Anda di halaman 1dari 21

STANDAR BAIK DAN BURUK

BERDASARKAN AJARAN AKHLAK MORAL DAN ETIKA

Akhlak  Menurut Imam Al-Ghazali adalah sifat yang melekat diri seseorang yang menjadikannya dengan
mudah bertindak tanpa banyak pertimbangkan lagi. Ada pula sebagian ulama mengatakan bahwa akhlak
itu adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang dimana sifat itu akan timbul dengan mudah
karena sudah menjadi kebiasaan.

‫ق عَا َدةُ ْاِإل َر َد ِة‬


ُ ُ‫اَ ْل ُخل‬

“ Khuluq (akhlak) ialah membiasakan kehendak.”

1.      Baik dan buruk

Pengertian baik menurut ethik adalah sesuatu yang berharga untuk sesuatu tujuan. Sebaliknya, yang
tidak berharga tidak berguna untuk tujuan, apabila yang merugikan, atau yang menyebabkan, tidak
tercapainya tujuan adalah ”buruk”.

Tujuan dari masing-masing sesuatu,walaupun berbeda-beda,semuanya akan bermuara kepada satu


tujuan yang dinamakan baik,semuanya mengharapkan mendapatkan yang baik dan bahagia,tujuan yang
akhir yang sama ini dalam ilmu ethik ”kebaikan tertinggi”, yang dengan istilah latinnya di sebut Summum
Bonum atau bahasa arabnya Al-khair al-Kully.

Kebaikan tertinggi ini bisa juga di sebut kebahagiaan yang universal atau Universal Happiness.

Allah Berfirman :

ِ ‫ فَا ْستَبِقُوا ْالخَ ْي َرا‬. ‫َولِ ُك ِّل ِوجْ هَةٌ هُ َو ُم َولِّهَا‬


)١٤٨ : ‫ت ( البقرة‬

”dan setiap sesuatu (niat) mempunyai tujuan yang ingin di capainya,maka berlomba-lombalah kalian
( membuat ) kebaikan”

2.      Benar dan Salah

Pengertian benar, menurut etika (ilmu akhlak) ialah hal-hal yang sesuai/cocok dengan peraturan-
peraturan. Sebaliknya pengertian salah menurut etika ialah hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku.

Kebenaran yang objektif, yang merupakan kebenaran yang pasti dan satu itu adalah kebenaran yang
didasarkan kepada peraturan yang dibuat oleh yang Maha satu, Maha mengetahui akan segala sesuatu
yang Maha benar. Karena itu, satu-satunya kebenaran yang objektif adalah kebenaran yang dibuat oleh
yang Maha satu yang Maha benar itu. Dan peraturan yang dibuat manusia yang bersifat relatif itu adalah
benar apabila tidak bertentangan dengan peraturan yang obyektif yang dibuat oleh yang maha satu
yang maha benar. Yakni peraturan yang tidak bertentangan dengan wahyu, karena kebenaran mutlaq
adalah kebenaran dari yang maha benar.

Allah SWT. Berfirman :

)١٤٧ : ‫ق ِم ْن َربِّكَ فَالَ تَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ْال ُم ْمت َِر ْينَ ( البقرة‬
ُّ ‫اَ ْل َح‬

“kebenaran adalah dari tuhanmu dan janganlah kalian termasuk orang yang ragu-ragu”.

Di dalam akhlak islamiyah,untuk mencapai tujuan baik harus dengan jalan yang baik dan benar. Sebab
ada garis yang jelas antara yang boleh dan tidak boleh; ada garis damarkasi anatar yang boleh di lampaui
dan yang tidak boleh di lampaui, garis pemisah antara yang halal dan yang haram. Semua orang muslim
harus melalui jalan yang di bolehkan dan tidak boleh melalui jalan yang dilarang. Bahkan antara yang
hala dan yang haram tidak jelas, disebut Syubhat,orang muslim harus berhati-hati, jangan sampai jatuh
di daerah yang Syubhat, sebab di khawatirkan akan jatuh di daerah yang haram.

Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

ِ ْ‫ت فَقَ ْد ا ْستَ ْب َرَأ لِ ِد ْينِ ِه َو ِعر‬


ِ ‫ َو َم ْن َوقَ َع ال ُّشبُهَا‬, ‫ض ِه‬
‫ت‬ 6ِ ‫ فَ َم ِن اتَّقَي ال ُّشبُهَا‬, ‫اس‬
ِ َّ‫ ِمنَ الن‬ ‫ات الَيَ ْعلَ ُمه َُّن َكثِ ْي ٌر‬ َ ‫ َواِ َّن ْا‬, ‫اِ َّن ْال َحالَ َل بَي ٌِّن‬
6ٌ َ‫ َوبَ ْينَهُ َما ُم ْشتَبِه‬, ‫لح َرا َم بَي ٌِّن‬
َ‫ اِذا‬, ً‫لج َس ِد ُمضْ َغة‬ ْ
َ ‫في ا‬ َ
ِ ‫ االَ َواِ َّن‬6ُ‫ار ُمه‬ َ
ِ ‫ االَ َواِ َّن ِح َمى هللاِ َم َح‬, ‫ك ِح ًمى‬ ُ َ َ َ
ٍ ِ‫ االَ َواِ َّن لِكلِّ َمل‬, ‫ك ا ْن يَق َع فِ ْي ِه‬ ِ ‫ كَالرَّا ِعي يَرْ عَي َحوْ َل ا‬. ‫في ْال َح َر ِام‬
ُ ‫لح َمى يُوْ ِش‬ ْ ِ ‫َوقَ َع‬
) ‫َت فَ َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّهُ اَالَ َو ِه َي ْالقَ ْلبُ ( متفق عليه‬ َ ‫صلُ َح ْا‬
ْ ‫ َواِذاَ فَ َسد‬, ُ‫لج َس ُد ُكلُّه‬ َ ‫ت‬ ْ ‫صلُ َح‬َ

