Anda di halaman 1dari 16

KONSEP TAUHID DZAT, SIFAT, RUBUBIYAH DAN ULUHIYAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tauhid/Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Dra. Beti Susilawati, S.Kom.,M.Pd.

Disusun Oleh
Kelompok 3

1. Nila Melda Sari : 2311040080


2. Nurlaila : 2311040077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan
kelancaran dalam penyusunan makalah yang berjudul “Konsep Tauhid Dzat,
Sifat Rububiyah, dan Uluhiyah”. Shalawat dan salam semoga selalu
tersampaikan kepada Nabi Muhammad SAW semoga kita tergolong umatnya
dan mendapatkan syafaatnya Aamiin.

Selanjutnya apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan dari susunan


kalimat maupun dalam penulisan kami minta maaf dan selalu menerima
masukan, kritikan serta mengharapkan saran dari rekan-rekan semua khususnya
kepada dosen pengampu, yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah
selanjutnya. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak
yang telah turut serta melancarkan tersusunnya makalah ini, mudah-mudahan ini
semua bisa menjadi suatu amal shaleh baik penyusun maupun pembaca pada
umumnya, amin yaa rabbal„alamin.

Bandar Lampung, Maret 2024

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................2

A. Pengertian Tauhid ....................................................................................2

B. Tauhid Dzat dan Sifat...............................................................................3

C. Tauhid Rububiyah ....................................................................................7

D. Tauhid Uluhiyah .......................................................................................8

BAB III PENUTUP ............................................................................................12

A. KESIMPULAN ............................................................................................. 12

B. SARAN ...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam sebagai agama yang sempurna dan berada dalam rida Allah. Kesempurnaan
Islam itu bisa dirasakan dalam kehidupan dengan melaksanakannya secara sempurna.
Dalam kaitan ini, kesempurnaan agama seseorang dapat kita lihat dari aqidahnya,
dimana akidah tersebut merupakan keyakinan atas sesuatu yang di dalamnya
mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan rukun iman, baik tentang keyakinan
kepada Tuhan, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, serta takdir baik dan buruk.
Sumber daripada akidah Islam adalah Alquran dan Sunnah, yang secara keilmuan
akademis terakomodir dalam kajian tauhid.

