Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata kuliah Akhlak
dan Tasawuf
Disusun Oleh:
Kelompok 6
Kelas G
Adi Ito Wijaya : (2211010235)
Ahmad Hafidz Maulana : (2211010238)
Zuhrotun Nur ‘Aini : (2211010232)
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................1
BAB II .....................................................................................................................2
PEMBAHASAN .....................................................................................................2
C. Bertasawuf .......................................................................................................5
PENUTUP .............................................................................................................21
A. Kesimpulan .................................................................................................21
B. Saran ............................................................................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung
hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution misalnya
menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yan al-suffah (ahl al-
suffah), (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makka ke Madinah), saf
(barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: hikmat dan suf (kain wol).
Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dihubungkan dengan tasawuf. Kata
ahl al-suffah (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Makkah ke Madinah)
misalnya menggambarkan keadaan orang yang rela mencurahkan jiwa raganya,
harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah. Mereka ini rela
meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya
di Makkah untuk hijrah bersama Nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman dan
kecintaan pada Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian.
Selanjutnya kata saf juga meng- gambarkan orang yang selalu berada di barisan
depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan.
Demikian pula kata sufi (suci)menggambarkan orang yang selalu
memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat, dan kata suf (kain wol)
menggambarkan orang yang hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia.
Dan kata sophos (bahasa Yunani) menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa
cenderung kepada
Dari segi Linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa
tasawuf adalah h sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah,
hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap
bijaksana.sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya akhlak yang mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing- masing. Selama
ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan
tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia
2
sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk ber-Tuhan.
Jika dilihat dari sudut sawuf.
Harun Nasuti sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh
kehidupan ngan Nabi dari Mai dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah
Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya
memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari agama dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika pandang yang digunakan
manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan, m tasawuf dapat didefinisikan
sebagai kesadaran fitrah (Ke-Tuhanan) y dapat mengarahkan jiwa agar tertuju
kepada kegiatan-kegiatan yang d menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubung maka
segera tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya mele jiwa dengan
berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya de pengaruh kehidupan
dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia de dekat dengan Allah SWT.
Dengan kata lain, tasawuf adalah bidang kegia yang berhubungan dengan
pembinaan mental rohaniah agar selalu de dengan Tuhan. Inilah esensi atau
hakikat tasawuf.1
1
haji Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Rajawali Pers, 2014),
hal 154–57.
3
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani”, pujian yang serupa juga diungkapkan oleh Ibnu
Taimiyah.
Tasawuf yang dikembangkan oleh Syaikh Abdul Qadir termasuk tasawuf
akhlaki, yaitu tasawuf yang berorientasi kepada perbaikan akhlak, mencari
hakikat kebenaran dan mewujudkan manusia yang dapat mencapai
maqam ma’rifat kepada Allah. Beliau adalah seorang sufi besar yang berhasil
memadukan syari’at dan hakikat secara sinergis, serta berpedoman kepada al-
Qur’an dan al–Hadiś secara konsisten. Beliau menyatakan: Setiap hakikat yang
tidak berpijak kepada syari’at adalah kezindikan. Terbanglah kepada Tuhanmu
dengan dua sayapmu, yaitu al-Kitab dan as- Sunnah, masuklah kepada-Nya
sedangkan kedua tanganmu ada dalam genggaman Rasulullah, jadikanlah
Rasulullah Saw.sebagai temanmu dan pengajarmu, biarkan tangannya
menghiasimu dan membawamu kepada-Nya”.
2. Al-Junaid
Tasawuf memiliki makna kegiatan membersihkan hati dari yang
mengganggu perasaan manusia, serta memadamkan kelemahan, menjauhi
keinginan serta hawa nafsu, mendekati hal-hal yang di ridai Allah, serta
bergantung pada ilmu-ilmu hakikat.
Selain itu juga memberikan nasihat kepada semua orang, dengan memegang
dengan erat janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti contoh
Rasulullah SAW dalam hal syariat.
Mengenai penegertian tasawuf, Al-Junayd al-Baghdadi mengatakan
bahwasanya tasawuf ialah bahwa engkau bersama Allah tanpa penghubung.
