Disusun oleh :
KELAS B
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun tugas makalah yang berjudul
”Tasawuf Akhlaki dan Amali yang meliputi Definisi, Teori, dan Tokoh” ini dengan baik
serta tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akhlak Tasawuf dengan Dosen Pengampu Bapak Nashrul Haqiqi Firmansyah, M.Pd. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang memahami hak dan
kewajiban warga negara bagi pembaca dan penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nashrul Haqiqi Firmansyah, M.Pd.
selaku Dosen Pengampu Ahklak Tasawuf yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN..................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................................................ 4
BAB II....................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN....................................................................................................................... 5
BAB III.................................................................................................................................... 15
PENUTUP............................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan............................................................................................................ 15
B. Saran...................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu tasawuf merupakan salah satu daripada cabang ilmu agama Islam yang utama
yakni ilmu tauhid (Ushuluddin) dan ilmu fiqih. Jika dalam ilmu tauhid mempelajari
mengenail i’tiqad (kepercayaan) mengenai hal ketuhanan, kerasulan, hari akhir, ketentuan
qadla’ dan qadar Allah. Ilmu fiqih tentang hal-hal yang berkaitan dengan ibadah yang
bersifat lahir, maka ilmu tasawuf ini membahas mengenai hal yang berkaitan dengan
akhlak, amalan ibadah, budi pekerti, taubat, sabar, dan lain-lainnya. Ilmu tasawuf dikenal
juga dengan sebutan ilmu sufisme. Singkatnya, ilmu tasawuf atau sufisme ini ialah ilmu
yang mempelajari atau mengetahu bagaimana cara untuk mensucikan jiwa, membangun
akhlaq yang baik dan benar secara lahir dan bathin, serta demi memperoleh kebahagian
yang kekal.
Pada awalnya, tasawuf merupakan gerakan zuhud, yakni mengabdikan diri hanya
untuk beribadah pada Tuhan dan menjauhi hal-hal yang berhubungan dengan duniawi.
Ilmu tasawuf bisa di kelompokkan menjadi tiga macam, yakni tasawuf akhlaki, tasawuf
amali, dan tasawuf falsafi.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dari situlah dapat dikatakan bahwa tasawuf bermula dari kehidupan zuhud.
Hasan Basri adalah seorang zahid pertama dan terrmasyhur dalam sejarah
tasawuf, yang mana Ia senantiasa meneladani sifat dan prilaku Rasulullah. Hasan
Basri pertama muncul dengan membawa ajaran khauf dan raja, mempertebal rasa
takut dan harap pada Tuhan. Kemudian setelah hasan Basri muncullah guru-guru
lain yang dinamakan qari’ kemudian mengadakan perkumpulan gerakan hidup
kerohanian di kalangan kaum Muslim yang tertarik dalam bidang tasawuf.
Para ahli sejarah sepakat bahwa munculnya tasawuf yaitu pada abad ke II
5
Hijriah. Dimana pada saat itu orang-orang sedang berusaha untuk meluruskan
jalannya menuju pada Allah SWT dan takut kepada Allah dan menjauhi
kemewahan hidup. Banyak cara yang dilakukan yaitu seperti dzikir, baik itu yang
dilakukan secara tersembunyi maupun terbuka, dan memperbanyak membaca Al-
Qur’an serta beberapa sarana yang dilakukan seperti zuhud. Adapun dari mereka
yang shari-harinya melakukan sholat seakan-akan waktunya habis dipergunakan
untuk terus beribadah, terutama sholat malam. Semenjak itu tasawuf mulai
dikenal serta berkembang dan kemudian tersebar dan diajarkan kepada
orangorang yang tertarik memepelajari tasawuf.
Tasawuf ini merupakan ilmu yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai
kedekatan antara seorang hamba dengan Allah dan ilmu tasawuf ini yang
kemudian melahirkan praktik-praktik ketasawufannya yaitu seperti tarekat.
