Anda di halaman 1dari 17

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Pengantar Integrasi Ilmu Nurul Qaimah, S.H.I., M.Pd

TAUHID SEBAGAI SUMBER INTEGRASI

OLEH:

KELOMPOK 6

Aprina Noor Latifah : 210101010901


Asma’ul Husna : 210101010461
Zahrah : 210101010603

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2024 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Sang Pencipta alam
semesta yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya di setiap untaian
kehidupan ini sehingga kami dapat menyusun sekaligus menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Pengantar Integrasi Ilmu yang berjudul “Tauhid Sebegai
Sumber Integrasi ”. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada sang pembawa
risalah Islam Nabi Muhammad SAW beserta sahabat, kerabat, dan pengikut beliau
hingga akhir zaman.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Nurul Qaimah, S.H.I.,
M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Integrasi Ilmu atas
bimbingan dan arahannya selama penyusunan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini tentunya
masih memiliki kekurangan baik dalam aspek bacaan, isi, penulisan, dan
sebagainya. Oleh karena itu, kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak agar kiranya makalah kami bisa menjadi lebih
baik. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan
bagi siapapun yang membacanya.

Banjarmasin, 31 Maret 2024

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. Pengertian Tauhid dan Integrasi................................................................ 3
B. Konsep Tauhid dalam Islam ..................................................................... 5
C. Konsep Tauhid Sebagai Sumber Integrasi ............................................... 10
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 13
A. Kesimpulan ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tauhid merupakan konsep utama dalam agama Islam yang
menggambarkan keyakinan akan keesaan Allah.. Sebagai sumber integrasi,
Tauhid mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seorang Muslim, mulai dari
hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia, hingga alam sekitar.
Konsep ini memberikan landasan moral dan etis yang kuat, serta mengajarkan
nilai-nilai seperti kasih sayang, keadilan, dan kesetiaan. Dengan memahami
Tauhid, seorang Muslim diberi pedoman untuk menjalani kehidupan yang
seimbang dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pentingnya Tauhid sebagai sumber integrasi terletak pada
kemampuannya untuk menyatukan beragam elemen dalam kehidupan seorang
Muslim. Dengan memusatkan keyakinan dan tindakan pada Allah, individu
dapat mencapai kesatuan dalam pemikiran, sikap, dan perilaku. Ini
memungkinkan terbentuknya masyarakat yang kokoh dan harmonis, di mana
setiap anggota saling menghormati dan mendukung satu sama lain dalam
menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agama.
Selain itu, Tauhid juga memberikan dasar bagi hubungan yang sehat
antara manusia dan alam. Dengan menyadari bahwa Allah adalah pencipta dan
pemelihara segala sesuatu, seorang. Secara keseluruhan, Tauhid bukan hanya
merupakan keyakinan teologis, tetapi juga menjadi sumber integrasi yang
penting dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan memahami dan
mengamalkan konsep ini, individu dapat mencapai kesatuan dalam berbagai
aspek kehidupan dan berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang adil,
harmonis, dan berkelanjutan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Tauhid dan Integrasi?
2. Bagaimana Konsep Tauhid dalam Islam?
3. Bagaimana Konsep Tauhid Sebagai Sumber Integrasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Apa Pengertian dari Tauhid dan Integrasi.
2. Mengetahui Bagaimana Konsep Tauhid dalam Islam.
3. Mengetahui Bagaimana Konsep Tauhid Sebagai Sumber Integrasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tauhid dan Integrasi


