Anda di halaman 1dari 13

Kelompok 9, Kelas A/2

PENGERTIAN ILMU TASAWUF DAN RUANG LINGKUP


PEMBAHASANYA

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan tasawuf

Dosen Pengampu:

Trimo saputro,M.Pd

Disusun oleh :

1.eisna juwita 1911070142


2. oka manda sari 1911070180

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
2019/1440
2019/1441 M
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya kesepahaman
bersama pada makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Bandar Lampung, April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1


B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan Observasi................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu tasawuf ....................................................................3


B. Dasar-dasar ilmu tasawuf...................................................................5
C. Manfaat mempelajari ilmu tasawuf .................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................12
B. Saran.................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah


              Manusia sebagaimana disebutkan Ibnu Kholdun memiliki panca indera (anggota tubuh),
akal pikiran dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat
bekerja sama secara harmonis. Untuk dapat menghasilkan kondisi seperti ini ada tiga bidang
ilmu yang berperan penting. Pertama fikih, berperan dalam membersihkan dan menyehatkan
panca indera dan anggota tubuh. Istilah yang digunakan fikih untuk pembersihan dan penyehatan
panca indera dan anggota tubuh ini adalah thaharah (bersuci). Kedua filsafat, berperan dalam
menggerakkan, menyehatkan dan meluruskan akal pikiran. Karenanya filsafat banyak berurusan
dengan dimensi metafisik dari manusia, dalam rangka menghasilkan konsep-konsep yang
menjelaskan inti tentang sesuatu. Ketiga tasawuf, berperan dalam membersihkan hati sanubari.
Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esoterik (batin) dari manusia.
              Oleh karena itu ilmu tasawuf sangat diperlukan dalam rangka membersihkan hati
sanubari. Selain sebagai suatu sarana dalam pembersihan hati sanubari tersebut, tasawuf juga
merupakan metode pendekatan diri kepada sang pencipta. Karenanya dibutuhkan berbagai
pengetahuan tentang tasawuf itu sendiri dan juga pembelajaran mengenai pembagian yang
mendalam mengenai tasawuf.

1.2  Rumusan Masalah


1.      Apakah pengertian ilmu tasawuf ?
2.      Apakah ruang lingkup ilmu tasawuf ?
3.      Apa saja pengertian/istilah dalam ilmu tasawuf ?

1.3  Tujuan Penulisan


1.      Untuk dapat mendefinisikan pengertian ilmu tasawuf.
2.      Mampu memberikan dan memaparkan tentang ruang lingkup ilmu tasawuf.
3.      Mengetahui tentang pengertian/istilah dalam ilmu tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Ilmu Tasawuf


              Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli
untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, menyebutkan lima istilah yang berkenaan
dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan nabi dari mekah
ke madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: Hikmat), dan suf (kain wol).
              Keseluruhan kata ini bisa-bisa saja dikaitkan dengan tasawuf. Kata ahl al-suffah (orang
yang ikut pindah dengan Nabi dari mekah ke madinah) misalnya menggambarkan keadaan orang
yang rela mencurahkan jiwa dan raganya, harta benda dan lain sebagainya hanya untuk Allah.
Mereka ini rela meninggalkan kampung halamannya, rumah, kekayaan dan harta benda lainnya
di mekah untuk hijrah bersama Nabi ke madinah. Tanpa ada unsur iman dan kecintaan pada
Allah, tak mungkin mereka melakukan hal yang demikian. Selanjutnya kata saf juga
menggambarkan orang yang selalu berada di barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan
melakukan amal kebajikan. Demikian pula kata sufi (suci) menggambarkan orang yang selalu
memelihara dirinya daari berbuat dosa dan maksiat, dan kata suf (kain wol) menggambarkan
orang yang hidup sederhana dan tidak mementingkan dunia. Dan kata sophos (bahasa Yunani)
menggambarkan keadaan jiwa yang senantiasa cenderung kepada kebenaran.
              Dari segi linguistik (kebahasaan) ini, maka dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk
kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah
akhlak yang mulia.[1]
              Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung
kepada sudut pandang yang dinakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang
digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai
makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk
yang bertuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka
tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh
kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
              Selanjutnya jika sudut pandan yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus
berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai uapaya memperindah diri dengan akhlak
yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika
sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang bertuhan, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ketuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju
kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dangan Tuhan.[2]
              Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera
tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang
dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang
mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang
berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi
atau hakikat tasawuf.
              Sedikit berbeda dengan pendapat di atas, Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy
mengatakan bahwa tasawuf adalah suatu imu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal
kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya
dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan
meniggalkan larangannya menuju kepada perintahnya.[3]

2.2  Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf


              Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan orientalis barat
dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme islam.
Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.
              Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang
berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara
ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri.
Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan.
Demikian ini menjadi inti persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.
              Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “tasawuf/mistisisme islam” adalah
suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat
Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu
hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.
              Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari
bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahaduniawi). Tujuan tasawuf untuk bisa
berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di
hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal
belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu
adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung
dari Tuhan.

