Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PRINSIP-PRINSIP ASWAJA DALAM AKHLAK DAN SOSIAL


KEMASYARAKATAN”

(Mata Kuliah : Aswaja)

Dosen Pengampu :

Muhammad Yusuf, S.Ag.,M.Pd.


 

Disusun oleh :

Fadli Hardiansyah (2013000045)


BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

SEMESTER V

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF JAMBI


TAHUN AKADEMIK 2022/2023
 

X
KATA PENGANTAR 

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Prinsip-prinsip Dalam Akhlak Dan Sosial Kemasyarakatan” ini tepat pada
waktunya.

Adapun  tujuan  dari  penulisan  dari  makalah  ini  adalah untuk


memenuhi  tugas bapak Muhammad Yusuf, S.Ag.,M.Pd. sebagai dosen
pengampu di mata kuliah Aswaja. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Prinsip-prinsip Dalam Akhlak Dan Sosial
Kemasyarakatan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu selaku dosen pengampu mata
kuliah ini yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang Saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga Saya dapat menyelesaikan
makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang Saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan Saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 5 Oktober  2022

                                                                                                          Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.........................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................1
C. TUJUAN MASALAH.........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

A. PENGERTIAN AKHLAK..................................................................2
B. PEMBAGIAN AKHLAK...................................................................4
C. PRINSIP-PRINSIP AKHLAK TERHADAP MASYARAKAT
SOSIAL.......................................................................................6

BAB III PENUTUP.........................................................................................15

A. KESIMPULAN...................................................................................15
B. SARAN...............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Akhlak merupakan aspek ketiga dalam ajaran Islam. Akhlak merupakan
sistem etik dalam Islam, bagaimana manusia seharusnya bersikap dan
bertingkah laku dalam hubungannya dengan Allah Swt sebagai khaliq
(Pencipta seluruh alam semesta), dan hubungannya dengan sesama makhluk
Allah (Sesama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan seluruh alam semesta
ini) semuanya diatur di dalam akhlak Islam. Kata lain untuk akhlak adalah
ihsan (perbuatan baik atau kebajikan).
Manusia sejak lahir membutuhkan orang lain. Aristoteles mengatakan
bahwa manusia adalah makhluk politik (zoon poloticon). Artinya, manusia
tidak akan bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan atau kerja sama dengan
orang lain. Hidup sosial bermasyarakat seringkali menjadikan kita harus lebih
waspada dan mawas diri, karena hidup dengan sejumlah orang tentunya juga
punya karakter, sifat, dan watak serta perilaku yang berbeda-beda. Karena itu,
harus ada sikap saling pengertian yang dibangun di atas landasan saling
percaya dan menjaga kepercayaan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Akhlak?
2. Bagaimana Pembagian Akhlak?
3. Bagaimana Prinsip-Prinsip Akhlak Terhadap Masyarakat Sosial?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian Akhlak
2. Untuk Mengetahui Pembagian Akhlak
3. Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Akhlak Terhadap Masyarakat Sosial

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKHLAK
Kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [ ‫ ]خلق‬jamaknya  [
‫ ]أخالق‬yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi
pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi
pekerti, kelakuan. 1
Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang
dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika
tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut
akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi
apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka
disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.
Menurut Muhammad Bin Ali Al-Faruqi At-Tahanawi akhlak adalah
keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, dan harga diri. Dalam Ensiklopedi
Islam akhlak adalah keadaan yang melekat pada jiwa, manusia yang darinya
lahir suatu perbuatan dengan mudah, tanpa mlelalui proses pemikiran,
pertimbangan, atau penelitian.
Menurut Al Qurthubi, akhlak adalah sifat manusia dalam bergaul
dengan sesamanya, ada yang terpuji dan ada yang tercela. Ibnu Abi Ad-Dunya
meriwayatkan dari Humaid Bin Hilal, ia berkata,” Aku datang ke Kufah lalu
menemui Ar-Rabi’ Bin Khaitsam, ia berkata,” wahai saudara Bani Idi,
hendaklah engkau berakhlak mulia.
Jadilah engkau pelakunya dan pemiliknya. Ketahuilah, bahwa (dzat)
yang menciptakan akhlak yang mulia tidak menciptakannya dengan dan tidak
pula menunjukkan kepadanya kecuali setelah mencintakannya kepada para
ahlinya.2 Ali Fudhail Bin Iyadh berkata, “ jika engkau bergaul maka
bergaullah dengan akhlak yang baik, karena akhlak yang baik hanya akan

1
Abdul Makmun Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim,
(Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2006), hal.15-18.
2
Rosihan Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2008) hal.205.

