Anda di halaman 1dari 49

1.

Carilah Rezeki Yang Halal dan Jauhi Yang Haram


Khutbah Pertama:
Sesungguhnya nikmat Allah kepada kita sangat banyak tak terhingga. Dan di antara nikmat-nikmat
tersebut adalah Allah memberikan anugerah kepada para hamba-Nya berupa banyak jalan yang baik dalam
menjemput rezeki, rezeki yang akan digunakan para hamba untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Para
hamba yang shaleh mereka memperoleh kenikmatan berupa sesuatu yang baik dan halal, kemudian mereka
memuji Allah dan bersyukur atas karunia yang diberikan kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman,

َ ِ‫ض َو َج َع ْلنَا لَ ُك ْم فِيهَا َم َعاي‬


َ‫ش قَلِياًل َما تَ ْش ُكرُون‬ ِ ْ‫َولَقَ ْد َم َّكنَّا ُك ْم فِي اَأْلر‬

“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di
muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 10)

Wajib bagi setiap muslim untuk memahami hakikat dari permasalahan rezeki ini dan meyakini bahwa
Allah Yang Maha Dermawan, Maha Pemberi rezeki, dan Maha Baik telah menyediakan berbagai macam bentuk
profesi yang halal sebagai alat untuk mendapatkan rezeki dan Dia menyediakan banyak jalan bagi manusia.
Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,

َ ْ‫هُ َو الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اَأْلر‬


‫ض َذلُواًل فَا ْم ُشوا فِي َمنَا ِكبِهَا َو ُكلُوا ِم ْن ِر ْزقِ ِه َوِإلَ ْي ِه النُّ ُشو ُر‬

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-
Mulk: 15)

Perhatikan firman Allah “Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” kalimat ini
menjelaskan bahwa kehidupan kita ini adalah kehidupan yang fana dan waktu yang kita miliki terbatas, kita akan
menuju kepada Allah, berdiri di hadapan-Nya, dan Dia akan menanyakan tentang segala sesuatu yang telah kita
lakukan.

Di antara hal yang akan ditanyakan oleh Allah kepada kita adalah tentang harta, tentang makanan dan
minuman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫الَ تَ ُزو ُل قَ ِد َما َع ْب ٍد يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َحتَّى يُ ْسَأ َل ع َْن َأرْ بَ ِع وذكر منها َوع َْن َمالِ ِه ِم ْن َأ ْينَ ا ْكتَ َسبَهُ َوفِي َما َأ ْنفَقَهُ؟‬

“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat kelak, hingga ia ditanya tentang empat
permasalahan… (disebutkan di antaranya) ditanya tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia
keluarkan?”

Wahai umat Islam yang lurus pemikirannya, wahai orang-orang beriman yang ingin memperbaiki diri,
nasehatilah diri-diri kita di dunia ini sebelum kita berdiri di hadapan Allah Jalla wa ‘Ala. Persiapkanlah jawaban
untuk pertanyaan yang akan diberikan kepada kita, persiapkanlah jawaban yang benar, karena kita semua pasti
ditanya dan dimintai pertanggung-jawaban di sisi Allah Jalla wa ‘Ala kelak.
Ma’asyiral mukminin, Sesungguhnya di antara nikmat Allah untuk para hamba-Nya adalah Dia telah
menyediakan berbagai bentuk mata pencarian yang baik, yang menguntungkan, dan halal. Dia telah menjadikan
perkara yang halal itu jelas demikian pula yang haram itu jelas. Coba renungkan hadits berikut ini, dari Nu’man
bin Basyir radhiallahu ‘anhu –yang saat meriwayatkan hadits ini beliau masih kecil- mengatakan, “Aku
mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ت ا ْستَب َْرَأ‬
ِ ‫ فَ َم ْن اتَّقَى ال ُّشبُهَا‬، ‫اس‬ ٌ َ‫ِإ َّن ْال َحاَل َل بَي ٌِّن َوِإ َّن ْال َح َرا َم بَي ٌِّن َوبَ ْينَهُ َما ُم ْشتَبِه‬
ِ َّ‫ات اَل يَ ْعلَ ُمه َُّن َكثِي ٌر ِم ْن الن‬
‫ َأاَل َوِإ َّن‬، ‫ك َأ ْن يَرْ تَ َع فِي ِه‬ ُ ‫ت َوقَ َع فِي ْال َح َر ِام؛ َكالرَّا ِعي يَرْ عَى َحوْ َل ْال ِح َمى يُو ِش‬ ِ ‫ض ِه َو َم ْن َوقَ َع فِي ال ُّشبُهَا‬
ِ ْ‫لِ ِدينِ ِه َو ِعر‬
ْ ‫صلَ َح ْال َج َس ُد ُكلُّهُ َوِإ َذا فَ َسد‬
‫َت‬ َ ‫ت‬ ْ ‫صلَ َح‬ َ ‫ َأاَل َوِإ َّن فِي ْال َج َس ِد ُمضْ َغةً ِإ َذا‬، ُ‫ار ُمه‬
ِ ‫ َأاَل َوِإ َّن ِح َمى هَّللا ِ َم َح‬، ‫ك ِح ًمى‬
ٍ ِ‫لِ ُكلِّ َمل‬
ُ‫فَ َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّهُ َأاَل َو ِه َي ْالقَ ْلب‬

“Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-
perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari syubhat
itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus ke dalam
syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang
menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk
menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah
terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa
dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi
buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Hadirin jamaah jum’at Rohimakumullah, Betapa agungnya hadits ini dan betapa mendalam makna
yang dikandungnya dan muatan nasihat di dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengelompokkan
setiap perkara ke dalam tiga golongan:
Pertama, sesuatu yang halal yaitu setiap muslim mengetahui dan dapat memastikan bahwa hal itu halal
dengan senyatanya tidak ada kerancuan di dalamnya.
Kedua, sesuatu yang haram yaitu suatu hal yang dapat dipastikan dengan yakin akan keharamannya,
tidak ada seorang pun yang merasa bingung tentang status haramnya. Keharamannya telah dijelaskan di dalam
Alquran dan sunnah secara gamblang dan lugas.
Ketiga, sesuatu yang mutasyabihat (yang masih samar). Namun kesamaran ini tidak berlaku bagi setiap
muslim, hanya saja berlaku bagi sebagian besar umat Islam. Nabi bersabda “perkara yang samar (syubhat), yang
tidak diketahui oleh banyak manusia”. Maksudnya, orang-orang awam dari umat Islam tidak mengetahuinya dan
di sinilah kita bisa melihat kedudukan para ulama, sebuah kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka, mereka
mampu mengungkap hakikat sesuatu yang samar tersebut, sosok mereka sangat dibutuhkan umat, dan umat tidak
pernah merasa kenyang akan petuah mereka. Inilah keagungan mereka sebagai pewaris para nabi.
Ibadallah,

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi pengajaran yang jelas tentang bagaimana
sikap kita ketika berhadapan dengan permasalahan yang masih samar. Beliau bersada, “Barangsiapa yang
menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya”. Orang-orang yang
menjauhi perkara yang samar beliau katakan telah membersih diri untuk agama dan kehormatannya.
Dari sini kita mengetahui untuk memperoleh kehormatan diri dan agama diperoleh dengan cara
menjauhkan diri dari perkara yang masih samar (syubhat). Apabila seseorang bermudah-mudahan dan sering
menganggap remeh permasalah syubhat, maka suatu hari nanti ia akan terjatuh pada perkara yang sudah jelas
keharamannya. Sebagaimana sabda nabi “siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke
dalam perkara yang haram”.

Sabda beliau “siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang
haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang,
hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa
setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang
haram”. Daerah terlarang Allah ‘Azza wa Jalla adalah segala sesuatu yang Dia haramkan dan larang untuk para
hamb-Nya. Dengan demikian, orang yang cerdas adalah mereka yang berusaha keras menjauhi daerah terlarang
Allah tersebut dan berhati-hati agar tidak terjatuh ke dalamnya gara-gara mendekati perkara-perkara yang samar.

Ibadallah, Pemahaman dalam permasalahan rezeki yang halal merupakan sesuatu yang sangat
dibutuhkan untuk hidup di zaman sekarang ini dimana begitu banyak perkara samar yang memiliki kerancuan.
Wajib bagi setiap muslim, dimanapun dan kapanpun untuk mejaga kehormatan dan agama mereka sehingga ketika
kelak berjumpa dengan Allah mereka dikenal sebagai orang yang menjauhi perkara-perkara yang haram dan
wasilah-wasilah yang mengantarkan menuju kesana.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dari Wabishah bin Ma’bad radhiallahu ‘anhu, ia
mengatakan, “Aku mendatangai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

ُ‫ك ع َْن َغي ِْر ِه فَقَا َل ْالبِرُّ َما ا ْن َش َر َح لَه‬


َ ُ‫ك َأ ْسَأل‬ ِّ ‫ك بِ ْال َح‬
َ ُ‫ق َما ِجْئت‬ َ َ‫ت َوالَّ ِذي بَ َعث‬ُ ‫ِجْئتَ تَ ْسَأ ُل ع َْن ْالبِرِّ َواِإْل ْث ِم فَقُ ْل‬
ُ‫ص ْد ِركَ َوِإ ْن َأ ْفتَاكَ َع ْنهُ النَّاس‬ َ ‫ص ْدرُكَ َواِإْل ْث ُم َما َحاكَ فِي‬
َ

“Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan dan dosa?” Aku menjawab, “Demi Yang
mengutusmu dengan kebenaran, tidaklah aku datang menemui Anda kecuali untuk bertanya tentang hal itu.”
Beliau bersabda, “Kebaikan itu segala sesuatu yang membuat dada terasa lapang, sedangkan dosa adalah sesuatu
yang terasa meragukan jiawamu (mengganjal di dada) meskipun orang-orang mengatakan hal itu kebaikan.” (HR.
Ahmad).
Diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari an-Nawas bin Sam’an radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ق َواِإْل ْث ُم َما َحاكَ فِي نَ ْف ِسكَ َو َك ِرهْتَ َأ ْن يَطَّلِ َع َعلَ ْي ِه النَّاس‬
ِ ُ‫ْالبِرُّ ُحس ُْن ْال ُخل‬

“Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa saja yang meragukan jiwamu dan kamu
tidak suka memperlihatkannya pada orang lain.” (HR. Muslim).

Ketika tampak samar bagi kita suatu permasalahan, apakah ia merupakan sesuatu yang halal ataukah
sesuatu yang haram, maka prinsip yang harus selalu kita ingat adalah kita tinggalkan apa yang meragukan menuju
sesuatu yang kita lebih yakini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dari jalur cucu dan
kesayangan Nabi, Hasan bin Ali bin Abi Thalib ‘alaihissalam radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ‫َد ْع َما يَ ِريبُكَ ِإلَى َما اَل يَ ِريبُك‬

“Tinggalkan apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi).

Hasan bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang sahabat yang masih kecil, namun beliau sudah
meriwayatkan dan member perhatian terhadap pesan kakeknya ini. Hal ini menunjukkan betapa semangat dan
perhatiannya sahabat terhadap sunnah Nabi dan keingintahuan mereka terhadap hal yang halal dan haram.
Sementara kita melihat pemuda dan anak-anak muslim pada hari ini tidak peduli terhadap perkara yang demikian.
Dan ini adalah sebuah musibah, wajib bagi kita mencontoh para sahabat dan sikap mereka dalam beragama.

Para sahabat baik kecil maupun besar, tua atau muda, mereka sangat perhatian terhadap permasalahan ini.
Mereka memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menjaga kehormatan dan agama mereka dan mempersiapkan
diri untuk hari perjumpaan dengan Allah ‘Azza wa Jalla kelak dengan cara menjauhkan diri dari hal-hal yang
diharamkan. Mereka menjaga diri dari syubhat, mengerjakan sesuatu yang dibolehkan, mereka memuji dan
bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas nikmat yang tidak terhingga jumlahnya. Allah Ta’alaberfirman,

‫َوِإ ْذ تََأ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَِئ ْن َش َكرْ تُ ْم َأَل ِزي َدنَّ ُك ْم َولَِئ ْن َكفَرْ تُ ْم ِإ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7).

‫اح‬
ِ َ‫ب ال ُمب‬ ِ ‫ب َو ْال َك ْس‬
ِ ِّ‫ َو َوفِّ ْقنَا اَللَّهُ َّم لِ ْلما َ ِل الطَّي‬، ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ َ‫ك َوبَصِّرْ نَا بِ ُسنَّ ِة نَبِيِّك‬ َ ِ‫اَللَّهُ َّم فَقِّ ْهنَا فِي ِد ْين‬
َ ‫ت َويَحْ َم ُدوْ نَكَ َعلَى نِ َع ِم‬
‫ك‬ ِ ‫ َواجْ َع ْلنَا ِإلَهَنَا ِم َّم ْن يَْأ ُكلُوْ نَ الطَّيِّبَا‬، ‫ت‬ ِ ‫ َو َوفِّ ْقنَا اِل ِ ْتقَا ِء ال ُم ْشتَبِهَا‬، ‫ت‬ِ ‫َوبَا ِع ْد بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ال ُم َح َّر َما‬
. ‫َويَ ْش ُكرُوْ نَكَ َعلَى آاَل ِئكَ َو َمنَنِكَ ِإنَّكَ َس ِم ْي ُع ال ُّدعَا ِء َو َأ ْنتَ َأ ْه ُل ال َر َجا ِء َوَأ ْنتَ َح ْسبُنَا َونِ ْع َم ال َو ِك ْي ِل‬
Khutbah Kedua:

‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل‬، ‫ان‬ ِ ‫اس ِع الفَضْ ِل َوالج ُْو ِد َو‬
ِ َ‫اال ْمتِن‬ ِ ‫ان َو‬ ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َع ِظي ِْم اِإل حْ َس‬
. ‫صلَّى هللاُ َو َسلَّ َم َعلَ ْي ِه َو َعلى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأجْ َم ِعي َْن‬
َ ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُه‬، ُ‫ك لَه‬ َ ‫َش ِر ْي‬

Amma ba’du, ibadallah, Teladan-teladan sahabat dalam permasalahan membersihkan diri untuk agama
dan kehormatan mereka dan menjaga dari perkara yang haram dan syubhat sangat banyak sekali. Di antara contoh
yang menarik yang patut kita teladani adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukahri dari Ummul
Mukminin Aisyahradhiallahu ‘anha, ia menuturkan,

ِ ‫اج َو َكانَ َأبُو بَ ْك ٍر يَْأ ُك ُل ِم ْن خَ َر‬


‫اج ِه فَ َجا َء يَوْ ًما بِ َش ْي ٍء فََأ َك َل ِم ْنهُ َأبُو بَ ْك ٍر‬ َ ‫َكانَ َأِلبِي بَ ْك ٍر ُغاَل ٌم ي ُْخ ِر ُج لَهُ ْال َخ َر‬
‫ت ِإِل ْن َسا ٍن فِي ْال َجا ِهلِيَّ ِة َو َما ُأحْ ِس ُن ْال ِكهَانَةَ ِإاَّل َأنِّي‬
ُ ‫ت تَ َكهَّ ْن‬ َ َ‫ال َأبُو بَ ْك ٍر َو َما هُ َو ق‬
ُ ‫ال ُك ْن‬ َ َ‫ال لَهُ ْال ُغاَل ُم َأتَ ْد ِري َما هَ َذا فَق‬
َ َ‫فَق‬
ْ َ‫خَ َد ْعتُهُ فَلَقِيَنِي فََأ ْعطَانِي بِ َذلِكَ فَهَ َذا الَّ ِذي َأ َك ْلتَ ِم ْنهُ فََأدْخَ َل َأبُو بَ ْك ٍر يَ َدهُ فَقَا َء ُك َّل َش ْي ٍء فِي ب‬
‫طنِ ِه‬

“Abu Bakar Ash Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa mengeluarkan kharraj (setoran untuk
majikan) padanya. Abu Bakar biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang dengan sesuatu, yang
akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak berkata: ‘Apakah anda tahu dari mana makanan ini?’.
Abu Bakar bertanya : ‘Dari mana?’ Ia menjawab : ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi dukun yang
menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya menipunya. Lalu si pasien itu
menemuiku dan memberi imbalan buatku. Nah, yang anda makan saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu
Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulutnya hingga keluarlah semua yang ia makan” (HR. Bukhari).

Ibadallah, Perhatikanlah kisah ini!! Sesuatu makanan yang hukum asalnya halal masuk ke mulut Abu
Bakar, namun ketika ia mengetahui hal itu berasal dari harta yang haram, maka Abu Bakar memasukkan jarinya
ke mulutnya agar ia dapat memuntahkan makanan tersebut. Ibadallah, Pada hari ini kita melihat ada orang-orang
yang meneguk makanan dari harta yang jelas-jelas haramnya, siang dan malam hasil dari yang haram itu selalu
melewati tenggorokannya, ia penuhi perutnya, perut istri dan anaknya, tidakkah orang-orang yang demikian ini
takut kepada Allah!! Tidakkah kita bertakwa kepada Allah wahai hamba Allah sekalian.

Ya Allah, perbaikilah mata pencarian kami. Ya Allah, perbaikilah mata pencarian kami. Ya Allah,
perbaikilah mata pencarian kami. Ya Allah, perbaikilah hati dan amalan kami. Ya Allah sucikanlah harta-harta
kami wahai Tuhan kami. Ya Allah, jauhkanlah kami dari perkara yang haram dan syubhat. Berilah kami taufik
agar tidak terjatuh dalam perkara syubhat, terlebih lagi ke dalam perkara yang haram. Ya Allah, jangan Engkau
serahkan diri kami kepada diri kami sendiri walaupun hanya sekejap. Kepada-Mu lah kami berserah diri.
Jauhkanlah kami dari memakan yang haram, karena Nabi-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ت فَالنَّا ُر َأوْ لَى بِ ِه‬


ٍ ْ‫ُكلُّ َج َس ٍد نَبَتَ ِم ْن سُح‬

“Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka nerakalah yang pantas untuknya.”
2. ” Tiga Perkara Yang Diridhai Allah Subhanahuwata’ala”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, Rabb yang telah
mengutus kepada kita sebaik-baik utusan dan menurunkan sebaik-baik kitab suci. Saya bersaksi bahwasanya tidak
ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wata’ala semata yang
memiliki al-asmaul husna. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba
dan utusan-Nya yang telah menyampaikan risalah dengan penuh amanah sehingga meninggalkan umat ini di atas
agama yang jelas. Tidak ada satu kebaikan pun kecuali umat telah diajak kepadanya. Tidak ada satu kejelekan pun
kecuali umat ini telah diingatkan darinya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad beserta keluarganya, para sahabatnya, dan kaum muslimin yang mengikuti petunjuknya.