Dalam kajian tauhid, posisi aqidah mendapatkan perhatian yang sangat besar
karena menyadari bahwa ibadah tanpa Aqidah hanyalah sia-sia dan begitu juga
sebaliknya. Untuk meluruskan paradigma akan umat tentang sebuah Aqidah maka
untuk mengenalnya Tauhid mencangkup pembahasan Aqidah didalamnya, dengan
membaginya. menjadi beberapa ruang lingkup dan menjelaskan keberadaan fungsi dari
Aqidah Meskipun demikian, kajian tauhid mempunyai nama lain sebagai sebuah
terminologi, yaitu ilmu ushuluddin, ilmu kalam, ilmu aqidah, dan teologi Islam.
Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling penting dalam agama Islam,
dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang
tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada Aqidah Islamiyah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dari Tauhid?
2. Apa Yang Dimaksud Tauhid Dzat Dan Tauhid Sifat?
3. Apa Yang Dimaksud Dengan Tauhid Rububiyah?
4. Apa Yang Dimaksud Dengan Tauhid Uluhiyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Tauhid.
2. Untuk Dapat Mengetahui Apa Tauhid Dzat Dan Tauhid Sifat.
3. Untuk Mengetahui Tauhid Rububiyah.
4. Untuk Mengetahui Apa Tauhid Uluhiyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tauhid
Tauhid secara etimologi diambil dari kata wahhada artinya mengesakan
Allah. atau menjadikan dia esa. Adapaun makna tauhid secara terminology adalah
mengesakan Allah swt dengan sesuatu yang khusus baginya yaitu sifat Uluhiyah,
Rububiyah, dan Asmaa wa ash-Shifaah. 1 Dalam kamus bahasa Indonesia, kata
tauhid diartikan dengan ke- Esaan Allah. 2 Mentauhidkan berarti mengakui ke-
Esaan Allah atau meng-Esakan Allah Ibnu Qoyim berkata tauhid itu bukan hanya
pengakuan semata, seperti mengakui bahwa tidak ada sang kholiq kecuali Allah.
Allah itu Rab atas segala sesuatu dan sang pemiliknya, tidak seperti pengakuan
orang-orang yang menyembah berhala tapi mereka berbuat musyrik
(menyekutukan Allah).
Akan tetapi tauhid itu disamping pengakuan atas ke esaan Allah mengandung
makna mahabbah (mencintai Allah), merendahkan diri kepadaNya, merasa lemah,
menyempumakan keta'atan, dan ikhlash dalam ibadah. Dari sana dapat diambil
kesimpulan tauhid adalah mempercayai bahwasannya Allah itu esa (satu), Dia-lah
sang pencipta segala sesuatu dan Dia-lah yang patut untuk disembah.3
Kalimat tauhid membawa pengertian mengetahui, mengakui dan mempercayai
bahawa sesungguhnya sembahan yang benar dan berhak disembah ialah Allah
Subhanahu Wa Ta'ala (SWT) semata-mata. Selain daripada-Nya, sama sekali tidak
benar dan tidak. berhak disembah. Tauhid juga merupakan kewajiban pertama
yang di perintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Penghayatan kalimat itu
meliputi berikrar dengan hati, menyatakan dengan lidah dan membuktikan dengan
perbuatan. Tauhid sebagai pengetahuan kesaksian, keyakinan, dan keimanan
terhadap keesaan Allah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Berdasarkan Al-
Qur'an, keesaan Allah itu meliputi tiga hal, yaitu esa dzat-Nya adalah tidak ada
Tuhan lebih dari satu dan tidak ada sekutu bagi Allah, esa sifat-Nya adalah tidak
ada dzat lain yang memiliki satu atau lebih sifat-sifat ketuhanan yang sempuma,

1
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Ra-jawali Pers, 1993), h.61.
2
Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1989),h.907.
3
Sidiq, Yogi Hasbi. "Konsep Tauhidullah Sebagai Substansi Pendidikan Islam."al-Urwatul
Wutsqo: Jurnal Ilmu Keislaman dan Pendidikan 2.2 (2021): 21-31

2
esa af al-Nya adalah tidak seorangpun dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan
oleh Allah."4
B. Tauhid Dzat dan Sifat
1. Pengertian Tauhid Dzat
Tauhid Dzat adalah menyatakan kemurnian ke-Esaan Allah pada Dzatnya.
Dzat murni dari Allah adalah Ghaya-bul-Ghayab, yang tersembunyi dari yang
tersembunyi. Yaitu, merupakan pengetahuan itu sendiri sebagai kejadian dari
keberadaanya, karena ia luluh dalam dirinya sendiri itu sendiri sebagai keajaiban
dan keberadaanya, karena ia luluh dalam dirinya sendiri atau musna didalamnya,
diman diri sendiri diserap dalam ke-Esaan dzat Allah. Sedangkan dalam pandangan
teolog, tauhid dzat berarti dzat Allah. SWT. Dia adalah satu dan tidak mempunyai
sekutu dalam wujudnya, tidak ada kemajemukan didalam dirinya. Di dalam
dzatnya tidak terdiri dari bagian bagian ataupun organ-organ. Dia adalah satu dan
tidak mempunyai sekutu.5 Tauhid dzat artinya mengitikadkan bahwa zat Allah itu
Esa, tidak terbilang. Itu merupakan suatu hakikat yang tidak diragukan
persoalannya dan tidak mungkin untuk tidak percaya terhadap adanya.
Pada hakikatnya dzat tuhan itu tidak bisa diketahui dengan akal fikiran manusia
juga tidak bisa dicapai hakikat atau kenyataan yang sebenarnya. Disebabkan
pikiran manusia itu sangat lemah dan terbatas bagaimana bisa menjangkau dzat
yang maha sempurna itu. Apalagi manusia sampai saat ini belum bisa menjangkau
tentang dirinya. sendiri, lalu bagaimana mungkin bisa menjangkau dzat Allah tentu
sangat jauh.6
Dalam pendekatan klasik ajaran keesaan itu dijabarkan ke dalam keesaan
dzat (tauhid al-dzat), keesaan sifat (tauhid al-sifat) dan keesaan perbuatan (tauhid
al-afal) Keesaan dalam dzat mengandung makna bahwa dzat Allah itu unik, tidak
menerima tarkib (susunan) yakni mustahil dzat Allah itu tersusun dari unsur-unsur.
Dalil aqli (argumentasi rasional) yang dapat dikedepankan untuk menjelaskan
bahwa dzat Allah tidak tersusun dari unsur-unsur adalah bahwa akan diketemukan
tiga benturan pemikiran bila dikatakan dzat Allah terdiri dari unsur-unsur.