2
3

mengajak kepada kebaikan dan pelakunya terpelihara. Ibnu Al-Qariyyah


berkata,” berbudi pekertilah kalian, (karena dengan begitu) jika menjadi orang
kaya maka kalian akan bahagia, jika menjadi orang yang pertengahan (cukup)
maka kalian akan luhur, dan jika menjadi orang miskin maka kalian tidak akan
membutuhkan.3
Akhlak menurut Imam Al-Ghazali adalah Akhlak ialah suatu sifat
yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah, dengan tidak memerlukan. pertimbangan pikiran (lebih
dahulu). Apabila yang timbul daripadanya adalah perbuatan-perbuatan yang
baik, terpuji menurut akal dan syara’ maka disebut akhlak yang baik.
Sebaliknya,apabila yang timbul daripadanya adalah perbuatan yang jelek
maka dinamakan akhlak yang buruk.
Sedangkan akhlak menurut Dr.M. Abdullah Diroz adalah suatu
kekuatan dalam kehendak yang mantap (perbuatan yang di dorong oleh emosi
jiwa, bukan karena tekanan dari luar, serta sudah menjadi kebiasaan),
kekuatan dan kehendak yang saling kombinasi seingga membawa
kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar(sebagai akhlak baik) dan
pihak yang jahat/salah (akhlak jahat/buruk).
Menurut Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah ilmu tentang
keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya
terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus dihindarinya
sehingga jiwanya kosong(bersih) dari segala bentuk keburukan. Sedangkan
menurut Hamzah Ya’qub mengemukakan pengertian akhlak, adalah ilmu yang
menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang
perkataan atau perbuatan manusia lahir dan bathin.
Selanjutnya akhlak menurut Hamzah Ya’qub adalah ilmu pengetahuan
yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan
pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh
usaha dan pekerjaan mereka.4
3
A. Mushtofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal.11.
4
Drs. H.A. Nasir Yusuf dan Drs. Karsidi Diningrat,, Prinsip-prinsip Dasar Aliran Theologi Islam
(Buku I), h. 46 – 47, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal 61.
4

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa


akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih,
sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan
dan diangan-angankan terlebih dahulu. Dapat dipahami juga bahwa akhlak itu
harus tertanam kuat/tetap dalam jiwa dan melahirkan perbuatan yang selain
benar secara akal, juga harus benar secara syariat Islam yaitu al-Quran dan al-
Hadits.

B. PEMBAGIAN AKHLAK
Pembagian Akhlak Dalam kaitan pembagian akhlak ini, Ulil Amri
Syafri mengutip pendapat Nashiruddin Abdullahyang menyatakan bahwa :
secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlaq al karimah (akhlak
terpuji), akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam, dan akhlaq al
mazmumah (akhlak tercela), akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut
syariat Islam.
Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian
sebaliknya akhlak yang buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang
dimaksud dengan akhlaq al mazmumah adalah perbuatan atau perkataan yang
mungkar, serta sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Allah,
baik itu perintah maupun larangan_Nya, dan tidak sesuai dengan akal dan
fitrah yang sehat.
Memahami jenis akhlak seperti yang disebutkan di atas, maka dapat
difahami, bahwa akhlak yang terpuji adalah merupakan sikap yang melekat
pada diri seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syariat Islam yang
diwujudkan dalam tingkah laku untuk beramal baik dalam bentuk amalan
batin seperti zikir dan doa, maupun dalam bentuk amalan lahir seperti ibadah
dan berinteraksi dalam pergaulan hidup ditengah-tengah masyarakat.
Sedangkan akhlak yang tercela adalah merupakan sikap yang melekat pada
diri seseorang, berupa kebiasaan melanggar ketentuan syariat ajaran Islam
yang diujudkan dalam tingkah laku tercela, baik dalam bentuk perbuatan batin
5

seperti hasad, dengki, sombong, takabur, dan riya, maupun perbuatan lahir
seperti berzina, menzholimi orang lain, korupsi dan perbuatanperbuatan buruk
lainnya.
Sedangkan menurut Aminuddin akhlak terbagi pada dua macam yaitu
akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) dan akhlak tercela (akhlakul
madzmumah).
1. Akhlak Terpuji
Akhlak terpuji adalah sikap sederhana yang lurus sikap
sedang tidak berlebih-lebihan, baik perilaku, rendah hati, berilmu,
beramal, jujur, tepat janji, istiqamah, berkemaan, berani, sabar,
syukur, lemah lembut dan lain-lain.
2. Akhlak Tercela
Akhlak tercela yaitu semua apa-apa yang telah jelas
dilarang dan dibenci oleh Allah swt yang merupakan segala
perbuatan yang bertentangan dengan akhlak terpuji.