4
4. H. M. Amin Syukur
Tasawuf sebagai suatu latihan dengan kesungguhan (riya-dloh, mujahadah)
untuk kemudian dapat membersihkan hati, mempertinggi iman serta
memperdalam aspek kerohanian seseorang.
Dalam pandangan Amin Syukur, tasawuf merupakan salah satu bagian dari
syari‟at Islam yang berakar dari ihsan. Dan ihsan menurutnya merupakan jiwa
atau roh dari iman dan Islam. Sehingga ihsan meliputi segala tingkah laku
muslim, baik dalam tindakan lahir maupun tindakan batin, dalam ibadah maupun
mu‟amalah. Tasawuf mengajak manusia untuk mengenal dirinya sendiri hingga
akhirnya mengenal Tuhannya
5. Jalaluddin Rumi
Pemikiran tasawuf Jalaluddin Rumi, ia mengungkapkannya dalam karyanya
yaitu kitab matsnawi yang mana tasawuf bukanlah sebuah ilmu yang
menakutkan. Justru dengan tasawuf manusia akan mengenal lebih dalam hakikat
diri mereka masing-masing, orang lain, bahkan penciptanya.2
C. Bertasawuf
2
Rosliana Rambe, “Konsep Tasawuf Menurut Jalaluddin Rumi (Analisis Terhadap Karya
Fihi Ma Fihi)” (skripsi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2021 hal 23
5
Zikir sebagai suatu proses pemurnian hati, pembersihan serta
pelepasan. Orang-orang yang melakukan zikir kemudian bertujuan
mendekatkan diri pada Tuhan melalui doa serta melantunkan lafaz zikir.
b. Fikr (Meditasi)
Saat pikiran merasa bingung atau bertanya- tanya, pusatkanlah
perhatianmu yang kamu miliki ke dalam diri dengan berkonsentrasi pada
satu titik. Meditasi sebagai suatu perjalanan kegiatan mental dari dunia
eksternal menuju suatu esensi diri.
c. Sahr (Bangkit)
Dengan Membangkitkan jiwa dan tubuh sebagai proses
mengembangkan kesadaran mata dan telinga. Selain itu juga sebagai suatu
proses mendengarkan hati, serta proses meraih akses menuju potensi diri
yang tersembunyi.
f. Shawm (Puasa)
Tidak hanya pada tubuh yang berpuasa melainkan pikiran juga.
Proses ini kemudian termasuk puasa fisik, bermanfaat untuk dapat
melepaskan diri dari hasrat dan keinginan otak serta pandangan atau
persepsi indera eksternal.
6
2. Manfaat Ilmu Tasawuf Dalam Kehidupan
Menurut Hossein Nasr sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata1
bahwa paham sufisme mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat
(termasuk masyarakat Barat), karena mereka merasakan kekeringan batin.
Mereka mulai mencari-cari di mana sufisme yang dapat menjawab sejumlah
masalah tersebut.
Perlunya tasawuf dimasyarakatkan dalam pandangan Komaruddin
Hidayat2 terdapat tiga tujuan. Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai
peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat
hilangnya nilai-nilai spiritual. Kedua, mengenalkan literatur atau
pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan) Islam, baik terhadap
masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun di kalangan
masyarakat non-Islam. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali
bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni sufisme adalah jantung
ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka
keringlah aspek-aspek lain dalam ajaran Islam
Dalam kaitan itu Nasr menegaskan arti penting tarikat atau jalan
rohani yang merupakan dimensi kedalaman dan esoteric dalam Islam,
sebagaimana syari’at berakar pada Al-Qur’a>n dan Al-Sunnah. Ia menjadi
jiwa risalah Islam, seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari
pandangan luar. Betapapun ia tetap merupakan sumber kehidupan yang
paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan dalam Islam.
Menjadi suatu kenyataan nilai-nilai spiritualitas mendapat tempat yang
semakin lirik dalam masyarakat modern dewasa ini. Fenomena ini
menunjukkan krisis besar yang melanda umat manusia tidak akan dapat
diatasi dengan keunggulan iptek sendiri dan kebesaran ideologi yang dianut
oleh negara-negara terkemuka. Ideologi sosialisme-komunisme telah gagal.