Hadirin rahimakumullah, Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan


sebenar-benar takwa dan marilah kita menjadi hambahamba- Nya yang bersaudara. Yaitu bersaudara karena iman
yang diwujudkan dengan saling mencintai, kasih sayang, dan tolong-menolong dalam kebenaran serta saling
menasihati dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah, Al-Imam Ahmad dan al-Imam Muslim rahimahumallah


meriwayatkan dengan lafadz yang semakna dari jalan sahabat Abu Hurairah z dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam  bahwa beliau bersabda,

‫ْ¬¬ل‬
ِ ‫ص ُموا بِ َحب‬ ِ َ‫ضى لَ ُك ْم َأ ْن تَ ْعبُ ُدوهُ َوالَ تُ ْش ِر ُكوا بِ ِه َش ْيًئا َوَأ ْن تَ ْعت‬
َ ْ‫ فَيَر‬،‫ضى لَ ُك ْم ثَالَثًا َويَ ْك َرهُ لَ ُك ْم ثَالَثًا‬
َ ْ‫ِإ َّن هللاَ يَر‬
‫ضا َعةَ ْال َما ِل‬ َ ‫ال َو َك ْث َرةَ السَُّؤا ِل َوِإ‬ َ ِ‫َاصحُوا َم ْن َوالَّهُ هللاُ َأ ْم َر ُك ْم؛ َويَ ْك َرهُ لَ ُك ْم ق‬
َ َ‫يل َوق‬ ِ ‫هللاِ َج ِميعًا َوالَ تَفَ َّرقُوا َوَأ ْن تُن‬

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala meridhai untuk kalian tiga hal dan membenci dari kalian dari
tiga hal: Allah Subhanahu wata’ala meridhai kalian agar beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya
dengan apa pun; berpegang kuat dengan agama Allah Subhanahu wata’alasemuanya (bersatu) dan tidak
berceraiberai; serta agar menasihati orang yang Allah telah jadikan sebagai penguasa bagi kalian. (Dan Allah)
membenci kalian dari mengatakan (setiap apa yang) dikatakan (kepada kalian), banyak bertanya, dan membuang-
buang harta.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Hadirin rahimakumullah, Di dalam hadits yang mulia ini, Nabi Muhammad memberitakan bahwa
Allah Subhanahu wata’alameridhai kita untuk memiliki tiga sifat yang dengannya seseorang akan berbahagia di
dunia dan akhirat. Sifat-sifat tersebut adalah: Yang pertama adalah agar kita memperbaiki akidah dengan
memurnikan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala dan berlepas diri dari berbagai jenis kesyirikan. Ini
adalah perkara pertama yang harus diperhatikan. Sebab, akidah merupakan ondasi yang dibangun di atasnya
amalan seseorang. Apabila baik akidahnya, akan bernilai sebagai ibadah dan akan bermanfaat amal salehnya.
Adapun jika rusak akidahnya, amalannya tidak bermanfaat dan tidak bernilai di sisi Allah Subhanahu wata’ala.
Oleh karena itu, seluruh rasul diperintah untuk mengajak pada perbaikan akidah sebelum hal yang lainnya. Setiap
rasul mengatakan,
ُ‫ال يَا قَوْ ِم ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َما لَ ُكم ِّم ْن ِإ ٰلَ ٍه َغ ْي ُره‬
َ َ‫فَق‬

“Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Rabb bagimu selain- Nya.” (al-A’raf: 59)
Perkara kedua yang Allah Subhanahu wata’ala ridha terhadap hamba-Nya adalah agar kaum muslimin bersatu di
atas agama-Nya dan meninggalkan perpecahan. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengikuti jalan yang satu,
yaitu jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Kita tidak boleh berpecah belah dalam
akidah dan ibadah serta dalam hal yang berkaitan dengan hukum-hukum agama. Meskipun tidak dimungkiri
bahwa berbeda dan berselisih adalah sifat dan tabiat manusia, namun hal tersebut tidak berarti diperbolehkan.
Allah Subhanahu wata’ala telah memberikan jalan keluar ketika terjadi perselisihan, sebagaimana tersebut dalam
firman-Nya,

َ ¬ِ‫¬ر ۚ ٰ َذل‬
‫ك خَ ْي¬ ٌر َوَأحْ َس¬ ُن‬ ِ ¬‫َّس¬و ِل ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُ¬¬ونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَ¬¬وْ ِم اآْل ِخ‬
ُ ‫فَِإن تَنَازَ ْعتُ ْم فِي َش¬ ْي ٍء فَ¬ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوالر‬
‫تَْأ ِوياًل‬

“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa: 59)
Maka dari itu, jangan sampai kaum muslimin memiliki akidah dan ibadah yang berbeda-beda. Begitu pula tidak
boleh masing-masing menetapkan hukum, ini halal dan ini haram dari dirinya sendiri tanpa berdasarkan dalil dan
bimbingan ulama.

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, Perlu diketahui bahwa berpecah belah adalah sifat orang-orang
Yahudi dan Nasrani yang kita dilarang untuk  mengikuti jalan mereka sebagaimana tersebut dalam firman
Allah Subhanahu wata’ala,

َ ‫ق الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت‬


ُ‫َاب ِإاَّل ِمن بَ ْع ِد َما َجا َء ْتهُ ُم ْالبَيِّنَة‬ َ ‫َو َما تَفَ َّر‬

“Dan tidaklah berpecah belah orangorang yang didatangkan al-kitab kepada mereka (Yahudi dan Nasrani)
melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.” (al-Bayyinah: 4)
Di dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

َ ‫َات ۚ َوُأو ٰلَِئ‬


‫ك لَهُ ْم َع َذابٌ َع ِظي ٌم‬ ُ ‫اختَلَفُوا ِمن بَ ْع ِد َما َجا َءهُ ُم ْالبَيِّن‬
ْ ‫َواَل تَ ُكونُوا َكالَّ ِذينَ تَفَ َّرقُوا َو‬

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (imron: 105)
Dari ayat tersebut kita juga memahami bahwa perpecahan bukanlah rahmat. Justru perpecahan adalah azab dan
akan membuat kaum muslimin saling bermusuhan. Perpecahan akan mencegah kaum muslimin untuk saling
menolong dalam kebaikan.
Oleh karena itu, yang semestinya dilakukan oleh kaum muslimin agar menjadi umat yang satu, yaitu dengan
kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengikuti jalan Rasulullah n, baik dalam akidah, ibadah,
muamalah, maupun perselisihan yang terjadi di antara mereka.
Perlu diingat, agama kita adalah agama yang menjaga persatuan dan kebersamaan dalam banyak permasalahan,
seperti dalam bermasyarakat dan bernegara, maupun dalam menjalankan ibadah shalat, haji, berhari raya, dan yang
semisalnya.
Karena itu, sungguh memprihatinkan keadaan sebagian kaum muslimin yang berpecah-belah dalam
kelompokkelompok tertentu yang masing-masing bangga dengan kelompoknya serta fanatik buta membela
kelompoknya tanpa melihat benar atau salah.
Khutbah Kedua

‫ َوَأ ْش ¬هَ ُد َأ ْن‬.ُ‫ص ¬لُوْ ه‬ ِ َ‫ق ْال ُوصُوْ ِ¬ل ِإلَ ْي ِه لِي‬ ِ ‫ َوَأبَانَ آيَاتِ ِه لِيَع‬،ُ‫ق لِيَ ْعبُ ُدوْ ه‬
َ ‫ َو َسهَّ َل لَهُ ْم طَ ِر ْي‬،ُ‫ْرفُوْ ه‬ ْ ‫ق ْال‬
َ ‫خَل‬ َ َ‫ْال َح ْم ُد الَّ ِذيْ َخل‬
‫ َوَأ ْش¬هَ ُد َأ َّن نَبِيَّنَ¬¬ا َوِإ َما َمنَ¬¬ا َوقُ¬ ْد َوتَنَا‬،ٌ‫¬و َعلَى ُك¬¬لِّ َش¬ ْي ٍء قَ¬ ِد ْير‬ َ ¬ُ‫ك َولَهُ ْال َح ْم ُد َوه‬
ُ ‫ لَهُ ْال ُم ْل‬،ُ‫الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْيكَ لَه‬
ْ ‫ص¬لَّى هللاُ َعلَ ْي¬ ِه َو َعلَى آلِ¬ ِه َوَأ‬
‫ص¬ َحابِ ِه‬ َ ،‫ق لِيَ ُك¬¬وْ نَ لِ ْل َع¬¬الَ ِم ْينَ نَ¬ ِذ ْيرًا‬
ِّ ‫ َأرْ َسلَهُ هللاُ بِاْلهُدَى َو ِدي ِْن ْال َح‬،ُ‫ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬
,Ma’asyiral muslimin rahimakumullah:‫ َأ َّما بَ ْع ُد‬.‫سلِ ْي ًما َكثِ ْيرًا‬ ْ َ‫ان َو َسلَّ َم ت‬
ٍ ‫َوالتَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِِإحْ َس‬

Adapun perkara ketiga yang Allah Subhanahu wata’ala ridha untuk kita menjalankannya adalah
menegakkan nasihat terhadap penguasa dengan menaatinya, mendoakan kebaikan untuknya ataupun membantunya
untuk kebaikannya dan kebaikan masyarakatnya. Penguasa yang dimaksud adalah penguasa muslim yang sah yang
memimpin suatu negeri dan memiliki wilayah serta kekuatan, baik dia menjadi penguasa dengan cara dipilih
maupun cara yang lainnya. Allah Subhanahu wata’ala ridha kepada kaum muslimin untuk menaati pemerintah
dalam perkara yang ma’ruf serta untuk tidak melanggar aturan yang telah ditetapkannya selama tidak bertentangan
dengan syariat AllahSubhanahu wata’ala.
Begitu pula orang-orang yang mengemban amanat atau tugas dari penguasa, seperti para pegawai pemerintahan
atau yang semisalnya, wajib
bagi mereka untuk menjalankan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Tidakboleh baginya untuk memanfaatkan
tugas yang diembannya sebagai kesempatan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau orang-orang dekatnya
sehingga berlaku tidak adil dan merugikan masyarakat secara umum.

Hadirin rahimakumullah,
Perlu diingat pula bahwa adanya seorang pemimpin muslim bagi suatu masyarakat adalah karunia
Allah Subhanahu wata’ala yang sangat besar. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila suatu negara
tidak ada pemimpinnya. Tentu kekacauan, rasa tidak aman, dan ketakutan akan
menyelimuti negeri tersebut. Namun, tentu saja seorang pemimpin tidak akan menjadi sebab kebaikan ketika
masyarakat tidak mau menaatinya dan menghormatinya. Maka dari itu, sungguh hal ini merupakan prinsip-prinsip
yang sangat penting untuk dipahami dan diamalkan.
Demikianlah yang disebutkan dalam hadits yang mulia ini. Kandungannya akan mendatangkan kebaikan yang
besar jika kaum muslimin mengamalkannya dalam kehidupannya.
3. Manhaji ” Hubungan Antara Rakyat dan Pemerintah Dalam
Pandangan Islam “

 Manusia terfitrah sebagai makhluk sosial. Hidup mereka saling bergantung satu dengan yang lainnya.
Allah Subhanahu wata’ala menciptakan mereka dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lantas menjadikan
mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

ۚ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا خَ لَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang lakilaki dan perempuan, serta
menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kalian saling mengenal.” (al-Hujurat: 13)

Manakala menjalani kehidupannya dengan berbangsa-bangsa dan bersukusuku, secara sunnatullah


manusia membutuhkan pemimpin yang dapat mengurusi berbagai problem yang mereka hadapi. Itulah manusia,
makhluk Allah Subhanahu wata’ala yang mendapatkan kepercayaan dari-Nya untuk memakmurkan bumi ini.
Allah Subhanahu wata’ala mengaruniakan berbagai fasilitas kehidupan untuk mereka. Allah Subhanahu
wata’ala berfirman,

ٍ ِ‫ض¬ ْلنَاهُ ْم َعلَ ٰى َكث‬


‫¬ير ِّم َّم ْن خَ لَ ْقنَ¬ا‬ ِ ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِي ْالبَ¬رِّ َو ْالبَحْ¬ ِر َو َرزَ ْقنَ¬¬اهُم ِّمنَ الطَّيِّبَ¬¬ا‬
َّ َ‫ت َوف‬
ِ ‫تَ ْف‬
‫ضياًل‬

“Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam, Kami mengangkut mereka di daratan dan di
lautan, Kami memberi mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami melebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan.” (al-Isra’: 70)

َ‫ض ۗ َأِإ ٰلَهٌ َّم َع هَّللا ِ ۚ قَلِياًل َّما تَ َذ َّكرُون‬


ِ ْ‫ف السُّو َء َويَجْ َعلُ ُك ْم ُخلَفَا َء اَأْلر‬
ُ ‫َأ َّمن ي ُِجيبُ ْال ُمضْ طَ َّر ِإ َذا َدعَاهُ َويَ ْك ِش‬

“Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan ketika dia berdoa kepada-Nya, dan
yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai penguasa di bumi? Adakah
selainAllahsembahan yang lain?! Amat sedikitlah kalian dalam mengingat(Nya).” (an- Naml: 62)

Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tak membiarkan manusia hidup begitu saja. Berbagai
aturan hidup dan jalan yang terang pun Dia Subhanahu wata’ala berikan kepada merekasupaya berbahagia di
dunia dan di akhirat. Termasuk dalam hal hubungan antara rakyat dan pemerintahnya dalam konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

ۚ ‫لِ ُكلٍّ َج َع ْلنَا ِمن ُك ْم ِشرْ َعةً َو ِم ْنهَاجًا‬

“Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (al-Maidah: 48)
Rakyat dan Pemerintah, satu Kesatuan yang Tak Bisa Dipisahkan

Dalam Islam, rakyat selaku anggota masyarakat dan pemerintah selaku penguasa yang mengurusi
berbagai problem rakyatnya adalah kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Berbagai program yang dicanangkan oleh
pemerintah tak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dan sambutan ketaatan dari rakyat. Berbagai problem
yang dihadapi oleh rakyat juga tak akan usai tanpa kepedulian dari pemerintah. Gayung bersambut antara
pemerintah dan rakyatnya menjadi satu ketetapan yang harus dipertahankan.

Ka’b al-Akhbar rahimahumallah berkata, “Perumpamaan antara Islam, pemerintah, dan rakyat laksana


kemah, tiang, dan tali pengikat berikut pasaknya. Kemah adalah Islam, tiang adalah pemerintah, sedangkan tali
pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Tidaklah mungkin masingmasing dapat berdiri sendiri tanpa yang lainnya.”
(Uyunul Akhbar karya al-Imam Ibnu Qutaibah 1/2)

Maka dari itu, hubungan yang baik antara rakyat dan pemerintahnya, dengan saling bekerja sama di atas
Islam dan saling menunaikan hak serta kewajiban masing-masing, akan menciptakan kehidupan yang tenteram,
aman, dan sentosa. Betapa indahnya bimbingan Islam dalam masalah ini. Sebuah aturan hidup dan jalan yang
terang bagi manusia. Namun, ada pihak-pihak yang tak rela dengan semua itu. Salah satunya adalah Taqiyuddin
an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir (HT). Dia menyatakan, “Oleh karena itu, menyerang seluruh bentuk interaksi
yang berlangsung antaranggota masyarakat dalam rangka memengaruhi masyarakat tidaklah cukup, kecuali
dengan menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dan rakyatnya, harus digoyang
dengan kekuatan penuh, dengan cara diserang sekuat-kuatnya dengan penuh keberanian.” (Mengenal HT, hlm. 24
dan Terjun ke Masyarakat, hlm. 7)

Lebih dari itu, dia mengungkapkan, “Keberhasilan gerakan diukur dengan kemampuannya untuk
membangkitkan rasa ketidakpuasan (kemarahan) rakyat dan kemampuannya untuk mendorong mereka
menampakkan kemarahannya itu setiap kali mereka melihat penguasa atau rezim yang ada menyinggung ideologi,
atau mempermainkan ideologi itu sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsu penguasa.” (Pembentukan Partai
Politik Islam, hlm. 35—36)

Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ ‫ْ¬ري فَقَ¬ ْد َأطَ¬ا َعنِي َو َم ْن ع‬


‫َص¬ى‬ ِ ‫ َو َم ْن َأطَ¬ا َع َأ ِمي‬،َ‫َص¬ى هللا‬ َ ‫ َو َم ْن ع‬،َ‫َم ْن َأطَا َعنِي فَقَ ْد َأطَ¬ا َع هللا‬
َ ‫َص¬انِي فَقَ¬ ْد ع‬
َ ‫َأ ِمي ِْري فَقَ ْد ع‬
‫َصانِي‬

“Barang siapa menaatiku, ia telah menaati Allah Subhanahu wata’ala. Barang siapa menentangku, ia
telah menentang Allah l. Barang siapa menaati pemimpin (umat)ku, ia telah menaatiku; dan barang siapa
menentang pemimpin (umat)ku, ia telah menentangku.” (HR. al-Bukhari no. 7137 dan Muslim no. 1835, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahumallah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat penjelasan
tentang kewajiban menaati penguasa dalam hal-hal yang bukan kemaksiatan. Hikmahnya adalah menjaga
persatuan dan kesatuan (umat). Sebab, perpecahan mengandung kerusakan.” (Fathul Bari13/120)

Jika Pemerintah Melakukan Kemaksiatan

Bagaimanakah jika pemerintah melakukan kemaksiatan, bahkan memerintahkannya? Apakah rakyat


melepaskan ketaatan kepadanya secara total dan memberontaknya? Pemerintah adalah manusia biasa yang
terkadang jatuh pada dosa. Ketika mereka melakukan kemaksiatan, bahkan memerintahkannya, setiap pribadi
muslim harus membenci perbuatan maksiat tersebut dan tidak boleh menaatinya dalam hal itu. Akan tetapi, ia
tetap berkewajiban mendengar dan menaatinya dalam hal yang ma’ruf (kebajikan), serta tidak boleh memberontak
karenanya. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah berkata, “Maka dari itu, umat Islam wajib menaati
pemerintah dalam hal yang ma’ruf (kebaikan), tidak dalam hal kemaksiatan. Jika mereka memerintahkan
kemaksiatan, tidak boleh ditaati. Akan tetapi, mereka tetap tidak boleh memberontak karenanya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,

ِ ‫ فَ ْليَ ْك َر ْه َما يَْأتِي ِم ْن َمع‬،ِ‫صيَ ِة هللا‬


ِ ¬‫ْص ¬يَ ِة هللاِ َواَل يَ ْن‬
‫¬زع ََّن يَ ¬دًا ِم ْن‬ ِ ‫ فَ َرآهُ يَْأتِي َش ْيًئا ِم ْن َم ْع‬،‫َألَا َم ْن َولِ َي َعلَ ْي ِه َوا ٍل‬
‫طَا َع ٍة‬

“Ingatlah, barang siapa mempunyai seorang penguasa lalu melihatnya berbuat kemaksiatan, hendaknya
ia membenci perbuatan maksiat yang dilakukannya itu, namun jangan sekali-kali melepaskan ketaatan (secara
total) kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855, Ahmad 4/24, dan ad-Darimi no. 2797, dari Auf bin Malik al-
Asyja’i radhiyallahu ‘anhu)

ً‫ َماتَ ِميتَةً َجا ِهلِيَّة‬، َ‫ق ْال َج َما َعةَ فَ َمات‬ َ َ‫َم ْن خَ َر َج ِمنَ الطَّا َع ِة َوف‬
َ ‫ار‬

“Barang siapa keluar dari ketaatan (terhadap pemerintah) dan memisahkan diri dari al-jamaah lalu
mati, niscaya matinya dalam keadaan jahiliah (di atas kesesatan, tidak punya pemimpin yang ditaati, pen.).” (HR.
Muslim no. 1848, an-Nasa’i no. 4114, Ibnu Majah no. 3948, dan Ahmad 2/296, dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu)