Dari pemaparan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa


akhlak terbagi atas dua bagian yang mana akhlak terpuji yaitu semua
perbuatan-perbuatan baik yang diperintahkan dan disenangi Allah begitu
sebaliknya terhadap akhlak tercela yaitu perbuatanperbuatan yang dilarang
dan dibenci Allah Swt. Dengan demikian akhlak yang baik akan memberikan
pengaruh pada pelakunya begitu juga sebaliknya dengan akhlak tercela.5

C. PRINSIP-PRINSIP AKHLAK TERHADAP MASYARAKAT SOSIAL


Beberapa implementasi prinsip Ketika membicarakan prinsip ahlu
sunnah wal jamaah dalam bidang social, tentu tidak menutup kemungkinan

5
Aminuddin, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), hal.-152.
6

menyangkut bidang kenegaraan dan politik secara umum. Disini akan


berusaha memaparkan prinsip-prinsip tersebut sebagaimana berikut:

1. Prinsip Syura (Musyawarah)
Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS asy-Syura 42: 36-39:
“Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah
kenikmatan hidup di dunia, dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan
lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan
mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi
dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka
marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Dan
(bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan lalim
mereka membela diri.”
Menurut ayat di atas, syura merupakan ajaran yang setara dengan
iman kepada Allah (iman billah), tawakal, menghindari dosa-dosa besar
(ijtinabul kaba'ir), memberi ma'af setelah marah, memenuhi titah ilahi,
mendirikan shalat, memberikan sedekah, dan lain sebagainya. Seakan-
akan musyawarah merupakan suatu bagian integral dan hakekat Iman dan
Islam.

2. Al-'Adl (Keadilan)
Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam
terutama bagi penguasa (wulat) dan para pemimpin pemerintahan
(hukkam) terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. Hal ini didasarkan
kepada QS An-Nisa' 4:58:
Sesungguhnya Allah meyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanyaa dan menyuruh kamu apabila menetapkan
hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
7

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.


Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat.

3. Al-Hurriyyah (Kebebasan)
Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat (umat)
agar dapat melakukan hak-hak mereka. Hakhak tersebut dalam syari'at
dikemas dalam al-Ushul alKhams (lima prinsip pokok) yang menjadi
kebutuhan primer (dharuri) bagi setiap insan. Kelima prinsip tersebut
adalah:6
a. Hifzhun Nafs, yaitu jaminan atas jiwa (kehidupan) yang dirniliki
warga negara (rakyat).
b. Hifzhud Din, yaitu jaminan kepada warga negara untuk memeluk
agama sesuai dengan keyakinannya.
c. Hifzhul Mal, yaitu jaminan terhadap keselamatan harta benda yang
dirniliki oleh warga negara.
d. Hifzhun Nasl, yaitu jaminan terhadap asal-usul, identitas, garis
keturunan setiap warga negara.
e. Hifzhul 'lrdh, yaitu jaminan terhadap harga diri, kehormatan,
profesi, pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara.

Kelima prinsip di atas beserta uraian derivatifnya dalam era


sekarang ini lebih menyerupai Hak Asasi Manusia (HAM).

4. Al-Musawah (Kesetaraan Derajat)


Semua warga negara haruslah mendapat perlakuan yang sama.
Semua warga negara memiliki kewajiban dan hak yang sama pula. Sistem
kasta atau pemihakan terhadap golongan, ras, jenis kelamin atau pemeluk
agama tetlentu tidaklah dibenarkan.
Dari beberapa syarat tersebut tidaklah terlalu berlebihan jika
dikatakan bahwa sebenarnya sistem pemerintahan yang mendekati kriteria
di atas adalah sistem demokrasi. Demokrasi yang dimaksud adalah sistem
6
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), hal.3-
4.
8