4
Simamora, Nurul Khairiah Ulya. Konsep Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Diss.
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2018.
5
Ibrahim Gazur I-llahi "Mengungkap Misteri Sufi Besar Mansur al-Hallaj "Ana Al-Haqq, Jakarta:
CV. Rajawali, 1986), h.19.
6
Mahmud, H. Latief, and H. Karomullah. Ilmu tauhid. Vol. 88. Duta Media Publishing, 2018.

3
1. Pertama adanya tiap-tiap bagian dari susunan unsur-un- sur itu akan
mendahului jumlah dari wujud yang dinyatakan sebagai Allah. Ini berarti
adanya wujud Allah sebagai wajib al-wujud didahului oleh wujud unsur-unsur
tadi, semen tara itu tentulah unsur-unsur tadi bukanlah dzat Allah. Oleh sebab
itu dzat Allah mestilah esa.
2. Kedua, bila dzat Allah terdiri dari beberapa unsur, pastilah la menghendaki
adanya dzat unsur-unsur itu terlebih dahulu sebelum dzat Allah itu ada. Ini
berarti yang lebih dahulu ada bukanlah dzat Allah, tetapi dzat unsur-unsur itu.
Ini jelas bertentangan dengan makna keesaan dzat.
3. Ketiga, bila dzat Allah terdiri dari unsur-unsur akan di- perbincangkan secara
terus-menerus dan berkelanjutan siapa dan mana di antara dzat itu yang wajib
al-wujud, apakah wu- jud unsur-unsur ataukah wujud hasil bentukan unsur-
unsur. Bila yang wajib al-wujud itu adalah unsur-unsur tadi. Ini tidak sejalan
dengan pengertian tauhid dzat. Demikian pula bila bila dikatakan bentukan
unsur-unsur itu yang wajib al-wujud. Kedua pemikiran ini bertentangan dengan
paham tauhid dzat.
Oleh sebab itu, Allah benar-benar esa pada dzat-Nya Konsep seperti ini
harus benar-benar ada secara eksistensial. Hakikat yang telah dikonsepsikan oleh
akal, bahwa Allah sebagai dzat yang tidak tersusun, haruslah eksis di luar akal.
Tidak boleh terjadi, apa yang ada di luar akal berbeda dengan apa yang
dikonsepsikan akal. Ini berarti konsepsi akal itu adalah konsepsi yang salah. Sebab,
ini berarti tidak sesuainya pernyataan akal dengan eksistensi yang sebenarnya.

2. Pengertian Tauhid Sifat


Tauhid Sifat (Asma Wa Sifa’) kata ‫ "ةفص‬dalam bahasa Arab berbeda dengan
"sifat" dalam bahasa indonesia. Kata" ‫ "ةص‬dalam bahasa arab mencakup segala
informasi yang melekat pada suatu yang wujud. 7 Sehingga "sifat bagi benda"
dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi
rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang
dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya
yang ada pada benda tersebut.