ِ ‫ فَ¬ِإ ْن ُأ ِم¬ َر بِ َمع‬،‫ْص¬يَ ٍة‬


‫ فَاَل َس¬ ْم َع‬،‫ْص¬يَ ٍة‬ ِ ‫ ِإاَّل َأ ْن يُْؤ َم َر بِ َمع‬،َ‫َعلَى ْال َمرْ ِء ْال ُم ْسلِم ال َّس ْم ُع َوالطَّا َعةُ فِي َما َأ َحبَّ َو َك ِره‬
َ‫َواَل طَا َعة‬

“Setiap pribadi muslim wajib mendengar dan menaati (pemerintahnya) dalam hal yang dia sukai dan
yang tidak disukai, kecuali jika diperintah untuk melakukan kemaksiatan. Jika dia diperintah untuk melakukan
kemaksiatan, tidak ada mendengar dan ketaatan kepadanya (dalam hal itu, pen.).” (HR. al-Bukhari no. 7144,
Muslim no. 1839, at-Tirmidzi no. 1707, Abu Dawud no. 2626, Ibnu Majah no. 2864, dan Ahmad 2/142, dari
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu) (Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz 8/201—203)
Asy-Syaikh Abdus Salam Barjas rahimahumallah berkata, “Hadits ini tidak memaksudkan tidak menaati
pemerintah secara total ketika mereka memerintahkan kemaksiatan. Akan tetapi, yang dimaksud adalah wajib
menaati pemerintah secara total selain dalam hal kemaksiatan. Ketika demikian, tidak boleh didengar dan ditaati.”
(Mu’amalatul Hukkam, hlm. 117)

Al-Imam al-Mubarakfuri rahimahumallah berkata, “Hadits ini mengandung faedah bahwa jika seorang


penguasa memerintahkan sesuatu yang bersifat sunnah atau mubah, wajib ditaati.” (Tuhfatul Ahwadzi5/365)

Jika Pemerintah Mementingkan Diri Sendiri

Bagaimanakah jika pemerintah mementingkan dirinya sendiri? Misalnya, memperkaya diri, korupsi, tidak
memedulikan kesejahteraan rakyat, bahkan berbuat zalim? Menyikapi hal ini, setiap pribadi muslim hendaknya
bersabar dan tetap menunaikan hak-hak pemerintah yang harus ditunaikan. Dia memohon kepada
Allah Subhanahu wata’ala haknya yang tidak dipedulikan oleh pemerintah dan tidak memberontak kepadanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َّ ¬‫ تُ¬¬َؤ ُّدونَ ْال َح‬:‫ فَ َما تَْأ ُم ُرنَا؟ قَ¬¬ا َل‬،ِ‫ُول هللا‬
َ‫ َوت َْس¬َألُون‬،‫ق الَّ ِذي َعلَ ْي ُك ْم‬ َ ‫ يَا َرس‬:‫ قَالُوا‬.‫ون َأثَ َرةٌ َوُأ ُمو ٌر تُ ْن ِكرُونَهَا‬
ُ ‫َستَ ُك‬
‫هللاَ الَّ ِذي لَ ُك ْم‬

“Akan ada perbuatan mementingkan diri sendiri (mengumpulkan harta dan tidak memedulikan
kesejahteraan rakyat) pada pemerintah dan hal lain yang kalian ingkari.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami (jika mendapati kondisi tersebut, pen.)?”

Beliau bersabda, “Hendaknya kalian menunaikan hak (pemerintah) yang wajib kalian tunaikan, dan
mohonlah kepada Allah Subhanahu wata’ala hak kalian.” (HR. al-Bukhari no. 3603 dan Muslim no. 1843, dari
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

‫اطي ِْن فِي‬


ِ َ‫الش ¬ي‬ َ ‫ الَ يَ ْهتَ ُدونَ بِهُد‬،ٌ‫ون بَ ْع ِديْ َأِئ َّمة‬
َّ ُ‫ َو َسيَقُوْ ُم فِ ْي ِه ْم ِر َجا ٌل قُلُ¬¬وْ بُهُ ْم قُلُ¬¬وْ ب‬،‫ َوالَ يَ ْستَنُّوْ نَ بِ ُسنَّتِ ْي‬،‫َاي‬ ُ ‫يَ ُك‬
‫ب‬
َ ‫ض ¬ ِر‬ُ ‫ َوِإ ْن‬،‫ تَ ْس َم ُع َوتُ ِطي ُع لَِأْل ِمي ِْر‬:‫ال‬
َ َ ‫ك؟ ق‬ َ ِ‫ت َذل‬ ُ ‫ ِإ ْن َأ ْد َر ْك‬،ِ‫ َك ْيفَ َأصْ نَ ُع يَا َرسُو َل هللا‬:‫ت‬ ُ ‫ال ( ُح َذ ْيفَةُ) قُ ْل‬
َ َ ‫ ق‬.‫س‬ ِ ‫ج ُْث َم‬
ٍ ‫ان ِإ ْن‬
! ‫ فَا ْس َم ْع َوَأ ِط ْع‬، َ‫ظَ ْهرُكَ َوُأ ِخ َذ َمالُك‬

“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti
cara/ jalanku. Akan ada pula di antara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan dalam jasad
manusia.” Hudzaifah z berkata, “Apa yang aku perbuat bila mendapatinya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut! Walaupun punggungmu
dicambuk dan hartamu dirampas, (tetap) dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim no. 1847,
dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu)
Apabila berbagai bimbingan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas dicermati, semuanya menunjukkan
bahwa rakyat dan pemerintah adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Dengan penuh hikmah,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan bimbingan bahwa berbagai penentangan dan pemberontakan
terhadap pemerintah bukanlah solusi untuk mendapatkan hak atau memperkecil ruang lingkup kejelekan yang
dilakukan oleh pemerintah.

Solusinya justru sebaliknya. Bersabar dengan berbagai kejelekan itu, menaati mereka dalam hal yang
ma’ruf (kebajikan) dan tidak menaati mereka dalam hal kemaksiatan, menunaikan hak mereka dan memohon
kepada Allah Subhanahu wata’ala hak yang tidak dipedulikan oleh pemerintah, serta tidak menentang dan tidak
memberontak terhadap mereka.

Berbagai bimbingan itu beliau n sampaikan agar hubungan (kesatuan) antara rakyat dan pemerintahnya
senantiasa utuh, tak terkoyak, dan tercerai-berai. Sebab, manakala hubungan (kesatuan) itu terkoyak dan
terceraiberai, kerusakan dan musibah besarlah yang terjadi.

Al-Imam Ibnu Abil ‘Iz al-Hanafi rahimahumallah berkata, “Kewajiban menaati pemerintah tetap berlaku
walaupun mereka berbuat jahat. Sebab, menentang (tidak menaati) mereka dalam hal yang ma’ruf (kebaikan) akan
mengakibatkan kerusakan yang jauh lebih besar dari kejahatan yang mereka lakukan. Bersabar terhadap kejahatan
mereka justru mendatangkan ampunan dari segala dosa dan pahala yang berlipat dari Allah Subhanahu wata’ala.”
(Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 368)

Al-Imam al-Barbahari rahimahumallah berkata, “Ketahuilah, kejahatan penguasa tidaklah menghapuskan


kewajiban (menaati mereka, -pen.) yang Allah Subhanahu wata’ala wajibkan melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu
‘alaihi wasallam. Kejahatannya akan kembali kepada dirinya sendiri, sedangkan kebaikan-kebaikan yang engkau
kerjakan bersamanya mendapat pahala yang sempurna,insya Allah. Kerjakanlah shalat berjamaah, shalat Jum’at,
dan jihad bersama mereka. Berperan sertalah bersamanya pada seluruh jenis ketaatan (yang dipimpinnya).”
(Thabaqat al-Hanabilah karya al-Imam Ibnu Abi Ya’la rahimahumallah 2/36, dinukil dari Qa’idah
Mukhtasharah, hlm.14)

Merajut Hubungan Antara Rakyat dan Pemerintah

Gesekan antara rakyat dan pemerintah merupakan fenomena yang sering terjadi. Penyebabnya terkadang
dari pihak rakyat dan terkadang dari pihak pemerintah. Demikianlah manusia, tak ada yang sempurna. Kelalaian
sering kali menghinggapinya walaupun telah berilmu tinggi dan berkedudukan mulia. Menurut Islam, hubungan
yang baik antara rakyat dan pemerintah merupakan satu kemuliaan. Karena itu, gesekan yang terjadi di antara
mereka pun termasuk sesuatu yang tercela dan harus segera diselesaikan.

Tak mengherankan apabila banyak ayat al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang
menjelaskan seputar masalah ini. Para ulama yang mulia pun tiada henti mengingatkannya. Petuah dan bimbingan
mereka terukir dalam kitab-kitab yang terkenal. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
‫اس َأن تَحْ ُك ُم¬¬وا بِ ْال َع¬ ْد ِل ۚ ِإ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُكم‬ ِ َّ‫ت ِإلَ ٰى َأ ْهلِهَ¬¬ا َوِإ َذا َح َك ْمتُم بَ ْينَ الن‬ ِ ‫ِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأن تَُؤ ُّدوا اَأْل َمانَا‬
‫ُأ‬
‫¬ر ِمن ُك ْم ۖ فَ ¬ِإن تَنَ¬¬ازَ ْعتُ ْم‬ ِ ¬‫َّس ¬و َل َو ولِي اَأْل ْم‬ ُ ‫صيرًا () يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا الر‬ ِ َ‫بِ ِه ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َس ِميعًا ب‬
‫ك َخ ْي ٌر َوَأحْ َس ُن تَْأ ِوياًل‬َ ِ‫ُول ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذل‬
ِ ‫فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرس‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkannya dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), serta
ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah
(al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Hal itu
lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’: 58—59)

Ayat pertama di atas berkaitan dengan pemerintah agar menjalankan amanat kepemimpinan yang
diemban dengan sebaik-baiknya. Adapun ayat yang kedua berkaitan dengan rakyat agar mereka taat kepada
pemerintahnya. Dengan dilaksanakannya hak dan kewajiban oleh setiap pihak, akan terajut hubungan yang baik di
antara mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallah berkata, “Menurut para ulama, ayat pertama (dari dua
ayat di atas) turun berkaitan dengan pemerintah (ulil amri), agar mereka menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkannya dengan adil.

Adapun ayat yang kedua turun berkaitan dengan rakyat, baik dari kalangan militer maupun sipil, supaya
senantiasa menaati pemerintahnya dalam hal pembagian (jatah), keputusan/ kebijakan, komando perang, dan
lainnya. Berbeda halnya jika mereka memerintahkan kemaksiatan, rakyat tidak boleh menaati makhluk
(pemerintah tersebut) dalam hal bermaksiat kepada Al-Khaliq (AllahSubhanahu wata’ala). Jika terjadi perbedaan
pendapat antara pemerintah dan rakyatnya dalam suatu perkara, hendaknya semua pihak merujuk kepada al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun, jika pemerintah tidak mau menempuh jalan
tersebut, rakyat masih berkewajiban menaatinya dalam hal yang tergolong ketaatan kepada Allah Subhanahu
wata’ala dan Rasul-Nya. Sebab, ketaatan kepada pemerintah dalam hal ketaatan adalah bagian dari ketaatan
kepada AllahSubhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula hak mereka
(pemerintah), tetap harus dipenuhi (oleh rakyatnya), sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu
wata’ala dan Rasul- Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

ِ ‫اونُوا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َعا َونُوا َعلَى اِإْل ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫َوتَ َع‬

‘Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksa- Nya’ (al-Maidah: 2).” (Majmu’ Fatawa 28/245—246)
Di antara hal penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar hubungan mereka dengan rakyat
senantiasa terajut dengan baik ialah berlaku adil dan memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Sebab, semua itu
adalah amanat yang kelak dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Subhanahu wata’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫اع َوهُ َو َم ْسُئو ٌل َع ْنهُ ْم‬ ِ َّ‫ فَاَأْل ِمي ُر الَّ ِذي َعلَى الن‬،‫اع فَ َم ْسُئو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ٍ ‫اس َر‬ ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬

“Setiap kalian adalah pemimpin, yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang
penguasa yang memimpin manusia (rakyat) adalah pemimpin, dan dia bertanggung jawab terhadap
mereka.” ( HR. al-Bukhari no. 2554, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu)

َ‫ ِإاَّل َح َّر َم هللاُ َعلَ ْي ِه ْال َجنَّة‬،‫وت َوهُ َو غَاشٌّ لِ َر ِعيَّتِ ِه‬ ُ ‫ يَ ُم‬،ً‫َما ِم ْن َع ْب ٍد يَ ْستَرْ ِعي ِه هللاُ َر ِعيَّة‬
ُ ‫وت يَوْ َم يَ ُم‬

“Tidaklah seorang hamba diberi amanat sebuah kepemimpinan oleh Allah Subhanahu wata’ala, lalu
meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, melainkan Allah Subhanahu
wata’alamengharamkan baginya surga.” (HR. Muslim no. 227, dari Ma’qil bin Yasar al-Muzani radhiyallahu
‘anhu)

Apabila pemerintah berlaku adil dalam mengemban amanat kepemimpinan tersebut, Allah Subhanahu
wata’ala akan menganugerahinya sebuah naungan di hari kiamat, hari ketika manusia sangat membutuhkan
naungan dari terik matahari yang amat menyengat di Padang Mahsyar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,

‫ ِإ َما ٌم عَا ِد ٌل‬:ُ‫ يَوْ َم الَ ِظ َّل ِإاَّل ِظلُّه‬،‫َس ْب َعةٌ يُ ِظلُّهُ ُم هللاُ يَوْ َم القِيَا َم ِة فِي ِظلِّ ِه‬

“Ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan (Arsy) Allah Subhanahu wata’ala pada hari kiamat,
hari yang tidak ada naungan melainkan naungan dari-Nya; penguasa yang adil….” (HR. al-Bukhari no. 6806,
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Adapun hal penting yang harus diperhatikan oleh rakyat agar hubungan mereka dengan pemerintah
senantiasa terajut dengan baik adalah memuliakan pemerintah, menaati mereka dalam hal kebajikan, dan
membangun kerja sama yang baik dengan mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,

‫ َو َم ْن َأهَانَ س ُْلطَانَ هللاِ فِي ال ُّد ْنيَا َأهَانَهُ هللاُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬،‫ َأ ْك َر َمهُ هللاُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬،‫َم ْن َأ ْك َر َم س ُْلطَانَ هللاِ ِفي ال ُّد ْنيَا‬

“Barang siapa memuliakan penguasa (yang diberi amanat oleh) Allah Subhanahu wata’ala di dunia,
niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan memuliakannya di hari kiamat. Barang siapa menghinakan penguasa
(yang diberi amanat oleh) Allah Subhanahu wata’ala di dunia, niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan
menghinakannya di hari kiamat.” (HR. Ahmad 5/42, 48—49, dari Abu Bakrahradhiyallahu ‘anhu, dinyatakan
hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah 5/376)
Al-Imam Sahl bin Abdullah at- Tustari rahimahumallah berkata, “Manusia (rakyat) akan senantiasa
dalam kebaikan selama memuliakan pemerintah dan ulama. Jika mereka memuliakan keduanya, niscaya
Allah Subhanahu wata’ala akan memperbaiki urusan dunia dan akhirat mereka. Namun, jika mereka menghinakan
keduanya, sungguh Allah Subhanahu wata’ala akan menjadikan jelek urusan dunia dan akhirat mereka.” (Tafsir
al-Qurthubi 5/260—261)

Kala pemerintah terjatuh dalam kesalahan dan kemungkaran, hendaknya diingatkan dengan cara yang
terbaik. Tidak dengan cara demonstrasi, orasi di mimbar-mimbar, atau menghujatnya di media.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ فَِإ ْن قَبِ َل‬،‫ َولَ ِك ْن يَْأ ُخ ُذ بِيَ ِد ِه فَيَ ْخلُو بِ ِه‬،ً‫ان فَاَل يُ ْب ِد ِه َعاَل نِيَة‬
ٍ َ‫ص َح لِ ِذي س ُْلط‬
َ ‫َم ْن َأ َرا َد َأ ْن يَ ْن‬

Adapun hal penting yang harus diperhatikan oleh rakyat agar hubungan mereka dengan pemerintah
senantiasa terajut dengan baik adalah memuliakan pemerintah, menaati mereka dalam hal kebajikan, dan
membangun kerja sama yang baik dengan mereka.

‫ َوِإاَّل َكانَ قَ ْد َأ َّدى الَّ ِذي َعلَ ْي ِه‬،‫ك‬


َ ‫ِم ْنهُ فَ َذا‬

“ Barang siapa hendak menasihati orang yang mempunyai kekuasaan (pemerintah), janganlah
menyampaikannya secara terangterangan. Namun, dia mengambil tangannya dan menyampaikan nasihat tersebut
secara pribadi. Jika (pemerintah itu) mau menerima nasihatnya, itu yangdiharapkan. Jika tidak, sungguh dia
telah menyampaikan kewajiban yang ditanggungnya.” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah dari Iyadh bin
Ghunm al-Fihri radhiyallahu ‘anhu, dinyatakan sahih oleh asy- Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah Fi
Takhrijis Sunnah no. 1096)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah berkata, “Bukan termasuk manhaj salaf menyebarkan
kejelekan-kejelekan pemerintah dan menyampaikannya di mimbar/forum publik. Sebab, hal itu akan
mengantarkan kepada kekacauan dan hilangnya ketaatan kepadanya dalam hal yang ma’ruf (kebajikan). Selain itu,
tindakan tersebut akan mengantarkan kepada hal-hal yang membahayakan (rakyat) dan tidak ada manfaatnya.
Adapun cara yang dijalani oleh as-salaf (pendahulu terbaik umat ini) adalah menyampaikan nasihat secara pribadi
kepada pemerintah, menulisnya dalam bentuk surat, atau menyampaikannya kepada ulama agar bisa diteruskan
kepada yang bersangkutan dengan cara yang terbaik.” (Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz 8/210)

Termasuk hal penting yang harus diperhatikan oleh rakyat adalah tidak mengambil alih tugas yang
menjadi kewenangan pemerintah, seperti mengingkari kemungkaran dengan kekuatan, sweepingkemaksiatan,
penentuan awal Ramadhan dan hari raya, serta yang semisalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa
ormas yang mengatasnamakan Islam. Wallahul musta’an.

Al-Imam Abu Abdillah bin al- Azraq rahimahumallah—ketika menyebutkan beberapa bentuk


penentangan terhadap pemerintah—berkata, “Penentangan yang ketiga adalah menyempal dari pemerintah dengan
cara mengambil alih tugas yang menjadi kewenangannya. Yang paling besar kerusakannya adalah mengingkari
kemungkaran (dengan kekuatan, - pen.) yang tidak boleh dilakukan oleh selain pemerintah. Apabila perbuatan itu
dibiarkan, niscaya hal ini akan berkembang dan justru dilakukan terhadap pemerintah. Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, bahwa termasuk dari siyasah (politik syar’i) adalah segera menangani orang yang gemar
melakukan perbuatan menyempal itu.” (Bada’ius Sulk fi Thiba’il Mulk 2/45, dinukil dari Mu’amalatul
Hukkam,hlm. 189)

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah berkata, “Adapun dalam hal yang di luar kekuasaan dan
kewenangannya, seseorang tidak boleh melakukan perbuatan mengubah kemungkaran dengan kekuatan. Sebab,
jika dia mengubah kemungkaran dengan kekuatan terhadap pihak-pihak yang berada di luar kekuasaan dan
kewenangannya, akan muncul kejelekan yang lebih besar.