pemerintahan yang bertumpu kepada kedaulatan rakyat. Jadi kekuasaan


negara sepenuhnya berada di tangan rakyat (civil sociery) sebagai amanat
dari Allah.
Harus kita akui, bahwa istilah "demokrasi" tidak pemah dijumpai
dalam bahasa Al-Qur’an maupun wacana hukum Islam klasik. Istilah
tersebut diadopsi dari para negarawan di Eropa. Namun, harus diakui
bahwa nilainilai yang terkandung di dalamnya banyak menyerupai prinsip-
prinsip yang harus ditegakkan dalam berbangsa dan bernegara menurut
Aswaja. Dalam era globalisasi di mana kondisi percaturan politik dan
kehidupan umat manusia banyak mengalami perubahan yang mendasar,
misalnya kalau dulu dikenal komunitas kabilah, saat ini sudah tidak
dikenallagi bahkan kondisi umat manusia sudah menjadi "perkampungan
dunia", maka demokrasi harus dapat ditegakkan.7
Pada masa lalu banyak banyak ditemui ghanimah (harta rampasan
perang) sebagai suatu perekonomian negara. Sedangkan pada saat ini
sistem perekonomian tersebut sudah tidak dikenal lagi. Perekonomian
negara banyak diambil dari pajak dan pungutan lainnya. Begitu pula jika
pada tempo dulu aqidah merupakan sentral kekuatan pemikiran, maka saat
ini aqidah bukanlah merupakan satusatunya sumber pijakan. Umat sudah
banyak berubah kepada pemahaman aqidah yang bersifat plural.

Dengan demikian, pemekaran pemikiran umat Islam haruslah tidak


dianggap sebagai sesuatu hal yang remeh dan enteng, jika umat Islam
tidak ingin tertinggal oleh bangsa-bangsa di muka bumi ini.
Tentu hal ini mengundang konsekuensi yang mendasar bagi umat
Islam sebab pemekaran terse but pasti banyak mengubah wacana
pemikiran yang sudah ada (salaf/klasik) dan umat Islam harus secara
dewasa menerima transformasi tersebut sepanjang tidak bertabrakan
dengan hal-hal yang sudah paten (qath'iy). Sebagai contoh, dalam

7
A. Malik Fadjar, Abdul Ghofir, Kuliah Agama Islam Di Perguruan Tinggi,(Surabaya: Lembaga
Penerbitan Universitas Brawijaya Malang 1981), hal. 99-100.
9

kehidupan bemegara (baca: demokrasi), umat Islam harus dapat menerima


seorang pemimpin (presiden) dari kalangan non-muslim atau wanita.
Keterkaitan agama dengan masalah kemanusiaan sebagaimana
tersebut menjadi penting jika dikaitkan dengan kemanusiaan di zaman modern
ini. Kita mengetahui bahwa manusia menghadapi berbagai macam persoalan
yang benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Kadang-kadang kita
merasa bahwa situasi yang penuh dengan problematikadi dunia modern justru
disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri.8
Dibalik kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia modern
sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang dapat menghancurkan martanat
manusia. Umat manusia telah berhasil mengorganisasikanekonomi, menata
struktur politik, serta membangun peradaban yang maju untuk dirinya sendiri,
tetapi pada saat yang sama, kita juga melihat bahwa umat manusia telah
menjasi tawanandari hasil ciptaanya sendiri.
Sejak manusia memasuki zaman modern, mereka mampu
mengembangkan potensi-potensi rasionalnya, mereka memang telah
membebaskan diri dari belenggu pemikiran mistis yang irasional dan belenggu
pemikiran hukum alam yang sangat mengikat kebebasan manusia. Tetapi
ternyata di dunia modern ini manusia tidak dapat melepaskan diri dari jenis
belenggu lain, yakni penyembahan kepada hasilnya ciptaan dirinya sendiri.
Masyarakat adalah dunia nyata tempat manusia hidup dan berinteraksi
dengan sesamanya. Islam sebagai agama sempurna telah menggariskan
berbagai aturan yang dapat dijadikan pegangan oleh setiap orang yang akan
melakukan berbagai aktifitas dalam rangka berinteraksi ditengah-tengah
masyarakat. Sangat banyak aturan yang suda digariskan oleh sumber utama
ajaran islam, yaitu al-Quran dan hadis yang mengatur berbagai interaksi antar
manusia di masyarakat.

