Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ONTOLOGI ILMU

Disusun Oleh :

ANGELINA K SINAGA (8216121005)

TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 4
A. Defenisi Ontologi.............................................................................. 4

B. Objek Ontologi.............................................................................. 6

C. Aliran - Aliran Ontologi....................................................................... 8


BAB III PENUTUP........................................................................................12
Kesimpulan...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................13
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa
dengan segala rahmatNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Yang berjudul “Ontologi Ilmu”. Makalah ini didasari tugas yang diberikan oleh Bapak
Prof. Dr. Siman, M. Pd Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan
kepada para mahasiswa - mahasiswi .
Kami sangat menyadari dalam penyusunan makalah ini karena masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu segala saran dan masukan demi perbaikan makalah
ini kami harapkan kepada Bapak Dosen untuk penyempurnaan makalah ini. Terima
kasih.

Medan, 07 September 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, baik berupa
fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek. Pengetahuan dapat
dimiliki berkat adanya pengalaman atau melalui interaksi antar manusia dan
lingkungannya.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik
bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga
untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-
pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang
lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau
bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita
memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang
hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai
yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang
tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup
dan pembahasannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama - sama membahas tentang hakikat,
hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula.
Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat
pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain.
Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang
hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai
membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan
dan perkembangannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini penulis akan menitik - beratkan
pembahasannya kepada masalah ontologi yang mana membahas tentang apa objek
yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya
pikir.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi ontologi?


2. Apa saja objek dan aliran - aliran yang ada dalam ontologi?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Ontologi.
Ontologi dalam bahasa Inggris “ontology”, Tokoh pertama yang membuat
istilah ontologi adalah Christian Wolff (1679 - 1714). Istilah itu berakar dari bahasa
Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ontos berarti “yang berada atau
keberadaan”, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran atau juga pemikran
(Lorens Bagus : 2000). Maka ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang
wujud hakikat yang ada pada ilmu. Menyoal tentang wujud hakiki objek ilmu dan
keilmuan (setiap bidang ilmu dalam jurusan dan program studi) itu apa?
Dan juga dapat diartikan bahwa ontologi adalah pemikiran mengenai yang
ada dan keberadaannya. Sedangkan Menurut Jujun S .Suriasumantri dalam
Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin
kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”, Menurut Pandangan The Liang Gie
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah
eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan - persoalan.
Objek ilmu atau keilmuan itu empirik, dunia yang dapat dijangkau dengan
panca indra. Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontology
adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan
berdasarkan pada penalaran logis. Bidang pembicaraan teori tentang ontologi
(hakikat) ini luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga
mencakup pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk teori tentang hakikat ialah teori
tentang keadaan (Langeveld).
Apa itu hakikat? hakikat ialah realitas; realitas adalah ke realan; real artinya
kenyataan yang sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya,
keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau menipu, bukan
keadaan yang berubah.
Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian munculah beberapa aliran dalam
filsafat, antara lain: Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Monoisme,
Filsafat Dualisme, Filsafat Skeptisisme, dan Filsafat Agnostisisme.
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428 - 348 SM)
dengan teori ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep
universal dari setiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda
mempunyai idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap - tiap kuda yang ada
di alam nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih ataupun belang, baik
yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea itu adalah paham, gambaran atau
konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang berada di Benua mana pun
di Dunia ini.
Demikan pula manusia juga punya idea. Idea manusia menurut Plato adalah
“badan hidup” yang kita kenal dan dapat berfikir, dengan kata lain, idea manusia
adalah “binatang yang berfikir”. Konsep binatang ini bersifat universal, berlaku untuk
semua manusia baik itu besar atau kecil, tua atau muda, lelaki - perempuan,
manusia Eropa, India, Asia, China, dan sebagainya. Tiap - tiap sesuatu di alam ini
mempunyai idea. Idea inilah yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar
wujud sesuatu itu. Idea - idea itu berada di balik yang nyata dan idea itulah yang
abadi.
Benda - benda yang kita lihat atau yang dapat ditangkap oleh panca indra
senantiasa berubah. Karena itu, ia “bukanlah hakikat”, tetapi hanya “bayangan”,
“kopi” atau “gambaran” dari idea - ideanya. Dengan kata lain, benda - benda yang
dapat ditangkap dengan panca indra ini hanyalah khayal dan ilusi belaka.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan
cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori - kategori yang logis yang
berlainan (objek - objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam
rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip - prinsip umum
dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir - akhir ini ontologi dipandang
sebagai teori mengenai apa yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya
Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita dapat
bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-
beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja
itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa
suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua
dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya
cukup nyata atau real.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling Dalam dari segala sesuatu yang ada.
Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan
teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang
alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakn
tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus
membicarakan Tuhan.
B. Objek Ontologi.
1. Objek Materi.
Secara antologis, artinya metafisis umum, objek materi yang dipelajari dalam
plural ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh
objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam
kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. Kenyataan itu mendasari dan
menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, prulalitas ilmu
pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau dari
sumber asal seluruh perbedaan objek materi itu. Semua makhluk, sebagai objek
materi pluralitas ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses
kausalistik.
Keberadaan manusia di dahului dengan keberadaan binatang; keberadaan
binatang didahului keberadaan tumbuh - tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-
tumbuhan didahului oleh zat kebendaan. Secara sistematis, masing - masing berada
dalam sistem saling bergantung ( interdependence ), dan zat kebendaan terkecil
(atom) secara eksistensial berfungsi sebagai sumber ketergantungan makhluk-
makhluk lain sesudahnya. Tetapi secara substansial, keberadaan atom sebagai zat
kebendaan terkecil itu bukanlah dalam tingkat kesempurnaan (berdiri sendiri),
melainkan berada pada tingkat aksidental, artinya berada dengan cara ditentukan.
Keberadaan zat kebendaan demikian ditentukan oleh penyebab terdahulu,
sekaligus sebagai penyebab pertama dan terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh
karena itu, pada tingkat substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu pengetahuan,
sebagai akibat prulalitas objeknya, berada dalam satu kesatuan di dalam diri causa
primanya.

