Anda di halaman 1dari 17

FILSAFAT ILMU

Pengertian Ontologhy, Metafisika, Asumsi, Peluang.

Kelompok 2:

- Moh. Fadel F Hulungo

- Adepratiwi S.Umar

- Oktaviani Djibran

- Liana pakaya

ENGLISH DEPARTMENT

FACULTY OF CULTURE AND LETTERS

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam profesi keguruan.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penulis.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyesaikan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal 'Alamiin.

i
Daftar Isi

BAB 1...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1. Latar Belakang..............................................................................................................1

2. Rumusan Masalah.........................................................................................................2

3. Tujuan Makalah............................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

1. Pengertian Ontologi......................................................................................................3

2. Metafisika.......................................................................................................................4

3. Asumsi............................................................................................................................6

4. Peluang.........................................................................................................................10

BAB III....................................................................................................................................13

PENUTUP...............................................................................................................................13

2. Saran.............................................................................................................................13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta, untuk


mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat
diakui kebenarannya, sedangkan proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola
berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan
realitas. Adapun beberapa cakupan ontologi adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa
asumsi dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu.

Membahas ilmu pengetahuan, sangat erat kaitannya dengan metafisika. Metafisika


merupakan sebuah ilmu, yakni suatu pencarian dengan daya intelek yang bersifat sistematis
atas data pengalaman yang ada. Metafisiska sebagai ilmu yang mempunyai objeknya
tersendiri, hal inilah yang membedakannya dari pendekatan rasional yang lain.

Setiap manusia yang baru dilahirkan tidak langsung besar dan pandai, sewaktu kita
kecil tentunya akan beranggapan bahwa segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu
tinggi, orang-orang terlihat seperti raksasa, saat kita duduk di Sekolah Dasar dulu
menganggap sangat luar biasa akan kemampuan guru-guru Sekolah Dasar di saat itu. Dugaan
asumsi atau pandangan yang dilontarkan anak kecil itu menurut kita orang dewasa seperti
biasa saja, memang pandangan itu akan berubah setelah kita beranjak dewasa. Dunia yang
besar ternyata tidak sebesar apa yang kita kira, hal ini terutama dengan ditopang oleh
kemajuan wawasan, informasi dan teknologi, sehingga segalanya seolah menjadi menciut,
bumi yang luas tadi seperti seluas daun kelor.

Dapat di lihat ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk
mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai
dasar untuk mengambil keputusan lewat penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban yang berupa peluang, yang didalamnya
selain terdapat kemungkinan bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai
salah. Nilai kebenaranya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang terkandung ilmu
tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita
tumpukan pada jawaban yang diberikan oleh ilmu tersebut.

1
2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka didapatkan rumusan permasalahan :

a) Apa itu ontologi?


b) Apa itu metafisika?
c) Apa itu asumsi ?
d) Apa itu peluang ?

3. Tujuan Makalah

a) Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:


b) Sebagai tugas mata kuliah filsafat umum
c) Menjelaskan pengertian ontology
d) Menjelaskan beberapa konsep ontologi yaitu metafisika, asumsi dan peluang

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ontologi

Menurut bahasa ontologi adalah ilmu tentang yang ada, berakar dari bahasa Yunani
‘on’ berarti ada dan ontos berarti keberadaan, logos berarti pemikiran (Lorens Bagus: 2000).
Ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui seberapa jauh ingin kita tahu. Maka ia
merupakan kajian mengenai teori yang ada, dengan kata lain ontologi menjelaskan “apa”
sasaran yang dikaji oleh ilmu.

Menurut pendapat Suriasumantri (1985), ontologi membahas tentang apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori
tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :

a) Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah?


b) Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
c) Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

Menurut Soetriono & Hanafie (2007), ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan
batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau obyek
formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek
ontologi atau obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan
apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan
keberadaan.

Menurut Pandangan The Liang Gie, ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang
mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-
persoalan

a) Apakah artinya ada, hal ada?


b) Apakah golongan-golongan dari hal yang ada?
c) Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada?
d) Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang
berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan)
dapat dikatakan ada?