8
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia), hal. 12.
10

Berikut ini akan dikemukakan beberapa aturan penting terkait dengan


pembinan akhlak islami ditengah-tengah masyarakat, demi mewujudkan
harmoni dalam kehidupan masyarakat yaitu :9
1. Menghormati orang lain
2. Suka menolong orang lain
3. Menyebarkan salam
4. Bersikap toleran kepada orang lain
5. Berperilaku sopan dalam berbagai kesempatan

Dengan demikian pembinaan akhlak yang dilaksanakan tidak bisa


terlepas dari komunitas masyarakat yang menjadi lingkungan para peserta
didik. Selain komunitas keluarga, komunitas masyarakat juga memiliki peran
yang sangat penting dalam pembinaan karakter para peserta didik di Sekolah.
Pembinaan karakter tidak akan berhasil jika hanya mengandalkanpendidikan
dilingkungan sekolah saja. Keberadaan masyarakat sebagai pendukung
pembinaan karakter peserta didik.10

Dalam keadaan demilian, kita saat ini nampaknya sudah mendesak


untuk memiliki ilmu pengetahuan sosial yang mampumembebaskan manusia
dari berbagai problematika tersebut.11 Ilmu pengetahuan sosial yang
dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang digali dari nilai-nilai agama yang
disebut sebagai ilmu sosial profetik.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati
manusia. Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya.
Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi
yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri seperti
penyesalan, keresahan dan lain-lain.
1. Pembangunan Moral dan Akhlak Bangsa

9
Ahmad Mu’adz Haqqi, Syarah 40 Hadits Tentang Akhlak, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), hal.
16-21.
10
Muhaimin, Dkk, (Kawasan Dan Wawasan Studi Islam), (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 274.
11
Sudirman, Pilar-Pilar Islam Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Muslim, (Malang: UIN Maliki
Prees, 2012) hal. 259-260.
11

Keberhasilan dan kegagalan suatu negara terletak pada sikap dan


prilaku dari seluruh komponen bangsa, baik pemerintah, DPR (wakil
rakyat), pengusaha, penegak hukum dan masyarakat. Apabila moral etik
dijunjung oleh bangsa kita maka tatanan kehidupan bangsa tersebut akan
mengarah pada kepastian masa depan yang baik, dan apabila sebaliknya
maka keterpurukan dan kemungkinan dari termarjinalisasi oleh lingkungan
bangsa lain akan terjadi.
2. Memperbaiki Diri Sebelum Memperbaiki Sistem.
Di antara prioritas yang dianggap sangat penting dalam usaha
perbaikan (ishlah) ialah memberikan perhatian terhadap pembinaan
individu sebelum membangun masyarakat; atau memperbaiki diri sebelum
memperbaiki sistem dan institusi. Yang paling tepat ialah apabila kita
mempergunakan istilah yang dipakai oleh Al Qur'an yang berkaitan
dengan perbaikan diri ini; yaitu:
"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri..." (QS. Ar-Ra'd: 11)
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar bagi setiap usaha perbaikan,
perubahan, dan pembinaan sosial. Yaitu usaha yang dimulai dari individu,
yang menjadi fondasi bangunan secara menyeluruh.
3. Akhlakul Karimah dalam Kehidupan Modern
Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media, revolusi
iptek tidak hanya mampu menghadirkan sejumlah kemudahan dan
kenyamanan hidup bagi manusia modern, melainkan juga mengundang
serentetan permasalahan dan kekhawatiran. Teknologi multimedia
misalnya, yang berubah begitu cepat sehingga mampu membuat informasi
cepat didapat, kaya isi, tak terbatas ragamnya, serta lebih mudah dan enak
untuk dinikmati.
Namun, di balik semua itu, sangat potensial untuk mengubah cara
hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat merambah ke bilik-bilik
keluarga yang semula sarat dengan norma susila. Dengan otoritas yang ada
12

pada akhlakul karimah, seorang muslim akan berpegang kuat pada


komitmen nilai. Komitmen nilai inilah yang dijadikan modal dasar
pengembangan akhlak, sedangkan fondasi utama sejumlah komitmen nilai
adalah akidah yang kokoh, Akhlak, pada hakekatnya merupakan
manifestasi akidah karena akidah yang kokoh berkorelasi positif dengan
akhlakul karimah.
4. Makna Amanah Dalam Konteks Akhlak Bangsa
Dari segi bahasa, amanah ada hubungannya dengan iman dan
aman. Artinya sifat amanah itu dasamya haruslah pada keimanan kepada
Alloh  SWT, dan dampak dari sifat amanah , atau pelaksanaan dari hidup
amanah itu akan melahirkan rasa aman, rasa aman bagi yang 
bersangkutan dan rasa aman bagi orang lain.
Berkenaan dengan akhlak dalam bernegara, maka akan
terlihatdengan sikap dan perilaku yang dilaksanakan dengan, sebagai
berikut :
a. Musyawarah
Berasal dari kata Syûrâ yang bermakna mengambil dan
mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan menghadapkan satu
pendapat dengan pendapat yang lain.
Adapun salah satu ayat dalam Al – Qur’an yang
membahas mengenai Musyawarah adalah surah Al-Syura ayat 38:
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan
kepada mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Memang , musyawarah sangat diperlukan untuk dapat
mengambil keputusan yang paling baik disamping untuk
memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab bersama .
Ali Bin Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah
terdapat tujuh hal penting yaitu , mengambil kesimpulan yang
13