7
Muhammad Khoiruddin, Konsep pendidikan sosial berbasis tauhid dalam perspektif Al-Qur’an
(Jepara: Unisnu Press 2023): h.64

4
Dengan demikian, kata “‫ " ةفص هللا‬mencakup perbuatan, kekuasaan, dan apa
saja melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu,
sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah
memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah
memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke
langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah
berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan
dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain. Dan sekali
lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya,
keagungan-Nya, dan lain-lain.
Tauhid Asma Was-Sifat ialah menetapkan nama-nama dan sifat untuk Allah
Swt sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt untuk dirinya maupun
yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw, serta meniadakan kekurangan-
kekurangan dan aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap dirinya, dan apa yang
ditiadakan oleh Rasulullah Saw yang terdiri dari sifat-sifat tahrif (pengubahan
kata). Ta'thil (meniadakan sama sekali), takyif (menanyakan bagaimana keadaan),
dan tamtsil (mencontohkan dengan sifat selain Allah Swt). Adapun yang dimaksud
Tauhid Asma Was-Sifat adalah perintah mengesakan Allah Swt dalam asma dan
sifatnya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah,
dalam dzat, asma, maupun sifat.
Adapun menisbatkan suatu sifat kepada Tuhan, dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :8
1) Secara langsung, yaitu menetapkan prinsip-prinsip positif dalam memahami
hakikat wujud dan menisbahkan kepada-Nya sifat-sifat positif (tsubutiyah)
sebagai tanda kesempurnaan wujud dan menolak sifat-sifat negative dan
kekurangan (salbiyah) yang membatasi wujud. Misalnya, Tuhan sebagai wajib
wujud yang sempurna tentunya mesti azali dan abadi (tidak diadakan dan tidak
akan musnah), berilmu (tidak bodoh), berkuasa (tidak lemah), hidup (tidak
mati), mendengar (tidak tuli), melihat (tidak buta), dan sebagainya.
2) Secara tidak langsung, yakni dengan melihat diri dan sifat-sifat manusia yang
baik kemudian kita menisbahkan sifat tersebut kepada Tuhan dengan
kesempurnaan dan menolak kekurangan-kekurangan. Misalnya, pertama-tama

8
Muhammad Taqi Misbah Yazdi. Filsafat Tauhid. (Bandung: Mizan, 2003), h. 99-102

5
kita menemukan bahwa diri kita memiliki sifat-sifat positif seperti hidup,
berilmu, berkemampuan, dan lainnya, kemudian dengan melenyapkan
kekurangan dan batasan yang kita miliki, selanjutnya kita menetapkan sifat
tersebut pada Tuhan secara sempurna (tsubutiyah). Begitu pula kita
menemukan sifat-sifat negatif pada diri kita, seperti diwujudkan oleh yang lain,
mati dan lenyap, capek, sakit, dan sebagainya. Kemudian dengan cermat akal
kita menyatakan bahwa Tuhan mesti bebas dari kekurangan, batasan, atau sifat-
sifat negatif (salbiyah) seperti itu, karenanya kita menetapkan sifat mustahil
pada Tuhan dan menetapkan kebalikannya sebagai sifat positif, seperti Tuhan
tidak diadakan dan tidak akan lenyap yang berarti mesti azali dan abadi; Tuhan
tidak bodoh yang berarti berilmu; Tuhan tidak mati yang berarti Hidup; Tuhan
tidak capek yang berarti senantiasa kuat; tidak buta berarti melihat, dan
sebagainya.
Jadi, sifat-sfat Tuhan adalah zat-Nya sendiri yang sederhana (basith), yang
kemudian pikiran menarik konsep-konsep yang berbeda dari zat Tuhan, dan
menisbahkannya kepada Tuhan dengan segala kesempurnaan dan
ketidakterbatasan-Nya.
Mengesakan Allah SWT dengan nama-nama dan sifat-sifat yang Dia
berikan kepada diri-Nya, baik yang terdapat di dalam al-Quran maupun melalui
Rasul SAW. Nilai-nilai keyakinan ini tanpa melakukan tahrif (pengubahan
terhadap makna-Nya), ta 'thil (meniadakan nama atau sifat Allah SWT), tahrif
(memalingkan maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki oleh al-Quran
dan As-Sunnah), tamtsil (menyerupakan nama atau sifat Allah SWT dengan
nama atau sifat mahkluk), dan takyif (mempersoalkan hakikat nama dan sifat
Allah SWT dengan menanyakan "bagaimana"). 9 Sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah SWT, QS: Asy-Syura (42): 119
َ ٍَ‫ض َجعَ َم نَ ُك ْى ِ ّي ٍْ ا َ َْفُ ِس ُك ْى ا َ ْس َوا ًجا َّو ِيٍَ ْاْلَ َْعَ ِاو ا َ ْس َوا ًج ۚا ٌَذْ َرؤُ ُك ْى فِ ٍْ ِِۗه ن‬
َ ‫ْس ك ًَِثْ ِه ٖه‬
‫ش ًْ ۚء‬ ِۗ ِ ‫ت َو ْاْلَ ْر‬ ِ َ‫ف‬
ِ ‫اط ُز انسًَّٰ ٰى‬
ِ َ‫َوه َُى انس ًَِّ ٍْ ُع ْانب‬
‫صٍ ُْز‬
Artinya: Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagimu pasangan-
pasangan dari jenismu sendiri dan (menjadikan pula) dari jenis hewan ternak
pasangan-pasangan(-nya). Dia menjadikanmu berkembang biak dengan jalan

