Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ONTOLOGI HAKIKAT ILMU


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: M.Triono Alfata, M.PdI

Disusun Oleh :
1. Muhammad Adi Kurniawan
2. Pepi Hendriani
3. Syaifudin Zuhri
4. Traanlamadal Titia TL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
TRENGGALEK
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Ontologi Hakekat Ilmu” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan dalam memahami Ontologi Hakekat Ilmu bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak M Triono Alfata, Mpd.I


yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Trenggalek, 08 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH
KATA PENGANTAR .............................................................. ................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................ 2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ontologi ............................................................................................ 3
B. Sudut Pandang dan Aliran Ontologi ................................................................... 4
C. Kedudukan Ontologi ........................................................................................... 8
D. Metode Ontologi ................................................................................................. 9
E. Aspek Ontologi ................................................................................................... 9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
1
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah
berhasi mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari
pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab
falsafa dengan wazan (timbangan) fa’ala, fa’lalah dan fi’lan. Dengan demikian,
menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf.
Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan
berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun
Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah
diambil dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian
menimbulkan kata filsafat.1
Filsafat seperti yang kita ketahui memiliki tiga cabang yaitu, Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting
dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini kami akan menitik-beratkan pembahasannya
kepada masalah ontologi yang mana membahas tentang apa objek yang kita kaji,
bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.

1
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., Filsafat Ilmu, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 4.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ontologi?
2. Bagaimana sudut pandang dan aliran-aliran ontologi?
3. Apa kedudukan ontologi?
4. Apa saja metode ontologi?
5. Apa aspek ontologi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian ontologi.
2. Mengetahui sudut pandang dan aliran-aliran ontologi.
3. Mengetahui kedudukan ontologi.
4. Mengetahui metode ontologi.
5. Mengetahui aspek ontologi.

2
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Pengertian Ontologi
2
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang
terdiri dari dua kata: ontos yang berarti ada atau keberadaaan dan logos yang
berarti studi atau ilmu.2 Sedangkan menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental
dan cara yang berbeda dimana wujud dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam
rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun
1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis.
Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai
istilah lain dari ontologi.3 Namun pada kenyataannya, ontologi hanya merupakan
bagian pertama metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang berada secara
terbatas sebagaimana adanya dan apa yang secara hakiki dan secara langsung
termasuk ada tersebut.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada
individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,
termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber
segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi
pendekatan normatif pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau

2
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 746
3
A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 91

3
3
pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya
menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.4
B. Sudut Pandang Dan Aliran Ontologi
Ontologi, dalam bahasa inggris ontology, berakar dari bahasa Yunani on
berarti ada, dan logos berarti keberadaan. Sedangkan logos berarti pemikiran
(Lorens Bagus: 2000). Jadi, ontologi adalah pmikiran mengenai yang ada dan
keberadaannya.6 D
alam metafisika, pada dasarnya dipersoalkan mengenai
substansi atau hakikat alam semesta. Apakah alam semesta ini berhakikat
monistik atau pluralistik, bersifat tetap atau berubah-ubah, dan apakah alam
semesta ini merupakan kesungguhan (actual) atau kemungkinan (potency).
Beberapa karekteristik ontologi antara lain dapat disederhanakan sebagai
berikut:
1. Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri
esensial dari yang ada dalam dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang
paling abstrak.
2. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas
dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti:
ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi
atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya
3. Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir
yang ada, yaitu yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan
keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-nya.
4. Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau
semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.5
Jadi hakikat abstrak atau jenis menentukan kesatuan (kesamaan) dari
berbagai macam jenis, bentuk dan sifat hal-hal atau barang-barang yang berbeda-
beda dan terpisah-pisah. Oleh sebab itu, pembahasan tentang hakikat jenis ilmu
pengetahuan berarti membahas ilmu pengetahuan secara ontologis.
4
ibid, hlm. 92
5
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2005), hlm. 111
6
Suparlan Suhartono,Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jogjakarta:AR-RUZZ MEDIA,2005) hlm.111

