Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................4
A. LATAR BELAKANG........................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................4
C. TUJUAN.............................................................................................
A. PERKEMBANGAN TASAWUF.........................................................
B. IJTIHAD DAN HULUL.......................................................................
C. TOKOH-TOKOH.................................................................................
A. KESIMPULAN...................................................................................
B. SARAN...............................................................................................
C. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perkembangan tasawuf.
2. Untuk mengetahui apa itu ittihad dan hulul.
3. Untuk mengetahuitokoh-tokoh ittihad dan hulul.
BAB II
PEMBAHASAN
Benih-benih tasawwuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal
ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah, dan pribadi
Nabi SAW. Peristiwa dan perilaku hidup Nabi SAW. Sebelum diangkat menjadi
Rasul, berhari-hari ia berkhalwat di gua Hira’, terutama pada bulan Ramadhan. Di
sana Nabi SAW banyak berfikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Ibadah Nabi SAW. Ibadah Nabi SAW juga merupakan cikal bakal
tasawwuf. Dalam diri Nabi SAW terkumpul sifat-sifat utama, yaitu rendah hati,
lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh,
santun dan tidak mabuk ujian. Nabi SAW adalah tipe ideal bagi seluruh kaum
muslimin, termasuk pula bagi para sufi, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam surah Al-Ahzab Ayat 21 yang artinya:
1 Abuddin, 1996, Akhlak Tasawuf Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hal 45
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi
mu (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyak menyebut nama Allah.”2
1. Pengertain Ittihad
Ittihad menurut bahasa berarti penyatuan atau perpaduan dua hal, artinya
perpaduan dengan Tuhan tanpa diantarai sesuatu apapun. Dalam tasawuf, ittihad
adalah kondisi dimana seorang sufi merasa dirinya menyatu dengan Tuhan
sehingga masing-masing diantara keduanya bisa memanggil kata-kata aku.
Menurut Abu Yazid, proses ittihad adalah naiknya jiwa manusia kehadirat
Illahi, bukan melalui reinkarnasi. Sirnanya segala sesuatu dari kesadaran dan
pandangannya, yang disadari dan dilihat hanya hakikat yang satu, yakni Allah.
Bahkan dia tidak melihat dan tidak menyadari sendiri karena dirinya terlebur dala
Dia yang dilihat.
Apabila seorang sufi telah berada dalam keadaan fana, maka pada saat itu
ia telah dapat menyatu dengan Tuhan. Di dalam perpaduan itu ia menemukan
Ketika Abu Yazid al-Busthami mengalami fanâ` dan baqâ`, pada dirinya
terjadi pengalamanspiritual sebagai berikut:
a. Hijab atau tabir yang menjadi penghalang di antara dirinya dan Allah tersingkap
atau mengalami
mukâsyafah;
b. Dalam keadaan mukâsyafah, Abu Yazid al-Busthami menyaksikan keagungan
Allah yang dinamakan musyahadah;
c. Dalam keadaan musyahadah, Abu Yazid al-Busthami mengenal Allah secara
langsung yang dalam istilah tasawuf disebut ma’rifah;
2. Pengertian Hulul
Kata Hulul adalah bentuk masdar dari kata kerja halla yang berarti tinggal
atau berdiam diri, secara terminologi kata al-Hulul diartikan dengan paham bahwa
tuhan dapat menitis ke dalam makhluk atau benda. Di samping itu al-Hulul
berasal dari kata halla yang berarti menempati suatu tempat (Halla bi al-Makani).
Jadi secara garis besarnya adalah menempati suatu tempat.
Faham al-Hulul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari
faham (ajaran) al-ittihad. Tetapi dua konsep ajaran ini berbeda. Dalam ajaran
ittihad, diri manusia lebur dan yang ada hanya diri Allah. Sedangkan dalam
konsep al-Hulul, diri manusia tidak hancur. Dalam konsep ittihad yang dilihat satu
wujud, sedangkan dalam konsep ajaran al-Hulul disana ada dua wujud tetapi
bersatu dalam satu tubuh.
a. Al-Hulul Al-Jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat
pada yang lain (tanpa persatuan), seperti air mengambil tempat dalam bejana.
Al-Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu
secara rohaniah. Hamka mengatakan bahwa hulul adalah ketuhanan (lahut)
menjelma ke dalam diri insan (nasut), dan hal ini terjadi pada saat kebatinan
seseorang telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
Jadi, menurut pandang Al-Hallaj, ketika hulûl benar-benar terjadi pada diri
seorang sufi, makapada hakikatnya telah terjadi empat proses yang berikut:
a) Tuhan turun mendekati sufi tersebut; b)Tuhan telah memilih sufi tersebut untuk
dijadikan tempat hulûl;
c) Tuhan menjelma pada diri sufi; dan
d)Tuhan menyatu dengan sufi tersebut.5
5 Zahri Mustafa, 1998, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya : PT Bina Ilmu. Hal. 79
Konsep hulûl secara filosofis dibangun di atas landasan teori lahut dan
nasut. Lahut berasal dariperkataan ilah yang berarti tuhan, sedangkan lâhût berarti
sifat keilahian atau ketuhanan.