1. Pengertian Tauhid
Tauhid dalam kamus umum bahasa Indonesia merupakan sebuah kata
benda yang memiliki arti ke- Esaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah
hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata
Wahhada Yuwahidu Tauhidan. Secara etimologis, tauhid berarti ke-Esaan.
Maksudnya, keyakinan bahwa Allah Swt adalah Esa, Tunggal, Satu.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa
Indonesia, yaitu ke-Esaan Allah menauhidkan berarti mengakui akan ke-Esaan
Allah Swt.
Kata tauhid terdiri dari perkataan "Theos" artinya Tuhan, dan "Logos"
yang berarti ilmu (science, study, discourse). Jadi theologi berarti ilmu tentang
Tuhan atau ilmu ketuhanan. Definisi theologi yang diberikan oleh para ahli-
ahli ilmu agama antara lain dari Fergilius Fer, yaitu: The discipline which
concernsGod (or the Divine Reality) and God's relation to the world (Tauhid
ialah pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta). 1
Jubaran Mas'ud menyatakan bahwa tauhid bermakna beriman kepada
Allah, Tuhan yang Esa, atau juga sering disamakan dengan kata " Laillaha
illaha allah" tiada Tuhan selain Allah.. Fuad Iqrami al-Bustani juga
menerangkan hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah keyakinan bahwa
Allah itu bersifat Esa
Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu atau
Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya yang
mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut dengan ilmu
tauhid. Menurut kaidah atau definisi para ahli, Ilmu Tauhid itu, ialah:
“Ilmu yang membahas segala kepercayaan keagamaan dengan
menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan”. Perintah yang sangat mendasar

1
Abuddin Nata, Islam dan Ilmu Pengetahua. (Jakarta: Prenada Media Group, 2018) 2

3
yang terdapat dalam ajaran Islam adalah mengesakan Tuhan dan cegahan
melakukan tindakan syirik. Tauhid dan syirik adalah dua sisi yang tidak dapat
dipisahkan, meskipun antara yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda.
Dalam Al-Qur’an (Q.S Al-Ikhlas [112]: 1-4).
Tauhid mendorong manusia untuk menguasai dan memanfaatkan alam
karena sudah ditundukkan untuk manusia, perintah mengesakan Tuhan
dibarengi dengan cegahan mempersekutukan Tuhan, jika manusia
mempersekutukan tuhan berarti ia dikuasai oleh alam, padahal manusia adalah
yang harus menguasai bumi karena bumi telah ditundukkan oleh Allah.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tauhid
adalah meyakini ke-Esaan Allah dalam Rububiyah (ketuhanan), dan Uluhiyah
(ibadah), menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat- sifat-Nya serta
menjauhkan-Nya dari kekurangan dan cacat (maha sempurna) serta tidak
menyetarakannya dengan makhluk apapun.2

2. Pengertian Integrasi
Secara etimologi kata integrasi berasal dari bahasa inggris “integration”
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Dalam bahasa Arab, istilah
integrasi sepadan dengan kata takâmul Kata tersebut berasal dari kata kamila
yang berarti lengkap, penuh, utuh, keseluruhan, total, sempurna, dan tuntas.
Dengan demikian kata integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga
menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Integrasi juga bisa diartikan
penyesuaian atau penyatuan antara satu unsur dengan unsur yang lain
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa integrasi ilmu dengan
sains adalah membaurkan, atau menyesuaikan pandangan ilmu agama dan
sains pada satu masalah tertentu sehingga terjadi kesatupaduan konsep yang
utuh. Dalam Islam secara filosofis tidak dikenal istilah ilmu agama dan ilmu
umum atau lainnya. Alasannya, semua ilmu berasal dari Allah SWT. Bentuk
dan sifat ilmu Allah itu kullî, yaitu menyeluruh dan utuh, sehingga menjadi

2
Abd. Rahman, Hakikat Ilmu Tauhid (Sulawesi : Kaffah Learning Center, 2022)2-6

4
satu kesatuan. Ketika ilmu Allah beremanasi pada manusia, ilmu tersebut
menjadi juz-î yaitu parsial dan terpisah, sehingga menjadi bagian-bagian
tertentu. Kendati menjadi bagian-bagian pelbagai disiplin ilmu, secara
ontologis masing-masing tetap bersifat suci, sakral, integral dalam kehidupan
dunia dan akhirat, serta bermakna bagi kehidupan. 3