Tarekat muncul sebagai sebuah implikasi dari tasawuf yang merupakan sebuah
jalan oleh para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Tarekat secara harfiah berarti jalan sama dengan arti perkataan syariah, sabil,
shirat, dan manhaj. Dalam hal ini yang dimaksud ialah jalan menuju kepada Allah
guna mendapatkan Ridha-Nya. secara etimologi berarti jalan, sedangkan menurut
terminologi adalah jalan atau sistem yang ditempuh untuk menuju keridloan
Allah semata-mata.
Pada dasarnya ajaran tasawuf tersebut dapat dijadikan sebagai sumber gerak,
sumber kenormatifan, sumbermotivasi,dan sumbernilai sebagai acuan hidup (way
of life). Intisari ajaran tasawuf adalah makrifatullah, memahami bahwa perlunya
hubungan langsung dengan Tuhan ,sehingga seseorang merasa dengan dekat
hadirat-Nya. Usaha di antara lain dilakukan dengan muhasabah, melepaskan diri
dari tipu daya dunia yang senatiasa melalaikan akan memaknai hidup di dunia
yang tidak lama ini. Sifat dan pandangan tasawuf ini sangat diperlukan oleh
masyarakat di era millennial yang mengalami jiwa yang terpecah.
6
B. Teori Tentang Tasawuf Akhlaki dan Amali
A. Tasawuf akhlaki
Metode yang ditempuh para sufi adalah menanamkan rasa benci kepada
kehidupan duniawi. Ini berarti melepaskan kesenangan duniawi untuk mencintai
Tuhan. Esensi cinta kepada Tuhan adalah melawan hawa nafsu. Bagi sufi,
keunggulan seseorang bukanlah diukur dari tumpukan harta, otoritas dan bentuk
tubuh; melainkan dari akhak pribadi yang diterapkannya.
Para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang buruk
diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Itulah sebabnya pada
tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan
amalan dan latihan kerohaniyan yang cukup berat. Tujuannya adalah menguasai
hawa nafsu; menekan bahwa hawa nafsu sampai ke titik terendah; dan apabila
mungkin mematikan hawa nafsu sama sekali.
7
Pendekatan yang digunakan tasawuf akhlaki adalah pendekatan akhlak yang
terdiri dari:
1. Takhalli
Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir
dan maksiat batin. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela.
Salah satu akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan timbulnya akhlak
tercela lainnya adalah ketergantungan pada kenikmatan duniawi. Hal ini dapat
dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuk dan
berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.
Menurut kaum sufi kemaksiatan pada dasarnya dapat di bagi menjadi dua
yaitu maksiat lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir adalah segala sifat tercela yang
dikerjakan oleh anggota lahir, seperti tangan, mulut, dan mata. Maksiat batin
adalah segala sifat tercela yang diperbuat oleh anggota batin yaitu hati.
Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, oleh kaum sufi dipandang penting
karena sifat-sifat ini merupakan najis maknawi (najasah ma’nawiyyah). Adanya
najis-najis ini pada diri seseorang, menyebabkannya tidak dapat dekat dengan
tuhan. Hal ini sebagaimana mepunyai najis dzat (najasah dzatiyyah), yang
menyebabkan seseorang tidak dapat beribadah kepada tuhan.
Sikap mental yang tidak sehat sebenarnya diakibatkan oleh keterikatan pada
kehidupan duniawi. Keterikatan itu, menurut pandangan para sufi, memiliki bentuk
yang bermacam-macam. Bentuk yang dapat dipandang sangat berbahaya adalah
sikap mental riya’. Menurut Al-Ghazali, sifat ingin disanjung dan ingin di
agungkan, menghalangi seseorang menerima kebesaran orang lain, termasuk untuk
menerima keagungan Allah. Hasrat yang ingin disanjung itu sebenarnya tidak lepas
dari adanya perasaan paling unggul, rasa superioritas, dan merasa ingin menang
sendiri. Kesombongan dianggap sebagai dosa besar kepada Allah. Oleh karena itu,
Al-Ghazali menyatakan bahwa kesombongan sama dengan penyembahan diri,
bentuk lain dari politeisme.
