainya. Sebaliknya orang Jawa menyebut ce-pek (= seratus), no-
pek (= dua ratus), se-jeng (= seribu) dan cem-ban (= sepuluh ribu).
5. Kesenian. Pertukaran musik dan tari telah dilangsungkan sejak jaman Dinasti Tang (618-
907). Alat musik seperti Gong dan Canang, Erhu (rebab Cina senar dua), suling, kecapi
telah masuk dan menjadi alat musik daerah di Indonesia. Wayang Ti-Ti atau Po The Hie,
adalah wayang yang memakai boneka kayu dimakain dengan keterampilan jari tangan,
dimainkan saat menyambut hari besar di upacara keagamaan orang Tionghoa. Kesenian
ini mirip wayang golek (wayang kayu), namun cerita yang ditampilkan berasal dari
legenda rakyat Cina, seperti Sampek Engthay, Sih Djienkoei, Capsha Thaypoo,
Sungokong, dan lain-lain . Pada ratusan tahun lalu orang-orang China banyak bermukim
di Pulau Jawa seperti Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, dan Tuban lalu berbaur
dengan penduduk asli. Bahkan mereka melakukan perkawinan budaya dan melahirkan
keturunan yang disebut peranakan. Etnis China di Indonesia tetap membawa adatistiadat,
agama dan budaya tanah leluhur mereka dengan diselaraskan dengan budaya setempat.
Misalnya, mereka berpakaian mengikuti cara berpakaian penduduk setempat. Wanita
menggunakan sarung batik kemudian pria memakai celana dari bahan batik. Kemudian
akhirnya timbullah akulturasi budaya yang menyebabkan munculnya kreasi batik-batik
dengan ragam hias yang berasal dari budaya China. Biasanya batik ini disebut Batik
Pecinan atau biasa juga disebut dengan Batik Pecinan. Pola Batik China atau Pecinan
lebih rumit dan halus dengan menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos
China, seperti naga, burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala
singa), serta dewa dan dewi Kong Hu Chu. Kemudian Batik Pecinan berkembang
memiliki ragam hias buketan atau bunga-bunga karena dipengaruhi dari pola Batik
Belanda. Namun pada perkembangannya saat ini, Batik China menunjukkan pola-pola
yang lebih beragam, contohnya pola-pola dengan pengaruh ragam hias Batik Keraton.
Sarung-sarung batik yang mereka gunakan polanya mirip dengan hiasan pada keramik
China, seperti banji yang melambangkan kebahagian ataupun kelelawar yang
melambangkan nasib baik. Selain dijadikan untuk bahan pakaian, batik yang dihasilkan
orang China atau peranakan, mereka gunakan juga sebagai perlengkapan keagamaan,
seperti kain altar (tok-wi) dan taplak meja (mukli).
6. Olahraga. Misalnya olahraga pernapasan Wei Tan Kung kini menjadi Persatuan
Olahraga Pernapasan Indonesia, Olahaga pernapasan Tai Chi menjadi Senam Tera
Indonesia, olahraga bela diri Kung Fu yang paling populer di Indonesia.
7. Adat Istiadat. Upacara minum teh yang disuguhkan kepada tamu sudah cukup populer di
Jawa dengan mengganti teh dengan kopi. Kemudian tradisi saling berkunjung dengan
memberikan jajanan atau masakan pada hari-hari raya, dan tradisi membakar petasan saat
lebaran. Petasan sendiri merupakan tradisi bangsa Cina untuk menyemarakkan pesta
tradisi Cina yaitu pernikahan dengan maksud mengusir roh-roh jahat yang bisa saja
mengganggu perayaan tersebut. Festival Pehcun. Atraksi yang menjadi maskot festival
ini adalah perlombaan perahu naga. Duanwu Jie (Hanzi: 端 午 節 ) atau yang dikenal
dengan sebutan festival Peh Cun di kalangan Cina-Indonesia adalah salah satu festival
penting dalam kebudayaan dan sejarah Cina. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata
pachuan (Hanzi: 扒 船 , bahasa Indonesia: mendayung perahu). Festival ini dirayakan
setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300
tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou.
8. Makanan. Menurut Dennys Lombard, dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya, asal
mula Soto adalah makanan Cina bernama Caudo, pertama kali populer di wilayah
Semarang. Dari Caudo lambat laun menjadi Soto, orang Makassar menyebutnya Coto,
dan orang Pekalongan menyebutnya Tauto. Antropolog dari Universitas Gadjah Mada,
Dr Lono Simatupang, mengemukakan bahwa, soto merupakan campuran dari berbagai
macam tradisi. Di dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain. Mi atau soun pada soto,
misalnya, berasal dari tradisi China. Budaya Cina yang hadir di bumi nusantara sejak
ratusan tahun lalu terus berjejalin dan berkelindan dengan budaya lokal sehingga
menciptakan aneka budaya baru yang merupakan perpaduan dari keduanya dan sering
disebut dengan istilah budaya peranakan. Lumpia. Makanan tersebut mula-mula berasal
dari daratan Tiongkok kemudian mengalami proses penyesuaian dengan lidah masyarakat
lokal. Lumpia Semarang, isi utamanya adalah irisan kulit rebung sedangkan lunpia yang
dari China isi utamanya mihun. Bolang-baling dan Cakue adalah kue goreng dengan rasa
manis dan asin juga merupakan bentuk akulturasi. Capjay yang semula berupa campuran
sayur, oleh orang Jawa dimodifikasi dengan sayur dan bahan sesuai selera orang Jawa.
Mie Titee adalah masakan khas Cina berupa masakan berupa mie yang dicampur sayur
bayam dan daging babi bagian kaki. Kemudian berkembang dengan bentuk mie kopyok
yang berupa mie direbus dengan taoge dan krupuk yang diremuk dengan saus bawang
putih. Bacang. Dahulu bacang diyakini orang China adalah makanan untuk menghormati
seorang pahlawan yang mati akibat difitnah orang bentuk peringatan adalah makan
bakcang (Hanzi: 肉 粽 , hanyu pinyin: rouzong) Penganan ini terdiri dari daging cacah
sebagai isi dari beras ketan dibungkus daun bambu dan diikat tali bambu. Di beberapa
tempat Indonesia,diadakan festival memperingati sembahyang bacang
9. Dalam sistem religi ada persamaan kebudayaan masyarakat Cina – Jawa, seperti sesajen
jajan pasar, yang dilakukan saat satu suro (Jawa) dan hari raya Imlek (Cina).Sajian
seperti Kue Mangkok atau Kue Moho, yang melambangkan sumber rejeki - Kue Kura
atau Kuweh Ku, yang melambangkan panjang umur seperti kura-kura yang dapat hidup
ribuan tahun. - Tumpeng dan makanan lainnya, yang melambangkan ucapan syukur atas
berkat Tuhan