2.3  Beberapa Istilah dalam Ilmu Tasawuf


1.      Maqamat
Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang berdiri atau
pangkal mulia.[4] Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang
harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah.
Seperti telah disinggung diatas, bahwa maqam-maqam yang dijalani kaum sufi umumnya
terdiri atas;
a.       Taubat
Taubat berasal dari bahasa arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali.
Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi adalah memohon ampun atas
segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak akan
mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan.
b.      Cemas dan harap (khauf dan raja’)
Menurut Hasan Al-Bashri, yang dimaksud dengan cemas atau takut adalah suatu
perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan sering lalai kepada Allah.
Karena sering menyadari kekurang sempurnaannya dalam mengabdi kepada Allah,
timbullah rasa takut dan khawatir apabila Allah akan murka kepadanya.[5]
c.   Zuhud
Secara harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian.
Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan
hidup kematerian.
d. Faqr (fakir)
Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang
miskin. Sedangkan dalam pandangan kaum sufi fakir adalah tidak meminta lebih dari
apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rizki kecuali hanya untuk dapat
menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita,
kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.
e.  Sabar
Secara harfiah sabar berarti tabah hati. Menurut Zun al-Nun al-Mishry, sabar artinya
menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi tenang
ketika mendapatkan cobaan, dan menampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya
berada dalam kefakiran dalam bidang ekonomi.
f.   Ridha (rela)
Secara harfiah ridha artinya rela, suka, senang. Harun Nasution mengatakan bahwa
ridha berarti tidak berusaha, tidak menentang qada dan qadar Allah. Menerima qada
dan qadar Allah dengan  senang hati.
g. Muraqabah
Kata ini mempunyai arti yang mirip dengan introspeksi atau self correction. Dengan
kalimat yang lebih populer dapat dikatakan bahwa muraqabah adalah siap dan siaga
setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri.
2.  Hal
Menurut Harun Nasution, hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang,
perasaan sedih, perasaan takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut sebagai hal adalah
takut (al-Khauf), rendah hati (al-Tawadlu), patuh (al-Taqwa), ikhlas (al-Ikhlas), rasa
berteman (al-Uns), gembira hati (al-Wajd), berterima kasih (al-Syukr).
Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi sebagai anugerah
dan rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat sementara, datang
dan pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan.[6]
3.   Mahabbah
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yahibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Pengertian mahabbah
dari segi tasawuf ini lebih lanjut dikemukakan oleh al-Qusyairi, yaitu bahwa mahabbah
adalah keadaan jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya kemutlakan Allah
SWT oleh hambanya, selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang
dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah SWT.
4.       Ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang artinya
pengetahuan atau pengalaman. Selanjutnya ma’rifah digunakan untuk menunjukkan pada
salah satu tingkatan dalam tasawuf. Dalam arti sufistik ini, ma’rifah diartikan sebagai
pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Selanjutnya Harun Nasution mengatakan
bahwa ma’rifah menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk pengetahuan dengan hati
sanubari.
5.      Fana dan Baqa
Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Adapun arti fana menurut kalangan
sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang
lazim digunakan pada diri.menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya sifat-sifat
kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan. Dan dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat yang
tercela.
Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal. Sedangkan baqa yang
dimaksud oleh para sufi adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri
manusia.
6.       Ittihad
Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi
satu. Dalam situasi Ittihad yang demikian itu, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan.
7.       Hulul
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu
manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Jika sifat
ketuhanan yang ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri
Tuhan maka terjadilah Hulul.
8.       Wahdat al-Wujud
Wahdat al-Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud.
Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan
demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Menurut pandangan para sufi, wahdat al-
wujud adalah paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan
wujud.
9.      Insan Kamil
Insan kamil berasal dari bahasa arab, yaitu dari dua kata; insan dan kamil. Secara harfiah, insan
berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti
manusia yang sempurna. Insan kamil pula lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari
segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan
lainnya yang bersifat batin lainnya.
10.  Tariqat
Dari segi bahasa tariqat berasal dari bahasa arab thariqat yang artinya jalan, keadaan, aliran
dalam garis sesuatu. Lebih khusus lagi tariqat di kalangan sufi berarti sistem dalam rangka
mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan
sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak zikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk
mengharapkan bertemu dan bersatu secara ruhiah dengan Tuhan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
          Tasawuf merupakan pengetahuan yang berperan dalam membersihkan hati sanubari.
Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esoterik (batin) dari manusia. Dan ruang
lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus
secara langsung dari Tuhan.
          Dalam pembahasan tasawuf itu sendiri pula dikenal beberapa istilah yang dipelajari dalam
metode bertasawuf, diantaranya yaitu; maqamat, hal, mahabbah, ma’rifah, fana dan baqa, ittihad,
hulul, wahdat al-wujud, insan kamil dan tariqat.
DAFTAR PUSTAKA

[1] .  Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta; Rajawali Pers, 2010), h.179


[2] .  Ibid., h. 180.
[3] .  H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung; Pustaka Setia, 2005), h. 203.
[4] .  Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta; Hidakarya Agung, 1990), h. 362.
[5] .  Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung; Pustaka Setia, 2004), h. 58.
[6] .  Abuddin Nata, Op.cit., h. 204.

Anda mungkin juga menyukai