Ideologi kapitalisme-liberalisme juga dianggap goyah dan rapuh. Dalam hal
ini kemudian agama dilihat sebagai harapan dan benteng terakhir untuk
menyelamatkan manusia dari kehancuran yang mengerikan. Di sinilah
letaknya arti penting manfaat Ilmu Tasawuf dalam kehidupan.
7
Tasawuf merupakan aspek ajaran Islam yang mewariskan etika
kehidupan sederhana, zuhud, tawakkal, kerendahan hati, nilai-nilai
kesabaran dan semacamnya. Sedangkan dunia modern lebih banyak
dimuati pemujaan materi, persaingan keras disertai intrik tipu daya,
keserakahan, saling menjegal antar sesama, tidak mengenal halal haram, dan
sebagainya. Ternyata efek kehidupan dunia modern yang mengarah pada
dunia glamour ini tidak menenangkan batin. Sehingga trend kembali kepada
agama nampaknya lebih berorientasi spiritualisme.
Nampaknya dunia sekarang sepakat bahwa sains harus dilandasi
etika, namun karena etika pun akarnya pemikiran filsafat, maka masalah
etika pun masih mengandung masalah. Untuk itu yang diperlukan adalah
akhlak yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.Oleh sebab itu,
tasawuf menjadi pilihan, karena bentuk kebajikan spiritual dalam tasawuf
telah dikemas dengan filsafat, pemikiran, ilmu pengetahuan dan disiplin
kerohanian tertentu berdasarkan ajaran Islam. Nilai-nilai spiritual yang
digali dari sumber formal, seperti Al-Qur’an, Al-Hadits, dan dari
pengalaman keagamaan atau mistik telah dikembangkan para sufi
sebelumnya. Dunia sekarang mendambakan kedamaian hidup. Bukan saja
kedamaian rumah tangga, antar tetangga dan kelompok masyarakat, dan
stabilitas nasional, tetapi sampai pada kedamaian internasional. Untuk itu
implementasi tasawuf di zaman modern ini hendaknya diletakkan secara
proporsional. Dengan maksud dalam zaman modern ini orientasi kesufian
sebaiknya diarahkan untuk dapat berkembang seiring dengan
modernitas. Dalam arti pengembangan tasawuf disesuaikan dengan
perkembangan zaman dengan diutamakan hidup bersih dari noda-noda
kema’siyatan, dan berusaha untuk berprilaku sesuai dengan norma-norma
agama jangan terjerumus dalam perbuatan dosa dan barang-barang yang
haram.8 Reinterpretasi dan kontekstualisasi nilai spiritual sufisme akan
semakin bermakna bilamana ditampilkan pada tataran yang aplikatif dalam
kehidupan bermasyarakat. Konsep ikhlas dan cinta misalnya, akan menjadi
sarat makna apabila nilai sufistik ini diamalkan dalam seluruh aspek
kehidupan sosial kemasyarakatan, baik dalam dunia politik, ekonomi,
8
budaya, dan sebagainya. Korupsi, kolusi, nepotisme, kerusuhan dan
perselisihan antar sesama anak bangsa serta berbagai penyakit sosial lainnya
dengan sendirinya secara berangsur-angsur menjadi berkurang andaikata
sejak dini konsep ini dimasyarakatkan.9 Oleh karena itu, yang perlu
diperhatikan ialah dapat mengamalkan secara aplikatif nilai-nilai spiritual di
tengah dinamika modernitas kehidupan manusia. Dalam hal ini kesufian
tidak mutlak diasosiasikan dengan penyendirian dan pertapaan untuk
menyatu dengan Tuhan, tetapi penyucian diri bagi setiap orang yang terlibat
dalam dunia modern. Sufi masa modern adalah orang yang mampu
menghadirkan ke dalam dirinya nilai-nilai Ila>hiyah yang memancar dalam
bentuk prilaku yang baik dan menyinari dalam kehidupan sesama manusia.
Inilah pemahaman Hadits Nabi SAW, bahwa sebaik-baik manusia ialah
manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain (sesama manusia) (HR.