Demikian juga manusia memiliki lâhût dan nâsût. Lahut Tuhan adalah
dzat Allah yang ghaib al-ghuyub;sedangkan nâsût Tuhan adalah ruh Allah yang
ditiupkan ke dalam tubuh manusia. Lahut manusia ialah ruh Allah yang ditiupkan
ke dalam diri manusia; sedang nâsût manusia adalah sifat basyariyah, yaknisifat
kemanusiaan manusia.
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan Aku telah meniupkan
roh (ciptaan)-Kuke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud,
menghormati Adam”. (Q. S. al-Hijr/15 : 29 dan Q.S. Shad/38: 72).6
Ruh yang ditiupkan Allah ke dalam janin tetapmilik Allah karena Allah
tidak menghibahkanya. Manusia hanya memiliki hak guna dan hak pakai
6 Q. S. al-Hijr/15 : 29 dan Q.S. Shad/38: 72
dalambatas waktu yang ditentukan Allah. Oleh sebab itu, ruh manusia sepenuhnya
berada dalam penguasaanAllah dan menjadi wewenang Allah secara mutlak.
Ketika ajal sudah tiba, maka Allah menyabut ruhmanusia untuk dikembalikan
kepada-Nya.
Para ulama yang moderat ini berpendapatbahwa hulûl-nya Allah pada diri
Al-Hallaj bersifat sementara; tidak fundamental dan permanen. Al-Hallaj
7 Permadi, 2004, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta : PT Rineka Cipta. Hal. 198
tidak menjadi Tuhan dan tidak menyatakan dirinya Tuhan. Ia hanya mengucapkan
kata-kata syathahat, ana al-Haqq (aku Tuhan yang Maha Benar) yang tidak
disadarinya selama syathahat.
Oleh karenanya,Al-Hallaj tidak bisa divonis kafir atau murtad, keluar dari
keyakinan Islam. Ia pun tetap manusia, tidakmenjadi Tuhan dan tidak kehilangan
nilai kemanusiannya. Ketika syathahat berlalu, ia kembali kepadajati dirinya
seorang yang kokoh menganut keyakinan tauhid sebagaimana disebutkan dalam
syair Al-Hallaj yang berikut:
8 Amir, 2000, Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf, Jakarta : Pustaka Azzam. Hal 67
berlangsung dengan tanazul, yakni sufi berjuang menghampiri Allah hingga Allah
turun menghampiri sufi kemudian terjadi penyatuan antara hamba dengan Allah.
1. Tokoh Ittihad
Jika mempelajari tentang ittihad, kita akan mengenal Abu Yazid Al-
Bustomi. Abu Yazid Al-Bustomi adalah seorang penyebar dan pembawa ajaran
ittihad dalam tasawuf. Lahir di Bistam, Persia pada tahun 874 M. Kehidupannya
yang sederhana menaruh sayang dan kasih pada fakir miskin. Sebagian besar
waktunya dipergunakan untuk beribadah dan memuja Tuhan, yang dimulai
dengan timbulnya faham fana’ dan baqa’.
2. Tokoh Hulul
Hulul diajarkan oleh Husein Ibnu Mansur Al-Hallaj, lahir di kota Persia
pada tahun 858 M. Menurut pemikiran tasawufnya ia mengatakan bahwa “aku
ingin untuk tidak mengingini”. Dan “Aku tidak ingin dari Tuhan kecuali Tuhan”.
BAB III
PENUTUP
9 Http://Amirkhan. Wordpress.com/2012/06/27/Tasawuf-falsafi-ijtihad-hulul
A. Kesimpulan
Dalam tasawuf, ittihad dan hulul sebenarnya memiliki makna yang sama.
Terdapat kesatuan antara manusia dengan Tuhannya. Namun dalam ittihad sifat
kemanusiaan dalam diri manusia tersebut telah hilang dan sepenuhnya diambil
alih oleh tuhan. Sedangkan dalam hulul sifat kemanusiaan tersebut tetap ada
dalam diri manusia. Tokoh dalam ittihad adalah Abu Yazid Al-Bustami,
sedangkan hulul diajarkan oleh Husein Ibnu Mansur Al-Hallaj.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amir An-najar. Ilmu Jiwa Dalam Tasawuf. Jakarta: Pustaka Azzam.2000.
Http://Amrikhan.Wordpress.Com/2012/06/27/Tasawuf-Falsafi-Ittihad-Hulul.