2. Objek Forma.
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas,
ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk metafisika dan ada sesudah
kematian maupun segala sumber yang ada yaitu tuhan yang maha esa. Objek forma
ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan realitas tampil dalam
kuantitas atau jumlah, akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-
aliran materialisme, idealisme, naturalisme.
Menurut Lorens Bagus, metode dalam ontologi dibagi menjadi tiga tingkatan
abstraksi yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi
fisik mendeskripsikan keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi
bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis.
Abstraksi metafisik mendeskripsikan tentang prinsip umum yang menjadi dasar dari
semua realita. Untuk ontologi ini metode yang sering digunakan adalah abstraksi
metafisik karena dalam ontologi menerangkan teori - teori tentang realitas.
Menurut Lorens Bagus, metode pembuktian dibagi menjadi dua yaitu :
pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori. Pembuktian a priori disusun
dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat dan kesimpulan
term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan, sedangkan pembuktian a
posteriori disusun dengan term tengah ada sesudah realitas kesimpulan, dan term
tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja
cara pembuktiannya disusun dengan tata silogistik, dimana term tengah
dihubungkan dengan subjek sehingga term tengah menjadi akibat dari realitas
kesimpulan.
Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang, yang
selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah
selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda - beda dan
cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya atau filsafat. Ilmu
pengetahuan pada umumnya atau filsafat, ilmu pengetahuan mempersoalkan
kebenaran secara khusus, konkret dan objektif, yang selanjutnya desebut kebenaran
objektif, yang selanjutnya disebut kebenaran objektif. Kebenaran demikian tingkat
kepastiannya lebih kuat, karena didukung oleh fakta - fakta konkret dan empirik
objektif. Dalam hubunganya dengan perilaku, kebernaran objektif memberikan
landasan stabil dan estabil sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya,
dan bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak. Sedangkan objektifitas suatu
objek materi, apapun jenisnya, bukan terletak pada keseluruhan tetapi pada bagian-
bagian kecil dari objek itu. Mengingat di dalam diri objek materi terdapat bagian -
bagian yang prular, dan mengingat keterbatasan subjek, maka dalam kegiatan
ilmiah, subjek prular memilah - milah objek studi ke dalam bagian - bagian, dan
kemudian memilih salah satu bagian sebagai lapangan studi. Lapangan studi inilah
yang dimaksud dengan objek forma.