9
BuIyas Al-Jakarti, Pengenalan Hakikat Kehidupan,( jakarta : Padri Baru 2014), h.8.

6
itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT mempunyai nama-nama yang
agung, yaitu sami (Maha Mendengar), Al-Bashir (Maha Melihat), yang
dengan sendirinya berarti Allah mempunyai sifat as-asma' (Mendengar) dan
al-bashar (melihat). Hal ini membantah yang tidak mengakui Allah SWT
mempunyai nama- nama dan sifat-sifat, membantah manusia yang tidak
mengakui nama Allah SWT. namun mengingkari Allah SWT mempunyai
sifat-sifat dan menyelewengkan maknanya dengan mengartikan sifat-sifat
Allah SWT adalah zat-Nya
Ayat ini juga menegaskan bahwa Allah SWT mempunyai nama-
nama yang mulia dan sifat-sifat yang sempurna. Nama-nama dan sifat-sifat-
Nya sama sekali tidak sama dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya.
Manusia bisa melihat dan mendengar, namun penglihatan dan
pendengarannya sangat terbatas. Adapun sifat mendengar dan melihat Allah
SWT adalah sangat sempurna dan agung, menembus dan meliputi segala
sesuatu, baik yang Nampak maupun yang tidak. Nampak. Beriman terhadap
nama-nama Allah SWT dan sifat-Nya harus meyakini bahwa nama-nama dan
sifat-sifat tersebut bersifat hakiki, tanpa mempertanyakan kaifiyahnya, dan
tanpa menyerupakan-Nya dengan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.
C. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah, rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah
satu nama Allah, yaitu Rabb". Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain:
Al-Murabbi (pemelihara),al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih
10
(yang memperbaiki). al-Sayyid (tuan). Dalam terminologi syariat Islam,
istilah tauhid rububiyyah berarti percaya bahwa hanya Allah satu-satunya
pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdimya-Nya la
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-
sunnah-Nya".
Artinya, kita sebagai hamba Allah meyakini bahwa hanya Allah SWT lah
yang hanya dapat melakukan perbuatan-perbuatan kekhususan-Nya. Seperti