2.3 Bentuk Akulturasi budaya india di indonesia

Patung Agama Buddha

Kebudayaan India (Hindu-Buddha) yang masuk ke Indonesia telah


mengalami banyak penyesuaian (akulturasi) dengan kebudayaan setempat
sehingga didapatkan kebudayaan yang lebih bercorak Indonesia.
Hindu di Bali adalah salah satu contohnya. Pada masa kerajaan-kerajaan bercorak
Hindu-Buddha, kehidupan di antara pemeluk agamanya telah berkembang
toleransi.
Mereka hidup berdampingan, saling menghormati, suka bergotong royong dalam
menyelesaikan pembangunan yang menyangkut kepentingan bersama. Sudahkah
sikap yang demikian sudah Anda miliki? Mengapa sikap yang demikian itu
sekarang ini cenderung mulai menurun?.
Masuknya pengaruh kebudayaan India ke Indonesia telah membawa pengaruh
terhadap perkembangan kebudayaan yang ada di Indonesia.

Bangsa Indonesia yang sebelumnya sudah memiliki kebudayaan yang asli, banyak
mengadopsi dan mengembangkan budaya India dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari.

Namun, masyarakat tidak dapat begitu saja menerima pengaruh budaya-budaya


baru tersebut. Kebudayaan yang datang dari India dapat mengalami proses
penyesuaian dengan kebudayaan di Indonesia yang dapat disebut dengan proses
akulturasi kebudayaan.

1). Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

Dalam hubungan dengan kebudayaan, telah terjadi akulturasi kebudayaan India


dan kebudayaan Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terjadi dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat di Nusantara.

A). Kepercayaan/Agama

Sebelum masuknya pengaruh India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia


masih bersifat animisme dan dinamisme.
Masyarakat pada saat itu, melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang dan
kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-
kekuatan alam.

Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, kepercayaan asli bangsa Indonesia


ini kemudian berakulrutasi dengan agama Hindu-Buddha.

B).Pemerintahan/Politik

Salah satu contoh yang nyata adalah pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di


Indonesia adalah perubahan sistem pemerintahan.

Sebelum pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, struktur asli sosial


masyarakat Indonesia adalah berbentuk suku-suku dengan pimpinannya ditunjuk
atas prinsip primus inter pares.

Setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, sistem pemerintahan ini


berubah menjadi sistem kerajaan. Kepemimpinan lalu diturunkan kepada
keturunan raja. Raja dan keluarganya kemudian membentuk sebuah kalangan
yang disebut dengan Bangsawan.
C). Kebudayaan dan Kesenian

Seni Bangunan (Candi)

Unsur-unsur kebudayaan India masuk dan memengaruhi perkembangan kebudayaan


Indonesia serta berpadu dengan unsur-unsur kebudayaan Indonesia. Perpaduan itu disebut
dengan Akulturasi.

Hasilnya adalah kebudayaan Indonesia bercorak Hindu dan Buddha, misalnya sebagai
berikut.

Kebudayaan Indonesia Bercorak Hindu dan Buddha

1). Seni Bangunan

Adanya candi-candi agama Hindu dan candi-candi agama Buddha.

2). Seni Patung

Seni patung berupa patung dewa agama Hindu dan patung dewa agama Buddha, yang
terbuat dari kayu, batu, atau perunggu.