”sesungguhnya halal itu jelas dan sesungguhnya haram itu jelas. Dan diantara keduanya ada beberapa
Syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia oleh karena itu barang siapa menjauhi Syubhat
(keadaan tidak jelas, sesunnguhnya (berarti) ia telah membersihkan agamanya dan kehormatan
dirinya.; dan barang siapa yang termasuk di dalam syubhat akan termasuk kedalam, sebagaimana
gembala yang mengembala di keliling batas, hampir ia akan jatuh ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa tiap-
tiap milik da batasnya; dan ketahuilah, bahwa batas-batas allah ialah larangan-larangan-Nya.

Dan ketahuilah, bahwasanya di tubuh itu ada sekepal daging, yang apabila dia bersih, bersihlah tubuh
semuanya; dan apabila dia rusak rusaklah tubuh semuanya; dan ketahuilah, dia ialah ”hati”.

Jadi, menurut akhlak islam, perbuatan itu disamping baik juga harus benar, yang benar juga harus baik.
Sebab dalam ethik yang benar belum tentu baik, dan yang baik belum tentu benar.

3.      Adanya kebaikan

Banyak orang yang mengira bahwa orang yang mebgetahui tentang baik itu otomatis menjadi baik;
orang yang mengetahui ilmu akhlak menjadi orang yang berakhlak mulia; seperti halnya orang yang
mengetahui ilmu agama, pandai dalam ilmu agama menjadi orang yang beragama dengan baik. Belum
tentu orang  pandai tentu dalam ilmu agama itu menjalankan agama secara baik, seperti halnya orang
yang tahu akan ilmu akhlak belum tentu menjadi orang yang berakhlak mulia.

Letaknya kebaikan itu pada dua hal :


Pertama           : pada adanya kemauan, will, iradah atau niat; dan

Kedua             : pada praktek, action atau amaliah.

Kemauan menjadi modal utama untuk berakhlak. Seseorang yang tahu akan baik, mengetahui baiknya
sesuatu, mengetahui betapa baiknya jujur, adil, dermawan, ramah, sopan, rendah hati, dll. Tapi apabila
dia tidak mau melakukan berbuat jujur, tidak mau berbuat adil, tidak mau dernawan, tidak mau ramah,
tidak mau berbuat sopan, dan sebagainya, maka dia tidak menjadi orang yang baik tersebut. 

Kalau kita ingin akan menjadi baik, kita harus menjalankan kebaikan itu. Kalau kita ingin menjadi orang
beragama kita harus melaksanakan ketentuan-ketentuan agama. Dan kebaikan ini akan menjadi
akhlaknya apabila perbuatan baik itu dibiasakannya. Tidak cukup untuk disebut beakhlak baik apabila
nelakukan kebaikan itu tidak menjadi kebiasaannnya. Umpamanya sholat hanya sesekali atau puasanya
sering ditinggalkan dan zakatnya tidak diberikan dan lain sebagainya.

4.      Macam Perbuatan Baik Menurut Ethika

Yang baik pada garis besarnya ada dua macam : yaitu baik dan terbaik. Diluar daripada itu adalah tidak
baik, ahli yunani kuno, menurut plato. Ujung tengah antara ujung yang baik itu adalah yang benar
ditengah sebelum ujung awal adalah kurang dans esudah ujung akhir, awal dan ujung akhir adalah
terlalu.

Seperti ahli filsafat didalam akhlak islamiyah sama dengan pendapat ahli : sabda Rasulullah SAW.

‫خَ ْي ُر ْاُأل ُموْ ِر اَوْ َسطُهَا‬

“ sebaik-baiknya perkara adalah pertengahannya “

Yang penting didalam hal pertengahan itu adalah yang muwadamah, kontinyu dan istiqomah.

5.   Gambaran Akhlak Rasulullah SAW.

      Rasulullah Saw adalah orang yang banyak berdoa dan selalu merendahkan diri. Beliau selalu
memohon kepada Allah Swt supaya dihiasi dengan etika yang baik dan akhlak terpuji. Dalam doanya,
beliau selalu membaca :

‫هللا َحس ِّْن خَ ْلقِي َو ُخلُقِي‬

“ Ya Allah, perindahlah rupa dan akhlakku.”


      Sa’id bin Hisyam bercerita : aku masuk menemui Aisyah ra, dan bertanya kepadanya tentang akhlak
Rasulullah Saw. Aisyah menjawab dengan pertanyaan, ”Apakah engkau membaca Al-Qur’an?” Akupun
menjawab, ”Ya.” Aisyah berkata, ” Akhlak Rasulullah Saw adalah al-Qur’an.”

      Rasulullah Saw bersabda , ”Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

6.   Standar Baik dan Buruk Berdasarkan Sifat yang ada pada Jiwa Manusia

Ada beberapa sifat manusia yang mendorong manusia pada perbuatan dosa, diantaranya yaitu :

1.      Sifat Ketuhanan (Rububiyah)

Diantara sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia yaiut sifat takabbur, yang menganggap dirinya
merasa lebih besar dan yang lain di anggap kecil dan bahkan menganggap lebih rendah lagi, merasa
dirinya hebat karena merasa dirinya lebih bisa dan yang lain dianggap bodoh. Terkadang didalam diri
manusia terdapat sifat ingin dipuji, semua gerak dan pekerjaannya ingin dilihat orang lain dengan tujuan
ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Disamping itu juga ada sifat ketuhanan yang bleh ditiru
manusia seperti sifat Allah SWT. Yang maha pengasih dan Penyayang serta penuh pengampunan dan
lain sebagainya.