B. Konsep Tauhid dalam Islam


Konsepsi tentang Tuhan dalam pembelajaran keislaman disebut dengan
Tauhid. Umat Islam sepakat bahwa kalimat Tauhid itu adalah “Lāilāha illa
Allāh”. Mereka juga sepakat bahwa makna Tauhid ialah mengesakan Allah
dalam zat dan sifat-sifat-Nya.
Terdapat dua metodologi utama dalam pengkajian Tauhid (konsep
ketuhanan). Pertama, memahami Tauhid sebagai konsep mengenal Tuhan
semata, dengan fokus kajiannya terhadap hakekat keesaan wujud, zat, sifat, dan
perbuatan Tuhan. Kedua, memahami Tauhid sebagai konsep mengenal keesaan
zat dan sifat Tuhan serta konsep keesaan-Nya dalam hak penyembahan. Dari
sini, tidak hanya dikaji bagaimana mengenal keesaan wujud Tuhan, tetapi juga
menekankan kajian tentang hak-hak Tuhan dari hamba-Nya, seperti kajian
tentang keesaan Allah dalam keberhakan ibadah, bentuk-bentuk kesyirikan,
hal-hal yang membatalkan ketauhidan, dan yang lainnya. Metode kedua ini
lebih komprehensif dalam memahami makna Tauhid, karena tidak hanya
mengkaji aspek Tuhan sebagai Rabb, yaitu Tuhan sebagai Zat yang Maha Esa
dan Maha Sempurna dengan segala nama suci dan sifat-sifat-Nya, tetapi juga
mengkaji aspek Tuhan sebagai Ilāh, yaitu Tuhan sebagai satu-satunya Zat yang
berhak disembah yang tidak boleh disekutukan dengan apapun dalam
penyembahan.

3
Aidil Ridwan Daulay dan Salminawati, “Integrasi Ilmu Agama Dan Sains Terhadap
Pendidikan Islam Di Era Modern” Journal of Social Research Available online at
https://ijsr.internationaljournallabs.com/index.php/ijsr Februari 2022, 1 (3), 720

5
Kata "Rabb" dalam bahasa Arab berasal dari kata "rabba-yarubbu"
yang secara umum berarti mengurus dan mengatur. Kata "al-Rabb" dengan
tambahan "alif-lam" hanya digunakan untuk Allah dan tidak digunakan untuk
makhluk, kecuali jika "alif-lam"-nya dibuang dan dihubungkan dengan
sesuatu, seperti "rabbu al-dār" (pemilik rumah) dan "rabb al-māl" (pemilik
harta). Majduddin Ibnu Al-Athir menjelaskan bahwa kata "al-Rabb" dalam
bahasa Arab memiliki makna sebagai pemilik, tuan, pengatur, pendidik,
penjaga, dan pemberi nikmat, dan penggunaan kata ini secara mutlak hanya
untuk Allah. Ibnu Faris juga menunjukkan bahwa huruf ra’ dan ba’ dalam kata
"rabb" menunjukkan makna dasar seperti memperbaiki, merawat, dan
mencipta, sehingga "rabb" dapat diartikan sebagai pemilik, pencipta, dan
pemelihara. Imam Al-Tabari menafsirkan bahwa "Rabb" berarti tidak ada yang
serupa dengan-Nya, yang memiliki kemuliaan dan keagungan yang tak
terbandingkan, yang mengatur urusan makhluk-Nya dengan karunia-Nya, serta
sebagai raja dan pemimpin yang mencipta dan memerintah. Dari penjelasan
para ulama tersebut, dapat disimpulkan bahwa makna "Rabb" setidaknya dapat
diklasifikasikan dalam empat kategori, yaitu sebagai Pencipta, yang Merawat,
Mengatur, dan Mempunyai Kekuasaan serta Memerintah, dan sebagai Yang
Maha Agung dan Mulia. Dengan demikian, kata "Rabb" mencakup semua
aspek dari sifat-sifat terbaik Allah SWT.
Kata "Ilāh" dalam bahasa Arab berasal dari kata "alaha-ya’lahu." Al-
Fairuz Abadi menjelaskan bahwa Ilāh berasal dari kata-kata seperti ilāhah-
ulūhah-ulūhiyyah, dan dari sini kata "Ilāh" terhubung dengan kata Jalālah
(Allah). Arti dasar kata ini adalah ma’lūh (yang disembah). Menurut Imam al-
Tabari, asal kata "Allah" adalah "al-Ilāh," yang memiliki makna sebagai
"ma’lūh" (yang disembah) dan diibadahi oleh semua makhluk. Kata "ilāh" juga
mengandung beberapa makna lain yang masih berdekatan dengan makna di
atas, diantaranya takhayyara (bingung), karena Tuhan adalah zat yang
membuat segala akal bingung tentang hakikat zat dan sifat-Nya. Selain itu, kata
"ilāh" juga dapat berarti tempat perlindungan, karena Tuhanlah yang
memberikan keamanan kepada makhluk-Nya. Dari penjelasan para ulama