C. Aliran - Aliran Ontologi.


Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan - pandangan
pokok pemikiran sebagai berikut :
1. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu - satunya fakta. Yang ada hanyalah materi,
yang lainnya jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan
kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalisme, sebenarnya
ada sedikit perbedaan diantara dua paham itu. Namun begitu, materlialisme dapat
dianggap sesuatu penampakan diri dari naturalisme. Naturlisme berpendapat bahwa
alam saja yang ada, yang lainnya diluar alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini
ialah segala - galanya, meliputi benda dan ruh. Jadi benda dan ruh sama nilainya
dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh
adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai benda dan ruh seperti dalam
naturalisme.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yg paling tua, paham ini timbul dan
tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai dengan filsafat dan
agama. Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan
bahwa yang merupakan hakikat adalah :
a. Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat
diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran sederhana tidak
mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.

b. Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada


badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa
jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini.

c. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti


padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul disitu. Kesemuanya ini memperkat
dugaan bahwa yang memperkuat hakikat adalah benda.
2. Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang dinamakan juga
spiritualisme. Idealisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran
ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menepati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit
atau sebangsanya adalah :
a. Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari materi
bagi kehidupan manusia. Ruh ini dianggap sebagai hakikat yang
sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau
penjelmaan saja.

b. Manusia lebih dapat memahami dirinya dari pada dunia diluar


dirinya.

c. Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak


ada, yang ada energi itu saja.
Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini
termasuk kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai kenyataan
manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi
juga kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita - cita itu
adalah ruhani. Karenanya aliran ini dapat disebut idealisme dan dapat disebut
spiritualisme.
Aristoteles (284 - 322 SM) memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya
yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam
benda - benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.
3. Dualisme.
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi atau
pun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua aliran
ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan
ruh, jasa dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda.
Sama - sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing - masing bebas dan berdiri
sendiri, sama - sama azali dan abadi. Ubungan keduanya menciptakan kehidupan
dalam ala mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat
ini ialah dalam diri manusia.
Umumnya manusia tidak akam mengalami kesulitan untuk menerima prinsip
dualisme ini, kerana setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca
indera kita, sedang kenyataan batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan
perasaan hidup.

4. Pluralisme.
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and
Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada
masa Yunani Kuno adalah substansi yang ada itu terbentuk dari 4 unsur, yaitu
tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini William James (1842-1910 M). kelahiran New York
dan terkenal sebagai seorang psiolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The
Meaning of Truth james mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
Sebab sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar
dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya
apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh
karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran - kebenaran,
yaitu apa yang benar dalam pengalaman - pengalaman yang khusus, yang setiap
kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak
kawasan yang berdiri sendiri.

5. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berate nothing atau tidak ada.
Sebuah dokrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif.
Dokrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani
Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483 - 360 SM) yang memberikan tiga
proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu
sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno juga perna sampai pada kesimpulan bahwa
hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradox. Kita harus menyatakan bahwa realitas
itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena
kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tid menyatakan apa - apa
tentag realitas.
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia dapat diketahui. Ini disebabkan oleh
penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga
tidak mampu menyakinkan kita tentang alam semesta ini karena kita telah dikukung
oleh dilemma subjektif. Kita berfikir dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan
pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat
kita beritahukan kepada orang lain.

6. Agnotisisme.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi ataupun hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan
belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan
adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas
selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent.
Agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan manusia
mengetahui hakikat benda baik materi ataupun ruhani. Aliran ini mirip dengan
skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya
mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme lebih baik dari itu karena
menyarah sama sekali.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On / Ontos
= ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani / konkret maupun rohani / abstrak.
Metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip
paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
Objek ontologi terbagi menjadi dua, pertama, objek materi, Kesatuan ilmu
pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh
perbedaan objek materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi pluralitas ilmu
pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses kausalistik.
Kedua, objek forma, Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik
pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang
lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular,
berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Aliran - aliran yang ada pada ontologi yaitu materialisme, idealisme, dualisme,
pluralisme, nihilisme, agnotisisme.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. 2015. Filsafat Ilmu; Ontologi, Enpistemologi, Aksiologi, dan


Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan
Aksiologi, Bandung: Pustaka Setia.
Hamersa, Harry. 2012. Pintu masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanius.
Mustansyir, Rizal, dkk. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Anwar, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi Dan
Aksiologi, (7 Januari 2014), https://plus.google.com/111276199-303520579310,
diakses pada tanggal 07 September 2021.
Noor, J. (2013) Metodelogi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Anda mungkin juga menyukai