2.      Sifat Syetan (Syaithoniyah)

Apabila sifat-sifat syetan berpindah pada manusia, maka manusia itu akan melakukan perbuatan dosa
selamanya, diantara sifat yang disenangi syetan yaitu hasud, berbuat curang, dan menipu. Orang yang
dipenuhi sifat seperti akan selalu berbuat dosa dan mengajak pada kemungkaran, hatinya tidak ingin
melakukan suatu kebaikan.

3.      Sifat Hewan (Bahimiyah)

Penyebab selanjutnya yang membuat manusia berani melakukan perbuatan dosa, karena terdapat sifat
hewan didalam dirinya seperti toma atau rakus, nafsu syahwat yang tidak bisa dikendalikan, mengambil
hak orang lain tidak menghiraukan halal dan haramnya, yang penting kebutuhannya terpenuhi.

4.      Sifat Hewan Buas (Sabu’iyah)

Lebih berbahaya lagi bila manusia mempunyai sifat hewan buas, sebab sifat seperti ini berani
membunuh segalanya, perkerjaannya hanya marah dan keinginannya mencelakakan orang lain.

      Dari keempat sifat diatas menjelaskan bahwa bentuk perbuatan dosa yang dilakukan manusia, ada
yang menjadi dosa besar ada juga yang menjadi dosa kecil. Tapi kalu dilihat secara garis besar macam-
macam dosa di bagi menjadi 2 bagian yaitu dosa antara manusia dan tuhannya dan ada dosa antara
manusia dengan manusia. Adapun yang termasuk dosa antara manusia dan tuhannya diantaranya yaitu
meninggalkan shalat,meninggalkan puasa,dan tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban untuk diri
sendiri. Sedangkan dosa yang berhubungan antara manusia dengan manusia lagi diantaranya tidak
mengeluarkan zakat,membunuh,merampas harta orang lain,merusak kehormatan nama orang lain,dan
semua pelanggaran yang termasuk hak-hak umum atau yang menyangkut harta,jiwa,agama dan lain
sebagainya.

      Kalau dilihat dari besar dan kecilnya dosa dibagi menjadi dua, yaitu dosa besar yang diistilahkan
dengan kabaair, dan dosa kecil yang disebut sayyiaat. Mengikuti keterangan Imam Al-Gazali dosa besar
itu jumlahnya ada 17 macam sedangkan dosa kecil sangat banyak sekali. Dari ke 17 dosa besar itu di bagi
menurut tempat  atau bagian tubuh kita yang melakukannya.

1.       Empat (4) macam dosa yang ada di dalam hati manusia yaitu : musyrik,melakukan ma’siat
selamanya,putus asa dari jalan untuk mendapat rahmat Allah SWT,dan merasa aman dari ancaman dan
siksa gusti Allah SWT.

2.       Empat (4) macam dosa ada pada lisan yaitu : menjadi saksi palsu atau
berbohong,memfitnah,menjadi tukang sihir dan sumpah palsu.

3.       Tiga (3) macam dosa ada pada perut yaitu : meminum minuman keras yang bisa merusak akal
manusia, memakan uang haram, dan memakan harta anak yatim.

4.       Dua (2) macam dosa ada pada kemaluan (farji) yaitu : melakukan zina, dan liwath (homoseksual
atau lesbian)

5.       Dua (2) macam dosa ada pada tangan seperti : membunuh dan mencuri

6.       Satu macam dosa ada pada kaki, yaitu : lari atau kabur dari peperangan

7.       Satu macam dosa ada pada seluruh anggota badan, yaitu : durhaka kepada kedua orang tua.

7.   Standar baik dan buruk berdasarkan ajaran akhlak, moral,dan etika

Ada ada beberapa aliran untuk menentukan standar baik dan buruknya sesuatu itu, diantarnya :

1. Aliran Idealisme

Aliran ini memandang bahwa kebenaran yang hakiki tidak dapat dilihat melalui panca indra semata,
karena semua sesuatu yang tampak melalui panca indra hanya merupakan kepalsuan belaka dan bukan
sesuatu yang sebenarnya. Jadi kesimpulan dari aliran ini, bahwa  untuk mengetahui sesuatu itu baik atau
buruk maka dapat diukur dengan cita.

2. Aliran Naturalisme
Aliran ini memandang bahwa untuk menilai sesuatu yang baik dan buruk itu dapat dipengaruhi oleh
pembawaan manusia sejak lahir kedunia. Dengan kata lain manusia sejak anak-anak dapat menilai
sesutau itu baik ataupun buruk, akan tetapi dia belum bisa menganalisis mengapa sesuatu itu baik
ataupun buruk. Untuk bisa menganalisis sesuatu itu baik dan buruk diperlukan pengalaman hidup yang
lama, karena semakin lama pengalaman hidupnya maka semakin matang pemahamannya terhadap
sesuatu yang baik dan buruk. Dengan ini dapat ditegaskan bahwa menilai sesuatu itu ditentukan oleh
kebutuhan  dan kondisi wilayah yang ditempati oleh manusia.

3. Aliran Hedonisme

Hedonisme merupakan aliran filsafat tua yang berakar dai pemikiran filsafat Yunani. Menurut aliran ini
sesuatu yang dikategorikan baik itu adalah sesuatu yang bisa mendatangkan kenikmatan nafsu biologis.
Sedangkan sesuatu yang buruk itu adalah sesuatu yang tidak memberikan kenikmatan nafsu biologis.
Sehingga aliran ini menitikberatkan bahwa kebahagian itu terletak pada kepuasan biologis dan hal itu
merupakan tujuan hidup bagi mereka yang beraliran hedonisme.