4
Persoalannya adalah sejauh mana fakta perbedaan dan keterpisahan ilmu
pengetahuan ini merupakan kesungguhan (actus) atau kemungkinan (potency),
dalam arti seharusnya ilmu pengetahuan itu memang pluralistik atau monistik?
Secara Ontologis, artinya secara metafisis umum, objek materi yang
dipelajari di dalam pluralitas ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat
yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti
manusia, binatang, tumbuhan, dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak
tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. kenyataannya
itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata
lain, pluralitas kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam
kesatuan objek materinya.
Di samping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih
ditentukan oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau
titik pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi
(scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu
pengetahuan berkembang menjadi plura, berbeda-beda dan cenderung saling
terpisah antara satu dengan yang lain.
Di samping pendekatan kuantitatif menurut objek materi dan objek
forma terhadap pemecahan masalah hakikat ilmu pengetahuan, secara ontologis
masih ada pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif, persoalan yang
sama, yaitu aspek ontoogi ilmu pengetahuan dengan persoalan hakikat keberadaan
pluralitas ilmu pengetahuan, dapat digolongkan ke dalam tingkat-tingkat abstrak
universal, teoretis potensial dan konkret fungsional.
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Istilah monisme oleh
Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke
dalam dua aliran:
1. Materialisme

5
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi,
yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri
sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan
dengan salah satu cara tertentu.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan
bahwa yang merupakan hakikat adalah:
1. Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya
dijadikan kebenaran terakhir.
2. Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang
abstrak.
3. Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani.
Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi.
Dewi Sri dan Tuhan juga muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan
bahwa yang merupakan hakekat adalah benda.
2. Idealisme
Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua
berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak
berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada
penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda
adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:
1. Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya.
Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau penjelmaan.
2. Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
3. Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang
ada energi itu saja.

6
4. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM)
dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya,
yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan
ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idealah yang menjadi
hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
3. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang
saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme
materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena
adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam
menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi
dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan
sehat kelihatannya begitupun sebaliknya.
4. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and Religion menyatakan
bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan
Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri
dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah
William James (1842-1910 M). Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang
psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James
mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat
tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
5. Aliran Nihilisme dalam Filsafat
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Sebuah doktrin yang tidak mengaku ivaliditas alternatif yang positif. Istilah
nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin
tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zamanYunani Kuno,yaitu pada
pandangan Gorgias (485-36SM) yang memberikan tiga proses tentang realitas.

7
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak
dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain.
6. Aliran Agnostisis medalam Filsafat
4
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata agnostisisme berasal dari
bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. Artinya not, gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat kita kenal.
Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai
Bapak Filsafat Eksistensialisme, menyatakan bahwa manusia itu tidak pernah
hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali
unik dan tidak dapat dijabarkan kedalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan
pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya
yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami
dirinya sendiri. Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan
terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun
rohani.7
C. Kedudukan Ontologi
Ontologi ini merupakan ‘ilmu pengetahuhan’ yang paling universal dan
paling menyeluruh penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian
lainya yang lebih bersifat ‘bagian’. Ontologi berhubungan dengan yang namanya
metafisika. Oleh karena sifat englobant (marcel) atau umgreifen (jasper) itu,
maka ontologi meneliti pengkadar pengada. Sedangkan mengada itu merupakan
sekaligus hal yang paling terkenal, dan hal yang paling sukar diekspresikan. Oleh
karen meneliti dasar paling umum untuk segala-gala nya, ontologi itu disebut
filsafat’pertama’. Namun ontologi telah mengandaikan semua bagian filsafat
lainya.