2. Tahalli
Tahalli ialah upaya menghiasi diri dengan akhalak terpuji. Tahapan tahalli
dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Tahalli
juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik.
Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan di atas ketentuan agama,
baik kewajiban yang bersifat “luar” maupun yang bersifat “dalam”. Kewajiban
yang bersifat “luar” adalah kewajiban yang bersifat formal, seperti sholat, puasa,
dan haji. Adapun kewajiban yang bersifat “dalam”, contohnya yaitu iman, ketaatan
dan kecintaan kepada Tuhan.
8
Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap
takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala sikap mental
yang buruk dapat dilalui (takhalli), usaha itu harus berlanjut terus ketahap
berikutnya yang disebut tahalli. Sebab apabila suatu kebiasaan telah di lepaskan
tetapi tidak ada penggantinya, maka kekosongan itu dapat menimbulkan frustasi.
Oleh karena itu, ketika kebiasaan lama ditinggalkan, harus segera diisi dengan
kebiasaan baru yang baik.
Manusia yang mampu mengosongkan hatinya dari sifat-sifat yang tercela atau
(takhalli) dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji (tahalli), segala perbuatan
dan tindakannya sehari-hari selalu berdasarkan niat yang ikhlas. Ia akan ikhlas
kepada Allah, ikhlas mengabdi kepada masyarakat, ikhlas berbuat baik dan ikhlas
memberi bantuan kepada sesama. Ikhlas artinya dalam melakukan perbuatan tidak
mengharapkan suatu balasan. Seluruh hidupnya diikhlaskan untuk mencari
keridhaan Allah semata. Manusia yang seperti inilah yang dapat mendekatkan diri
kepada Tuhan.
Berikut contoh sikap atau perilaku dalam upaya menghiasi diri dengan akhlak
terpuji
a. Tobat, artinya memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan dan dosa-dosa
yang telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
b. Wara’, artinya meninggalkan segala keragu-raguan antara yang halal dan yang
haram atau syubhat.
d. Fakir, artinya tidak meminta lebih dari apa yang telah diberikan Allah SWT. (selalu
merasa cukup)
f. Tawakal, artinya bersandar atau memercayakan diri kepada Allah SWT. dalam
menghadapi setiap kepentingan.
g. Rida, artinya menerima segala apa yang telah ditakdirkan dan ditentukan Allah
SWT.
3. Tajalli
9
setelah seseorang mampu menguasai dirinya serta dapat menanamkan sifat-sifat
terpuji dalam jiwanya maka hatinya akan menjadi jernih serta memancarkan
ketenangan dan ketentraman.
B. Tasawuf Amali
Tasawuf Amali
Tasawuf ini berawal dari sifat zuhud, kemudian tasawuf dan akhlak (Sunni),
berakhir kepada sistem tarbiyah kolektif (thariqat jama’i). Inilah akar
perkembangan tariqah yaitu semenjak abad keenam dan ketujuh hijriyah. Maka
kita dapati thariqah ini adalah sebuah janji antara Shaykh dan muridnya untuk
bertaubat, istiqomah, masuk kepada jalan Allah dan senantiasa mengingat-Nya (al-
dhikr), serta beramal dengan etika dan dasar-dasar thariqah yang harus diikuti oleh
seorang murid di samping melaksanakan wirid-wirid (rutinitas ibadah), serta al-
hizb (gubahan do’a) Shaykh thariqah pada waktu-waktu yang telah ditentukan.