10
Abdul Rahman, Hakikat Ilmu Tauhid Menuju Sumber Kehidupan Abadi, (Kaaffah :Learning
Center 2022) h.15

7
penciptaan makhluk hidup, melimpahkan rezeki, memberi musibah,
menghidupkan dan mematikan makhluk hidup, dan lainnya.11
Dalam pengertian ini istilah tauhid rububiyah belum terlepas dari akar
makna bahasanya. Sebab Allah adalah pemelihara makhluk, para rasul dan
wali-wali-Nya dengan segala spesifikasi yang telah diberikannya kepada
mereka. Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut
ini:Pertama, beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum.
Misalnya, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai.
Kedua, beriman kepada takdir Allah. Ketiga, beriman kepada zat Allah.
Landasan tauhid rububiyah adalah dalil-dalil berikut ini yang Artinya: "Segala
Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam."(QS. Al-Fatihah: 1). Makna Rabb pada
dalil tersebut adalah bahwa Allah adalah Pencipta mereka, Yang menguasai,
Yang memperbaiki dan Yang memelihara. dengan segala nikmat dan anugerah-
Nya. Bahwasanya Allah lah yang memberi rizki kepada semua makhluk,
sebagaimana firman Allah:12
ٍ ‫ّٰللاِ ِر ْسقُ َها َوٌَ ْعهَ ُى ُي ْستَقَ َّزهَا َو ُي ْست َْىدَ َع َه ِۗا ُك ٌّم فِ ًْ ِك ٰت‬
ٍٍْ ٍ‫ب بي ِب‬ ِ ‫َو َيا ِي ٍْ دَ ۤابَّ ٍة فِى ْاْلَ ْر‬
‫ض ا َِّْل َعهَى ه‬

Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi melainkan Allah
yang memberi rizki. (Q.S Hud:11:6)

Keesaan Allah sebagai Pencipta alam semesta.

َ ‫ش ًْءٍ َوه َُى َعهَى ُك ِّم‬


)26( ‫ش ًْءٍ َو ِكٍم‬ َ ‫ّٰللاُ خَا ِن ُق ُك ِّم‬
َّ

"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu“.


(Qs. az-Zumar: 26)

D. Tauhid Uluhiyah
Menurut bahasa, kata “Uluhiyyah” berarti sembahan, persembahan.
Secara istilah, dapat dimaknai Tauhid Uluhiyyah sebagai kepercayaan bahwa
hanya Allah sembahan yang benar (Tuhan yang pantas disembah). Dengan
demikian, Tauhid Uluhiyyah adalah mengesakan dzat Allah SWT melalui sikap

11
Zainul Bahri,Pendidikan Tauhid Dalam Perspektif Konsitusi, (Guepedia:Bogor
2020),h.45-46.
12
Abdul Aziz, Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan.(Jakarta:Darul Haq,1998),cet.Ke-
1,h.10.

8
dan perbuatan hamba dengan hanya beribadah kepada-Nya, karena yang paling
berhak diibadahi, dimintai pertolongan adalah Allah yang Maha Esa. Implikasi
dari tauhid (mengesakan dan menyatukan) adalah bahwa ibadah mukmin harus
disatukan niat dan tujuannya murni (ikhlas) karena Allah, bukan karena
mengharap pujian dari makhluk, dan bukan pula karena pencitraan (riya’).
Jika tauhid rububiyyah berkaitan dengan pengesaan Allah dari segi
perbuatan dan sifat-Nya, maka tauhid uluhiyyah berkaitan langsung dengan
pengesaan dan penghambaan Dzat Allah yang tidak berbilang, Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan tidak ada pula yang menyamai-Nya.
Tauhid uluhiyyah yang murni menjadi syarat pengampunan dosa-dosa
hamba. Artinya, sebesar apa pun dosa hamba, selama tidak menyekutukan
Allah (syirik), peluang untuk memperoleh ampunan dari Allah SwT sangat
terbuka. Sebaliknya, orang yang melakukan syirik, dosanya tidak akan
diampuni oleh-Nya, karena syirik merupakan dosa terbesar yang berkaitan
“perselingkuhan teologis” terhadap dzat-Nya secara langsung.
Dijelaskan lebih lanjut, tauhid uluhiyah sering diidentikkan dengan tauhid
ubudiyah. Sebab, pengabdian seorang hamba hanya ditujukan kepada Allah
SWT semata. Kata uluhiyah di sini dinisbatkan kepada Allah, sedangkan kata
ubudiyah dinisbatkan kepada pengabdian atau penyembah. Tauhid uluhiyah
bertujuan agar manusia mengetahui bahwa hanya Allah SWT semata yang
berhak disembah dengan benar. Sehingga, hal ini menjadikan manusia tunduk,
taat, dan mengikuti perintah-Nya.13
Jadi, keimanan dan keyakinan terhadap keesaan Allah, baik dari dzat,
perbuatan dan sifat-Nya, merupakan pangkal segala kebaikan sekaligus
merupakan kunci pembuka surga. Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang akhir
perkataannya la ilaha illa Allah, maka dia akan masuk surga” (HR Muslim).