Selain itu, akan memunculkan problem besar antara dia dan orang lain, serta antara dia dan pemerintah.”
(Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz 8/208) Demikianlah catatan penting tentang hubungan rakyat dan
pemerintah menurut pandangan Islam. Semoga hal ini menjadi titian emas bagi pemerintah dan rakyat untuk
menuju kehidupan yang tenteram, aman, dan sentosa yang diberkahi oleh Allah l. Amin….

4 .Menyambut Awal Syawal


Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, Kini kita tengah berada di Jum’at kedua bulan Syawal 1431 H.
Delapan hari sudah Ramadhan meninggalkan kita. Tanpa adanya kepastian apakah di tahun mendatang kita masih
bisa berjumpa dengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya,
ataukah justru Allah telah memanggil kita. Kita juga tidak pernah tahu dan tidak pernah mendapat kepastian
apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT atau tidak. Dua ketidakpastian inilah
yang membuat sebagian salafus shalih berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga Rabiul Awal agar
ibadahnya selama bulan Ramadhan diterima, lalu dari Rabiul Awal hingga sya’ban berdoa agar dipertemukan
dengan bulan Ramadhan berikutnya.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, Arti syawal adalah peningkatan. Demikianlah seharusnya. Paska
Ramadhan, diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat taqwa, menjadi muttaqin. Hingga mulai bulan
Syawal kualitasnya meningkat. Kualitas ibadah, juga kualitas diri seseorang. Bukankah orang kemuliaan
seseorang tergantung pada ketaqwaannya?

‫ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُكم‬


…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu ialah orang yang paling bertaqwa… (QS. Al-Hujurat :
13)
Akan tetapi, yang kita lihat di masyarakat justru sebaliknya. Syawal menjadi bulan penurunan. Penurunan
ibadah, juga penurunan kualitas diri. Diantara indikatornya yang sangat jelas adalah perayaan idul Fitri dengan
musik dan tarian, dibukanya tempat-tempat hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu
justru langsung ramai sejak hari pertama bulan Syawal. Na’udzubillah! Lalu setelah itu, masjid-masjid akan
kembali sepi dari jamaah shalat lima waktu. Umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali “membudaya”.
Bukankah ini semua bertolak belakang dengan arti Syawal? Bukankah ini seperti mengotori kain putih yang
tadinya telah dicuci dengan sebaik-baiknya? Jadilah ia kembali penuh noda. Jadilah ia kembali menghitam dan
semakin memburam.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, Fenomena itu sesungguhnya juga menunjukkan kepada kita,
bahwa puasa orang yang demikian tidak berhasil. Tidak mampu mengantarkan seseorang meraih derajat taqwa,
atau mendekatinya. Fenomena itu menjadi indikator yang mudah diketahui oleh siapa saja yang mau
memperhatikan dengan seksama. Kita juga bisa menggunakan hadits Nabi sebagai kaidah yang seharusnya kita
perhatikan sebaik-baiknya: “Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka celakalah ia.”
Lalu bagaimana amal seorang muslim di bulan Syawal? Berangkat dari kaidah umum dari hadits Nabi
tersebut, dan sekaligus sejalan dengan makna syawal, maka harus ada peningkatan di bulan ini. Dan peningkatan
itu tidak lain adalah berangkat dari sikap istiqamah. Menetapi agama Allah, berjalan lurus di atas ajarannya.

‫صي ٌر‬ َ ‫ستَقِ ْم َك َما ُأ ِم ْرتَ َو َمنْ ت‬


ِ َ‫َاب َم َع َك َواَل تَ ْط َغ ْوا ِإنَّهُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬ ْ ‫فَا‬
Maka istiqamahlah kamu, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS.
Huud : 112)
Bentuk sikap istiqamah ini dalam amal adalah dengan mengerjakannya secara kontinyu, terus-menerus.

‫ب اَأل ْع َما ِل ِإلَى هَّللا ِ َما دَا َم َوِإنْ قَ َّل‬


َّ ‫ِإنَّ َأ َح‬
Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit (HR.
Bukhari dan Muslim)
Maka amal-amal yang telah kita biasakan di bulan Ramadhan, hendaknya tetap dipertahankan selama
bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Tilawah kita yang setiap hari. Shalat malam yang sebelumnya kita
selalu melaksanakan tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan shalat tahajud dan witirnya.
Infaq dan shadaqah yang telah kita lakukan juga kita pertahankan. Demikian pula nilai-nilai keimanan yang
tumbuh kuat di bulan Ramadhan. kita tak takut lapar dan sakit karena kita bergantung pada Allah selama puasa
Ramadhan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun untuk memastikan puasa kita berlangsung tanpa adanya
hal yang membatalkan sebab kita yakin akan pengawasan Allah (ma’iyatullah). Kita juga dibiasakan berlaku
ikhlas dalam puasa tanpa perlu mengumumkan puasa kita pada siapapun. Nilai keimanan yang meliputi keyakinan,
maiyatullah, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan semakin meningkat. Bukan
menipis tiba-tiba lalu hilang seketika!
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal
dibandingkan bulan-bulan lainnya. Akan tetapi, Allah telah memberikan kesempatan berupa satu amal khusus di
bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai tool dalam rangka meningkatkan ibadah dan
kualitas diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini adalah, kita akan diganjar dengan pahala
satu tahun jika kita mengerjakan puasa enam hari di bulan ini setelah sebulan penuh kita berpuasa Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda:
‫صيَ ِام ال َّد ْه ِر‬ ِ ُ‫ضانَ ثُ َّم َأ ْتبَ َعه‬
َ ْ‫ستًّا ِمن‬
ِ ‫ش َّوا ٍل َكانَ َك‬ َ ‫صا َم َر َم‬
َ ْ‫َمن‬
Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia
seperti berpuasa setahun. (HR. Muslim)

َ ‫ال َكانَ َك‬


‫ص ْو ِم ال َّد ْه ِر‬ ٍ ‫ش َّو‬ ِ ِ‫ضانَ ثُ َّم َأ ْتبَ َعهُ ب‬
َ ْ‫ستٍّ ِمن‬ َ ‫صا َم َر َم‬
َ ْ‫َمن‬
Barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, ia seperti puasa
setahun. (HR. Ibnu Majah, shahih)
Bagaimana pelaksanaannya? Apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan atau boleh tidak?
Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal boleh
dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keutamaan cara pertama atas cara kedua.
Sedangkan menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak
tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal. Lebih utama. Jadi, tidak ada madzhab yang tidak membolehkan puasa Syawal
di hari selain tanggal 2 sampai 7, selama masih di bulan Syawal. Ini artinya, bagi kita yang belum melaksanakan
puasa Syawal, masih ada kesempatan mengerjakannya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak berpuasa khusus di hari
Jum’at tanpa mengiringinya di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah yang juga diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah, Penurunan amal di bulan Syawal sekali lagi adalah hal yang
seharusnya kita hindarkan. Bulan Syawal justru pernah menjadi bulan perjuangan yang amat menentukan bagi
kaum muslimin. Itu terjadi pada tahun 5 H. Bulan Syawal kali itu merupakan bulan yang mendebarkan. Kaum
muslimin dikeroyok oleh pasukan multi nasional yang merupakan gabungan dari Quraisy, Ghatafan, dan lain-lain.
Karena itulah perang ini dikenal sebagai perang ahzab (gabungan/sekutu), disamping juga terkenal dengan sebutan
perang khandaq yang berarti parit, karena kaum muslimin menggunakan strategi membuat parit di sekeliling
Madinah untuk bertahan dan terbukti efektif, hingga pasukan ahzab tidak bisa menyerang masuk Madinah.
Penggalian parit atau khandaq ini adalah kerja keras yang luar biasa. Persatuan kaum muslimin benar-
benar terasa di sana. Begitupun keimanan mereka dan doa-doa yang khusyu’ semakin mendekatkan mereka
kepada Allah. Ditambah dengan catatan-catatan kepahlawanan mulai dari Nu’aim yang memecah belah pasukan
Ahzab dan bani Quraidzah yang berkhianat di belakang kaum muslimin, sampai keberanian dan kecerdasan
Hudzaifah Ibnul Yaman yang menerobos perkemahan pasukan Quraisy untuk mencari informasi. Benar-benar
peningkatan yang luar biasa paska Ramadhan. Lalu Allah menolong kaum muslimin dengan menurunkan angin
topas yang memporakporandakan perkemahan pasukan Qurasiy.
Itulah contoh betapa bulan Syawal tidak sepantasnya membuat ibadah dan kualitas diri kita turun. Justru
seharusnya, sesuai dengan makna syawal, maka kita harus mengalami peningkatan dengan berupaya istiqamah
serta meningkatkan kualitas ibadah dan diri, diantaranya dengan puasa Syawa
5. Tiga Jenis Ibadah Utama di Bulan Ramadhan
Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberikan banyak
kenikmatan sehingga tidak terhitung nilai dan jumlahnya. Nikmat tersebut dicurahkan siang dan malam kepada
kita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang senang bersyukur
kepadaNya. Yaitu dengan meningkatkan taqwa dan taqarrub kepadaNya. 
Sidang shalat Jum’at rahimakumullah, Pada kesempatan ini, kami ingin mengingatkan diri kami
sendiri, dan juga kepada kaum muslimin, bahwa pada bulan yang penuh barakah ini mengandung tiga jenis ibadah
yang agung, yaitu zakat, puasa dan tarawih. 
Tentang zakat, alhamdulillah banyak kaum Muslimin yang melaksanakannya pada bulan ini. Syari’at
zakat merupakan bagian dari ibadah. Juga merupakan salah satu kewajiban dalam Islam. Dengan menunaikan
zakat, berarti kita telah bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, dan telah melaksanakan salah satu rukun
Islam. Zakat yang dikeluarkan itu, bukanlah beban yang akan menyebabkan kita miskin, sebagaimana
kekhawatiran yang dibisikkan setan kepada orang yang lemah imannya. Tetapi, justru membayar zakat akan
menambah harta seseorang, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

268‫علِي ُم‬
َ ‫س ٌع‬ ْ َ‫ َوف‬tُ‫ش ْيطَانُ يَ ِع ُد ُك ُم ا ْلفَ ْق َر َويَْأ ُم ُر ُكم بِا ْلفَ ْحشَآ ِء َوهللاُ يَ ِع ُد ُكم َّم ْغفِ َرةً ِّم ْنه‬
ِ ‫ضالً َوهللاُ َوا‬ َّ ‫}ال‬

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan
(kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya dan karunia. Dan Allah Maha Luas
(karuniaNya) lagi Maha Mengetahui. (QS al Baqarah/2 : 268). 

ُ‫سنبُلَ ٍة ِّماَْئةُ َحبَّ ٍة َوهللا‬


ُ ‫سنَابِ َل فِي ُك ِّل‬ َ ْ‫يل هللاِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة َأنبَتَت‬
َ ‫س ْب َع‬ َ ‫َّمثَ ُل الَّ ِذينَ يُنفِقُونَ َأ ْم َوالَ ُه ْم فِي‬
ِ ِ‫سب‬
‫اس ٌع َعلِي ٌم‬
ِ ‫اعفُ لِ َمن يَشَآ ُء َوهللاُ َو‬
ِ ‫ض‬َ ُ‫ي‬
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha
Mengetahui.(QS.Al-Baqarah/2/261).

َ ‫س ِه ْم َك َمثَ ِل َجنَّ ٍة بِ َر ْب َو ٍة َأ‬


ْ‫صابَ َها َوابِ ُُل فََئاتَت‬ ِ ُ‫ت هللاِ َوتَ ْثبِيتًا ِّمنْ َأنف‬
ِ ‫ضا‬ َ ‫َو َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُنفِقُونَ َأ ْم َوالَ ُه ُم ا ْبتِ َغآ َء َم ْر‬
ِ َ‫ص ْب َها َوابِ ُُل فَطَ ُُّل َوهللاُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
‫صي ٌر‬ ِ ‫} ُأ ُكلَ َها‬
ِ ُ‫ض ْعفَ ْي ِن فَِإن لَّ ْم ي‬
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk
keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka
kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun
memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS al-Baqarah/2 : 265). 
Jama’ah shalat Jum’at rahimakumullah. Dalam membayarkan zakat, hendaklah kita tunaikan dengan
penuh amanah. Kita keluarkan zakat dari benda-benda yang wajib dizakati, sedikit atau banyak. Kita hitung
dengan teliti. Sehingga barang yang sudah wajib dizakati, sedikitpun tidak terabaikan. Karena tujuan menunaikan
zakat adalah untuk membebaskan diri dari tanggungan kewajiban, dan menyelamatkan diri dari ancaman yang
amat dahsyat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : 

َ ‫ضلِ ِه ُه َو َخ ْي ًرا لَّ ُه ْم بَ ْل ُه َو ش َُُّر لَّ ُه ْم‬


‫سيُطَ َّوقُونَ َمابَ ِخلُوا بِ ِه‬ ْ َ‫سبَنَّ الَّ ِذينَ يَ ْب َخلُونَ بِ َمآ َءاتَا ُه ُم هللاُ ِمن ف‬
َ ‫َوالَيَ ْح‬
‫ض َوهللاُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِي ُُر‬ َ ‫ت َو ْاَأل ْر‬
ِ ‫س َما َوا‬َّ ‫اث ال‬ُ ‫} يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة َوهللِ ِمي َر‬
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan
Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kemu kerjakan. (QS.
Ali Imran/3 : 180). 

‫ا‬tt‫و َم يُ ْح َمى َعلَ ْي َه‬t


ْ tَ‫} ي‬34{ ‫يم‬ ٍ ِ‫ب َأل‬ ٍ ‫ َذا‬t‫ ْرهُم بِ َع‬t‫ش‬ِّ َ‫ل هللاِ فَب‬tِ ‫بِي‬t‫س‬
َ ‫ضةَ َوالَيُنفِقُونَ َها فِي‬ َّ ِ‫َب َوا ْلف‬َ ‫الذه‬َّ َ‫َوالَّ ِذينَ يَ ْكنِ ُزون‬
َ‫س ُك ْم فَ ُذوقُوا َما ُكنتُ ْم تَ ْكنِ ُزون‬ ِ ُ‫} فِي نَا ِر َج َهنَّ َم فَتُ ْك َوى بِ َها ِجبَا ُه ُه ْم َو ُجنُوبُ ُه ْم َوظُ ُهو ُر ُه ْم َه َذا َما َكنَ ْزتُ ْم َألنف‬
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukan kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak
itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarnya dari mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat
dari)apa yang kamu simpan”. (QS. At Taubah/9 : 34-35). 
Tentang ayat yang pertama, Rasulullah bersabda : 

‫َمنْ آتَاهُ هللا َماالً فَلَ ْم يُ َو ّد زَ َكاتَهُ ُمثِ ّل لَهُ َمالُهُ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة ش َُجا ًعنَا َك ْن ُز َكا َأ ْق َر َع لَهُ َزبِ ْيبَتَا ِن ثُ ّم يَْأ ُخ ُذ‬
‫ش ْدقَ ْي ِه ثُ ّم يَقُ ْو ُل َأنَا َمالُ َك َأ‬
ِ ِ‫ه يَ ْعنِي ب‬tِ ‫بِلِ ْه ِز َمتَ ْي‬
Orang yang dianugerahi harta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian dia tidak menunaikan
zakatnya, maka pada hari Kiamat harta itu dijelmakan ke wujud seekor ular yang sangat berbisa, memiliki dua
taring lalu dia menerkam dengan dua rahangnya seraya berkata : “Aku adalah hartamu, aku adalah simpananmu”. 
Sedangkan tentang ayat kedua, telah dijelaskan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam :

‫صفَاِئ ُح ِمنْ نَا ٍر‬ ُ ‫ض ٍة الَ يَُؤ دِّي ِم ْن َها َحقَّ َها ِإاَّل ِإ َذا َكانَ يَ ْو ُم ا ْلقِيَا َم ِة‬
َ ُ‫صفِّ َحتْ لَه‬ ٍ ‫ب َذ َه‬
َّ ِ‫ب َوالَ ف‬ ِ ‫اح‬ِ ‫ص‬ َ ْ‫َما ِمن‬
ِ ‫ َوظَ ْه ُرهُ ُكلَّ َما بَ َردَتْ ُأ ِعيدَتْ لَهُ فِي يَ ْو ٍم َكانَ ِم ْقدَا ُرهُ َخ ْم‬tُ‫فَُأ ْح ِم َي َعلَ ْي َها فِي نَا ِر َج َهنَّ َم فَيُ ْك َوى بِ َها َج ْنبُهُ َو َجبِينُه‬
َ‫سين‬
َ ‫ضى بَيْنَ ا ْل ِعبَا ِد فَيَ َرى‬
‫سبِيلَهُ ِإ َّما ِإلَى ا ْل َجنَّ ِة َوِإ َّما ِإلَى النَّا ِر‬ َ َ‫َأ ْلف‬
َ ‫سنَ ٍة َحتَّى يُ ْق‬
Tidak ada seorangpun pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan zakatnya, kecuali nanti pada hari
Kiamat dia akan dibuatkan lempengan-lempengan dari api, kemudian dipanaskan di atas api. Lempengan itu
digunakan untuk menyetrika bagian samping tubuh, kening dan punggungnya. Tatkala lempengan itu mulai
mendingin, akan dikembalikan (untuk dipanaskan lagi). (Kejadian ini) berlangsung selama lima puluh ribu tahun,
sampai semua hamba selesai diadili. Lalu dia akan melihat jalan, mungkin ke surga atau mungkin ke neraka. 
Kaum muslimin rahimakumullah, Setelah menyimak nash-nash di atas, semestinya kita takut dengan
ancaman-ancaman tersebut. Tunaikanlah zakat dengan penuh amanah, dan berikanlah kepada yang berhak
menerimanya, tidak asal mengerjakan. Harta zakat jangan digunakan untuk kepentingan yang lain. Kita berharap,
semoga zakat yang kita bayarkan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala. 
Kaum muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah, Adapun jenis ibadah kedua yang ada pada
bulan ini, yaitu Puasa Ramadhan. Ibadah ini, juga merupakan salah satu rukun Islam. Manfaat puasa telah
dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al Qur’an surat al Baqarah/2 ayat 183, yaitu agar kita menjadi
orang yang bertaqwa. 
Itulah hakikat tujuan puasa, yaitu agar kita menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Yakni dengan menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya. Maka seorang muslim
semestinya melaksanakan yang telah menjadi kewajibannya. Dalam menjalankan puasa, seorang muslim juga
dituntut untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan, seperti berkata dusta, ghibah (menggunjing) dan lainnya.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

َ ‫اجةٌ ِفي َأنْ يَ َد َع طَ َعا َمهُ َو‬


ُ‫ش َرابَه‬ َ ‫الزو ِر َوا ْل َع َم َل بِ ِه فَلَ ْي‬
َ ‫س هَّلِل ِ َح‬ ُّ ‫َمنْ لَ ْم يَ َد ْع قَ ْو َل‬
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh pada
puasanya. (HR Bukhari-Muslim). 
Hadits ini menunjukkan, orang yang berpuasa, sangat ditekankan untuk meninggalkan perbuatan-
perbuatan yang diharamkan ini. Mengapa? Karena sangat berpengaruh terhadap puasa yang sedang dijalankan. 
Namun amat disesalkan, banyak kaum Muslimin, ketika menjalankan ibadah puasa pada bulan ini, keadaannya
tidak berbeda antara saat berpuasa dan tidak puasa. Ada di antaranya yang tetap saja menganggap remeh
kewajiban-kewajiban, atau tetap saja melakukan perbuatan-perbuatan diharamkan. Sungguh sangat disesalkan.
Seorang mu’min yang berakal, ia tidak akan menjadikan hari-hari puasanya sama dengan hari-hari yang lain. Pada
saat berpuasa, ia akan lebih bertaqwa kepada Allah, dan lebih bersemangat menjalankan perintah. 
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang menjalankan ibadah puasa dengan
benar, dan semoga puasa yang kita lakukan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala.