Tasawuf ini menjadi bentuk kolektif setelah sebelumnya berjalan secara individu-
individu yang terpisah dan tidak terorganisir. Akhirnya tasawuf ini mereka
namakan: “kumpulan individu-individu sufi yang berloyalitas kepada Shaykh
tertentu, dan patuh terhadap sistem tarbiyah ruhiyah, hidup secara kolektif di
zawiyah, rubbath, dan khanaqah, mengadakan perkumpulan rutin pada
kesempatan-kesempatan tertentu, serta mengadakan majlis-majlis ilmu dan dzikir
10
secara teratur. Kajian tasawuf ‘amali ini berkembang pada abad 3 dan 4 H.
Pada masa ini terdapat dua kecenderungan para tokoh.[5]
Tasawuf ‘amali ini identik dengan aliran thariqah sufiyyah yang didalamnya
ada berbagai unsur praktik ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
dengan menekankan aspek amaliah. Artinya, dalam melaksanakan tasawuf tidak
hanya sekedar teori tetapi juga praktik, sehingga lebih bisa merasakan tujuan utama
daripada tasawuf yaitu dekatnya seorang makhluq kepada al-Khaliq
Di dalam tasawuf ‘amali Ada beberapa istilah yang perlu diketahui. Pertama
adalah murid yang terdiri atas:
3. Muntahith, yaitu seseorang yang ilmu shari’ahnya telah matang. Dan telah
menjalani thariqah dan mendalami ilmu bathiniah sehingga jiwanya bersih dan
tidak melakukan maksiat.
1. Pertama, Shariah yaitu amalan lahir yang terkumpul pada rukun Islam yang lima.
Shariat ini bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
2. Kedua, Thariqah yaitu tata cara yang telah digariskan dalam agama dan dilakukan
hanya karena penghambaan diri kepada Allah SWT.
3. Ketiga, Haqiqah yaitu diartikan sebagai aspek batiniah. Haqiqah merupakan rahasia
yang paling dalam dalam dari segala amal, inti dari shariah, dan akhir dari
perjalanan yang ditempuh seorang sufi.
Dalam tasawuf ‘amali dikenal beberapa istilah yang menunjukkan derajat seseorang
sufi melalui bimbingan seorang Shaykh yaitu:
2. al-Mashahid, yaitu hal yang terlihat ditengah perjalanan yang sedang ditempuh oleh
mutawasith maupun muntahi.
11
3. al-Maqamah, yaitu derajat yang diperoleh oleh seorang sufi setelah mampu
berjuang melawan hawa nafsu.
4. al-Ahwal, yaitu derajat atau situasi kejiwaan seseorang yang diperoleh dari Allah
SWT, bukan dari hasil usahanya. Yang dapat digolongkan dalam al-ahwal adalah
al-muraqabah, al-qawf, al-raja’, al-shawq, al-uns.
1. Hasan Al-Bashri
Bernama lengkap Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar. Adalah seorang zahid yang amat
mashyur di kalangan tabi’in. Ia lahir di Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada
110 H (728 H).Ajaran-AjaranTasawufnya Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf
Hasan Al-Bashri sebagai berikut:
Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tenteram lebih baik daripada rasa tenteram
yang menimbulkan perasaan takut.
Dunia adalah negeri tempat beramal. Barangsiapa bertemu dunia dengan perasaan benci
dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Barangsiapa bertemu
dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan
akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.
Tafakur membawa kita pada kebaikan dan berusaha mengerjakannya.
Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggal mati
suaminya.
Orang yang beriman akan senantiasa berdukacita pada pagi dan sore hari karena berada
diantara dua perasaan takut, yaitu takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut
memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, hari
kiamat yang akan menagih janjinya.
Banyak dukacita di dunia memperteguh semangat amal saleh.
Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, Muhammad Mustafa, guru besar
filsafat Islam menyatakan bahwa tasawuf Hasan Al-Bashri didasari oleh rasa takut
siksa Tuhan di dalam neraka. Setelah di teliti, ternyata bukan perasaan takut yang
mendasari tasawufnya tetapi kebesaran jiwanya akan kekurangan dan kelalaian
dirinya yang mendasari tasawufnya.