Imam Bukhori). Untuk mengamalkan praktek kesufian dalam arti
penyendirian dengan tujuan menyatu dengan Tuhan, tampaknya kurang
relevan dengan modernitas yang mengharuskan adanya hubungan antar
pribadi dan kelompok manusia dalam membangun peradaban modern yang
cirinya adalah pemanfaatan iptek dan pendayagunaan sumber daya secara
maksimal serta kemakmuran kehidupan. Untuk itu diperlukan orientasi baru
berupa penghadiran nilai-nilai Ilahi dalam perilaku keseharian kita.
Karena sifatnya yang universal baik dalam arti ruang maupun waktu,
sebuah sistem spiritual, seperti tasawuf, mungkin saja menerima pengaruh
dari sistem lain yang ada sebelumnya, seperti juga mungkin saja ia
memengaruhi sistem dan disiplin spiritual yang lain. Karena itu, kalau
tasawuf, sebagai aspek spiritual Is- lam, dikatakan telah dipengaruhi oleh
unsur-unsur mistik atau filosofis yang ada sebelum Islam, seperti mistisisme
Kristen, Hindu, atau sistem filsafat Neo- platonisme atau Stoikisme, hal itu
boleh-boleh saja. Tetapi itu sekali-kali tidaklah berarti bahwa Islam sendiri
sebagai agama tidak cukup untuk memberikan basis bagi kehidupan
spiritualnya sendiri.
9
Andaikan sistem-sistem mistik dan filosofis pra-Islam tidak pernah
ada, maka saya yakin bahwa mistisisme Islam atau tasawuf ini akan tetap
tumbuh, karena spiritualitas pada merupakan kebutuhan esensial manusia,
kapan saja dan di mana saja. Dan itulah sebabnya mistisisme dengan segala
variasi dan kesama- annya bisa dan telah tumbuh dalam tradisi dan bangsa
mana pun di dunia ini. Demikianlah, maka Islam telah memberikan
beberapa basis bagi sistem spiritual- nya sendiri yang kita sebut tasawuf.
Sebagai sebuah sistem spiritual, tasawuf rentu memiliki basis
filosofis, di atas mana seluruh bangunan spiritualnya didirikan. Basis
filosofis tersebut tidak lain daripada basis atau prinsip bagi seluruh yang ada
di alam semesta ini, yaitu Tuhan. Tuhan adalah basis ontologis bagi segala
sesuatu, yang tanpa-Nya, segala yang ada ini akan kehilangan pijakannya.
Para sufi menyebut prinsip ini sebagai Kebenaran (al-Haqq). Disebut al-
Haqq, karena Dialah satu-satunya yang ada dalam arti yang sesungguhnya,
yang mutlak, sementara yang lain bersifat nisbi atau majasi.
Para sufi menggambarkan Tuhan sebagai sebuah prinsip yang
menyeluruh dan paripurna. Dari sudut pandang waktu, Dia adalah yang
Awal dan yang Akhir, dalam arti Dialah asal dan tempat kembali segala
yang ada. Dari sudut ruang, Dia adalah yang Lahir dan yang Batin, yakni
yang imanen dan yang transenden. Dan konsep Realitas yang paripurna ini
sepenuhnya didasarkan pada ayat al-Qur'an, tepatnya surah al- Hadid ayat 3
yang berbunyi, "Dialah yang Awal dan yang Akhir, yang Lahir dan yang
Batin."
Esensi dari sebuah sistem mistisisme adalah perasaan dekat dengan
Tuhan. Dan perasaan dekat ini dinyatakan dalam perasaan sufi akan
kehadiran Tuhan di mana pun ia berada. Kehadiran Tuhan ia rasakan baik
dalam dirinya maupun di alam yang mengelilinginya. Tentang kedekatan
dan kehadiran Tuhan di mana-mana ini, para sufi menemukan basis-
basisnya dalam al-Qur'an sendiri. Surah al-Baqarah ayat 186 menyatakan
bahwa Tuhan amat dekat dengan hamba-Nya, dan bahwa Dia akan
mengabulkan doa hamba-hamba-Nya apabila ia betul-betul memohon- nya;
sementara ayat lain dari surah yang sama (ayat 115) menyatakan bahwa ke
10
mana saja kita berpaling. di sana ada wajah Tuhan, dan itu karena Tuhan
memi- liki dan meliputi seluruh alam semesta, timur dan baratnya dunia.