Yakni keyakinan atas keesaan Allah SWT dalam tujuan perbuatan-


perbuatan hamba Allah yang dilaksanakan dengan tujuan taqorrub dan ibadah.
Maksudnya, kita sebagai hamba Allah harus mengesakan Allah SWT dengan
cara beribadah hanya kepada-Nya. Misalnya seperti berdoa, menyembelih

13
Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid. Terj. Agus Hasan Bashori, (Jakarta:
Darul Haq, 2014), hlm. 56

9
hewan qurban, bernazar, bertawakal, bertaubat, dan lainnya. Ibadah tersebut
pun juga harus dilaksanakan secara lahiriyah maupun batiniyah.14

Penerapan dari Tauhid Uluhiyah ini pun tidak hanya sekadar pada
perbuatan ibadah saja, tetapi juga dengan tidak mempercayai ramalan dukun
dan tidak mencontek ketika ujian. Bahkan di dalam kitab suci Al-Quran, ada
banyak firman Allah SWT mengenai keberadaan Tauhid Uluhiyah ini dalam
bentuk ibadah berdoa, bertawakal, menyembelih kurban, dan lainnya. Salah
satunya adalah adalah pada QS. An-Nahl ayat 51 :

ْ َ‫َّاي ف‬
ٌِ ‫ار َهب ُْى‬ ِ ‫ّٰللاُ َْل تَت َّ ِخذ ُ ْْٓوا ا ِٰن َهٍ ٍِْ اثْ ٍَُ ۚ ٍِْ اََِّ ًَا ه َُى ا ِٰنه َّو‬
َ ٌ‫احذ فَ ِا‬ ‫َوقَا َل ه‬

Artinya: “Allah berfirman: Janganlah kamu menyembah dua tuhan.


Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja
kamu takut. ”

Dilansir dari buku berjudul Ilmu Tauhid: Konsep Ketuhanan Dalam


Teologi Islam karya H. Muhammad Hasbi, menyatakan bahwa kemurnian dari
Tauhid Uluhiyah ini akan diperoleh dengan upaya manusia dalam mewujudkan
6hal dasar, yakni:

1) Seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT saja, bukan kepada
yang lainnya.
2) Dalam pelaksanaan ibadah tentunya harus sesuai dengan perintah dan
larangan dari Allah SWT.
 Contoh Tauhid Uluhiyah

1. Beribadah hanya kepada Allah

2. Takut hanya kepada Allah

3. Mencintai juga karena Allah

Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari seperti kita hanya melakukan


ibadah hanya untuk Allah, tidak untuk manusia atau hal lainnya. Ikhlas 100%
untuk Allah. Berdoa kepada Allah, meminta kepada Allah, melibatkan Allah
dalam semua aktivitas kita. Tidak mendatangi dukun, tidak mempercayai

14
Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid. Terj. Agus Hasan Bashori, (Jakarta:
Darul Haq, 2014), hlm. 55.

10
ramalan, dan tidak mencontek saat ujian, karena kita meyakini bahwa Allah
Maha Melihat.

 Penyimpangan Tauhid Uluhiyah

Contoh penyimpangan uluhiyah di antaranya saat kita mengalami musibah


di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah itu. Lalu orang itu datang kepada
seorang dukun. Kita meminta di tempat itu supaya penghuni tempat itu atau
sang dukun bisa melepaskannya dari musibah yang sedang menimpanya. Ia
berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya.