7
Dr. Zaprulkhan, sSos.I., M.S.I., ”filsafat ilmu sebuah analisis kopntenporer” ( hal 58-60

8
Tentu dalam suatu pengantar didaktis dapat saja ontologi sebagai
pemikiran paling umum, diuraikan pada awal seluruh penyelidikan filosofi, tetapi
menurut ukuran itu belum cukup dicakup pengalaman konkret mengenai manusia-
5
dunia-tuhan. Besarlah bahaya bahwa ontologi sedemikian itu menjadi suatu
kumpulan atau sistem konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang melulu formalitas
dan kosong belaka (menurut tuduhan kant) , tanpa hubungan dengan kenyataan
yang benar. Oleh karena itu kiranya paling baik ontologi dikembalikan
kedudukannya semula, yaitu ditempatkan pada akhir filsafat sistematis. Jadi
ontologi disebut filsafat ’pertama’, tetapi juga filsafat ’ultima’.8
D. Metode Ontologi
Metode ontologi ini tidak dapat dipertanggungjawabkan lebih lanjut dulu.
Akan menjadi lebih jelas sambil berjalan, dan sahnya akan tampak dalam uraian
ontologis sendiri, tidaklah mungkin bertitik pangkal dari rumus-rumus tepat
mengenai ‘mengada’ dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya oleh
karena dua alasan. Pertama, rumus sedemikian itu belum diberikan dasar mutlak
dan kepastian ultima. Dengan menentukan rumus sedemikan tanpa jaminan
definitif, ada bahaya bahwa telah ditentukan batas batas yang terlalu sempit dan
kurang supel, sehingga secara apriori telah akan tertutup jalan-jalan pemikiran
yang tertentu. Kedua, suatu definisi selalu memakai suatu pengertian lain yang
diandaikan telah diketahuhi lebih dahulu dan lebih jelas dari’mengada’ itu. Oleh
kedua alasan ini rumus rumus dalam ontologi hanya mungkin terjadi sebagai
kesimpulan kesimpulan uraian.9
E. Aspek Ontologi
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan
tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup
penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.

8
Anton bakker, ontologi metafisika umum filsafat pengada dan dasar-dasar kenyataan,(yogyakarta ; penerbit kanisius,1992)
hlm. 20 -21
9
Ibid hlm 21 -22

9
Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah
secara :
a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah
b. 6
Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu
keseluruhan
c. Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung uraian yang
bertentangan
d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang,
melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)
f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana
saja.

http://utamiiaaron.blogspot.com/2014/12/makalah-filsafat-ilmu-ontologi-hakikat.html?m=1 (diakses pada tanggal 31 Maret


2021,pukul 23.00)

10
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri
dari dua kata: ontos yang berarti ada atau keberadaaan dan logos yang berarti studi
atau ilmu. Sedangkan menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi mempunyai aliran-aliran yaitu monoisme, dualisme, nihil isme
dan aliran agnostisis. Untuk kedudukannya, ontologi kiranya paling baik
dikembalikan seperti semula, yaitu ditempatkan pada akhir filsafat sistematis.
Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang
objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup
penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
Untuk Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah
secara metodis, sistematis, koheren, rasional, komprehensif, radikal, universal.

B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan. Sumber
yang didapat pun sangat minim, namun penulis bisa memberi saran bahwa
pembelajaran tentang Filsafat ilmu bisa diterapkan oleh semua kalangan yang
ingin mengetahui tentang tentang karya ilmiah serta dapat langsung dipelajari
dalam pembuatan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, maupun disertasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Zaprulkhan.2004. filsafat ilmu sebuah analisis kopntenporer.Jakarta:Pustaka


Grafindo
S. Praja, Juhaya. 2003. aliran-aliran filsafat komunikasi & etika. Jakarta:
Kencana.
Suhartono, Suparlan. 2005. filsafat ilmu pengetahuan.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Bakker annton.1992.ontologi metafisika umum filsafat pengada dan dasar-dasar
kenyataan .yogyakarta: penerbit kanisius
http://utamiiaaron.blogspot.com/2014/12/makalah-filsafat-ilmu-ontologi-
hakikat.html?m=1 (Diakses pada tanggal 31 Maret 2021,pukul 23.00)

12

Anda mungkin juga menyukai