DISUSUN OLEH:
1
DAFTAR ISI
SAMPUL.............................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................5
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................................................................................6
2.1 Pengertian Filsafat Ilmu.............................................................................................................6
2.3 Landasan Pengembangan Ilmu..................................................................................................8
2.4 Tujuan dan Implikasi Filsafat Ilmu..........................................................................................12
BAB III..............................................................................................................................................13
PENUTUP.........................................................................................................................................13
1.1 Simpulan............................................................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap
dan pada gilirannya rasiolah yang dominan. Dengan filsafat, pola pikir yang selalu
tergantung kepada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio.
Perubahan dari pola pikir mite-mite ke rasio membawa implikasi yang tidak
kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan
bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum
alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta
maupun pada manusia sendiri.
Manusia dikenal sebagai makhluk berpikir. Hal inilah yang menjadikan manusia
istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar
manusialah yang mneyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan. Dia
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang
buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai
pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia berpegang pada pengetahuan.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama,
yaitu: pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua,
kemampuan berpikir menurut suatu kerangka berpikir tertentu. Kedua faktor diatas
sangat berkaitan erat. Terkadang sebagian manusia begitu sulit untuk
mengkomunikasikan informasi, pengetahuan dan segala yang ingin
dikomunikasikannya. Hal ini salah satunya dikarenakan oleh tidak terstrukturnya
3
kerangka pikir. Kerangka pikir akan terstruktur ketika objek dari apa yang ingin
dikomunikasikan jelas. Begitu pula ilmu pengetahuan.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah
untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Aktifitas berpikir akan membuahkan
pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu
objek. Objek tertentu merupakan syarat mutlak dari suatu ilmu. Karena objek inilah yang
menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam pengupasan lapangan ilmu pengetahuan
itu. Tanpa adanya objek tertentu maka dapat dipastikan tidak akan adanya pembahasan
yang mapan.
Filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yang merefleksi, radikal dan integral
mengenai hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu merupakan penerusan
dalam pengembangan filsafat pengetahuan (epistemologi), sebab ‘pengetahuan ilmiah’
tidak lagi adalah a higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum
sebagaimana yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diajukan adalah
sebagai berikut:
a. Apakah pengertian filsafat ilmu?
b. Apakah objek material dan formal filsafat ilmu?
c. Apakah yang dimaksud dengan ontologis, epistemologis dan aksiologis?
d. Apakah tujuan dan implikasi filsafat ilmu?
4
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh pengetahuan mengenai pengertian, objek material, dan objek formal
dari filsafat ilmu serta tujuan dan implikasinya.
b. Dapat menjelaskan pengertian filsafat, objek material, dan objek formal, serta tujuan
dan implikasinya terhadap ilmu pengetahuan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi
pemekarannya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat
dan ilmu. Filsafat ilmu dimulai dengan aliran rasionalisme, emprisme kemudian kritisisme.
Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui
pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Kritisisme merupakan filsafat
yang terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio sebelum melakukan
pencarian kebenaran.
7
Muhadjir (2011:9) berpendapat bahwa objek material filsafat ilmu adalah (1) Fakta dan (2)
Kebenaran dalam semua disiplin ilmu. Objek material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu
sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah
tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
Objek formal filsafat ilmu adalah telaah filsafat tentang fakta dan kebenaran, serta
telaah filsafat tentang konfirmasi dan logika. Fakta dan kebenaran menjadi objek formil
substantif, sedangkan konfirmasi dan logika menjadi objek formil instrumentatif dalam studi
filsafat ilmu.
a. Ontologis
Menurut Endraswara (2015:90), ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang
membicarakan tentang hakikat ilmu pengetahuan. Muhadjir (2011:63) menjelaskan bahwa
ontologi itu ilmu yang membicarakan tentang the being. Yang dibahas ontologi adalah
hakikat realitas. Sependapat dengan ini, Suriasumantri (2013:234) juga memaparkan
ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek yang ditelaah
dalam membuahkan pengetahuan.
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos
yang berarti “ilmu”. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat
yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being). (Zilullah, 2013)
2). Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Endraswara (2015:101) menjelaskan aliran
dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
8
3). Pluralisme
Endraswara (2015:101) mengemukakan paham ini beranggapan bahwa segenap
macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui
bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Tokoh aliran ini pada masa Yunani
Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
4). Nihilisme
Sulaiman & Munasir (2009) memaparkan bahwa nihilisme berasal dari bahasa latin
yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif
positif. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Fredrich Nietzsche (1844-1900 M). Dilahirkan
di Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa “Allah sudah
mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan
rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dan pada
kenyataannya moral di Eropa sebagian besar masih bersandar pada nilai-nilai kristiani.
Tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap. Dengan demikian ia sendiri
harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan nilai-nilai baru, dengan transvaluasi semua
nilai.
5. Agnotisisme
Endraswara (2015:101) menuturkan, paham ini mengingkari kesanggupan manusia
untuk mengakui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata
agnoticisme berasal dari bahasa Grick. Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya
know. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
Sulaiman & Munasir (2009) menambahkan, aliran ini dengan tegas selalu
menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent. Aliran ini dapat kita
temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger,
Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-1855) yang terkenal dengan julukan sebagai
Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku
9
umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke
dalam sesuatu yang lain.
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap
kemampuan manusia mengetahui hakikat benda materi maupun rohani. Aliran ini mirip
dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya
mengetahui hakikat bahkan menyerah sama sekali.
b. Epistemologis
Menurut Suriasumantri (2013:234), epistemologi membahas cara untuk
mendapatkan pengetahuan; yang dalam kegiatan kelimuan disebut metode ilmiah.
Endraswara (2015:110-111) memaparkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat umum
yang membicarakan teori pengetahuan; berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya; melacak pengertian mengenai pengetahuan
yang dimiliki mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia dapat
mencapai realitas sebagaimana adanya.
10
kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di
atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut
sintetik.
2). Metode Deduktif
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam
metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat
empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan
jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori
tersebut.
3). Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari
apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala
uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak metafisika. Apa
yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan
demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang
gejala-gejala saja.
4). Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya
dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang
diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan
oleh Al-Ghazali.
5). Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai
kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya
diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang
terkandung dalam pandangan.
11
2.4 Tujuan dan Implikasi Filsafat Ilmu
12
BAB III
PENUTUP
1.1 Simpulan
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Banasuru, Aripin. 2013. Filsafat dan Filsafat Ilmu, Dari Hakikat ke Tanggung Jawab.
Bandung: Alfabeta.
Endraswara, Suwardi. 2015. Filsafat Ilmu (Edisi Revisi) Konsep, Sejarah, dan
Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta : CAPS (Center for Academic
Publishing Service).
Ibda, Hamidulloh. 2014. Pengertian Objek Formal dan Material Serta Kedudukan Filsafat
Ilmu Dalam Sistematika Filsafat.
Iswara, Singgih dan Hadi Sriwiyana. 2010. Filsafat Ilmu dalam Pendidikan Tinggi (Edisi
Revisi). Jakarta: Cintya Press.
Sulaiman, Husnan dan Munasir. 2009. Makalah Landasan Ontologi, Epistemologi dan
Aksiologi Dalam FIlsafat Ilmu.
Zilullah, Zainab. 2013. Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi sebagai Landasan Penelaahan
Ilmu
14