 Perbedaan Tauhid Rububiyah Dan Uluhiyah15


1) Perbedaan akar kata. Kata rububiyah diambil dari salah satu nama Allah,
yaitu Rabb, sedang kata uluhiyah diambil dari akar kata ilah.
2) Tauhid rububiyah terkait dengan masalah-masalah kauniyah (alam) seperti:
menciptakan,memberi rezeki, menghidupkan, mematikan dan semacamnya.
Sedang tauhid uluhiyah terkait dengan perintah dan larangan seperti: wajib,
haram, makruh dan lainnya.
3) Subtansi tauhid rububiyah bersifat ilmiah (pengetahuan) sedang subtansi
tauhid uluhiyah bersifat amaliah (aplikatif).
4) Tauhid uluhiyah adalah konsekuensi pengakuan terhadap tauhid rububiyah.
Maksudnya, tauhid uluhiyah itu berada di luar tauhid rububiyah, tetapi
tauhid rububiyah tidak dianggap teraplikasi dengan benar kecuali bila
dilanjuti dengan tauhid uluhiyah. Dan bahwa tauhid uluhiyah sekaligus
mengandung pengakuan atas tauhid rububiyah dalam artian bahwa tauhid
rububiyah merupakan bagian dari tauhid uluhiyah.
5) Tidak semua yang beriman pada tauhid rububiyah itu otomatis menjadi
muslim, tetapi semua yang beriman pada tauhid uluhiyah otomatis jadi
muslim.
6) Tauhid rububiyah adalah pengeesaan Allah dengan perbuatan-perbuatan-
Nya sendiri, seperti mengeesakan Dia sebagai Pencipta dan semacamnya.
Sedang tauhid uluhiyah adalah pengeesaan Allah dengan perbuatan-
perbuatan hamba-Nya, seperti shalat, zakat, haji, cinta, benci, rasa harap.

15
Muhammad Hasbi, Ilmu Tauhid: Konsep Ketuhanan dalam Teologi Islam.
(Yogyakarta: Trust Media Publishing.2016) h.5.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tauhid Dzat adalah meng-Esa-kan dari segala Dzat-Nya yang berbeda dari dzat
manusia, mengimani bahwa dzat yangh dimiliki-Nya tidaklah tersusun, tidak
terbentuk, ataupun sama sebagimana makhluk-Nya.
Tauhid sifat adalah meyakini bahwa sifat-sifat Allah seperti ilmu, kuasa, hidup, dsb
adalah merupakan hakikat Dzat-Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat
makhluk lainnya.
Tauhid Uluhiyah adalah Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan. Atau
mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, dll. Maksudnya semua itu
dilakukan yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-
Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT”.
Tauhid Rububiyah adalah Percaya bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta alam
raya yang dengan takdir-Nya. Ia menghidupkan dan mematikan serta
mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.
B. SARAN
Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk mendalami
makalah maka pembaca dapat melihat hasil dari makalah kami, selanjutnya kami
minta maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca apabila terdapat kesalahan
atau keliruan dalam penyusun makalah ini. Untuk itu saran kritiknya dari pembaca
sangat diharapkan bagi kami demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga
makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Ra-jawali Pers, 1993),
h.61

Abdul Aziz, Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan.(Jakarta:Darul


Haq,1998),cet.Ke-1,h.10.

Mahmud, H. Latief, and H. Karimullah. Ilmu tauhid. Vol. 88. Duta Media
Publishing, 2018. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abdul Lathif, Pelajaran
Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan. (Jakarta:Darul Haq, 1998), cet. Ke-1,
h.10.

Hasbi, Muhammad. (2016). Ilmu Tauhid: Konsep Ketuhanan dalam Teologi


Islam. Yogyakarta: TrustMedia Publishing.

Sidiq, Yogi Hasbi. "Konsep Tauhidullah Sebagai Substansi Pendidikan Islam." al-
Urwatul Wutsqo: Jurnal Ilmu Keislaman dan Pendidikan 2.2 (2021): 21-
31.

Simamora, Nurul Khairiah Ulya. "Konsep Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab". Diss.

Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid. Terj. Agus Hasan Bashori,
(Jakarta: Darul Haq, 2014), hlm. 55.

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), h.907.

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2018. Ibrahim Gazur I-llahi


"Mengungkap Misteri Sufi Besar Mansur al-Hallaj Ana Al-Haqq",
(Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h.xix

Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), cet. Ke-2, h. 17.

13

Anda mungkin juga menyukai