3
Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles, ontologi
yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas.
Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang
asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur dan prinsip benda tersebut.
(Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM).

Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep
terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat
diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat
digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi
merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi
objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada
tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada. Hakekat kenyataan atau
realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:

a) Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
b) Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut
memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan,
bunga mawar yang berbau harum.

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba
mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri
menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat
beragam sesuai dengan berjalannya waktu. Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan
sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.

2. Metafisika

Ontologi menurut A.R. Lacey, ontologi berarti “ a central part of metaphisics” (bagian
sentral dari metafisika) sedangkan metafisika diartikan sebagai that which comes after
physics, … the study of nature in general (hal yang hadir setelah fisika, … studi umum
mengenai alam).

Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Berdasarkan


asal katanya Metafisika dapat diartikan (Bahasa Yunani: μετά (meta) = “setelah atau di

4
balik”, φύσικα (phúsika) = “hal-hal di alam”) adalah cabang filsafat yang mempelajari
penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah cabang filsafat yang
membahas persoalan tentang keberadaan atau eksistensi. Menurut pendapat Archie J. Bham
mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu penyelidikan pada masalah keberadaan.

Aristoteles dalam bukunya yang berjudul Metaphysica mengemukakan beberapa


gagasannya tentang metafisika antara lain: Metafisika sebagai kebijaksanaan (sophia), ilmu
pengetahuan yang mencari pronsip-prinsip fundamental dan penyebab-penyebab pertama.
Metafisika sebagai ilmu yang bertugas mempelajari yang ada sebagai yang ada (being qua
being) yaitu keseluruhan kenyataan. Metafisika sebagai ilmu tertinggi yang mempunyai
obyek paling luhur dan sempurna dan menjadi landasan bagi seluruh adaan, yang mana ilmu
ini sering disebut dengan theologia.

Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika diibaratkan sebagai


tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas?
Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?

Beberapa aliran yang ada di dalam metafisika:

a. Supernaturalisme

Di alam terdapat wujud-wujud gaib (supernatural) dan wujud ini bersifat lebih tinggi
atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Dari paham Supernatural ini
lahirlah tafsiran-tafsiran cabang seperti Animisme, dimana manusia percaya bahwa terdapat
roh yang sifatnya gaib terdapat dalam benda-benda.

b. Naturalisme.

Paham ini sangat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham naturalisme


menganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib,
melainkan karena kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,yang dapat dipelajari dan dapat
diketahui. Orang-orang yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena
standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata, sehingga mereka
mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu.

Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang menganggap
bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah

5
Democritus (460-370 S.M). Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai
makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masing saling bertentangan yakni paham
mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk
hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup
adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-
fisika semata.

Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua
tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham monoistik dan dualistik. sudah
merupakan aksioma bahwa proses berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat
(objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak
membedakan antara pikiran dan zat.keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala
disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini
ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik. Dalam metafisika, penafsiran dualistik
membedakan antara zat dan kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara substansif.
Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh pikiran adalah bersifat mental. Maka yang
bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.

Jadi pada dasarnya tiap ilmuwan boleh mempunyai filsafat individual yang berbeda-
beda. Boleh menganut paham mekanistik atau paham vitalistik, boleh setuju pada paham
monistik atau dualistik. Titik pertemuan kaum ilmuwan dari semua ini adalah sifat pragmatis
dari ilmu.

3. Asumsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, asumsi memiliki arti: (1) dugaan yang
diterima sebagai dasar; (2) landasan berpikir karena dianggap benar. Dalam ilmu filsafat,
asumsi merupakan pernyataan yang kebenarannya dapat diuji secara empiris.

Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi


penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang
kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan
latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai
merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu
gagasan lain yang akan muncul kemudian.

6
Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat. McMullin (2002)
menyatakan hal yang mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan
adalah menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu obyek
sebelum melakukan penelitian. Sebuah contoh asumsi yang baik adalah pada Pembukaan
UUD 1945: “ …kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa..” “…penjajahan diatas bumi…
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Tanpa asumsi-asumsi ini, semua
pasal UUD 1945 menjadi tidak bermakna.

Asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.
Kesalahan menggunakan asumsi akan berakibat kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
Asumsi yang benar akan menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari
hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk melompati suatu
bagian jalur penalaran yang sedikit atau bahkan hampa fakta atau data.

Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma. Pernyataan yang
disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri
disebut Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau
suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya Premise. Pangkal pendapat
dalam suatu entimen . Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana
penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal
bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik (Junjung, 2005):

1. Deterministik

Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin


Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat
empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan
dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang
telah ditetapkan lebih dahulu.

2. Pilihan Bebas

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum alam
yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang ilmu
sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan.
Masyarakat materialistik menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di
belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika mampu

7
melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di India
mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada ukuran
yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan waktu.

3. Probabilistik

Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya
berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik
menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan
menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini
lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan
variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%.
Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar
95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari
95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut
kriteria ilmu ekonomi.

Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan utamanya adalah
mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang ingin dipelajari
dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi
seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih
adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan
asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran
probabilistik merupakan jalan tengahnya.

Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai pengetahuan yang
berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidak perlu
memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal
hakiki dalam kehidupan. Karena itu, harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak
pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak.

Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana keputusan
itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Ilmu perlu
memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi, sebab pengetahuan yang bersifat personal
dan individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi diantara kutub determinasi
dan pilihan bebas, ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran probabilistik.

8
Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin ilmu. Asumsi ini harus
operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis Asumsi ini harus disimpulkan dari
“keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. Jadi asumsi
harus bersifat das sein bukan das sollen. Asumsi harus bercirikan positif, bukan normatif.
Lebih lanjut mengenai asumsi dan ontologi, ontologi adalah esensi dari fenomena, apakah
fenomena merupakan hal yang bersifat objektif dan terlepas dari persepsi individu atau
fenomena itu dipandang sebagai hasil dari persepsi individu. Mengenai hal ini, ada dua
asumsi yang berbeda:

a. Nominalime: kehidupan sosial dalam persepsi individu tak lain adalah kumpulan
konsep–kosep baku, nama dan label yang akan mengkarakteristikkan realitas yang
ada. Intinya, realita dijelaskan melalui konsep yang telah ada.
b. Realisme: kehidupan sosial adalah merupakan kenyataan yang tersusun atas struktur
yang tetap, tidak ada konsep yang mengartikulasikan setiap realita tersebut dan realita
tidak tergantung pada persepsi individu.

Sebagai misal secara khusus dalam metodologi ilmu sosial, terdapat dua asumsi berbeda
dalam membicarakan tentang sifat masyarakat sosial. Asumsi ini sangat penting dalam
menentukan pendekatan terhadap masalah–masalah yang berhubungan dengan konflik,
perubahan dan pemaksaan dalam masyarakat. Asumsi yang berbeda ini tercermin dalam dua
teori:

a) Order

Asumsi ini lebih diterima secara umum oleh para ahli ilmu sosial. Dalam pendekatan yang
menggunakan asumsi ini, masyarakat memiliki sifat Relatif stabil, Terintegrasi dengan baik.
Elemen dari masyarakat itu memiliki fungsi masing–masing dan saling
berkoordinasi. Struktur sosial tercipta berdasarkan konsensus, bukan pemaksaan (coercion )

b) Konflik

Dalam pendekatan yang menggunakan asumsi ini, masyarakat memiliki sifat Mengalami
perubahan di banyak aspek, Mengalami konflik di banyak aspek.

Setiap elemen dari masyarakat memiliki kontribusi ke arah disintegrasi. Perbedaan order
versus konflik ini cenderung ditinggalkan dan digantikan oleh regulation (regulasi) versus
radical change (perubahan radikal). Pandangan yang bersifat regulasi lebih terkait pada
bagaimana masyarakat cenderung menjadi sebuah kesatuan dan adanya kebutuhan akan

9
regulasi. Pandangan perubahan radikal berfokus kepada bagaimana terciptanya perubahan
radikal, konflk, dominasi dan kontradiksi. Penelaahan suatu ilmu pengetahuan sosial yang
mengkaji permasalahan dalam masyarakat, terlebih entitas lokal, perlu menggunakan pilihan
asumsi yang tepat. Bidang kajian ilmu ekonomi pembangunan perlu melihat kondisi aspek
kemasyarakatan secara detil.