Ibarat matahari yang karena ketinggian dan kebesarannya bisa terlihat di
mana saja tanpa harus mengimplikasikan kegandaan atau keanekaan dalam
jumlah. Bahkan surah Qaf, ayat 16 menunjuk- kan bahwa Tuhan lebih dekat
kepada manusia daripada urat nadi lehernya sendiri. Karena itu, dikatakan
Tuhan mengetahui bahkan apa yang hanya dibisikkan oleh jiwa manusia.
Dikisahkan bahwa Abu al-Hasan al- Nuri, seorang sufi abad ke-9 Maschi,
dibawa ke pengadilan atas tuduhan bahwa ia telah berkata,
malam aku telah berduaan saja dengan Tuhan di rumahku." Ketika
dimintai keterangan atas pernyataan tersebut, ia membenarkan pernyataan
itu berasal dari- nya, dan ia mencoba membelanya dengan mengutip ayat
"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadi lehernya sendiri,"
seraya berkata bahwa bahkan pada saat ini dan di sini, di pengadilan ini, ia
sedang berada dengan Tuhan, sebagaimana halnya orang- orang yang hadir
di pengadilan tersebut.
Selain kesemestaan Tuhan dan perasaan dekat atau kehadiran-Nya, al-
Qur'an juga memiliki ayat- ayat lain yang dijadikan sebagai basis konseptual
sufi tentang cinta (mahabbah). Surah Ali 'Imrån, ayat 30, secara hipotetik
menyatakan kemungkinan terjadinya cinta timbal balik antara Tuhan dan
hamba-Nya. "Katakanlah, jika kamu mencintai Tuhan, maka ikutilah aku
(Nabi), niscaya Tuhan akan mencintai- mu." Pada masa al-Nuri hidup,
menyatakan bahwa seseorang mencintai Tuhan, dan Tuhan mencintainya,
dianggap sebagai skandal dan telah merendahkan martabat Tuhan, karena
telah mengandaikan Tuhan sama derajatnya dengan hamba. Ketika al-Nuri
dimin- tai keterangan tentang pernyataannya bahwa ia men- cintai Tuhan,
dan Tuhan mencintainya, maka ia ber- kata bahwa pernyataan tersebut tidak
lain daripada ulangan dari pernyataan Tuhan sendiri yang menyatakan
bahwa. "Akan datang suatu kaum yang Tuhan cintai dan mereka mencintai-
Nya" (QS. al-Ma'idahayat54).
Di samping al-Qur'an, hadis-hadis Nabi juga memberi basis yang
sama-sama kuatnya terhadap konsep-konsep tertentu para sufi. Hadis yang
11
menyata kan, "barangsiapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal
Tuhannya," telah diambil kaum sufi sebagai basis bagi konsep makrifat,
yakni pengetahuan sejati yang diperoleh secara langsung dari sumbernya
sendiri. Hadis tersebut telah dijadikan sebagai basis bagi sebuah modus
pengetahuan yang berbeda dari modus pengetahuan biasa, yakni apa yang
kita kenal sebagai "ilmu budhuri. Demikian juga hadis yang menyata kan
Tuhan sebagai "harta pusaka yang terpendam" (kanz makhfiy), telah
dijadikan basis bagi konsep tajalliyat Tuhan, di mana diyakini bahwa alam
semesta merupakan manifestasi (tajalliyár) dari Tuhan sendiri, dan punya
hubungan eksistensial dengan-Nya.
Kiranya dengan ini dapatlah disimpulkan bahwa ayat-ayat al-Qur'an
dan hadis tersebut telah menjadi i yang memadai bagi adanya basis islami
bagi indikasi konsep-konsep dasar dan fundamental yang telah membentuk
secara permanen spiritualitas Islam yang kita sebut tasawuf, atau mistisisme
Islam ini.