6. Menyambut Datangnya Bulan Suci Ramadhan


Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,

Marilah kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan melakukan segala
perintahNya dan meninggalkan segaka laranganNya agar kita mencapai kebahagiaan di dunia dan
kesejahteraan di akhirat.Ketahuilah bahwa kita kini berada di akhir bulan Sya’ban. Dengan berakhirnya
bulan Sya’ban ini kita akan bertemu dengan satu bulan yang dinanti-nantikan oleh umat Islam seluruh
dunia yaitu bulan Ramadhan yang penuh berkah. Kita akan menyambut kedatangan bulan mulia tersebut
dengan gembira karena didalamnya terdapat kelebihan dan keutamaan yang tidak ada pada bulan-bulan
yang lain. Apakah kita sudah melakukan persiapan-persiapan dalam menyambut kedatangan bulan
Ramadhan dan bagaimanakan persiapan kita untuk menyambut bulan mulia tersebut? Kita bersyukur
kepada Allah s.w.t. karena dengan nikmat kesehatan, kesejahteraan, ketenteraman, keamanan dan
dipanjangkannya usia kita, maka kita masih bisa berjumpa lagi dengan Ramadhan kali ini dan dapat
melaksanakan ibadah puasa yang menjadi salah satu kewajiban kita. Allah berfirman:

١٨٣( َ‫ب َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِڪُمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَّقُون‬ َ ِ‫يَ ٰـَٓأيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ۡيڪُ ُم‬
َ ِ‫ٱلصيَا ُم َك َما ُكت‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa, (183)
Dalam kesempatan ini kita mengajak umat Islam agar bersiap-siap dan penuh tekat untuk menjalankan
ibadah puasa dengan sebaik-baiknya. Marilah kita menghayati kembali tata cara Rasulullah s.a.w. dalam
menyambut kedatangan bulan Ramadhan yang mulia agar Ramadhan kali ini dapat memberikan bekas yang positif
dan kesan yang mendalam terhadap keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah s.w.t.
Di antara tatacara menyambut bulan Ramadhan yang dilakukan Rasulullah s.a.w. adalah sbb:
1.    Rasulullah s.a.w. membanyak puasa di bulan Sya’ban;
2. Rasulullah s.a.w. mengadakan ceramah-ceramah agama kepada para sahabatnya di akhir bulan Sya’ban
dengan menghadirkan tema-tema terkait keutamaan dan kelebihan bulan Ramadhan seperti sabda baginda
Rasulullah s.a.w. dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a.

ُ ‫ق فِ ْي ِه َأ ْب َو‬
“‫اب‬ ُ َ‫اب ا ْل َجنَّ ِة َويُ ْغل‬ ُ ‫صيَا َمهُ فِ ْي ِه يُ ْفت َُح فِ ْي ِه َأ ْب َو‬
ِ ‫ض هللا َعلَ ْي ُك ْم‬َ ‫ش ْه ٌر ُمبَا َر ٌك ا ْفتَ َر‬ َ َ‫ضان‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬ َ ‫قَ ْد َجا َء ُك ْم‬
‫ َمنْ ُح ِر َم َخ ْي َرهَا فَقَ ْد ُح ِر َم‬,‫ش ْه ٍر‬ َ ‫ف‬ ِ ‫ ِف ْي ِه لَ ْيلَةٌ َخ ْي ٌر ِمنْ َأ ْل‬، ُ‫شيَا ِطيْن‬
َّ ‫“ ا ْل َج ِح ْي ِم َوتَ ُغ ُّل فِ ْي ِه ال‬.
Sesungguhnya telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, yaitu bulan yang diberkati, Allah
mewajibkan kepada kalian puasa di dalamnya, di dalamnya terbuka pintu-pintu sorga dan tertutup pintu-pintu
neraka Jahim dan di dalamnya dibelenggu para setan, di dalamnya terdapat malam yang lebih utama dari seribu
bukan. Barangsiapa yang tidak diberikan kepadanya kebaikan selama bulan tersebut berarti telah tidak diberikan
kepadanya segala bentuk kebaikan”

3.    Memberikan ucapan selamat atas kedatangan bulan Ramadhan yang diberkati. Ketika bulan
Ramadhan datang, Rasulullah s.a.w. mengucapkan selamat kepada para sahabat dengan ungkapan

ٍ ‫ت فََأ ْك ِر ْم بِ ِه ِمنْ َزاِئ ِر ُه َوا‬


“ ‫” (حديث‬.‫ت‬ ِ ‫ بِا ْلبَ َر َكا‬ ‫الصيَ ِام‬ َ ‫ َجا َء‬،ً‫ش ُه ْو ِر فَ َم ْر َحبًا بِ ِه َوَأ ْهال‬
ِّ ‫ش ْه ُر‬ ُّ ‫سيِّ ُد ال‬ َ ‫َأتَا ُك ْم َر َم‬
َ ُ‫ضان‬
)‫الطبراني‬ ‫رواية‬

“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, pemimpin segala bulan, maka selamat datang kepadanya.
Telah datang bulan puasa dengan membawa beragam keberkahan, maka alangkah mulianya tamu yang datang itu”
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT, Sebagaimana kita ketahui, ibadah puasa merupakan salah satu
rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim dengan penuh tanggung jawab. Ibadah yang hanya
sebulan dalam setahun ini sering dijadikan tolak ukur dan ujian bagi keimanan dan ketaqwaan hamba kepada
Tuhannya. Maka kita dapati berbagai perasaan yang beragam di kalangan umat Islam dalam menyambut bulan
puasa ini. Ada yang begitu gembira meluap-luap dan penuh semangat, tetapi juga ada pula yang sebaliknya merasa
resah dan kuatir serta ada pula yang berperasaan biasa-biasa saja cuek dan tidak peduli.
Selayaknya kita menyambut bulan ini dengan perasaan yang wajar namun logis, agar kita masuk dalam
golongan orang-orang yang diberi kekuatan dan kesabaran dalam menjalankan ibadah puasa sebulan penuh.
Perasaan tersebut harus direalisasikan dalam bentuk mempersiapkan diri secara fisik, mental dan spiritual.
Persiapan fisik adalah dengan menanamkan paradigma bahwa kesehatan jasmani adalah penting. Maka
Islam menuntut umatnya agar menjaga kesehatan supaya senantiasa kuat, bertenaga dan bebas dari penyakit.
Upaya menjaga fisik agar sehat dan tidak sakit adalah dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi,
namun halal dan bersih serta menjauhi makanan yang kurang sehat, kotor apalagi yang diharamkan oleh agama.
Allah berfirman:
َ ً‫َو ُكلُو ْا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم ٱهَّلل ُ َحلَ ٰـ ۬ال‬
ٓ ‫طيِّ ۬بً ۚا‌ َوٱتَّقُو ْا ٱهَّلل َ ٱلَّ ِذ‬
٨٨( َ‫ى َأنتُم بِ ِهۦ ُم ۡؤ ِمنُون‬
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (88)
Persiapan mental artinya mari kita sambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh rasa syukur kepada
Allah dan dengan kegembiraan. Hendaklah kita tanamkan tekad dan niat kita untuk memberbaiki diri,
memperbaiki ibadah puasa kita agar lebih baik dari sebelumnya. Persiapan secara spiritual, adalah membekali diri
kita dengan ketentuan, aturan dan hukum-hukum puasa, adab dan etikanya serta amalan-amalan yang biasa
dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. selama bulan puasa. Di samping itu, hendaklah kita berusaha membersihkan hati
kita dari sifat-sifat tercela seperti sombong, takabbur, dengki, tamak dan sifat-sifat hina lainnya agar ibadah yang
kita laksanakan diterima oleh Allah s.w.t.
Akhirnya, marilah kita persiapkan diri kita secara menyeluruh dan sempurna namun semampu kita dalam
menyambut bulan suci Ramadhan. Kita berusaha dan berdoa agar mampu melaksanakan ibadah puasa dengan
dituntut untuk mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah s.a.w. dengan memperbanyak amal sempurna.
Yang tidak mampu melaksanakan puasa karena udzur dan halangan, marilah kita ciptakan suasana menghidupkan
spirit ikut melaksanakan ibadah puasa.
Ada beberapa ajaran Rasulullah s.a.w. yang penting untuk kita teladani dalam menyambut bulan suci
Ramadhan, yaitu:
Pertama: kita salih dan meninggalkan maksiat;
Kedua: Kita dituntut untuk mempererat tali silaturrahmi antar kita, baik dengan keluarga, handai taulan, sahabat
tetangga kita;
Ketiga: Kita dituntut untuk memperbanyak sedekah dan membantu mereka yang memerlukan bantuan agar
mereka juga dapat melaksanakan puasa dan menikmati kegembiraan bersama Ramadhan;
Keempat: Kita dianjurkan untuk meramaikan masjid-masjid dan musholla-muhsolla dengan berbagai ibadah
seperti sholat tarawih berjamaan dan membaca al-Quran baik sendiri maupun kolektif.
Kelima: Kita dianjurkan untuk menghidupkan semangat persatuan dan kesatuan antar kita selama bulan
Ramadhan. Rasa lapar kita adalah ajakan untuk bersolidaritas dengan sebagian saudara-saudara kita yang setiap
saat dilanda kelaparan dan kesusahan hidup. Semoga kita menjadi sebaik-baik umat selama bulan Ramadhan

mendatang.
7. Manisnya Iman 
Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah,
Alhamdulillah hingga detik ini kita masih diberikan kekuatan oleh Allah Ta’ala untuk beriman kepada-
Nya. Sehingga kita masih dijaga oleh-Nya untuk tidak melakukan berbagai hal-hal yang menentang perintah-Nya.
Sungguh ni’mat iman tiada bandingan harganya, mengapa ? karena godaan nafsu semakin berat, bukan hanya
sekedar mengajak maksiat, namun juga sedikit-sedikit menggerogoti rasa ta’at.
Andaikan Allah swt tidak memberikan kita keimanan, mungkin kita telah menjadi pengikut setia para
syaitan. Yang tidak segan-segan memberangus keikhslasan, tetapi juga memupuk keserakahan. Jangankan teman,
saudara pun rela kita singkirkan. Demi apa ? demi kekuasaan, demi kepuaasan, demi kemewahan dan demia duni
yang menggiurkan. Alhamdulillah Allah berikan kita Iman dan semoga menjaganya untuk tetap bersama kita.
Amien 
Hanya saja, manusia adalah makhluk yang tak berdaya. Ia mudah menyerah kepada nafsu dunia. Oleh
karena itu manusia harus senantiasa menjaga keseimbangan antara kebutuan dunia dan kebutuhan akhiratnya.
Kehidupan yang seimbang akan membuat manusia sukses dan bahagia hidup di dua dunia –fid dunya hasanah
wafil akhirati hasanah-. Surga dapat diraih dengan iman. Meskipun menjalani iman tidak semudah membalik
telapak tangan. 
Perjalanan iman harus mampu menaklukkan nafsu akan harta, wanita, anak dan kuasa. Dan memang
inilah cobaan terbesar manusia. Seperti yang Allah Firmankan

‫زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة واألنعام‬
‫والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا وهللا عنده حسن المآب‬
Menaklukkan nafsu dunia bukan berarti memilikinya, bukan pula menghindarinya, tetapi mampu
menggunakan dan mengatur semuanya, agar bermanfaat di jalan agama. Inilah tamsil yang keluar dari diskusi
Nabi saw dengan para sahabatnya ketika bertamu di ruma sahabat Ali Karramallahu Wajhah.
Diceritakan suatu ketika Rasulullah saw, bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman bertamu ke rumah
sahabat Ali. Setibanya di rumah, Fathimah istri Ali yang juga putri Rasulullah saw menghidangkan madu dalam
sebuah mangkuk yang cantik. Namun dalam semangkuk madu yang dihidangkan itu terdapat sehelai rambut
tercelup di dalamnya. Kemudian, Rasulullah saw meminta sahabat-sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan
terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).
Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Nabi berkata “Ayo Abu Bakar coba terangkan menurut kamu apa perbandingan antara ketiganya”
Kemudian Abubakar r.a. menjawab, “iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu
lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Setelah itu giliran Umar r.a yang berpendapat, menurutnya “kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang
cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai
rambut”. Sungguh seorang negarawan sejati yang berkarakter. Kaidah kenagaraannya harusnya dianut dan
dijadikan pedoman bagi para pemimpin.
Sebagai seorang yang bijaksana dan berilmu sahabat Utsman r.a. berkomentar “ilmu itu lebih cantik dari
mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber’amal dengan ilmu yang
dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut.
Sedangkan sahabat Ali selaku tuan rumah berkata, “tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu
tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit
dari meniti sehelai rambut”.
Sayidah Fatimah sebagai perwakilan perempuan mengibaratkan ketiganya dalam kerangka kewanitaan
menurutnya “seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang berburqo itu lebih
manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih
sulit dari meniti sehelai rambut”.
Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Setelah para sahabat mengemukakan pendapat mereka Rasulullah saw kemudia berkata, “seorang yang
mendapat taufiq untuk ber’amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber’amal dengan ‘amal yang
baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat ‘amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Seolah merangkum dari berbagai pendapat para sahabat itu Rasulullah saw menegaskan bahwa inti
kehidupan dan amal ibadah seseorang ada dalam keikhlasan. Dan kemampuan seseorang beramal (beribadah)
tidak lain merupakan taufiq dari-Nya.

Ternyata, Malaikat Jibril as juga turut urun rembug ia men-tamsilkan ketiganya bahwa “menegakkan
pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk
agama lebih manis dari madu, dan usaha mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai
rambut”. Inilah kata Malaikat yang telah berpengalaman menyertai para Rasul dan Nabi sepanjang zaman.
Dan Allah swt berfirman, ” Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu
lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Dari cerita di atas kita seharusnya mampu mengambil pelajaran guna melangkahkan kaki selanjutnya
bagaimanakah kita seharusnya menghadapi hirup ini.

8. Sya’ban Menyongsong Datangnya Ramadhan


Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat ilahi rabi atas segala yang kita rasakan dan miliki saat ini,
saat ini adalah bulan Ramadhan 1433 H. Sejatinya kita memang senantiasa dalam penghayatan rasa sukur yang
dalam di setiap tarikan nafas dan lintasan perasaan dan pikiran kita. karena apabila kita merasakan kesulitan pada
hari ini, maka banyak diantara manusia yang hidupnya lebih sulit dari kita saat ini dengan berbagai persoalan yang
membelit dan melilitnya. Apabila saat ini kita dalam kondisi miskin, maka teramat banyak orang selain kita yang
jauh lebih mengenaskan hidupnya. Apabila saat ini kita dapat menghirup udara bebas dan hadir di masjid ini
dengan rasa aman dan nyaman, maka banyak diantara manusia yang sedang terpenjara batin bahkan raganya.
Apabila saat ini kita masih bisa duduk, tegak berdiri dan berjalan, maka teramat banyak kita saksikan saudara-
saudara kita yang terbaring lemah karena penyakit yang sama sekali tidak ia inginkan kedatangannya.  
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan-teladan kita Rasulullah Saw, yang
semestinya pada bulan ini kita lebih mengintensifkan kesadaran kita untuk berkhidmat dan memupuk kecintaan
kepada beliau karena  bulan ini, Sya’ban adalah bulan Rasulullah sebagaimana dalam sabdanya. “bulan ini adalah
bulan ku”.

Sya’ban Menyambut Datangnya Ramadhan


Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat ilahi rabi atas segala yang kita rasakan dan miliki saat ini,
saat ini adalah bulan Ramadhan  1433 H. Sejatinya kita memang senantiasa dalam penghayatan rasa sukur yang
dalam di setiap tarikan nafas dan lintasan perasaan dan pikiran kita. karena apabila kita merasakan
kesulitan pada  hari ini, maka banyak diantara manusia yang hidupnya lebih sulit dari kita saat ini dengan berbagai
persoalan yang membelit dan melilitnya. Apabila saat ini kita dalam kondisi miskin, maka teramat banyak orang
selain kita yang jauh lebih mengenaskan hidupnya. Apabila saat ini kita dapat menghirup udara bebas dan hadir di
masjid ini dengan rasa aman dan nyaman, maka banyak diantara manusia yang sedang terpenjara batin bahkan
raganya. Apabila saat ini kita masih bisa duduk, tegak berdiri dan berjalan, maka teramat banyak kita saksikan
saudara-saudara kita yang terbaring lemah karena penyakit yang sama sekali tidak ia inginkan kedatangannya.
Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan-teladan kita Rasulullah  Saw, yang
semestinya pada bulan ini kita lebih mengintensifkan kesadaran kita untuk berkhidmat dan memupuk kecintaan
kepada beliau karena  bulan ini, Sya’ban adalah bulan Rasulullah sebagaimana dalam sabdanya. “bulan ini adalah
bulan ku”.
Dan tak lupa khotib berwasiat kepada hadirin untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita
kepada Allah swt, karena saat ini adalah momen yang tepat untuk kita saling mengingatkan, membangun
kesadaran kita untuk lebih mengintrospeksi diri atas segala dosa, kekurangan, alpa atau kekeliruan.
Jamaah jum’at yang dimuliakan Allah, Saat ini kita tengah memasuki separuh kedua di bulan Sya’ban.
Itu artinya dalam hitungan hari lagi kita akan memasuki bulan mulia, bulan suci Ramadhan. Semestinya kita sudah
harus berbenah menyiapkan kesiapan rohani guna menyongsong satu bulan dalam pesta ruhani kaum beriman di
bulan suci Ramadhan.  Bulan ini adalah pintu menuju bulan Ramadlan. Siapa yang berupaya membiasakan diri
bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, ia akan menuai kesuksesan di bulan Ramadlan.
Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan itu terpancar bercabang-cabang kebaikan yang banyak
(yatasya’abu minhu khairun katsir). Menurut pendapat lain, Sya’ban berasal dari kata Syi’b, yaitu jalan di sebuah
gunung atau jalan kebaikan. SYA’BAN adalah bulan yang sangat mulia dan disebut bulan Rasulullah saw. Beliau
selalu berpuasa pada bulan ini hingga datang bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Sya’ban adalah bulanku. Siapa
berpuasa satu hari pada bulanku ini, surga adalah miliknya.”
Jamaah Jum’at yang mulia, Adalah yang mengiringi kemuliaan pada bulan Sya’ban, adanya peristiwa
dan momen penting yang terjadi pada bulan ini. Diantara peristiwa dan momen itu adalah :
1.       Turunnya ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 144 yang menerangkan perpindahan qiblat kaum
muslimin dari Baitul Maqdis, palestina ke Ka’bah, Mekkah al-Mukarromah. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi
wasallam menanti-nanti datangnya peristiwa ini dengan harapan yang sangat tinggi. Setiap hari Beliau tidak lupa
menengadahkan wajahnya ke langit, menanti datangnya wahyu dari Rabbnya. Sampai akhirnya Allah Subhanahu
Wata’ala mengabulkan penantiannya. Wahyu Allah Subhanahu Wata’ala turun. “Sungguh Kami (sering) melihat
mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke
arahnya.” (QS. Al Baqarah; 144)
2.       Salah satu keistimewaan bulan Sya’ban adalah diangkatnya amal-amal manusia pada bulan ini ke
langit. Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah
melihatmu berpuasa dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau
bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di
dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan
saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i).
Itulah momen dan peristiwa disamping memang Allah telah memilih bulan Sya’ban ini menjadi bulan yang mulia.
Jamaahm Jum’at yang mulia.