6
tafsir dan bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa kata "alaha" berpusat pada
makna "menyembah", sementara "ilāh" adalah kata dasar yang berarti yang
disembah, seperti "kitāb" yang berarti maktūb (yang ditulis) dan "imām" yang
berarti mu’tam bihi (yang diikuti). Arti lain dari "alaha" atau "ilāh" seperti
mencari perlindungan, merasa tenteram dan damai, adalah konsekuensi logis
dari makna "ilāh" yang berarti yang disembah, karena Tuhan yang disembah
memberikan ketenangan dan perlindungan kepada makhluk-Nya, sedangkan
makhluk mencari ketenangan, ketentraman, dan perlindungan kepada Tuhan.
Secara lafadz, kata “tauhid” tidak ditemukan dalam al-Quran, tetapi
terdapat di dalam hadits Nabi SAW dalam bentuk kata kerja dan masdar. Beliau
bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, yang artinya:
“Sesungguhnya engkau (wahai Mu‘adz) akan mendatangi kaum Ahlul Kitāb,
maka hendaklah dakwahmu yang pertama kali kepada mereka adalah
mentauhidkan Allah.”
Kata “tauhid” adalah masdar kata “wahhada”, yang secara umum
berarti menunggalkan (menghukumi tunggal). Al-Jurjani berpendapat bahwa
Tauhid secara bahasa berarti menghukumi dan mengetahui bahwa sesuatu itu
satu.4 Menurut Zainuddin, tauhid ialah keyakinan tentang satu atau Esanya
Allah. Sedangkan, Syeikh Muhammad Abduh mengatakan, tauhid merupakan
suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap
pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat
yang tidak mungkin dimiliki-Nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Allah,
meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan)
kepada mereka, dan apa yang tidak boleh dihubungkan dengan mereka.5
Secara garis besar, tauẖîd dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Tauhid Rububiyah

4
Lalu Heri Afrizal, ”Rububiyah dan Uluhiyah sebagai Konsep Tauhid (Tinjauan Tafsir,
Hadits, dan Bahasa), Jurnal Tafsiyah: Jurnal Pemikiran Islam 2, No. 1 (2018), 42-49.
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tasfiyah
5
Agus Setiawan, Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Pendidikan Islam”,
Jurnal Educasia 2, No.1 (2017), 5. https://www.educasia.or.id/index.php/educasia/article/view/15

7
Pengertian tauhid ialah mempercayai bahwa pencipta alam semesta
ini adalah Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Keesaan Allah di samping dalam
masalah khalq (penciptaan) juga dalam masalah al-mulk (kekuasaan) dan
tadbîr (pengaturan) alam beserta isinya. Pengakuan terhadap tauhid ini
yaitu dengan mempercayai bahwasanya Allah adalah al-Khâliq (pencipta),
ar-Râziq (pemberi rezeki), al-Mu’thi al-Mâni’ (pemberi dan penolak), al-
Muhyi al-Mumît (yang menghidupkan dan yang mematikan), dan
sebagainya.
Ibn Taimiyah menggunakan metode fitrah untuk menetapkan
tauhid rububiyah, yaitu bahwa manusia secara alami mengakui bahwa
Allah adalah penciptanya dan hanya Dia yang layak disembah. Ini karena
manusia secara alami mengakui keberadaan Tuhan sebagai Pencipta
sebelum mengakui-Nya sebagai yang berhak disembah. Hal ini karena
manusia merasa sangat membutuhkan dan berharap kepada Tuhan sebagai
tempat perlindungan ketika menghadapi kesulitan.
Ibn Taimiyah menghubungkan pengetahuan fitrah ini dengan
perjanjian antara Allah sebagai pencipta dengan hamba-Nya sejak zaman
azali. Persaksian seorang hamba terhadap dirinya sendiri merupakan
pengakuan yang paling kuat karena meneguhkan kebenaran. Kesaksian ini
merupakan pengakuan terhadap Allah sebagai pencipta mereka dan
mereka diciptakan untuk mengakui-Nya. Allah akan meminta
pertanggungjawaban atas perbuatan mereka di dunia berdasarkan
kesaksian mereka sendiri.
Perjanjian ini tidak bisa dilupakan oleh manusia karena merupakan
bagian dari fitrah yang tertanam dalam diri setiap hamba-Nya. Oleh karena
itu, Al-Qur'an selalu mengingatkan manusia untuk selalu mengingat dan
mengakui Pencipta mereka.
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah keyakinan bahwa seorang muslim hanya
boleh menyembah Allah saja dan tidak menyembah selain-Nya, atau
mengaitkan perbuatan ibadah manusia hanya kepada Allah berdasarkan