2. Al-Muhasibi
Bernama lengkap Abu ‘Abdillah Al-Harits bin Asad Al-Bashri Al-Baghdadi Al-
Muhasibi. Beliau lahir di Bashrah, Irak, tahun 165 H (781 M) dan meninggal tahun 243 H
(857 M).
12
Ajaran-Ajaran Tasawufnya :
a. Makrifat
Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan makrifat sebagai berikut:
a) Taat.
b) Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati.
c) Khazanah-khazanah keilmuan dan keghaiban kepda setiap orang yang telah
menempuh kedua tahap di atas.
d) Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan fana’
yang menyebabkan baqa’.
b. Khauf dan Raja’
Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati
posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Kahuf dan raja’ dapat
dilakukan dengan sempurna hanya dengan berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah.
3. Al-Ghazali
Bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-
Syafi’i Al-Ghazali. Beliau dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan di kampung Ghazlah,
suatu kota di Khurasan, Iran tahun 450 H (1058 M).
4. Al-Qusyairi
Bernama lengkap ‘Abdu Karim bin Hawazin, lahir tahun 376 H di Istiwa, kawasan
Nishafur dan wafat tahun 465 H.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya :
Mengembalikan tasawuf ke landasan Ahlussunnah.
Kesehatan batin.
Penyimpangan para sufi.
13
1) Rabiah Al-Adawiah
Bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah. Lahir tahun 95
H (713 H) di suatu perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat tahun 185 H (801 M).
Rabiah Al-Adawiah dalam perkembangan mistisisme dalam Islam tercatat sebagai peletak
dasar tasawuf berasaskan cinta kepada Allah SWT.
2) Dzun-Nun Al-Mishri
Bernama lengkap Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Lahir di Ikhkim, daratan tinggi Mesir
tahun 180 H (796 M) dan wafat tahun 246 H (856 M).
Al-Mishri membedakan ma’rifat menjadi dua yaitu ma’rifat sufiah adalah pendekatan
menggunakan pendekatan qalb dan ma’rifat aqliyah adalah pendekatan yang menggunakan
akal. Ma’rifat menurutnya sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab
ma’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori dari Tasawuf Akhlaki yaitu dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah
SWT. manusia harus melalui beberapa tahap yaitu: tahap pertama Takhalli (tahap
pembersihan dan pengosongan jiwa dar sifat-sifat tercela), tahap kedua Tahalli (tahap
penghiasan diri dengan sifat-sifat terpuji), tahap ketiga yaitu Tajalli (terbukanya
dinding penghalang atau tabir yang membatasi manusia dengan Allah SWT.
Teori dari Tasawuf Amali ada 4 aspek yang dipelajari yaitu : syari’at (hukum
segala ketentuan yang ditetapkan Allah Swt. Menururt para Sufi bahwa syari’at
berhubungan dengan amalan lahiriah yang mengatur segala urusan muamalat
mengenai hubungan antara manusia tanpa menyentuh aspek batin), thariqad (jalan
yang ditempuh para sufi untuk tujuan sedekat mungkin dengan Allah melalui
menerapkan metode pengarahan moral dan jiwa.), hakikat (ilmu yang digunakan
kebenaran sejati mengenai Tuhan.), ma’rifat (kumpulan ilmu pengetahuan,
pengalaman, dan amalan ibadah perpaduan dari syari’at, ma’rifat, dan hakikat.).
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.radenintan.ac.id/10339/1/Buku_Tasawuf_A.Ghani.pdf
http://annisazuhra20.blogspot.com/2015/05/tasawuf-akhlaki-tasawuf-amali-dan.html
http://ekonomisyariahclasse.blogspot.com/2017/12/makalah-tasawuf-akhlaki.html?m=1
16