Tasawuf adalah bagian dari syari'at Islam, maka dapat dipastikan
semua hal yang berkaitan dengan perilaku para Sufi pasti berdasarkan Al-
Qur'an dan As-Sunnah serta perilaku para sahabat. Jika ada Sufi yang
perilakunya tidak sesuai dengan sumber-sumber hukum utama tersebut,
maka tasawufnya adalah sebuah penyimpangan. Imam Al-Junaid berkata,
"Tasawuf itu pikiran yang penuh dengan konsentrasi satu, hati yang
bersandar kepada Allah, dan perbuatan yang bersandar pada kitabullah dan
sunnah rasul- Nya," la juga mengatakan bahwa madzhab tasawuf kita itu
terikat dengan dasar Al-Qur'an dan Al-Sunnah, 18 Imam Junaid
menambahkan "barang siapa yang tidak menghafal (menjaga Al-Qur'an)
dan tidak menulis (berlandasakan) hadis (maksudnya: barang siapa yang
tidak bisa memahami hukum-hukum dari keduanya) maka ia tidak bisa
diikuti dalam urusan ini (maksudnya: tasawufnya), karena ilmu kita
(tasawuf kita) itu berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah.19
12
orang-orang bodoh, dan ilmu tasawuf tidak memiliki landasan hukum dari
Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Ia mengatakan: "Tak ada perselisihan di
kalangan para imam, bahwa Allah telah menyebutkan dalam kitab suci-Nya
tentang orang-orang jujur baik laki-laki atau perempuan (al-Shâdiqîn dan al-
Shâdiqât), orang-orang yang merendah dihadapan Allah (gánitin dan
gänität), orang-orang yang khusu' (al-khâsyi'în), orang-orang yang sangat
yakin (al-mûqinin), orang-orang yang ikhlas (al-mukhlishin), orang-orang
yang berbuat baik (al-muhsinin), orang-orang yang berharap rahmat (al-
rajin), dan masih banyak lagi sebutan orang- orang saleh disisih Allah
Swt.20 Bahkan Imam Sahal bin Abdullah al-Tustari (w. 283 H) mengatakan,
"dasar kita (tasawuf) adalah tujuh hal yaitu: berpegang teguh dengan
kitabullah, mengikuti sunnah Rasulullah Saw, memakan makanan yang
halal, tidak menyakiti orang lain, menjauhi maksiat, taubat dan menjalankan
semua hak-hak (hak kepada Allah dan semua makhluk),
Diantara ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi landasan perilaku sufi
adalah:
a. Ayat yang menjelaskan tetang mujahadah yaitu QS.al- Ankabut/29: 69
ِ ِ َّ
َ ِاه ُدوا فينا لنهدينهم سبلنا َوإِ َّن هللاَ ل ََم َع ال ُْم ْحسن
ي َ ين َج
َ َوالذ
13
sesuatu."
وح ْسبُهُ إِ َّن هللاَ ََبلِ ُغ أ َْم ِرةٌ قَ ْد َج َع َل ُ َويَ ْرُزقْهُ ِم ْن َح ْي
َِّ ث ََل ََْيت ِسب ومن ي ت وَّكل َعلَى
َ اَّلل فَ ُه ْ َ ََ ْ َ َ ُ َ
اَّللُ لِ ُك ِل َش ْي ٍء قَ ْد ًرا
َّ
e. Ayat yang menjelaskan tentang sabar yaitu Q.S. al- Kahfi/18: 28.
َ َوةِ َوال َْع ِش ِْي يُ ِري ُدو َْن َو ُُجَْهُ َوَْل تَ ْع ُْد َع ْي ن
ْك َْ ك َم َْع الَّ ِذ
ْ ين يَ ْد ُع ْو َْن َرََّّبُ ْْم ِِبلْغَ ُد َْ س ْْ ِاص
َ ب نَ ْف ْ َو
ِ ِْ َعْن ه ْم تُ ِري ُْد ِزينَْةَ ا ْْلي
ُوة الدُّنْ يَا َوَْل تُط ْْع َم ْْن أَ ْغ َفْلنَا قَ لْبَ ْهُ َع ْْن ِذ ْك ِرَْن َواتَّبَ َْع َه ْونَْه ََ ُْ
َوَكا َْن أ َْم ُرْهُ فُ ُرطًْا
14
f. Ayat yang menjelaskan tentang ridla yaitu Q.S. al- Taubah/9: 100.