Lalu apa dan bagaimanakah Amalan-amalan yang dianjurkan di bulan Sya’ban? Berdasarkan pandangan-
pandangan yang umum dan riwayat yang soheh, amal-amal yang harus diperbanyak  bulan ini antara lain :
1.       Disunnahkan Memperbanyak Puasa
Masalah keutamaan bulan Sya’ban telah diriwayatkan dalam beberapa hadits, di antaranya dalam Shahih
Muslim dari ‘Aisyah ‫رضي هللا عنها‬. Beliau berkata:

ُ‫ص ْو ُم َو َما َرَأ ْيت‬ُ َ‫ص ْو ُم َحتَّى نَقُ ْو َل الَ يُ ْف ِط ُر َويُ ْف ِط ُر َحتَّى نَقُ ْو َل الَ ي‬
ُ َ‫سلَّ َم ي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫َكانَ َر‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬
‫صيَا ًم فِي‬ِ ُ‫ش ْه ٍر َأ ْكثَ َر ِم ْنه‬
َ ‫ضانَ َو َما َرَأ ْيتُهُ فِي‬ َ ‫ش ْه ٍر قَ ْط ِإالَّ َر َم‬ ِ ‫ستَ ْك َم َل‬
َ ‫صيَا َم‬ ْ ‫سلَّ َم ا‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬
ُ ‫َر‬
‫ (رواه مسلم‬. َ‫ش ْعبَان‬
َ (
“Rasulullah saw berpuasa hingga kami mengatakan beliau Saw tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka
hingga kami mengatakan bahwa beliau tidak pernah puasa. Namun Rasulullah saw tidak pernah berpuasa sebulan
penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau
berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ‘Aisyah ra ditanya tentang puasa Rasulullah saw. Beliau ra
menjawab:

ِ ْ‫ش ْه ٍر قَ ْط ِمن‬
ْ‫ه ِمن‬tِ ‫صيَا ِم‬ َ ُ‫صا َم َويُ ْف ِط ُر َحتَّى نَقُ ْو َل قَ ْد َأ ْفطَ َر َولَ ْم َأ َره‬
َ ْ‫صاِئ ًما ِمن‬ َ ‫ص ْو ُم َحتَّى نَقُ ْو َل قَ ْد‬
ُ َ‫َكانَ ي‬
‫ (رواه مسلم‬.ً‫ش ْعبَانَ ِإالَّ قَلِ ْيال‬ َ ‫ص ْو ُم‬ ُ َ‫ش ْعبَانَ َكانَ ي‬
َ (
“Beliau saw berpuasa hingga kami mengatakan beliau selalu berpuas. Dan beliau tidak berpuasa sampai-
sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang paling
banyak seperti di bulan Sya’ban. Beliau saw berpuasa hampir seluruhnya. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban
seluruhnya kecuali sedikit.” (HR. Muslim)
2.       Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan Al Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar.
Memang membaca Al Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di mana pun tempatnya, namun ada saat-saat
tertentu pembacaan Al Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat
khusus seperti Mekah, Roudloh dan lain sebagainya.
Syeh Ibn Rajab al Hambali meriwayatkan dari Anas, “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka
menekuni pembacaan ayat-ayat Al Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan
miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan
3.  Berdzikir dan beristigfar terutama sehabis sholat fardhu dengan membaca dzkir/istigfar seperti

tَ‫سَألُهُ التَّ ْوبَة‬


ْ ‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ َو َأ‬
ْ ‫ب ِإلَ ْي ِه َأ‬
ُ ‫ي الَ ِإلَهَ ِإالَّ ه َُو ال َّر ْح َمنُ ال َّر ِح ْي ُم ا ْل َح ُّي ا ْلقَيُّ ْو ُم َوَأت ُْو‬ ْ ‫َأ‬
ْ ‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ الَّ ِذ‬
4.  Memperbanyak sedekah. Bersedekah meskipun dengan setengah biji kurma sehingga Allah akan
mengharamkan badan kita dari api jahanam. Diriwayatkan bahwa Imam Shadiq as pernah ditanya tentang
keutamaan berpuasa di bulan Rajab. Beliau berkata, “Mengapa kalian lupa dengan puasa di bulan Sya’ban?”
Perawi berkata, “Wahai putra Rasulullah, apakah pahala orang yang berpuasa satu hari di bulan Sya’ban?” “Demi
Allah, surga adalah pahalanya,” tegas beliau. Ia bertanya kembali, “Wahai Putra Rasulullah, apakah amalan
terbaik di bulan ini?” Beliau berkata, “Bersedekah dan istighfar. Sesiapa bersedekah di bulan Sya’ban, Allah Swt
akan memelihara sedekah tersebut sebagaimana salah seorang dari kalian memelihara anak untanya sehingga pada
hari kiamat sedekah tersebut sampai di tangan pemiliknya seperti Gunung Uhud besarnya.”

5.   Memperbanyak sholawat. Diriwayatkan dari Imam Shadiq as bahwa ketika bulan Sya’ban tiba, Imam
Ali Zainul Abidin as mengumpulkan para sahabat beliau seraya berkata kepada mereka, “Wahai sahabat-
sahabatku, tahukah kalian bulan apa ini? Ini adalah bulan Sya’ban. Rasulullah saw selalu bersabda, ‘Sya’ban
adalah bulanku.’ Maka, berpuasalah pada bulan ini demi kecintaan kalian kepada beliau dan untuk bertaqarrub
kepada Tuhan kalian. Demi Allah yang jiwa Ali bin Husain berada di genggaman tangan-Nya, aku pernah
mendengar ayahku, Husain bin Ali as berkata, ‘Aku pernah mendengar dari Amirul Mukminin as bahwa sesiapa
berpuasa pada bulan Sya’ban demi kecintaannya kepada Rasulullah dan untuk bertaqarrub kepada Allah, niscaya
Ia akan mencintanya, mendekatkannya kepada kemuliaannya pada hari kiamat, dan menganugerahkan surga
kepadanya.”
Jamaah jum’at yang dimuliakan Allah, semoga kita dapat menjalaninya dengan baik. Dan tentunya kita
sama-sama memohon untuk keberkahan kita di bulan ini dan senantiasa dikaruniakan umur panjang, sehat jasmani
dan rohani agar dapat merasakan nikmat yang besar hadir dalam bulan suci Ramadan nanti.

9. Sudah Terujikah Iman Kita


Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagi,Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah
satu firman Allah dalam surat Al-’Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-
orang yang dusta.

   Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus
siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta’ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana
kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari
keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman
kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan
seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:

   Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia
disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh
jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.”
Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!

   Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu
Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala :

   Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus
menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
   Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita,
dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga
tanpa melewati ujian yang berat.

   Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan,
serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu
amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
   Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu
dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul
Arats Radhiallaahu anhu.
‫ َذلِ َك عَنْ ِد ْينِ ِه‬tُ‫ص ِرفُه‬
ْ َ‫ب َما ي‬
ٍ ‫ص‬ َ ‫َاط ا ْل َح ِد ْي ِد َما د ُْونَ ِعظَا ِم ِه ِمنْ لَ ْح ٍم َأ ْو َع‬
ِ ‫شطُ بِ ِمش‬ َ ‫لَقَ ْد َكانَ َمنْ قَ ْبلَ ُك ْم لَيُ ْم‬
)‫ (رواه البخاري‬t.‫ه‬ ْ َ‫ق بِا ْثنَ ْي ِن َما ي‬
ِ ِ‫ص ِرفُهُ َذلِ َك عَنْ ِد ْين‬ ُ َ‫س ِه فَي‬
ُّ ‫ش‬ ِ ‫ق َرْأ‬
ِ ‫ض ُع ا ْل ِم ْنشَا ُر َعلَى ِم ْف َر‬ َ ‫ َويُ ْو‬.

… Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi
(sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan
ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari
agamanya… (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
   Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan apa
yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan
aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-
orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan
iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka
korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan
dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita
sedikit pun belum ada?

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah! Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia
adalah berbeda-beda. Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang
telah dialami oleh para pendahulu kita:

Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi
Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul
berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai,
padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah
sendiri mengatakan:

   Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).


   Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah
tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan. Apa
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berat
itupun dijalankannya. Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga
bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali
perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak
melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan
jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita
musyrikah sebagaimana firmanNya:
   Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin”
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(Al-Ahzab, 59).
   Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau memakai
jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab
adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam
sabdanya:

ِ ‫سا ٌء َك‬
ٌ‫اسيَات‬ َ ِ‫ َون‬،‫اس‬َ َّ‫ض ِربُ ْونَ بِ َها الن‬ ِ ‫سيَاطٌ َكَأ ْذنَا‬
ْ َ‫ب ا ْلبَقَ ِر ي‬ ِ ‫ص ْنفَا ِن ِمنْ َأ ْه ِل النَّا ِر لَ ْم َأ َر ُه َما؛ قَ ْو ٌم َم َع ُه ْم‬
ِ
)‫ (رواه مسلم‬.‫ت ا ْل َماِئلَ ِة الَ يَد ُْخ ْلنَ ا ْل َجنَّةَ َوالَ يَ ِجدْنَ ِر ْي َح َها‬ ْ ‫س ُهنَّ َكَأ‬
ِ ‫ة ا ْلبُ ْخ‬tِ ‫سنِ َم‬ ْ ‫عَا ِريَاتٌ ُم ِم ْيالَتٌ َماِئالَتٌ ُر‬.
ُ ‫ُؤو‬
  “Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi,
yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang berlenggak-
lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak
akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14
hal. 109-110).
   Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi
Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang
mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah
dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas
imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia
mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.

   Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman
sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan
obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di
bangku sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para
pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya
enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi
dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah
dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik
dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti
inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim
harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan
untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
ُ‫ب َو َج َما ٍل فَقَا َل ِإنِّ ْي َأ َخاف‬ ِ ‫طلَبَ ْتهُ ا ْم َرَأةٌ َذاتُ َم ْن‬
tٍ ‫ص‬ َ ‫س ْب َعةٌ يُ ِظلُّ ُه ُم هللاُ فِ ْي ِظلِّ ِه يَ ْو َم الَ ِظ َّل ِإالَّ ِظلُّهُ … َو َر ُج ٌل‬
َ
)‫عليه‬ ‫هللاَ … (متفق‬.

   “Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan
selain perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu
ia berkata aku takut kepada Allah…”(HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar
Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
   Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai
dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat
buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya,
seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah
dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan
nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali
baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:

   “Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu
syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah,
kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah
kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang
sangat berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia
merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak
dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan
sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan
dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.

Sidang jamaah rahima kumullah, Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-
orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan
para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa
keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di
antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy
bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani
Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-
orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat.
(DR. Akram Dhiya Al-’Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
   Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z
dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal
Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah
sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu
hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1
hal. 154-155). Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka
dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan
semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.

   Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat
kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran
berharga bagi umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana
ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh
menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum
Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang
pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) ُ‫الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللا‬, tidak jauh berbeda
dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:

   “Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu
bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-
orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang
Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
   Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama
pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.

Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman
mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa
mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan
selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan
meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.

   “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu
dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).

‫ َأقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬


ِّ ‫ت َو‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫اركَ هللاُ ِل ْي َولَ ُك ْم ِفي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬ َ َ‫ب‬
‫ ِإنَّهُ ُه َو ا ْل َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،ُ‫ستَ ْغفِ ُر ْوه‬ ٍ ‫سلِ ِميْنَ ِمنْ ُك ِّل َذ ْن‬
ْ ‫ فَا‬.‫ب‬ ْ ‫ساِئ ِر ا ْل ُم‬ ْ ‫وَأ‬.
َ ِ‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َول‬ َ
10. Jihad Di Jalan Allah
Sidang Jum’at rahimakumullah, Bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah adalah satu keharusan
mutlak. Itulah satu-satunya jalan hidup yang selamat. Tanpa perjuangan yang sesungguhnya tanpa menegakkan
agama Allah, da’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf dan nahi munkar, tanpa itu semua maka hancurlah kehidupan
manusia.
Bagaimana kita melaksanakan jihad:
Pertama: Jihad terhadap diri sendiri; dengan cara:
1. Mencari ilmu syar’i, sebab ilmu ini adalah petunjuk dan arah kebenaran kita.
2. Jihad mengamalkan ilmu tersebut, menegakkan tauhid dengan amal shalih.
3. Jihad menyampaikan ilmu dengan berda’wah (amar ma’ruf nahi munkar)
4. Jihad dengan bersabar menanggung resiko da’wah dengan menekan hawa nafsu sendiri.

Kedua: Jihad terhadap syetan, yaitu dengan:

1. Memerangi subhat dan keragu-raguan Iman yang dipicu dan didorong oleh syetan.

2. Memerangi tipu daya syetan yang mengobarkan nafsu maksiat dan membangkang karena godaan
syetan itu. Dalam Surat Faathir ayat 6 disebutkan:

Artinya: Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala. (Faathir: 6)
Ketiga: Jihad mengubah kedhaliman, bid’ah dan kemungkaran bersama pihak yang bertanggung jawab di
dalam keluarga, masyarakat maupun bangsa sesuai dengan kemampuan masing-masing. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam bersabda:

ْ َ‫ستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذلِ َك ا‬


‫ض َعفُ اِإل ْي َما ِن‬ ْ َ‫سانِ ِه فَِإنْ لَ ْم ي‬ ْ َ‫َمنْ َرَأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َك ًرا فَ ْليُ َغيِّ ْرهُ بِيَ ِد ِه فَِإنْ لَ ْم ي‬
َ ِ‫ست َِط ْع فَبِل‬
)‫مسلم‬ ‫(رواه‬
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan
tangannya, dan jika tidak mampu maka hendaklah merubahnya dengan lisannya, dan jika tidak mampu (juga),
maka hendaklah ia merubahnya dengan hatinya(membencinya), dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”(HR.
Muslim).
Hadirin rahimakumullah!Barsegeralah dalam beramal ma’ruf nahi munkar, sebab kejahatan itu cepat
menjalar. Allah berfirman dalam (QS: Al-Anfaal: 25)
Artinya: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim
saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfaal: 25)
Keempat: Jihad mempertahankan umat Islam dari serangan orang kafir dan munafiq dengan
1. Hati yang berlepas diri, tidak mencintai dan tidak membantu kekufuran mereka.
2. Jihad dengan lisan dan tulisan, untuk menyeru mereka kepada keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Jihad dengan harta, membantu persiapan dan kelancaran menegakkan kalimat Allah yaitu Agama
Islam.
4. Jihad dengan jiwa di saat musuh telah membahayakan kesela-matan umat Islam demi tetap tegaknya
dienul Islam.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman dalam (surat Al-Hajj: 78). Artinya: Dan berjihadlah kamu pada
jalan Allah degnan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (Al-Hajj: 78).
Semoga Allah mengkaruniai kita kekuatan dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarkan
kesejahteraan bagi segenap ummat manusia. Amin.

11. Shalat Merupakan Kewajiban Setiap Orang Muslim


Kaum Muslimin Rahimakumullah, Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak kaum
muslimin, khususnya diri saya pribadi untuk menambah ketaqwaan kita kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala ,
yaitu dengan memperbanyak amal ibadah kita sebagai bekal untuk menghadap Illahi Rabbul Jalil. Serta
melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala laranganNya. Seperti firman Allah:
Artinya: “Dan berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepadaKu
wahai orang-orang yang menggunakan akalnya.”
Kaum Muslimin Rahimakumullah, Kita hidup bukanlah semata-mata mementingkan urusan dunia,
sebab urusan ukrawi adalah lebih penting. Kehidupan dunia terbatas oleh usia dan waktu dan kelak pada saatnya
kita akan kembali ke alam yang tiada terbatas waktu. Semua amal perbuatan kita selama di dunia akan diminta
pertanggungjawabannya, karena amal perbuatan tersebut merupakan tabungan akhirat.
Kebahagiaan dunia dapat diperoleh melalui keuletan berusaha dan dapat dinikmati hasilnya selagi hidup,
baik berwujud materi kebendaan maupun yang hanya dirasakan oleh perasaan batin. Sebaliknya kebahagiaan
akhirat tidak nampak sekarang, namun dapat dicapai dengan jalan mengikhlaskan diri dalam Ibadat khusu’ dalam
shalat serta menjauhi semua yang dibenci oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala .Bila suara adzan bergema,
membahana membelah dunia untuk menyeru manusia memenuhi panggilan Illahi.

Apabila suara adzan masuk ke dalam hati orang yang benar-benar beriman, spontan hatinya akan gemetar
dan takut, terbayang segala ke Maha Besaran dan ke Maha Kuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala. Maka dengan
hati yang penuh takut dan ikhlas, ia penuhi panggilan dari Allah, ia tinggalkan semua urusan dunia untuk sujud
menghadap Illahi.
Firman Allah dalam Al-Qur’an: Artinya: “Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali supaya menyembah
Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5).
Berbeda sekali dengan orang yang jauh dari hidayah dan taufik Allah Subhannahu wa Ta’ala .Suara adzan
dianggapnya sebagai suara yang biasa, gema adzan tak sedikitpun mengetuk hatinya untuk memenuhi panggilan
Allah. Ibarat kata, masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tanpa memberikan kesan dan bekas sedikitpun juga
pada dirinya. Telinganya sudah tuli dengan panggilan Allah, mata hatinya sudah buta dengan seruan adzan.
Begitulah hati orang yang sudah tertutup dari Inayah dan Hidayah Allah Subhannahu wa Ta’ala .
Firman Allah dalam Al-Qur’an:Artinya: “Menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya
maka kelak mereka akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59).

Orang yang sombong, bukan saja orang yang memamerkan kekayaan, bukan pula orang yang
membanggakan jabatan dan sebagainya. Tetapi juga orang yang tidak mengerjakan shalatpun bisa dikatakan orang
yang paling sombong. Mengapa tidak?
Bukankah Allah Subhannahu wa Ta’ala , yang telah menjadikan dirinya dari segumpal darah dan daging hingga
menjadi manusia.
Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala

َّ ‫َأقِ ْي ُموا ال‬. Artinya: “Dirikanlah shalat untuk mengingatku.”