4. Aliran Teologi Islam

Dalam teologi islam banyak beberapa aliran yang berkembang diantaranya

a.      Aliran Jabariyah

Aliran ini disebut Jabariyah dikarenakan sifatnya memaksa, sehingga kaum ini berpendapat bahwa
manusia sama sekali tidak memiliki kebebasan dan kekuasaan dalam menentukan keinginannya, kecuali
bila Allah yang menghendakinya. Dengan kata lain manusia hanya dikendalikan oleh Allah dan Allahlah
yang telah menciptakan sifat manusia. Dan untuk menilai sesuatu itu baik ataupun buruk, aliran ini
mengatakan bahwa hanya agamalah yang bisa menentukan baik dan buruknya.

b.      Aliran Qadariyah

Aliran ini merupakan pertentangan dari aliran Jabariyah yang mana menurut aliran ini manusia memiliki
kebebasan dan kekuasaaan dalam menentukan keinginaannya. Meskipun pada dasarnya Allah atas
manusia manusia diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Dan aliran ini juga
mengatakan bahwa penilain terhadap baik dan buruknya sesuatu itu bukan hanya ditentukan oleh
agama melainkan ditentukan juga oleh manusia itu sendiri.

c.       Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa akal  manusia tidak dilarang untuk berfikir sebebas-bebasnya
termasuk memikirkan tentang persoalan agama. Karena itu dalam menentukan setiap nash (dalil),
aliaran Mu’tazilah selalu menentukan nash (dalil) yang akan dijadikan dasar pemikirannya. Dan untuk
menentukan baik dan buruknya sesuatu, aliran Mu’tazilah selalu berorientasi pada akalnya dan
kemudian mencari nash (dalil) yang mendukungnya. Sehingga aliran ini sering juga disebut sebagai aliran
Rasionalisme.

d.      Aliran Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah

Adanya aliran Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah merupakan reaksi dari aliran Mu’tazilah yang menganggap
bahwa dalam memecahkan persoalan hanya dengan filosofisnya saja dan tidak dibandingkan dengan
teologi sebelumnya (sunnah Nabi). Maka lain halnya dengan aliran Mu;tazilah, aliran Ahlus Sunnah Wal-
Jama’ah banyak menggunakan sunnah Nabi dalam menentukan sesuatu itu baik atupun salah dan lebih
mendahulukan nash (dalil) baru kemudian akal yang menjelaskannya. Dan aliran Ahlus Sunnah Wal-
Jama’ah juga menambahkan bahwa untuk menentukan sesuatu itu benar dan buruk itu sudah
ditentukan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadist.

5. Aliran Tasawuf

Menurut aliran Tasawuf nilai baik dan buruk sesuatu itu bisa dilihat dari perasaan bahagia. Bahagia disini
bisa dikategorikan sebagai perasaan yang spirititual.  Maka tidak heran dalam aliran Tasawuf sangat
popular istilah zuhud, yaitu suatu sikap yang menunggalkan kesenangan dunia yang bersifat materil.

DAFTAR PUSTAKA

a.       Ahmad Solihin, Khutbah Jum’at Petingan Jilid I, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2000

b.      Fudhoilurrahman dan Aida Humaira, Ringkasan Ihya ’Ulumuddin, Terjemahan, Jakarta, Sahara


publishers, 2009

c.       Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (akhlak mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas, 1992


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agama Islam mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, antara lain : fiqih, aqidah, muamalah, akhlaq,
dan lain-lain. Seorang muslim bisa dikatakan sempurna apabila mampu menguasai dan menerapkan
aspek-aspek tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.

Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pergaulan, kita mampu menilai   perilaku seseorang,
apakah itu baik atau buruk. Hal tersebut dapat terlihat dari cara bertutur kata dan bertingkah laku.
Akhlak, moral, dan etika masing-masing individu berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan internal dan eksternal tiap-tiap individu.

Di era kemajuan IPTEK seperti saat ini, sangat berpengaruh terhadap perkembangan akhlak, moral, dan
etika seseorang. Kita amati perkembangan perilaku seseorang pada saat ini sudah jauh dari ajaran Islam,
sehingga banyak kejadian masyarakat saat ini yang cenderung mengarah pada perilaku yang kurang
baik.

Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini dengan harapan agar akhlak, moral, dan etika yang
kurang baik dapat diperbaiki sesuai dengan ajaran Islam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Akhlak, Moral dan Etika, serta bagaimana perbedaanya?

2. Apa saja karakteristik Akhlak dalam Islam?

3. Bagaimana proses terbentuknya Akhlak dalam Islam?

4. Apa saja yang menjadi tolak ukur Akhlak baik dan buruk?

5. Apa saja jenis-jenis Akhlak dalam Islam?

6. Apa saja faktor-faktor yang membentuk dan yang mempengaruhi Akhlak manusia?

7. Apa pengertian dari perilaku adil, syukur, sabar, dan pemaaf ? Bagaimana cara mengembangkan
perilaku adil, sabar, syukur, dan pemaaf di dalam pergaulan serta implementasinya dalam
kehidupan?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian akhlak, moral dan etika serta perbedaanya?


2. Memahami karakteristik akhlak dalam Islam

3. Mengetahui proses terbentuknya akhlak dalam Islam

4. Mengetahui tolak ukur akhlak baik dan buruk

5. Mengetahui jenis-jenis akhlak dalam Islam

6. Mengetahui pengertian perilaku adil, syukur, sabar dan pemaaf dan bagaimana cara
mengembangkan perilaku ini serta implementasi dalam kehidupan?

7. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang membentuk dan mempengaruhi  akhlak manusia

1.4 MANFAAT

1)      Memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai akhlak, etika dan moral sesuai dengan agama
islam.

2)      Pembaca diharapkan dapat membedakan baik buruknya perilaku seseorang.

3)      Pembaca diharapkan mampu merubah akhlak yang kurang baik menjadi akhlak yang sesuai ajaran
islam.

4)      Sebagai pedoman dan tolak ukur berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN AKHLAK, MORAL, DAN ETIKA

A. Pengertian Akhlak

     Secara bahasa bentuk jamak dari akhlak adalah khuluq, yang memiliki arti tingkah laku, perangai dan
tabiat. Secara istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan
spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi. (Azyumadi.2002.203-204)

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat
para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar
bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela
Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan,
dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.

Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat
melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya.
Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak
berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang
ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri
orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat,
bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main
atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya
akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan
karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian. (Amiruddin.2010)

B. Pengertian Moral

Secara bahasa dibentuk dari bentuk dari kata mores yang artinya adat kebiasaan. Moral ini selalu
dikaitkan dengan ajaran baik/buruk yang diterima umum/masyarakat. .(Azyumadi.2002.203-204)

Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas
dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah,
baik atau buruk.

Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau
salah. Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas
tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. (Amiruddin.2010)

C. Pengertian Etika

Sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu, etika lebih
banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal
manusia. (Azyumadi.2002.203-204)

Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang
sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya.
Dari definisi etika tersebut, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai
berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau
filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia
terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya.

Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu
antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ketiga, dilihat dari segi
fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang
dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,
hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah
perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang
ada. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan zaman.

Dengan cirri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau
buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk
dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika
sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada
manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasulkan oleh akal manusia.
. (Amiruddin.2010)

D. Perbedaan Akhlak, Moral, dan Etika

1.Akhlak : standar perenentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits

2.Moral : besifat lokal/khusus

3.Etika : lebih bersifat teoritis/umum

(Azyumadi.2002.203-204)

Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan
patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat
akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka
pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah al-qur’an dan al-hadis.

Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika
etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika
memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat local dan
individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran
tersebut dalam bentuk perbuatan. (Amiruddin.2010)

2.2 KHAREKTERISTIK AKHLAK ISLAM


Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau
akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi
sebagai sifat. Dengan demikian akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah,
disengaja, mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi
sifatnya yang universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan
akhlak islami yang universal ini diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan sosial yang
terkandung dalam ajaran etika dan moral.

Dengan kata lain akhlak Islami adalah akhlak yang disamping mengakui adanya nilai-nilai universal
sebagai dasar bentuk akhlak, juga mengakui nilai-nilai bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran
atas nilai-nilai yang universal itu. Namun demikian, perlu dipertegas disini, bahwa akhlak dalam ajaran
agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun etika dan moral itu diperlukan dalam
rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal yang demikian disebabkan
karena etika terbatas pada sopan santun antara sesama manusia saja, serta hanya berkaitan dengan
tingkah laku lahiriah. Jadi ketika etika digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti
akhlak Islami dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral.

Ruang lingkup akhlak Islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang
berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/Islam) mencakup berbagai aspek, dimulai dari
akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan
benda-benda yang tak bernyawa).

2.3 PROSES TERBENTUKNYA AKHLAK DALAM ISLAM

a.       Reinforcement

Reinforcement merupakan penguatan yang diberikan terhadap perilaku manusia. Reinforcement


dibedakan menjadi 2, yaitu reinforcement positif dan reinforcement negative. Ketika dalam berperilaku
manusia mendapatkan reinforcement positif, maka ia akan merasakan kenikmatan, kenyamanan dalam
perilakunya. Sehingga  perilaku tersebut akan selalu diulang – ulang, dan akan menjadi sebuah akhlak.
Misalkan, anak yang hidup di keluarga yang sangat sayang kepada anaknya, anak tersebut ketika habis
makan, piringnya dicucikan pembantu, makan diambilkan, orang tua membiarkan anaknya berperilaku
seperti itu bahkan semakin disayang. Hal ini merupakan reinforcement positif, yang membuat ia
merasakan kenyamanan dan kenikmatan, sehingga ia akan sering melakukan perilaku tersebut, ia
menjadi terkondisikan untuk dimanja, sehingga ia akan memiliki kepribadian anak yang manja. Tetapi
saat ia berperilaku manja dengan tidak mencuci piring setelah makan, dan orang tuanya memarahi dia
bahkan memukul. Ia akan menjadi jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut, hal inilah
yang disebut reinforcement negative.     

Dalam Islam, reinforcement positif ini bisa berbentuk penghargaan atau pujian, pahala, masuk surga
yang membuat orang akan ketagihan untuk berperilaku baik, sehingga membentuk kepribadian yang
baik. Sebaliknya, hinaan, hukuman atau dosa, masuk neraka, merupakan reinforcement negative, yang
membuat orang tidak akan mengulangi perilaku buruknya, sehingga tidak terbentuk akhlak negative.
b. Peran hereditas, fitrah manusia dan lingkungan dalam      terbentuknya akhlak

 Pengaruh hereditas

Rasulullah saw. menjelaskan bahwa faktor hereditas memiliki pengaruh pada perbedaan individu.
Menurut Rasulullah, Allah Ta’ala telah menciptakan Adam as.dari segumpal tanah yang berasal dari
semua unsur tanah yang ada di permukaan bumi. Abu Hurairah berkata, “Ada seorang laki-laki dari Bani
Fazarah datang kepada Nabi saw. seraya berkata, ‘ Istriku telah melahirkan seorang anak berkulit
hitam.’ Nabi saw. bersabda, Apakah kamu memiliki unta ? ‘ Lelaki itu menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah
bertanya Apa warnanya?’ Lelaki itu menjawab, ‘Merah.’ Rasulullah bertanya lagi, Apakah kehitam-
hitaman?’ Lelaki itu berkata, ‘Sebenarnya memang kehitam-hitaman.’ Lelaki itu kembali berkata, ‘Lantas
dari mana datangnya waran hitam pada unta itu?’ Rasulullah bersabda, ‘Mungkin karena faktor
keturunan.