8
niat taqarrub yang diwajibkan, seperti doa, nadzar, kurban, raja’, tawakkal,
taqwa, ibadah, dan inâbah (kembali/taubat). Konsep ini mencakup Tauhid
yang pertama, sehingga setiap Tauhid Uluhiyah adalah Tauhid Rububiyah,
bukan sebaliknya. Dengan aturan ini, seseorang yang telah mengucapkan
kalimat Tauhid "lâ ilâha illallah" tidak diperbolehkan untuk menyekutukan
Allah dalam ibadahnya dengan yang lain, dan dia harus menjalankan
ajaran agama hanya untuk Allah saja. Tauhid Uluhiyah adalah hasil logis
dari Tauhid Rububiyah. Karena jika seseorang mengakui Allah sebagai
pencipta yang menciptakan alam semesta dan mengaturinya, maka hanya
Allah yang berhak disembah, dan tidak ada yang layak disembah selain-
Nya. Tauhid Uluhiyah menuntut manusia untuk hanya menyembah Allah.
3. Tauhid Asma’ wa Sifat
Tauhid asma’ wa sifat adalah keyakinan bahwa hanya Allah yang
memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna. Ini berarti percaya
bahwa Allah adalah zat yang memiliki sifat-sifat-Nya sendiri, dan nama-
nama Allah bukanlah sekadar nama kosong tanpa sifat-sifat yang dimiliki-
Nya. Hukum syariat dan akal menegaskan bahwa tidak ada yang
menyerupai Allah, baik dalam zat-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun
perbuatan-Nya.
Hubungan antara ketiga jenis tauhid ini adalah korelatif dan
komprehensif. Artinya, tauhid rububiyah merupakan dasar dari tauhid
uluhiyah, sedangkan tauhid rububiyah adalah langkah awal dari tauhid
uluhiyah. Dalam tauhid uluhiyah, juga sudah termasuk tauhid rububiyah, yang
berarti orang yang menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya, sudah
meyakini bahwa Allah adalah Tuhan dan Raja yang tidak ada Tuhan selain-
Nya. Selain itu, dalam tauhid asma’ wa sifat juga termasuk kedua jenis tauhid
tersebut. Orang yang mengesakan Allah dengan asma’ al-husna dan sifat-sifat
yang mulia yang hanya dimiliki oleh-Nya, secara otomatis mengakui tauhid
rububiyah dan uluhiyah.
Hubungan antara ketiga jenis tauhid ini saling melengkapi satu sama
lain, dan tidak ada yang dapat dipisahkan. Tidak akan bermanfaat tauhid

9
rububiyah tanpa tauhid uluhiyah, begitu pula sebaliknya. Karena itu,
kesempurnaan dari setiap jenis tauhid hanya tercapai ketika ketiga jenis tauhid
tersebut tergabung dengan baik. 6