3). Seni Ukir

Ukiran terdapat pada dinding candi yang berwujud relief yang melukiskan cerita tentang
Mahabharata, Ramayana, dan riwayat kehidupan Sang Buddha.
4). Bahasa dan Tulisan

Bangsa India ke Indonesia membawa pengaruh bahasa yang dimiliki, yaitu bahasa
Sanskerta. Tulisan yang dibawa adalah huruf Pallawa (cikal bakal huruf Jawa).

5). Seni Wayang

Wayang merupakan perpaduan budaya India dan Indonesia terutama isi cerita yang
diambil dari buku induk pewayangan India, yaitu buku Mahabharata dan Ramayana.

6).Seni Sastra

Pengaruh sastra India sangat besar karena dengan adanya buku Mahabharata dan
Ramayana, bangsa Indonesia telah mampu menghasilkan beberapa karya sastra seperti
berikut ini.

1. Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.


2. Bharatayuda karya Empu Sedah dan Empu Panuluh.
3. Sutasomo karya Empu Tantular.

D). Ilmu Pengetahuan

Di bidang ilmu pengetahuan masyarakat Indonesia mengenal penanggalan tahun Saka.


Perbedaan waktu antara tahun Saka dan Masehi sekitar 78 tahun.

E). Pendidikan

Pendidikan dapat membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan,


meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu
bidang saja, yaitu bidang keagamaan.

Indonesia (Sriwijaya) pernah menjadi pusat pendidikan dan pengetahuan agama Buddha
yang bertaraf Internasional.
Hal tersebut dibuktikan dengan cacatan perjalanan I-Tsing. Selama beberapa bulan di
Sriwijaya dia menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha
yang bernama Satyakirti.

2). Daerah-Daerah yang Dipengaruhi Unsur Hindu-Buddha di Indonesia hingga Abad ke-
14

A).Daerah-Daerah di Indonesia yang Dipengaruhi Unsur Hindu

Agama dan budaya Hindu masuk dan tersiar di Indonesia kira-kira terjadi pada tahun 400
Masehi. Hal ini dapat di buktikan dengan ditemukannya tujuh buah yupa di Kalimantan
Timur.
Yupa tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Kutai. Di Jawa Barat juga ditemukan
tujuh buah prasasti. Prasasti tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara.

Yupa dan prasasti di kedua kerajaan tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Dengan demikian, diperkirakan kebudayaan Hindu menyebar ke beberapa
daerah di Indonesia pada tahap permulaan, berasal dari india Selatan.

Agama dan budaya Hindu di Indonesia kemudian berkembang di kerajaan-kerajaan lain,


seperti Kerajaan Mataram Lama, Medang, Kediri, Singasasi, Majapahit, Sunda, dan Bali.

B). Daerah-Daerah di Indonesia yang Dipengaruhi Unsur Buddha

Para Bhiksu

Agama Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh bhiksu, salah satunya adalah
bhiksu dari Kashmir yang bernama Gunawarman.

Kemudian untuk masa - masa berikutnya ternyata dapat pengaruh agama dan
budaya Buddha yang dibawa oleh orang-orang di Indonesia sendiri yang pernah belajar di
Perguruan Tinggi Nalanda, India.

Agama Buddha yang tersiar di Indonesia adalah Agama Buddha beraliran Mahayana.
Pengaruh Buddha yang ada di Indonesia juga berkembang di Kerajaan Melayu,
Holing, Mataram Lama (Dinasti Syailendra), Kanjuruhan, Medang, Sriwijaya, Singasari,
dan Majapahit.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akulturasi bisa terjadi melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam,


misalnya pada seluruh lapisan masyarakat, sebagian, atau bahkan antar individu dari dua
kelompok berbeda. Ada sejumlah faktor pendorong terjadinya akulturasi. Diantaranya
sistem pendidikan formal yang maju, sikap menghargai, toleransi terhadap kebudayaan
lain, sistem terbuka di masyarakat, penduduk yang heterogen, adanya orientasi ke depan,
dan masih banyak lagi.

3.2 Saran

Demikian Makalah kami tentang bentuk akultrusi dengan bangsa bangsa lain khususnya
india dan china. Kami menyadari, masih ada banyak kekurangan di dalam penulisan
makalah ini. sehingga Kami perlu saran dari pembaca agar Kami bisa membuat makalah
lebih baik lagi nantinya. terima kasih.
Daftar Pustaka

https://123dok.com/document/z1ed0ndy-makalah-hasil-akulturasi-budaya-indonesi.html

https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/09/201037169/contoh-akulturasi-budaya-
indonesia-dengan-bangsa-tiongkok?page=all

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/akulturasi-budaya-tionghoa/

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5547963/akulturasi-adalah-percampuran-budaya-
ketahui-pengertian-dan-contohnya

https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/09/201037169/contoh-akulturasi-budaya-
indonesia-dengan-bangsa-tiongkok?page=all#:~:text=Akulturasi%20budaya%20Indonesia
%20dengan%20Tiongkok%20melahirkan%20kesenian%20yang%20sangat
%20beragam,akulturasi%20budaya%20Indonesia%20dengan%20Tiongkok.

Anda mungkin juga menyukai