 Fitrah manusia

Hakikat manusia adalah terdiri dari materi dan ruh, sehingga manusia memiliki sifat hewan dan
malaikat. Karena materi memiliki sifat keduniawian yang cenderung ke hawa nafsu, sedangkan ruh atau
jiwa merupakan sifat akhirat, dimana cenderung menuju pada kebenaran ( suara kebenaran ). Sehingga
secara fitrah manusia memiliki sifat yang menuju pada kebenaran dan menuju pada keburukan. “ Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada firah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “.( Ar Rum 30 ). Sehingga ketika manusia dalam
memutuskan sebuah perilaku, ia akan dipengaruhi oleh firah tersebut. Ketika perilaku cenderung ke
suara kebenaran, maka ia akan memiliki akhlak yang baik, dan sebaliknya.

 Pengaruh lingkungan

Kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sosial dan budaya setempat, tradisi, nilai-
nilai, perilaku kedua orang tuanya, cara orang tua mendidik dan memperlakukannya, berbagai macam
media, juga dipengaruhi oleh beragam peristiwa yang dialami dalam kehidupannya. Anak akan
mempelajari bahasa yang dipergunakan sebagai alat komunikasi kedua orang tuanya, mempelajari
agama yang diyakini kedua orang tuanya, dan mempelajari akhlak, kecenderungn, serta pemikiran
kedua orang tuanya.

Rasulullah saw. telah mengisyaratkan peran penting keluarga dalam pertumbuhan kepribadian anak.
Beliau bersabda, ” Tidak ada yang lahir melainkan terlahir dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah
yang menjadikannya seorang Yahudi, Nashrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang yang melahirkan
seekor annk dengan sempurna, apakah kalian rasa ada cacat pada anak binatang itu ? ” Abu Musi
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan teman yang salih dan
teman yang buruki tu ibarat penjual minyak wangi dan pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan
memberimu minyak, atau kamu akan membeli minyak, atau kamu akan mendapat aroma wangi
darinya. Sementara pandai besi, bias jadi ia akan membakar busanamu atau kamu akan menjumpai
aroma tidak sedap darinya.” Rasulullah saw. Juga bersabda, ” Seseorang berpijak pada agama
temannya. Maka, lihatlah siapa yang menjadi temannya !

2.4 TOLAK UKUR AKHLAK BAIK BURUK DALAM ISLAM

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khoir ( dalam bahasa arab ) atau good ( dalam bahasa
Inggris ). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan
kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya.

Pengertian baik menurut Etik adalah sesuatu yang berharga untuk tujuan. Sebaiknya yang tidak
berharga, tidak berguna untuk tujuan apabila yang merugikan, atau yang mengakibatkan tidak
tercapainya tujuan adalah buruk dan yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan
memberikan perasaan senang atau bahagia. Dan adapula yang berpendapat yang mengatakan bahwa
secara umum, bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan
dan menjadi tujuan manusia.

Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-
Hadits.

1. Menurut aliran Ahlusunnah Wal Jama’ah

Aliran ini berpendapat bahwa ketentuan baik dan buruk sudah ada ketentuan dalam Al-Qur’an dan
Hadits. Untuk menentukan hal yang baik dan buruk, aliran ini mendahulukan nash lalu akal.

1. Menurut aliran Tasawwuf

Aliran tasawwuf adalah suat paham yang mementingkan kehidupan spiritual dari pada materi. Menurut
ahli tasawwuf, nilai baik dapat diukur dari perasaan bahagia. Begitupula dengan nilai buruk, yang
ditandai dengan hal-hal yang menyengsarakan. kebaikan dan keburukan menurut panilaian ahli
tasawwuf adalah terkait dengan kehidupan ukhrowi, jika kebaikan diperoleh di dunia, maka kebaikan
tersebut harus menjadi penyebab untuk memperoleh kebaikan di akhirat.

2.5 JENIS-JENIS AKHLAK

Dari segi sifatnya, akhlak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut
juga akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang buruk atau akhlak
madzmumah.

1. A.    Akhlak Mahmudah

“Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang. Akhlak
mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula”.

Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada Allah, cinta kepada rasul, taat beribadah,
senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu’, taat dan patuh kepada Rasulullah, bersyukur atas segala
nikmat Allah, bersabar atas segala musibah dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji,
qana’ah, khusyu dalam beribadah kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai
orang lain, menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum yang
lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi binatang, dan menjaga kelestarian alam.

B. Akhlak Madzmumah

“Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak iman
seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.”

Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak
mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong, menghasut,
kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati’urrahim, ujub, mengadu domba, sombong,
putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak alam.

Demikianlah antara lain macam-macam akhlak mahmudah dan madzmumah. Akhlak mahmudah
memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak madzmumah merugikan diri
sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat 4-6.Artinya: “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan mereka ke
tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapat
pahala yang tidak ada putusnya.”