Dalam penelitian kita diharuskan untuk menyusun asumsi. Hal ini sebagai stimulus, agar kita
mencari pembuktiaan sebuah kebenaran ilmiah. Dalam menyusun asumsi ini kita tidak boleh
sembarangan, akan tetapi kita harus melihat konteks atau objek yang kita teliti. Untuk
menentukan asumsi harus didasarkan atas kebenaran yang telah diyakini oleh
peniliti. Sebelum menentukan asumsi peneliti harus lebih mengetahui terhadap sesuatu
dengan cara:

 Dengan banyak membaca buku, surat kabar atau terbitan lain.


 Dengan banyak mendengar berita, ceramah, pembicaraan orang lain.
 Dengan banyak berkunjung ke tempat (lokasi penelitian).
 Dengan mengadakan pendugaan mengabstraksi berdasarkan perbendaharaan
pengetahuannya.

Dalam membuat suatu asumsi, maka hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu :

 Asumsi harus operasional dan asumsi merupakan dasar bagi pengkajian teoritis.
 Asumsi harus menyatakan keadaan yang sebenarnya, bukan keadaan yang
diprediksi atau seharusnya.
 Peneliti harus mengenal betul asumsi yang dipakainya dalam menyusun kerangka
berpikirnya. Asumsi yang berbeda, maka beda juga teori yang digunakan.
 Asumsi harus dinyatakan tersurat, sebab asumsi yang tersirat terkadang
menyesatkan dan menyebabkan interprestasi yang berbeda.

4. Peluang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pengertian peluang yaitu: (1)
Kesempatan; (2) Ruang gerak, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang memberikan
kemungkinan bagi suatu kegiatan untuk memanfaatkannya dalam usaha mencapai
tujuan. Pengertian Probabilitas adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur tingkat

10
terjadinya suatu kejadian yang acak. Kata probabilitas itu sendiri sering disebut dengan
peluang atau kemungkinan. Probabilitas secara umum merupakan peluang bahwa sesuatu
akan terjadi.

Dalam perkembangannya peluang menjadi salah satu cabang ilmu baru yang
kemudian dikenal dengan ilmu probabilistik atau ilmu peluang. Walau termasuk ilmu yang
relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika berkembang cukup pesat. Probabilitas
merupakan salah satu konsep yang sering kita gunakan untuk mendeskripsikan realitas di
dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, aplikasinya tidaklah terbatas hanya pada percakapan
keseharian tersebut, namun juga mencakup wilayah konversasi yang lebih serius dan
refleksif, yaitu sains. Dengan kata lain, probabilitas acapkali digunakan sebagai perangkat
eksplanasi ilmiah.

Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu
tidak mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya
bahwa peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1. Hukum
statistika hanya menyatakan distribusi kemungkinan atau peluang dari nilai besaran dalam
kasus-kasus individual. Misalnya peluang munculnya angka tertentu dari lemparan dadu
adalah 1/6. Hukum statistik tidak meramalkan apa yang akan terjadi atau apa yang pasti
terjadi dalam suatu lemparan dadu. Hukum ini hanya menyatakan jika kita melempar dalam
jumlah lemparan yang banyak sekali maka setiap muka dadu diharapkan untuk muncul sama
seringnya.

Kita tahu bahwa untuk menjelaskan fakta dari suatu pengamatan, tidak pernah pasti
secara mutlak karena masih ada kemungkinan kesalahan pengamatan. Namun di luar dari
pada itu jika hal ini ditinjau dari hakikat hukum keilmuan maka terdapat kepastian yang lebih
besar lagi. Hal itu karena ilmu menyimpulkan sesuatu dengan kesimpulan probabilistik. Ilmu
tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang
bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan
lewat penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Ilmu memberikan pengetahuan
sebagai dasar bagi kita untuk mengambil keputusan, dimana keputusan harus berdasarkan
penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif dengan demikian maka kata akhir dari
suatu keputusan terletak di tangan kita dan bukan di teori-teori keilmuan. Oleh karena itu
manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya
terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut.