benar , mencari pendapat , menjaga kekeliruan , menghindari


celaan , menciptakan stabilitas emosi , keterpaduan hati , mengikuti
atsar.12
b. Menegakkan Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (Bahasa Arab), yang
mempunyai arti antara lain sama dan seimbang. Dalam pengertian
pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi sama banyak,
atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau
kelompok.
Dengan status yang sama. Misalnya semua pegawai dengan
kompetensi akademis dan pengalaman kerja yang sama berhak
mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga negara –
sekalipun dengan status sosial – ekonomi – politik yang berbeda-
beda – mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum.Dalam
pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak
seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai
dengan kebutuhannya.
c. AMar Ma’ruf Nahi Munkar
Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar berarti menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Semua yang
diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, begitu juga sebaliknya,
semua yang dilarang oleh agama adalah munkar.
Dibandingkan dengan amar ma’ruf, nahi munkar lebih berat
karena berisiko tinggi. Nahi munkar dilakukan sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu melakukan dengan
tangan (kekuasaannya) dia harus menggunakan kekuasaannya itu,
apalagi tidak bisa dengan kata-kata, dan bila dengan kata-kata juga
tidak mampu paling kurang menolak dengan hatinya.

12
Ridwan Asy-Syirbaany, Membentuk Pribadi Lebih Islami,(Suatu Kajian Akhlak), (Jakarta: PT
Inti Media Cipta Nusantara, 2009), hal. 91-100.
14

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
15

1. Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang
terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat
yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa
dipikirkan dan diangan-angankan terlebih dahulu. Dapat dipahami juga
bahwa akhlak itu harus tertanam kuat/tetap dalam jiwa dan melahirkan
perbuatan yang selain benar secara akal, juga harus benar secara syariat
Islam yaitu al-Quran dan al-Hadits.
2. Pembagian Akhlak
a. Akhlak Terpuji
b. Akhlak Tercela
3. Prinsip-Prinsip Akhlak Terhadap Masyarakat Sosial
a. Prinsip Syura (Musyawarah)
b. Al-'Adl (Keadilan)
c. Al-Hurriyyah (Kebebasan)
d. Al-Musawah (Kesetaraan Derajat)

B. SARAN

Akhirnya Saya ucapkan syukur kepada Allah atas segala pertolongan


dan petunjuk-Nya, sehingga Saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini
dengan segala keterbetasan. Saya menyedari bahwa karya ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karenanya, penulis mengaharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari semua pihak demi menuju kepada perbaikan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi Saya, khususnya dan pembaca pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdullah Al-Mushuli, Haqiqatul Islam. Jakarta : Alhidayah, 1993.

Ahmad Hanafi, Teologi Islam, Jakarta: Bulan Bintang 2001.

Dendy Sugono, dkk., Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa.


Bandung: Mizan Pustaka, 2009.

Fathullah Manshur, Syarah Intisab. Jakarta : Pustaka Ababil, 2014.

Hasyim Asy’ari, Risalah ahl al-Sunah wal al-Jamaah : fi hadits al-mautawa


asyrath al-sa’at wa bayan mafhum al-sunnah wa al-bid’ah, diterjemahkan
oleh Ngabrurrahman al-Jawi, dengan judul : Risalah Ahli Sunnah wal
Jama’ah : Analisis tentang Hadits Kematian, Tandatamnda Kiamat dan
Pemahaman tentang Sunah dan Bid’ah. Jakarta : LTM PBNU, 2011.

Mashudi Muhtar, dkk., Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahli Sunnah wal Jama’ah
yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama, Surabaya : Khalista
bekerjasama dengan LTN NU Jawa Timur, 2007.

16

Anda mungkin juga menyukai