ْ ‫صالَةَ ِل ِذ ْك ِر‬
‫ي‬
Dari ayat di atas, kita diwajibkan oleh Allah untuk men-dirikan shalat dengan tujuan mengingatNya.
Karena dengan shalatlah kita coba mendekatkan diri dan selalu mengingat Allah, dalam keseharian kita, dan
inipun adalah kewajiban bagi kita sebagai seorang muslim. Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Tidakkah Aku jadikan Jin dan Manusia kecuali untuk menyembahKu” (Adz-Dzariyat: 7).
Berdasarkan ayat di atas, maka merupakan kewajiban kita untuk mengabdi dan menyembah hanya kepada
Allah Subhannahu wa Ta’ala . Dengan menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam sebagai tanda
pengabdian kita kepada Allah Al-Khalik.
Kaum muslimin rahimakumullah . Terkadang orang yang tidak mengerjakan shalat itu bukan tidak
tahu, bahwa shalat adalah tiang agama.
Bahkan mungkin orang itupun tahu shalat itu bisa mencegah dari kejahatan dan kemungkaran.Firman
Allah Ta’ala:Artinya: “Sungguh shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Sedangkan mengingat
Allah amat besar (manfaatnya) Allah tahu apa yang kamu perbuat.”
Firman Allah pula:Artinya: “Yang mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan yakin terhadap adanya
akhirat, merekalah orang-orang yang berjalan di atas pimpinan Tuhan, merekalah orang yang jaya.” (Luqman:
4-5).
Pada suatu hari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bertanya pada sahabat-sahabatnya:

‫ الَ يَ ْبقَى‬:‫ت َه ْل يَ ْبقَى ِمنْ َد َرنِ ِه ش َْي ٌء؟ قَالُ ْوا‬ َ ‫س ُل ِم ْنهُ ُك َّل يَ ْو ٍم َخ ْم‬
ٍ ‫س َم َّرا‬ ِ َ‫ب َأ َح ِد ُك ْم يَ ْغت‬
ِ ‫َأ َر َأ ْيتُ ْم لَ ْو َأنَّ نَ ْه ًرا بِبَا‬
)‫ (متفق عليه‬.‫خطَايَا‬ َ ‫ يَ ْم ُحو هللاُ بِ ِهنَّ ا ْل‬،‫س‬
ِ ‫ت ا ْل َخ ْم‬ ِ ‫صلَ َوا‬َّ ‫ فَ َذلِكَ َمثَ ُل ال‬:‫ قَا َل‬.‫ ِمنْ د ََرنِ ِه ش َْي ٌء‬.
Artinya: “Apakah pendapat kamu, apabila di muka pintu salah satu rumah kamu ada satu sungai yang
kamu mandi padanya tiap hari lima kali. Adakah tinggal olehnya kotoran?” Serentak sahabat menjawab: “Tidak
ada, Ya Rasulallah”. Beliau bersabda:“Maka begitu juga perumpamaan shalat lima waktu, dengan itu Allah
menghapus kesalahan.” (Muttafaq ‘alaih).
Manusia memang sungguh pandai, mereka dapat men-jadikan baja yang tenggelam, menjadi sebuah kapal
yang sanggup membawa barang-barang yang berat.

Merekapun sanggup membikin baja yang berat menjadi sebuah pesawat yang dapat terbang kesana-
kemari. Tetapi sayang mereka tidak pandai bersyukur kepada Allah atas segala rahmatNya, tidak meluangkan
waktu bersujud menghadapNya.

‫ َأقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي َه َذا‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬


ِّ ‫ت َو‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ْاآليَا‬،‫اركَ هللاُ ِل ْي َولَ ُك ْم ِفي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬
َ َ‫ب‬
‫ ِإنَّهُ ُه َو ا ْل َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،ُ‫ستَ ْغفِ ُر ْوه‬ ْ ‫ فَا‬.‫ب‬ ٍ ‫سلِ ِميْنَ ِمنْ ُك ِّل َذ ْن‬
ْ ‫ساِئ ِر ا ْل ُم‬ ْ ‫وَأ‬.
َ ِ‫ستَ ْغفِ ُر هللاَ ا ْل َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َول‬ َ

12. Kalian Adalah Umat Yang Terbaik (Islam)


Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah, Kalian adalah umat yang paling baik di alam wujud
sekarang, karena kalian adalah orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, kalian adalah orang-orang
yang beriman secara benar, sehingga terhindarlah kalian dari kejahatan, dan kalian mengarah pada kebaikan.
Umat Islam merupakan sebaik-baik umat dalam masyarakat dunia, karena mereka menyuruh yang
ma’ruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah dengan iman yang benar. Sedangkan umat-umat yang
lain telah bergelimang dalam kejahatan.
Tetapi sifat yang disebut Allah swt ini hanya tepat untuk generasi pertama umat Islam, yaitu Nabi
Muhammad dan para sahabat saat al-Qur’an diturunkan. Semula, mereka merupakan orang-orang yang saling
bermusuhan, lalu Allah melembutkan hatinya, dan mereka pun berpegang kepada tali Allah swt, menyuruh yang
ma’ruf, mencegah yang munkar. Iman mereka memang benar-benar mempengaruhi jiwa.
Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam akan tetap menjadi sebaik-baik umat selama mereka memegang
teguh tiga faktor, yaitu :
1. Menyuruh yang ma’ruf.
2. Mencegah yang munkar.
3. Beriman kepada Allah dengan iman yang benar.
Hairin jamaah Jum’at rahimakumullah
Kebaikan umat ini tidak akan bisa tetap (terbukti) tanpa mau memelihara tiga pokok tersebut. Bila
meninggalkannya, berarti hilanglah keistimewaan umat ini. Kita sebagai umat yang terbaik yang sebagaimana
dijelaskan dalam surah Ali imron ayat 110 bahwa umat terbaik adalah umat yang menyuruh kepada yang ma’ruf ,
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Jadi bagaimana kita bisa menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar apabila kita itu tidak mempunyai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan itu semua.

Maka sesuailah dengan firman Allah SWT yang menyuruh kita tidak hanya berperang tapi sebagian dari
kita umat Islam adalah tugasnya untuk menuntut ilmu agar agama Islam ini selalu menjadi agama yang terbaik.
Sebagaimana dalam surah Ali Imran ayat 110
110. kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

12. Kewajiban Berdakwah


Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia!Kaum muslimin para hamba Allah yang dirahmati Allah!
Dakwah merupakan suatu proses motivasi agar manusia melakukan kebaikan dan melarang manusia
berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.Menurut Syekh Ali Mahfud. Dakwah
Islam adalah memotivasi manusia agar melakukan kebaikan menurut petunjuk, menyuruh mereka berbuat
kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagian dunia dan akhirat.

Dakwah merupakan kewajiban setiap individu muslim, yang Islam ibarat darah dalam tubuh manusia. Ia
menyebabkan ummat hidup dan terus tumbuh dan berkembang. Dakwahlah yang mampu menggerakkan umat
untuk tetap terikat dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Namun sebaliknya, disaat ummat meninggalkan dakwah,
umat tidak akan lagi terwarnai oleh fitrah dan kepribadian Islam. Sehingga perlulah ada yang membimbing atau
menyuruh kepada kebajikan sehingga tetaplah umat Islam itu tetap berada dalam fitrah dan kepribadian islam
tersebut. Sebagaimana dalam firman Allah SWT surah Ali Imron ayat 104
104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia!
 Kata‫ منكم‬pada ayat di atas, ada ulama yang memahaminya dari arti sebagian, dengan demikian perintah
berdakwah yang dipesankan oleh ayat ini tidak teruju kepada setiap orang. Bagi yang memahaminya demikian,
ayat ini buat mereka mengandung dua macam perintah, yang pertama kepada seluruh umat Islam agar membentuk
dan menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah, sedang perintah yang kedua adalah
kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan dakwah kepada kebajikan dan ma’ruf serta mencegah
kemunkaran.
    Ada juga ulama yang memfungsikan kata ‫ منكم‬dalam arti penjelasan sehingga ayat ini merupakan
perintah kepada setiap orang muslim untuk melaksanakan tugas dakwah, masing-masing sesuai kemampuannya.
Memang, jika dakwah yang di maksud adalah dakwah yang sempurna, tentu saja tidak semua osrang dapat
melakukannya. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat dewasa ini menyangkut informasi yang benar di tengah arus
informasi, bahkan perang informasi yang demikian pesat dengan sajian nilai-nilai baru yang sering kali
membingungkan, semua itu menuntut adanya kelompok khusus yang menangani dakwah dan membendung
informasi yang menyesatkan. Karena itu, adalah lebih tepat memahami kata minkum pada ayat di atas dalam
arti sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling mengingatkan. Buka berdasarkan ayat
ini, tetapi antara lain berdasarkan firman Allah swt dalam surah al-’Ashr yang menilai semua manusia dalam
kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh serta saling mengingatkan tentang kebenaran dan
ketabahan.
    Hendaklah di antara kita ada segolongan orang yang menangani bidang dakwah, yaitu menyeru
manusia kepada kebajikan (agama) yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Menyuruh yang makhruf
(segala hal yang dipandang baik oleh syara’ dan akal) dan mencegah segala hal yang dipandang tidak baik oleh
syara’ dan akal.
    Ayat ini menuntut kita untuk memilih segolongan umat untuk menangani tugas dakwah, dan masing-
masing dari kita juga memperhatikan sikap segolongan itu. Jika kita melihat ada kesalahan, segera kita
memperingatkan dan meluruskannya.
    Para muslim di abad pertama kelahiran Islam senantiasa mengontrol perilaku dan kebijakan para
pembesar (penguasa) yang menangani urusan-urusan dakwah. Pada masa itu, pemuka-pemuka sahabat bekerja
sama dalam menjalankan tugas ini. Masing-masing merasa berkewajiban mengembangkan agama dengan
menghadapi orang-orang yang merendahkan agama, baik yang menyangkut akidahnya, adab (etika), hukum-
hukumnya maupun yang menyangkut kepentingan pemeluknya.
Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia! Ada beberapa syarat untuk melaksanakan tugas dakwah :
1. Mengetahui al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Mengetahui kondisi bangsa yang di dakwahi, baik menyangkut karakter, perilaku ataupun budaya
mereka. Pendek kata mengetahui keadaan kemasyarakatannya..
3. Mengetahui bahasa masyarakat yang hendak di dakwahi.
4. Mengetahui agama-agama dan mazhab-mazhab yang berkembang, sehingga dapat di mengerti mana
praktek kehidupan yang batal atau menyimpang dari ajaran agama.
Dakwah merupakan tugas agama yang besar, dan menjadi salah satu dasar pengembangan agama. Semua
muslim yang mungkin bisa menjalankan dan tidak akan menimbulkan kesulitan, wajib melaksanakan tugas ini.
Orang dewasa (mukallaf) dan tidak mukallaf, apabilaa ingin menjalankan sesuatu yang dapat berdampak pada
orang lain wajib di cegah, sebagaimana wajib mencegah mereka dari perbuatan haram.
Jama’ah shalat Jum’at yang berbahagia!
Kita bisa memahami betapa tegas perintah Allah dalam dakwah, karena kewajiban tersebut terkena
kepada laki-laki maupun perempuan, sendiri-sendiri maupun berjamaah/berkelompok.
    Dalam ayat ini Allah swt memerintahkan kita untuk mendorong dan memotivasi sesama umat manusia,
dengan menggerakkan mereka untuk mengikut syariat, menjauhi larangan, dan mencintai kebajikan, sehingga
terwujudlah suatu ikatan yang amat erat di antara segala suku, etnis, dan bangsa. Seolah mereka satu tubuh. Di
samping itu, Allah swt memerintah kita menyusun lembaga dakwah, yang bisa memiliki syarat-syarat dan
prasarana yang sempurna untuk menyeru umat lain kepada Islam.
‫َب‬

13. Membuka Pintu Rizki Yang Barakah


Ikhwani Rahimakumullah!, Predikat iman dan taqwa inilah yang senantiasa kita syukuri, sebab iman
dan taqwa itu adalah dua daun pintu bagi terbukanya rizki kita yang penuh barakah, bukan rizkiyang haram yang
dilaknat Allah. Al-Qur’an menegaskan (QS:7 Al-Araf: 96)
Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Ibnu Katsir menjelaskan syarat-syarat iman dan taqwa itu adalah hatinya beriman pada apa yang dibawa
oleh Rasulullah, membenarkan dan mengikutinya, bertaqwa dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan
meninggalkan perbuatan keharaman. (Tafsir III hal: 100)
Ikhwani rahima kumullah!
Diantara buah-buah iman bagi kaum Mukminin antara lain adalah:Pertama, taqwa itu sendiri, menjaga
diri dari dosa, ancaman siksa, bahaya dan membuka pintu rizki karena Allah berfirman (QS; Ath Thalaq : 2-3):
Artinya: Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengada-kan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Jamaah Jum’ah rahima kumullahYang kedua, iman membuahkan pula taubat dan istighfar; yang akan
menebar rizki untuk kita sekalian. Amiril Mukminin Umar dalamberistisqa’ atau memohon rizki, hanyalah dengan
istighfar (Ruhul Maani, 29/72-73)
Rasulullah bersabda:

‫ب‬
ُ ‫س‬ ُ ‫ق َم ْخ َر ًجا َو َرزَ قَهُ ِمنْ َح ْي‬
ِ َ‫ث الَ يَ ْحت‬ َ ‫ست ْغفَا َر َج َع َل هللاُ لَهُ ِمنْ ُك ِّل َغ ٍّم فَ َر ًجا َو ِمنْ ُك ِّل‬
ٍ ‫ض ْي‬ ِ ‫َمنْ َأ ْكثَ َر‬
ْ ‫اال‬
)‫(رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه‬

“Barang siapa yang memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah menjadikan
untuk setiap kesedihan jalan keluar, untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki
(yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka “(HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah)
Allah menegaskan pula dalam (QS: Hud: 3)
Artinya: Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai
kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan
(balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.
Ikhwani rahima kumullah!
Itulah taubat yang menyesali dan menghentikan dosa dan maksiat kemudian menggantikannya dengan
amal shalih dan keridhaan sesama.
Ketiga: Iman membuahkan TAWAKKAL, yaitu berusaha dengan disertai sikap menyandarkan diri hanya kepada
Allah yang memberikan kesehatan, rizki, manfaat, bahaya, kekayaan, kemiskinan, hidup dan kematian serta segala
yang ada, tawakkal ini akan membukakan rizki dari Allah, sebagaimana janjinya dalam QS: 65 At-Thalaq: 3):
Artinya: Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memberikan contoh tentang bertawakkal yang sesungguhnya
dengan bersabda
ً ‫ دُو ِخ َم‬t‫ ُر تَ ْغ‬t‫ق الطَّ ْي‬
‫ا (رواه‬ttً‫ ُر ُح بِطَان‬tَ‫ا َوت‬t‫اص‬ ُ ‫ر َز‬tْ tُ‫ا ت‬tt‫ ُر ِز ْقتُ ْم َك َم‬tَ‫ق تَ َو ُكلِّ ِه ل‬ ْ tُ‫و َأنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْم تَ َو َكل‬t
َّ t‫ونَ َعلَى هللاِ َح‬t ْ tَ‫ل‬
)‫الترمذى‬.
“Sungguh seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakal niscaya kalian akan
diberikan rizki sebagai-mana rizki-rizki burung-burung, mereka berangkat pergi dalam keadaan lapar, dan pulang
sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Timidzi No. 2344).
Ikhwani rahima kumullah!Keempat: Iman dan taqwa membuahkan taqarrub yang berupa rajin
mengabdi bahkan sepenuhnya mengabdi beribadah kepada Allah lahir bathin khusu dan khudhu.
Beribadah yang sepenuhnya akan dapat membuka rizki Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam :
َ‫ ال‬،‫ يَا ابْنَ آ َد َم‬،‫ تَفَ َّر ْغ لِ ِعبَا َدتِ ْي َأ ْمُأل قَ ْلبَ َك ِغنًى َوَأ ْمُأل يَ َد ْيكَ ِر ْزقًا‬،‫ يَا ابْنَ آ َد َم‬:‫ار َك َوتَ َعالَى‬ َ َ‫يَقُ ْو ُل َر ُّب ُك ْم تَب‬
)‫ سلسلة األحاديث الصحيحة‬،‫ش ْغالً (رواه الحاكم‬ ُ ‫اع ْدنِي فََأ ْمُأل قَ ْلبَ َك فَ ْق ًرا َوَأ ْمُأل يَ َد ْي َك‬ ِ َ‫تُب‬
“Rabb kalian berkata; Wahai anak Adam! Beribadahlah kepadaKu sepenuhnya, niscaya aku penuhi
hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam! Jangan jauhi Aku,
sehingga aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan”. (HR. Al-
Hakim: Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah No. 1359).

Jamaah Jum’ah rahima kumullah, Kelima: Iman dan taqwa membimbing hijrah fisabilillah. Perubahan
sikap dari yang buruk kepada sikap kebaikan, atau hijrah adalah perpindahan dari negeri kafir, menuju negeri
kaum Muslimin, menolong mereka untuk mencapai keridhaan Allah (Tafsir manar, 5: 39)
Hijrah ini membukakan pintu rizki Allah dengan janjiNya dalam surat An-Nisa ayat 100:Artinya:
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan
rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya
disisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Jamaah Jum’ah rahima kumullah
Keenam: Iman dan Taqwa membuahkan gemar berinfaq: Yaitu infaq yang dianjurkan agama, seperti
kepada fakir miskin, untuk agama Allah. Infak manjadikan pintu rizki terbuka, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berjanji dalam QS: Saba: 39)
Artinya: Katakanlah: “Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendakiNya
diantara hamba-hambaNya dan menyempitkan (siapa yang dikehendakiNya)”. Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
Meskipun sedikit, tetap diganti di dunia dan di akhirat (Tafsir Ibnu Katsir 3/595) jaminan Allah pasti lebih disukai
orang yang beriman dari pada harta dunia yang pasti akan binasa (lihat At-Tafsir: Al-Kabir, 25:263) dan berinfak
adalah sesuatu yang dicintai Allah (lihat tafsir Takrir wat Tanwir, 22:221).
Para malaikat mendoakan:

ِ ‫اَللَّ ُه َّم َأع‬. “Ya Allah, berikanlah kepada orang-orang berinfak ganti” (HR. Bukhari No. 1442).
‫ْط ُم ْنفِقًا َخلَفًا‬
Dari Sabda Rasulullah:)‫البخاري‬ ُ ِ‫فَ َه ْل ت ُْرزَ قُ ْونَ ِإالَّ ب‬
‫ض َعفَاِئ ُك ْم (رواه‬

“Bukankah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah diantara kalian?” Begitu juga termasuk
kelompok dhaif orang-orang yang mempelajari ilmu (lihat tafsir Al-Manar, 3:38).
Ikhwani Rahima kumullah,
Kemudian Ketujuh, Iman dan Taqwa membuahkan pula gemar ber-silaturahmi yaitu berbuat baik kepada
segenap kerabat dari garis keturunan maupun perkawinan dengan lemah lembut, kasih dan melindungi (Muqatul
Mafatih, 8/645)
Silaturahim ini menjadi pintu pembuka rizki adalah karena sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam:

ِ ِ‫سَأ لَهُ فِ ْي َأثَ ِر ِه فَ ْلي‬


ُ‫ص ْل َر ِح َمه‬ َ ‫س َّرهُ َأنْ يُ ْب‬
َ ‫ َواَنْ يُ ْن‬،‫سطَ لَهُ فِي ِر ْزقِ ِه‬ َ ْ‫ َمن‬.
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka
hendaklah ia menyambung (tali) silaturahmi”. (HR. Bukhari No. 5985).
Silaturahim ini menyangkut pula kerabat yang belum Islam atau yang bermaksiat, dengan usaha menyadarkan
mereka, buka mendukung kemungkaran atau kemaksiatannya. Namun bila mereka semakin merajalela dengan
cara silaturahim ini maka menjauhi adalah yang terbaik, namun tetap kita mohonkan hidayah.
Kedelapan, melaksanakan ibadah haji dengan umrah, atau umrah dengan hajji yang tulus hanya mengharap ridha
Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam:

ٌ ‫س لِ ْل ِح َّج ِة ا ْل َم ْب ُر ْو َر ِة ثَ َو‬
َّ‫اب ِإال‬ َّ ِ‫ب َوا ْلف‬
َ ‫ض ِة َولَ ْي‬ َّ ‫الذنُ ْو َب َك َما يُنَفِّي ا ْل ِك ْي ُر َخبَ َث ا ْل َح ِد ْي ِد َو‬
ِ ‫الذ َه‬ ُّ ‫تَابِ ُع ْوا َبيْنَ ا ْل َح ِّج َوا ْل ُع ْم َر ِة فَِإنَّ ُه َما يُنَفِّيَا ِن ا ْلفَ ْق َر َو‬
)‫ا ْل َجنَّةُ (أحمد والترمذي والنسائي وابن خزيمة وابن حبان‬.
“Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesunguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa,
sebagaimana api dapat hilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur itu
melainkan Surga.” (Ahmad No. 3669, Timidzi No. 807, Nasa’I 5:115, Ibnu Khuzaimah No. 464, Ibnu Hibban No.
3693.
Sidang jum’at rahimakumullah!
Terakhir marilah kita simpulkan agar kita senantiasa ingat apa yang menjamin kita untuk memperoleh
rizki Allah yang berkah di dunia dan akhirat. Yaitu Taqwallah, Istiqhfar dan Taubat, Tawakal, Taqarrub dengan
ibadah berhijrah, berinfaq, silaturrahim dan segera melaksanakan haji
.