C. Konsep Tauhid Sebagai Sumber Integrasi


Tauhid, konsep sentral dalam Islam, bukan hanya keyakinan tentang
keesaan Allah SWT, tetapi juga memiliki dua karakteristik penting: teoritis dan
praktis. Secara teoritis, tauhid menandakan pengakuan atas keberadaan Allah
SWT dan sifat-sifat wajib-Nya. Keyakinan ini menjadi fondasi fundamental
bagi seorang Muslim untuk memahami dan meyakini Tuhannya. Secara
praktis, tauhid merupakan landasan bagi seluruh aktivitas manusia. Tauhid
menjadi mekanisme kerja untuk menyatukan masyarakat dan dunia dalam satu
sistem berdasarkan wahyu Allah SWT. 7 Dengan kata lain, konsep tauhid
memiliki dua aspek yang penting, yaitu aspek normatif dalam keyakinan
(aqidah) dan aspek praktis dalam kehidupan sosial. 8
Manusia yang bertauhid selalu berpegang teguh pada keesaan Allah
SWT. Segala tindakan dan perkataannya dilandasi oleh kesadaran bahwa
semua yang dilakukan adalah ibadah kepada-Nya. Keyakinan ini
menumbuhkan rasa tenang dan percaya diri dalam diri manusia, karena ia yakin
bahwa setiap perbuatan yang dilakukan dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar
akan membawa kebaikan dan kebahagiaan.
Tauhid, yang berarti pengesaan Allah SWT, merupakan pondasi
fundamental dalam Islam. Tauhid bukan hanya tentang keyakinan kepada
Allah SWT, tetapi juga memiliki peran penting sebagai sumber integrasi dalam
berbagai aspek kehidupan. Berikut penjelasannya:
1. Integrasi Vertikal (Hubungan dengan Allah SWT)

6
Muhammad Hambal, “Pendidikan Tauhid dan Urgensinya Bagi Kehidupan Muslim”,
Jurnal Tadarus: Jurnal Pendidikan Islam 9, No. 1 (2020), 25-31. http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/Tadarus
7
Hasan Hanafi, Dari Akidah Ke Revolusi, Penerjemah: Asep Usman Ismail,dkk, (Jakarta:
Paramadina, 2004) 9.
8
Hasan Basri, "Integrasi Nilai-nilai Tauhid pada Pelajaran Sains bagi Siswa Sekolah Dasar
Islam Terpadu", Dalam Jurnal Peradaban Islam, 3. 1 (2021), 172.

10
Tauhid menumbuhkan hubungan vertikal yang kokoh antara
manusia dengan Allah SWT. Keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-
satunya Pencipta dan Pengatur alam semesta menuntun manusia untuk
berserah diri dan patuh kepada-Nya. Hal ini melahirkan rasa ketenangan,
kedamaian, dan penyerahan diri total kepada Allah SWT.
2. Integrasi Horizontal (Hubungan dengan Sesama Manusia)
Tauhid menyama-ratakan manusia di hadapan Allah SWT. Konsep
ini menghapus perbedaan ras, suku, dan status sosial. Kesadaran bahwa
semua manusia adalah ciptaan Allah SWT dengan hak dan kewajiban yang
sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis dan saling
menghormati antar sesama manusia.
3. Integrasi Ilmu Pengetahuan
Tauhid menjadi kerangka berpikir yang mengintegrasikan ilmu
pengetahuan. Segala ilmu pengetahuan dipelajari dengan tujuan memahami
kebesaran Allah SWT dan memakmurkan bumi. Tauhid memandu manusia
untuk menggunakan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab dan etis,
demi kemaslahatan bersama.
4. Integrasi Dimensi Kehidupan
Tauhid mengintegrasikan dimensi spiritual dan material dalam
kehidupan. Manusia didorong untuk menyeimbangkan kebutuhan duniawi
dan ukhrawi. Tauhid menjadi kompas moral yang menuntun manusia untuk
bertindak adil, bermoral, dan berintegritas dalam semua aspek kehidupan.
5. Integrasi Kepribadian
Tauhid menumbuhkan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah SWT dengan fitrah untuk tunduk dan patuh kepada-Nya.
Kesadaran ini mengintegrasikan berbagai aspek diri manusia, seperti akal,
hati, dan nafsu, untuk diarahkan pada tujuan yang sama: kebaikan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
6. Integrasi Ilmu Pengetahuan
Tauhid menegaskan bahwa semua ilmu pengetahuan berasal dari
Allah SWT. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan antara ilmu