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK DAN MEMPENGARUHI AKHLAK

Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlak antara lain adalah:

1. 1.      Insting (Naluri)

Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh kehendak yang dimotori
oleh Insting seseorang ( dalam bahasa Arab gharizah). Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia
sejak lahir. Para Psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang
mendorong lahirnya tingkah laku antara lain adalah:

a. Naluri Makan (nutrive instinct). Manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa didorang
oleh orang lain.

b. Naluri Berjodoh (seksul instinct).

c. Naluri Keibuan (peternal instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan
anak kepada orang tuanya.

d. Naluri Berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari gangguan dan
tantangan.

e. Naluri Bertuhan. Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya.


Naluri manusia itu merupakan paket yang secara fitrah sudah ada dan tanpa perlu dipelajrari terlebih
dahulu.
2. Adat/Kebiasaan

Adat/Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang
dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Abu Bakar Zikir berpendapat: perbuatan manusia,
apabila dikerjakan secara berulang-ulang sehingga mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan.

1. 3.    Wirotsah (keturunan)

Warisan adalah: Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak
keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang
anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang tuanya.

4. Milieu

Artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan udara sedangkan lingkungan
manusia, ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara, dan masyarakat. milieu ada 2
macam:

1)      Lingkungan Alam

Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku
seseorang. Lingkungan alam mematahkan atau mematangkan pertumbuhn bakat yang dibawa oleh
seseorang. Pada zaman Nabi Muhammad pernah terjadi seorang badui yang kencing di serambi masjid,
seorang sahabat membentaknya tapi nabi melarangnya. Kejadian diatas dapat menjadi contoh bahwa
badui yang menempati lingkungan yang jauh dari masyarakat luas tidak akan tau norma-norma yang
berlaku.

2)      Lingkungan pergaulan

Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul.
Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam fikiran, sifat, dan tingkah laku.
Contohnya Akhlak orang tua dirumah dapat pula mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak
anak sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh guru di sekolah.

2.7 PENGERTIAN ADIL, SYUKUR, SABAR, DAN PEMAAF  DAN IMPELENTASI DALAM KEHIDUPAN

A. Pengertian Adil

Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara
terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian
orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif
(hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata ‘adl disebut
juga dengan qisth (QS Al Hujurat 49:9).

Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali
kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama.
Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir bukan berdasarkan pada kebenaran– dalam Al Quran
disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135).
Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu,
janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah 5:8).

An-Nisaa’ Ayat : 58

ِ َ‫وا ِب ْال َع ْد ِل ِإ َّن هّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُكم بِ ِه ِإ َّن هّللا َ َكانَ َس ِميعا ً ب‬
ً‫صيرا‬ ْ ‫اس َأن تَحْ ُك ُم‬
ِ َّ‫ت ِإلَى َأ ْهلِهَا َوِإ َذا َح َك ْمتُم َب ْينَ الن‬ ْ ‫ِإ َّن هّللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأن تُؤ ُّد‬
ِ ‫وا اَأل َمانَا‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk
masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam –rahmatan lil alamin (QS
Al Anbiya’ 21:107). Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang
berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan
manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah (Qs Asy
Syuro 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al A’raf 7:159).

B. Pengertian Syukur

Pengertian syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, berasal dari kata ‫شكرا‬-‫يشكر‬-‫ ’‘شكر‬yang
berarti berterima kasih kepada atau dari kata lain ‘’ ‫ ’‘شكر‬yang berati pujian atau ucapan terima kasih
atau peryataan terima kasih. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur memiliki dua arti
yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah dan yang kedua, syukur berarti
untunglah atau merasa lega atau senang dan lain lain. Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan
bahwa syukur adalah gambaran dalam benak tetang nikmat dan menampakkannya ke permukaan. Lain
hal dengan sebagaian ulama yang menjelaskan syukur berasal dari kata ‘’syakara’’ yang berarti
membuka yang dilawan dengan kata ‘’kufur’’ yang berarti ‘’menutup atau melupakan segala nikmat dan
menutup-nutupinya. Syukur adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan peneriaan terhadap suatu
pemberian atau anugerah dalam bentuk pemanfaatan dan penggunaan yang sesuai dengan kehendak
pemberinya.

C. Pengertian Sabar

Sabar berasal dari bahasa Arab dari akar SHABARA ( ‫)صبَ َر‬, َ hanya tidak yang berada dibelakang hurufnya
karena ia tidak bias berdiri sendiri. Shabara’ala ( ‫صبَ َر َعلَى‬
َ ) berarti bersabar atau tabah hati, shabara’an (
‫صبَ َر ع َْن‬
َ ) berarti memohon atau mencegah, shabarabihi ( ‫)صبَ َر بِ ِه‬
َ berarti menanggung.

Sabar dalam bahasa Indonesia berarti : Pertama, tahan menghadapi cobaan seperti tidak lekas marah,
tidak lekas putus asa dan tidak lekas patah hati, sabar dengan pengertian sepeti ini juga disebut tabah,
kedua sabar berarti tenang; tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru. Dalam kamus besar Ilmu
Pengetahuan, sabar merupakan istilah agama yang berarti sikap tahan menderita, hati-hati dalam
bertindak, tahan uji dalam mengabdi mengemban perintah-peintah Allah serta tahan dari godaan dan
cobaan duniawi Aktualisasi pengertian ini sering ditunjukan oleh para sufi. Sabar adalah sikap jiwa yang
ditampilkan dalam penerimaan terhadap sesuatu, baik berkenaan dengan penerimaan tugas dalam
bentuk suruhan dan larangan maupun bentuk penerimaan terhadap perlakuan orang lain, serta sikap
menghadapi suatu musibah. Sabar dapat dekategorikan ke dalam empat hal, yaitu : sabar terhadap
perintah Allah, sabar terhadap larangan Allah, sabar terhadap perbuatan orang, dan sabar menerima
musibah