14. Dengan Takwa Kita Gapai Masadepan Yang Gemilang Serta Kehidupan
Yang Hakiki
Para hadirin yang berbahagia.
Pada hakekatnya tak ada penyejuk yang benar-benar menyegarkan, dan tak ada obat yang paling mujarab selain
taqwa kepada Allah.
Hanya taqwa kepadaNyalah satu-satunya jalan keluar dari berbagai problem kehidupan, yang
mendatangkan keberkahan hidup, serta menyelamatkan dari adzabNya di dunia maupun di akhirat nanti, karena
taqwa jualah seseorang akan mewarisi Surga Allah Subhannahu wa Ta’ala.
Saudara-saudara yang berbahagia.
Pengertian taqwa itu sendiri mengandung makna yang bervariasi di kalangan ulama. Namun semuanya bermuara
kepada satu pengertian yaitu seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dari
adzabNya, hal ini dapat terwujud dengan melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di
larang-Nya..Bila kata taqwa disandarkan kepada Allah maka artinya takutlah kepada kemurkaanNya, dan ini
merupakan perkara yang besar yang mesti ditakuti oleh setiap hamba. Imam Ahmad bin Hambal Radhiallaahu
anhu berkata, “Taqwa adalah meninggalkan apa-apa yang dimaui oleh hawa nafsumu, karena engkau takut
(kepada Dzat yang engkau takuti)”. Lebih lanjut ia mengatakan, “Takut kepada Allah, ridha dengan ketentuanNya
dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat nanti.”
Para hadirin yang berbahagia
Pada hakekatnya Allah Subhannahu wa Ta’ala mewasiatkan taqwa ini, bukan hanya pada umat Nabi Muhammad,
melainkan Dia mewasiatkan kepada umat-umat terdahulu juga, dan dari sini kita bisa melihat bahwa taqwa
merupakan satu-satunya yang diinginkan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta’ala menghimpun seluruh nasihat dan dalil-dalil, petunjuk-petunjuk, peringatan-
peringatan, didikan serta ajaran dalam satu wasiat yaitu Taqwa.
Hadirin yang berbahagia.
Pernah suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berwasiat mengenai taqwa, dan kisah ini diriwayatkan
oleh Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam shalat subuh bersama kami, kemudian
memberi nasihat dengan nasihat yang baik yang dapat meneteskan air mata serta menggetarkan hati yang
mendengarnya. Lalu berkatalah salah seorang sahabat, “Ya Rasulullah, sepertinya ini nasihat terakhir oleh karena
itu nasihatilah kami”. Lalu Nabi bersabda:

،‫اختِالَفًا َكثِ ْي ًرا‬ْ ‫سيَ َرى‬ َ َ‫ش ِم ْن ُك ْم ف‬ ْ ‫ فَِإنَّهُ َمنْ يَ ِع‬،‫شيًّا‬ ِ َ‫ َوِإنْ َكانَ َع ْبدًا َحب‬،‫س ْم ِع َوالطَّا َع ِة‬ َّ ‫ص ْي ُك ْم بِتَ ْق َوى هللاِ َوال‬ ِ ‫َأ ْو‬
‫ فَِإنَّ ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬،‫ت ْاُأل ُم ْو ِر‬
ِ ‫ وَِإيَّا ُك ْم َو ُم ْح َدثَا‬،‫اج ِذ‬
ِ ‫َض ْوا َعلَ ْي َها بِالنَّ َو‬ُّ ‫ ع‬، َ‫اش ِديْنَ ا ْل َم ْه ِديِّيْن‬
ِ ‫سنَّ ِة ا ْل ُخلَفَا ِء ال َّر‬ ُ ِ‫فَ َعلَ ْي ُك ْم ب‬
ُ ‫ي َو‬tْ ِ‫سنَّت‬
ٌ‫ضالَلَة‬ َ
Artinya: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati,
sekalipun kepada budak keturunan Habsyi. Maka sesungguhnya barangsiapa di antara kamu hidup (pada saat itu),
maka dia akan menyaksikan banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu hendaklah kamu mengikuti sunnahku
dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu (peganglah
sunnah ini erat-erat). Dan berwaspadalah kamu terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah
itu sesat”. (HR. Ahmad IV:126-127; Abu Dawud, 4583; Tarmidzi, 2676, Ibnu Majah, 43; Ad-Darimi 1:44-45; Al-
Baghawi, 1-205, syarah dan As Sunnah, dan Tarmidzi berkata, hadits ini hasan shahih, dan shahih menurut Syaikh
Al-Albani).
Hadirin yang berbahagia.
Tentang sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada
Allah, mendengar dan mentaati”, tersebut di atas, Ibnu Rajab berkata, bahwa kedua kata itu yaitu mendengar dan
mentaati, mempersatukan kebahagiaan dunia dan akhirat. Adapun taqwa merupakan penjamin kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia.
Di samping itu taqwa juga merupakan sebaik-baiknya pakaian dan bekal orang mu’min, hal ini seperti
yang digambarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam firmanNya surat Al-A’raaf ayat 26 dan Al-
Baqarah ayat 197. Allah berfirman: Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang terbaik. (Al-A’raaf:
26).
Allah Ta’ala menganugerahkan kepada hamba-hambaNya pakaian penutup aurat (al-libas) dan pakaian
indah (ar-risy), maka al-libas merupakan kebutuhan yang harus, sedangkan ar-risy sebagai tambahan dan
penyempurna, artinya Allah menunjuki kepada manusia bahwa sebaik-baik pakaian yaitu pakaian yang bisa
menutupi aurat yang lahir maupun batin, dan sekaligus memper-indahnya, yaitu pakaian at-taqwa.
Qasim bin Malik meriwayatkan dari ‘Auf dari Ma’bad Al-Juhani berkata, maksud pakaian taqwa adalah al-hayaa’
(malu). Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa pakaian taqwa adalah amal shalih, wajah yang simpatik, dan
bisa juga bermakna segala sesuatu yang Allah ajarkan dan tunjukkan.
Adapun taqwa sebagai sebaik-baiknya bekal sebagaimana tertuang dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 197:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai orang-orang
yang berakal”
Para hadirin yang berbahagia
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut, dengan menyatakan bahwa kalimat “sesungguhnya sebaik-
baik bekal adalah taqwa”, menunjukkan bahwa tatkala Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk mengambil
bekal dunia, maka Allah menunjuki kepadanya tentang bekal menuju akhirat (yaitu taqwa). Seandainya kita
mampu mengaplikasikan atau merealisasikan, kedua ayat di atas bukanlah suatu hal yang mustahil, dan itu
merupakan modal utama bagi kita untuk bersua kepada Sang Pencipta.
Saudara-saudara yang berbahagia, banyak sekali faktor-faktor penunjang agar kita bisa merasakan ketaqwaan
tersebut, di antaranya:
1. Mahabbatullah
2. Muraqabatullah (merasakan adanya pengawasan Allah)
3. Menjauhi penyakit hati
4. Menundukkan hawa nafsu
5. Mewaspadai tipu daya syaitan

1. Mahabbatullah
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Mahabbah itu ibarat pohon (kecintaan) dalam hati, akarnya adalah merendahkan diri di hadapan Dzat yang
dicintainya, batangnya adalah ma’rifah kepadaNya, rantingnya adalah rasa takut kepada (siksa)Nya, daunnya
adalah rasa malu terhadapNya, buah yang dihasilkan adalah taat kepadaNya, bahan penyiramnya adalah dzikir
kepadaNya, kapan saja, jika amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah mahabbahnya kepada
Allah”. (Raudlatul Muhibin, 409, Darush Shofa).

2. Merasakan adanya pengawasan Allah.


Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman:“Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah melihat
apa-apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hadid: 4).
Makna ayat ini, bahwa Allah mengawasi dan menyaksikan perbuatanmu kapan saja dan di mana saja kamu berada.
Di darat ataupun di laut, pada waktu malam maupun siang. Di rumah kediamanmu maupun di ruang terbuka.
Segala sesuatu berada dalam ilmuNya, Dia dengarkan perkataanmu, melihat tempat tinggalmu, di mana saja
adanya dan Dia mengetahui apa yang kamu sembunyikan serta yang kamu fikirkan”. (Tafsir Al-Qur’anul Adzim,
IV/304).
3. Menjauhi penyakit hati
Para hadirin.Di dunia ini tidak ada yang namanya kejahatan dan bencana besar, kecuali penyebabnya adalah
perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Adapun penyebab dosa itu teramat banyak sekali, di antaranya penyakit
hati, penyakit yang cukup kronis, yang menimpa banyak manusia, seperti dengki, yang tidak senang kebahagiaan
menghinggap kepada orang lain, atau ghibah yang selalu membicarakan aib orang lain, dan satu penyakit yang
tidak akan diampuni oleh Allah yaitu Syirik. Oleh karena itu mari kita berlindung kepada Allah Subhannahu wa
Ta’ala dari penyakit itu semua.
4. Menundukkan hawa nafsu
Apabila kita mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan dan tanda
adanya nilai takwa dalam pribadi kita serta di akhirat mendapat balasan Surga. Seperti firman Allah yang artinya:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari keinginan nafsunya, maka
sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya.” (An-Nazi’at: 40-41)
5. Mewaspadai tipu daya syaithan
Para hadirin yang berbahagia.
Seperti kita ketahui bersama bahwasanya syaithan menghalangi orang-orang mu’min dengan beberapa
penghalang, yang pertama adalah kufur, jikalau seseorang selamat dari kekufuran, maka syaithan menggunakan
caranya yang kedua yaitu berupa bid’ah, jika selamat pula maka ia menggunakan cara yang ketiga yaitu dengan
dosa-dosa besar, jika masih tak berhasil dengan cara ini ia menggoda dengan perbuatan mubah, sehingga manusia
menyibukkan dirinya dalam perkara ini, jika tidak mampu juga maka syaithan akan menyerahkan bala tentaranya
untuk menimbulkan berbagai macam gangguan dan cobaan silih berganti.
Saudara-saudara yang berbahagia, maka tidak diragukan lagi, bahwa mengetahui rintangan-rintangan
yang dibuat syaithan dan mengetahui tempat-tempat masuknya ke hati anak Adam dari bujuk rayu syaithan
merupakan poin tersendiri bagi kita.
Para hadirin yang berbahagia, demikianlah apa-apa yang bisa saya sampaikan, marilah kita berharap
kepada Allah semoga kita termasuk orang-orang yang Muttaqin yang selalu istiqomah pada jalanNya.

 
15. Islam; Kenikmatan yang Agung Dan Sempurna
Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah
Segala puji hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Tiada Dzat yang patut disembah, diibadahi, dipuji dan
ditaati , Dialah Al-Khaliq yang telah menurunkan Islam  sebagai aturan yang adil, agung lagi mulia yang
merupakan rahmat dan nikmat bagi seluruh alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah
kepada penutup para nabi dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam beserta keluarga, sahabat-sahabat,
dan para pengikutnya yang setia berjuang untuk menyebarkan risalah Islam keseluruh penjuru dunia.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang berbahagia, Nikmat yang sangat besar yang harus kita syukuri adalah
iman dan Islam serta diciptakannya alam semesta untuk manusia, kemudian dipilihnya planet bumi sebuah planet
yang nyaman untuk kita tempati, dan dibuatNya untuk alam semesta, termasuk manusia, suatu sunnatullah yang
tidak pernah berubah, sebagaimana firmanNya:
“… Dan kamu sekali-kali tidak akan menjumpai perubahan pada sunnatulllah.” (QS. Al-Ahzab: 62) dan
juga firmanNya:
“… Dan tidak akan kamu dapati suatu perubahan pada ketetapan kami itu.” (QS. Al-Isra’: 77)
Jika kita renungkan, planet bumi yang mengelilingi surya berenang dalam lintasan ellips, merengggang
147 juta km dan maksimal 152 juta km dengan kecepatan 29.79 km/detik, melahap tahun demi tahun dengan
kecepatan 11,18 km/detik memulas siang dan malam . Andaikan saja tidak ada ketetapan /keteraturan dalam
sunnatullah ini atau bumi dan planet lainnya tidak mau taat pada aturanNya, seperti kebanyakan sifat manusia,
niscaya imbang centripental dan centrifugalnya(gaya/tarikan kedalam dan keluar) akan tersita fatal, lantas bumi
akan anjlok ke perihelion dan ephelion lain, yang bisa menyulap bumi akan menjadi gersang ataupun beku
sehingga menjadi pemukiman yang tidak membetahkan insan. Sungguh segala puji bagi Allah yang membuat
sunnatullah ini bersifat tetap.
Jama’ah yang berbahagia . Kita juga melihat keteraturan alam semesta ini pada dunia hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Mereka senantiasa tunduk kepada aturan-aturanNya, mereka senantiasa konsisten dengan
aturan-aturan yang diciptakan untuk mereka. Ketika Allah telah membuat hidup mereka berpasang-pasangan,
hampir tidak pernah kita jumpai, bahkan dalam sebuah kandang sekalipun tidak ada hewan jantan kawin dengan
hewan jantan atau sebaliknya. Mereka semua tunduk dan bertasbih kepada Allah sebagaimana firmanNya:
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi. Raja Yang Maha
Suci,Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Jumu’ah : 1).
Akan tetapi wahai kaum muslimin yang mulia, manusia yang diberi kelebihan nikmat yang paling utama
berupa akal, ternyata tidaklah cukup dengan aturan-aturan alam ini saja. Manusia dengan akal dan potensi hidup
lainnya berupa kebutuhan jasmani,naluri dan hawa nafsunya ternyata bisa dan mampu melakukan penyimpangan
dari aturan-aturan Allah, sehingga hal yang tidak kita temui dalam kandang ayam sekalipun justru saat ini kita
temui pada kehidupan manusia, kita dapati pria kawin dengan pria, wanita kawin dengan wanita, bahkan manusia
kawin dengan alat yang dibuatnya sendiri. Dari akibat ulah manusia semacam inilah kita bisa menyaksikan
kerusakan yang dahsyat baik itu berupa penyakit kelamin, kerusakan moral dan kerusakan lain yang terjadi di
darat maupun di laut.
Wahai kaum muslimin rahimakumullah, Merupakan kenikmatan yang agung, sempurna dan satu-
satunya yang akan menjamin tercapainya kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat, yang jika
kita bandingkan dengan nikmat alam semesta ini, niscaya alam semesta dan dunia ini tidak berarti apa-apa, itu
adalah nikmat Iman dan Islam, sebagaimana firmanNya:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu Ad-Dien (agama/jalan hidup)mu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmatKu dan telah Aku ridlai Islam menjadi dien-mu.” (QS. Al-Maidah:3)
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Islam dengan aqidah dan syari’ahnya,merupakan aturan sekaligus jalan hidup yang dibuat Allah, pencipta
manusia. Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Adil dan Bijaksana yang tidak saja mengatur manusia dengan
diriNya (dalam hal aqidah dan ibadah) tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya
dalam hal mu’amalah dan ‘uqubat (hukuman). Oleh sebab itu Islam merupakan karunia dan nikmat Allah, hanya
dengannyalah dapat tercapai keserasian dan kebahagiaan hidup manusia. Tidak ada aturan lain yang bisa
memanusiakan manusia semanusiawi mungkin selain aturan dari Pencipta manusia, karena siapa yang lebih tahu
hakikat manusia selain Pencipta manusia?.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah
Sungguh agung dan besar nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita berupa Islam dan sesungguhnya
kita wajib mensyukurinya yaitu dengan menggunakan syariat Islam untuk mengatur aktivitas kita dalam
kehidupan sehari-hari. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman,masuklah kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian
maengikuti jejak langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Dan jika kita menginginkan nikmatNya dengan melecehkan aturan-aturanNya baik sebagian apalagi
keseluruhan, sungguh kehinaan hidup di dunia dan azab Allah di akhirat yang akan kita terima, sebagaimana
firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7:
“Jika kalian bersyukur (terhadap nikmatKu) niscaya Aku tambah nikmatKu kepadamu dan jika kalian
mengingkari (nikmat-Ku) niscaya azabKu sangat pedih.” Dan dalam ayat lain Allah menegaskan:“Dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sungguh baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaaha: 124).
Kaum muslimin rahimakumullah.
Dengan nikmat Allah yang berupa akal dan indra, marilah kita bersama-sama merenungkan kemudian
kita bersyukur, betapa matahari yang besarnya 1.303.600 x bumi (satu juta tiga ratus tiga ribu enam ratus kali
besar kali bumi) hanyalah ibarat setitik debu dalam galaksi (gugus bintang) Bima Sakti,maka bumi ibarat super
debu yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop dan manusia adalah super-super debu yang tertata dari sari
tanah, yang terjelma dari nutfah yang terpancar. Sungguh betapa besar jagat raya ini, dan batapa Maha Besar
Pencipta jagat ini dan sungguh betapa kecilnya manusia bila dibandingkan dengan jagat raya ini, betapa
sempurnanya Allah telah menurunkan ayat-ayat yang tersirat dalam alam semesta maupun yang tersurat dalam
kitabNya, betapa tinggi dan luasnya ilmu Allah dan betapa kecil dan kerdil manusia, sehingga nikmat yang berupa
akal ini justeru digunakan untuk mengkufuri nikmat yang lebih besar yaitu Islam, dengan akalnya kadang-kadang
manusia merasa lebih tahu dari Allah, merasa sombong dan ujub. Sehingga merasa mampu untuk membuat aturan
untuk mengatur dirinya sendiri, mengatur keluarganya dan orang sekelilingnya seraya berpaling dari ayat-ayat
Allah, berpaling dari Islam, berpaling dari syari’atNya. Padahal jagat raya yang besar dan luas saja tunduk pada
aturanNya, mengapa kadang-kadang menusia berpaling?, bukankah Allah telah berfirman:
“Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari
Tuhanmu, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan dua tangannya. Sungguh kami telah
meletakkan tutupan di atas hati mereka, dan meskipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka
tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi:57)
Sungguh sangat rugi orang-orang yang berpaling dari syari’atNya, keseluruhan ataupun sebagian dan
sungguh beruntung dan berbahagialah orang–orang yang senantiasa menjalani kehidupannya seraya menyesuaikan
dengan perintah dan laranganNya, bahkan Allah telah menjamin suatu bangsa yang penduduknya beriman dan
bertaqwa yakni menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, dengan firmanNya:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).

Anda mungkin juga menyukai