11
Misalnya seorang ilmuwan geofisika dan meteorologi hanya bisa memberikan bahwa
kepastian turun hujan 0.8. Peluang 0,8 secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas
untuk turun hujan esok adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian), atau sekiranya merasa
pasti (100%) bahwa esok akan turun hujan maka saya akan berikan peluang 1,0 atau dengan
perkataan lain yang lebih sederhana, peluang 0,8 mencirikan bahwa pada 10 kali ramalan
tentang akan jatuh hujan, 8 kali memang hujan itu turun dan dua kali ramalan itu meleset.
Jadi walaupun mempunyai peluang 0,8 bahwa hari akan hujan, namun masih terbuka
kemungkinan bahwa hari tidak hujan.

Seorang psikolog hanya bisa memberikan alternatif mengenai jalan-jalan yang bisa
diambil. Keputusan apa yang akan diambil seseorang sehubungan informasi cuaca di atas
atau langkah apa yang akan diambil seseorang sesuai saran psikolog tergantung masing-
masing pribadi. Keputusan ada di tangan masing-masing pribadi bukan pada teori-teori
keilmuwan. Maka mungkin itu yang menjadi penyebab orang yang tidak pernah mau
mengambil keputusan sendiri lebih senang pergi ke dukun. Hal itu karena berkonsultasi
dengan psikolog atau psikiater paling-paling diberi alternatif-alternatif yang dapat diambil,
sedangkan pergi ke dukun maka si dukun akan dengan pasti berkata, “Pilih jalan ini, saya
jamin pasti berhasil”. Akan tetapi, seseorang yang mengenal dengan baik hakikat ilmu akan
lebih mempercayai pernyataan “80% anda akan sembuh jika meminum obat ini” daripada
pernyataan “yakinlah bahwa anda pasti sembuh setelah meminum obat ini”.

Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menawarkan kepada kita suatu jawaban
yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga
mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari
presentase kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak
akan pernah terdapat hal yang pasti mengenai satu kejadian, hanya kesimpulan yang
probabilistik. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan di mana
didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Sehingga ini akan
menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawaban
yang diberikan oleh ilmu tersebut.

12
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari Pembahasan yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan :


a) Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu
objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan.
Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.

b) Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati, termasuk
pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas jawaban tentang apakah alam ini. Pada
suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain,
ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan
ontologi merupakan dua hal yang saling terkait.

c) Asumsi diperlukan untuk mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar.


Semakin terfokus obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih
banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran.
Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa
penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan muncul kemudian.
Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang tersirat.

d) Dasar teori keilmuan di dunia ini tidak akan pernah terdapat hal yang pasti mengenai satu
kejadian, hanya kesimpulan yang probabilistik. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar
pengambilan keputusan di mana didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif.

2. Saran

Perlunya mempelajari filsafat dari segi ontologi serta memahami konsep-konsep


seperti metafisika, asumsi dan peluang untuk memperdalam hakikat dari ilmu itu sendiri.

13
Membaca dan berfikir merupakan salah satu cara untuk memahaminya sehingga hasil dari
pembelajaran ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran.

Daftar Pustaka

Bertens, Kees. 1998. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius

Lubis, M. Solly. 2000. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Jakarta: Mandar Maju

Mustansyir, Rizal. 2001. Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

http://gieekazone.blogspot.co.id/2012/10/ontologi-metafisika-asumsi-dan-peluang.html

http://ilmukepolisian.com/pengertian-ontologi.php

http://lusytekpend.blogspot.co.id/2008/01/pengembangan-media-berbasis-ko-mputer.html

http://reinyfeiny.blogspot.co.id/2010/12/beda-asumsi-dan-probabilitas.html

http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-asumsi-dalam-penelitian.html

http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-probabilitas-dalam-statistik.html

http://zainuddin.lecturer.uin-malang.ac.id/2013/11/13/ontologi/

14

Anda mungkin juga menyukai