11
pengetahuan dan agama. Tauhid mengintegrasikan berbagai ilmu
pengetahuan dengan menjadikan Allah SWT sebagai sumber utama
kebenaran.
7. Integrasi Sosial
Tauhid menumbuhkan persaudaraan dan kesetaraan di antara
manusia. Kesadaran bahwa semua manusia adalah makhluk ciptaan Allah
SWT dengan hak dan kewajiban yang sama mendorong terciptanya
masyarakat yang harmonis dan toleran.
8. Integrasi Politik dan Ekonomi
Tauhid menjadi landasan bagi pemerintahan yang adil dan berpihak
kepada rakyat. Tauhid juga mengintegrasikan kegiatan ekonomi dengan
memadukan prinsip-prinsip keadilan, etika, dan moralitas.
Contoh Penerapan Konsep Tauhid:
a. Seorang dokter yang dilandasi Tauhid akan menjalankan tugasnya dengan
penuh dedikasi dan rasa tanggung jawab, karena ia sadar bahwa ia sedang
menolong makhluk ciptaan Allah SWT.
b. Seorang pengusaha yang berlandaskan Tauhid akan menjalankan usahanya
dengan jujur dan adil, karena ia sadar bahwa harta yang dimilikinya adalah
titipan dari Allah SWT.
c. Seorang pemimpin yang berpegang teguh pada Tauhid akan memimpin
rakyatnya dengan bijaksana dan adil, karena ia sadar bahwa ia akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tauhid merupakan konsep sentral dalam Islam yang menegaskan
keesaan Allah SWT dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk keyakinan
akan Rububiyah (ketuhanan), Uluhiyah (ibadah), dan Asma’ wa Sifat (nama-
nama dan sifat-sifat Allah yang sempurna).Konsep tauhid memperkuat
integrasi antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan agama, dengan
menyatukan pengetahuan tentang alam semesta dengan kesadaran akan
keberadaan Allah SWT sebagai sumber utama kebenaran.
Tauhid juga memperkuat integrasi dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk hubungan dengan Allah SWT (integrasi vertikal), hubungan dengan
sesama manusia (integrasi horizontal), serta integrasi ilmu pengetahuan,
dimensi kehidupan, kepribadian, sosial, politik, dan ekonomi. Konsep tauhid
diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti dalam praktek medis,
bisnis, kepemimpinan, dan lainnya, untuk menghadirkan nilai-nilai keadilan,
kejujuran, tanggung jawab, dan kesetaraan. Dengan demikian, tauhid tidak
hanya menjadi keyakinan dalam Islam, tetapi juga menjadi sumber integrasi
yang mempersatukan berbagai aspek kehidupan menuju kebaikan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, Lalu Heri. ”Rububiyah dan Uluhiyah sebagai Konsep Tauhid (Tinjauan
Tafsir, Hadits, dan Bahasa). Jurnal Tafsiyah: Jurnal Pemikiran Islam 2, No.
1 (2018): 41-74.

Basri, Hasan. “Integrasi Nilai-nilai Tauhid pada Pelajaran Sains bagi Siswa Sekolah
Dasar Islam Terpadu”. Jurnal Peradaban Islam 3, No. 1(2021).

Daulay, Aidil Ridwan, Salminawati. “Integrasi Ilmu Agama Dan Sains Terhadap
Pendidikan Islam Di Era Modern”. Journal of Social Februari 1, No. 3
(2022).

Hambal, Muhammad. “Pendidikan Tauhid dan Urgensinya Bagi Kehidupan


Muslim”. Jurnal Tadarus: Jurnal Pendidikan Islam 9, No. 1 (2020), 22-38.

Hanafi, Hasan. Dari Akidah Ke Revolusi, Penerjemah: Asep Usman Ismail,dkk.


Jakarta: Paramadina, 2004.

Nata, Abuddin. Islam dan Ilmu Pengetahua. Jakarta: Prenada Media Group, 2018.
Rahman, Abd. Hakikat Ilmu Tauhid. Sulawesi : Kaffah Learning Center, 2022.

Setiawan, Agus. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Pendidikan


Islam”. Jurnal Educasia 2, No.1 (2017): 1-21.

14

Anda mungkin juga menyukai