D. Pengertian Pemaaf

Pemaaf berarti merelakan atas kesalahan orang lain. Memaafkan sangat perlu dalam kehidupan
manusia. Dengan saling memaafkan, kehidupan ini serasa lebih damai, nyaman dan tentram. Syawal
adalah hari yang paling ditunggu oleh semua manusia yang beragama Islam di dunia. Pada hari inilah
semua umat Islam di dunia meraikan Aidilfitri yang mulia. Pada hari inilah semua umat Islam bermaaf-
maafan sesama sendiri. Tetapi tahukah mereka apa itu pengertian ‘MAAF’ ? Firman Allah SWT : Artinya :
“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada
orang-orang yang bodoh. “(Q.S. Al-A’raff: 199)

Jadi disini dapat disimpulkan, mereka yang tidak memaafkan sesama mereka seperti yang sepatutnya
adalah orang yang rugi. Ini kerana mereka akan kekurangan kawan dan memutuskan rahmat dari Allah
kerana mereka memutuskan silaturahim antara mereka. Jadi mereka yang bukan pemaaf hendaklah
dijauhkan diri kerana mereka  adalah orang-orang yang bodoh dan rugi.

Pengertian memaafkan :

1)Anda melupakan hasrat membenci mereka.

2)Anda membatalkan hasrat untuk membalas dendam.

3)Anda membatalkan hasrat menghukum mereka.

4)Anda membatalkan untuk menyimpan dendam.

E. Implementasi Adil, Syukur, Sabar, dan Pemaaf dalam Kehidupan serta Cara Mengembangkan

Cara Mengimplementasikan :

1. Sabar
Cara mengimplementasikannya adalah

–          Sabar menjalankan perintah Allah SWT

–          Sabar jika tertimpa musibah

–          Sabar menjauhi kemaksiatan

1. Syukur

Cara mengimplementasikannya adalah

–          Dengan lisan, mengucapkan Alhamdulillah

–          Dengan perbuatan (melaksanakan kewajiban sebagai Hamba Allah SWT)

1. Pemaaf

Cara mengimplementasikannya adalah

–          Memaafkan kesalahan seseorang meskipun diminta ataupun tidak

–          Tidak menyimpan rasa dendam

1. Adil

Cara mengimplementasikannya adalah

–          Adil terhadap Allah SWT, sesama manusia, mahluk lainnya

–          Berlaku sesuai pada tempatnya

Cara Mengembangkan :

1. Teruslah menuntut Ilmu Agama sebagai pedoman sukses di dunia dan akhirat

2. Berkumpul dengan Sholihin

3. Patuh dan taat dibawah komando Allah SWT

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berikut beberapa kesimpulan dari pemaparan tentang akhlak, etika, dan moral dalam Islam :

 Akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan
tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan
batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Etika adalah studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk,
harus, benar, salah, dan sebagainya.

 Perbedaan Akhlak, Moral Dan Etika:

Akhlak: standar perenentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits

Moral : besifat lokal/khusus

Etika : lebih bersifat teoritis/umum

 Karakteristik akhlak Islam adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja,
mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam.

 Proses terbentuknya akhlak meliputi, reinforcement (penguatan yang diberikan terhadap


perilaku manusia, dan adanya peran hereditas, fitrah manusia dan lingkungan dalam
terbentuknya akhlak.

 Baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia, sedangkan buruk adalah sesuatu yang tidak berharga, tidak berguna, merugikan, atau
yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan.

 Akhlak manusia di bagi menjadi dua, yaitu Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah. Akhlak
Mahmudah adalah akhlak yang terpuji. Sedangkan, Akhlak Madzmumah adalah akhlak yang
tercela.

 Terdapat lima faktor yang membentuk dan yang mempengaruhi akhlaq manusuia, yaitu insting
(naluri), adat atau kebiasaan, wirotsah (keturunan), dan milieu.

 Untuk membentuk kehidupan yang tentram dan harmonis perlulah manusia untuk memiliki sifat
sabar, adil, syukur dan pemaaf yang harus tertanam di dalam diri manusia.

3.2 REKOMENDASI

Setelah menyelesaikan pembahasan makalah yang berjudul “Akhlak, Moral dan Etika, Penulis
mengharapkan pembaca dapat mengetahui dan memahami perilaku baik dan buruk dalam kehidupan,
sehingga dapat mengaplikasikan perilaku baik tersebut sesuai dengan ajaran Agama Islam, serta
menjauhi dan meninggalkan perilaku yang tidak sesuai dengan Ridho’ Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Drs., H., dkk. 1991. MKDU Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta : Bumi Aksara.

Asmara, Drs.,M.A.1992. Pengantar studi akhlak. Jakarta : Rajawali Pers.

Azra, Azyunardi, prof., Dr., dkk. 2002. Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta : Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam.

Derajat, Zakiah, Prof., Dr., dkk. 1984. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta ; Bulan Bintang.

Nurdin, Muslim, Drs., K.H., dkk. Moral dan Kognisi Islam (Buku teks Agama Islam untuk Perguruan Tinggi
Umum). Bandung : CV Alvabeta.

http://ainurrasyidaira.blogspot.com/2010/10/akhlaq.html

http://www.berryhs.com/2011/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi akhlak_30.html

http://www.mukhlis.web.id/sifat-pemaaf.html

http://sobatbaru.blogspot.com/2010/03/pengertian-akhlak.html

Anda mungkin juga menyukai