ْيم ِ
ُ الْ َف ْوُْز ال َْعظ
g. Ayat yang menjelaskan tentang khauf dan raja' yaitu Q.S. al-Sajadah/32:
16.
ْضاج ِْع يَ ْد ُع ْو َْن َرََّّبُ ْْم َخ ْوفًا وطمعْاً َوِِمَّا َرَزقْنَ ُه ْْم يُ ْن ِف ُقو َن
ِ تتجاىف جنُوَُّب ْم َع ِْن الْم
َ ُْ ُ
"Lambung (tubuh) mereka jauh dari tempat tidur (untuk salat malam)
seraya berdo’a
kepada Tuhannya dengan rasa takut (akan siksa-Nya) dan penuh harap
(akan rahmat- Nya) dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang
Kami anugerahkan kepada ".mereka
h. Ayat yang menjelaskan tentang dzikir yaitu Q.S. al- Ahzab/33: 41.
ِ ِ ْ ين آمنُوا اذْ ُكروا ِ
ريا
ً للاَ ذ ْك ًرا َكث ُ َ َْ ايهتا الَّذ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah
dengan zikir sebanyak-banyaknya."
15
i. Ayat yang menjelaskan tentang hub (cinta) yaitu Q.S. Ali Imran/3: 31.
ْللا َْل َخ ْوفْ َعلَْي ِه ْْم َوَْل ُه ْْم َُْي َزنُو َن ْ ََل إِ َّْن أ َْولِي
ِْ َاء َْ أ.
Artinya :
Dari Umar bin Khattab ra., katanya : Aku mendengar Rasul Allah
SAW bersabda :”Semua amal perbuatan itu hanyalah dinilai
menurut masing-masing niatnya, dan setiap orang hanyalah menurut
apa yang diniatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya itu kepada
16
keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk keduniaan atau
wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu pun diberi penilaian
untuk tujuan apa ia hijrah tadi”. (H.R. Al-Bukhari).
17
sesuatupun kecuali Allah berada di sisinya. Pengalaman semacam ini
merupakan derajat terakhir bagi orang-orang yang menuju akhirat dan
jalan pertama bagi orang yang ingin sampai kepada Allah. Dengan
mengikuti sunah tercapailah ma’rifat, dengan melakukan perbuatan
fardhu tercapailah qurbah (dekat dengan Allah) dan dengan selalu
melaksanakan perbuatan sunat tercapailah mahabbah Allah. 3
3
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, AKHLAK TASAWUF (FP Aswaja, 2020), hal
28–38.
18
tersebut melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan
akhlak yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran
Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk
berakhlak yang terpuji.
Pada abad ketiga ini mulai ada segolongan ahli tasawuf yang
mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf yang berkembang masa itu,
mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu: Tasawuf yang berintikan
ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang
pengobatan jiwa, yang mengkonsentrasikan-kejiwaan manusia kepada
Khaliqnya, sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat
teratasi dengan baik.
19
Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan
pembinaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf berdasarkan tasawuf
dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain, ia melancarkan kritikan
tajam terhadap para filosof, kaum Mu’tazilah dan Batiniyah. Al-Ghazali
berhasil mengenalkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat, yang seiring
dengan aliran ahlu sunnah waljama’ah, dan bertentangan dengan tasawuf
Al-Hajjaj dan Abu Yazid Al-Busthami, terutama mengenai soal karakter
manusia4
4
“MAKALAH TASAWUF - Asyifusyinen,” diakses 26 Februari
2023,https://azharnasri.blogspot.com/2016/08/makalah-tasawuf.html?m=1.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
21
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, haji. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Rajawali Pers, 2014.
“MAKALAH TASAWUF - Asyifusyinen.” Diakses 26 Februari 2023.
https://azharnasri.blogspot.com/2016/08/makalah-tasawuf.html?m=1.
Rambe, Rosliana. “Konsep Tasawuf Menurut Jalaluddin Rumi (Analisis Terhadap
Karya Fihi Ma Fihi).” Skripsi, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
2021.
Wathoni, Lalu Muhammad Nurul. AKHLAK TASAWUF. FP Aswaja, 2020.
23