Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP TAUHID DALAM IMPLIKASI KEHIDUPAN SEHARI-HARI


Dosen Pengampu : Ust. Syarifuddin,ME

Disusun Oleh
Kelompok 6 :

1. Ziaratul Aini 6. Vebria Lentera


2. Rizka Syafiyaharni 7. Rosita Silviana
3. Bq. Rabiatul Adawiyah 8. Tiara Erika
4. Rini Astuti 9. Riska Aprilia Dama Y
5. Sushayani

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIDAN STIKES HAMZAR


LOMBOK TIMUR TAHUN PELAJARAN
2023 / 2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah agama ,dengan judul ” Konsep Tauhid Dalam Implikasi Kehidupan
Sehari-Hari ”
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah “ Al-Islam 1 ”
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Pringgasela, 15 Maret 2024

penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Pengertian Tauhid.......................................................................................4
B. Macam-Macam Tauhid..............................................................................6
C. Makna Kalimat Tauhid Laa Ilaaha Illallah.............................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
a. Kesimpulan................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tauhid adalah konsep dalam aqidah islam yang menyatakan


keesaan Allah SWT. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan
konsekuensi dari kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang
muslim. Sebuah sumpah akan kesetiaan dan kepercayaan yang mutlak
tentang Allah yang maha Esa.
Nilai keesaan Allah merupakan awal dari kewajiban manusia
terhadap tuhannya. Manusia diciptakan dimuka bumi ini hanya untuk
berinadah kepada Allah karena kelak kita akan Kembali kepada-nya.
Macam-macam tauhid ini hanya sekedar penamaan atau istilah
untuk memudahkan pemahaman dan pengistilahan dalam mempelajarinya,
pada hakikatnya satu. Dalam bertauhidtidak mengenal pembedaan, dengan
kata lain, Tauhid Uluhiyah dengan Tauhid Rububiyah padahakikatnya
satu, tidak berbeda, karena Allah sebagai Zat Yang Maha Tunggal, juga
Zat YangMaha Mengayomi manusia sekaligus Pemilik jagat raya ini.
Mengucapkan dua kalimat Syahadat merupakan salah satu pertanda
orang beragamaIslam. Orang yang mengucapkan kalimat syahadat
merupakan pertanda bahwa ia telahmengesakan Allah. Dalam pengucapan
kalimat syahadat, merupakan pertandapentauhidan. Dalam memahami
tauhid, maka diperlukan dua kalimat syahadat
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tauhid?
2. Apa saja macam-macam tauhid?
3. Apa makna kalimat tauhid laa ilaaha illallah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu tauhid
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam tauhid
3. Untuk mengetahui apa makna kalimat tauhid laa ilaaha illallah

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tauhid

Tauhid merupakan Mengesakan Allah semata dalam beribadah dan


tidak menyekutukan-Nya (Wahidin, 2017). Dan hal ini merupakan ajaran
semua Rasulullah saw. Bahkan tauhid merupakan pokok yang dibangun
diatasnya semua ajaran, maka jika pokok ini tidak ada, amal perbuatan
menjadi tidak bermanfaat dan gugur, karena tidak sah sebuah ibadah
tanpa tauhid.
Ditinjau dari buku Teologi Islam Ilmu Tauhid karya Drs Hadis Purba
dan Drs. Salamuddin, terdapat beberapa pengertian tauhid yang telah
dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi atau pengertian tauhid
tersebut antara lain;
1. Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1926:4), dikemukakan bahwa
"Ilmu tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah,
tentang sifat-sifat yang wajib disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang
sama sekali wajib dilenyapkan daripada-Nya, juga membahas tentang
rasul-rasul-Nya, meyakinkan kerasulan mereka, sifat-sifat yang boleh
ditetapkan kepada mereka, dan apa yang terlarang dinisbatkan kepada
mereka."
2. Husain Affandi al-Jisr (tt:6) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid
adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal yang menetapkan akidah
agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan."
3. Ibnu Khaldun (tt:458) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid berisi
alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalil-dalil aqliyah dan
alasan-alasan yang merupakan penolakan terhadap golongan bid'ah
yang dalam bidang aqidah telah menyimpang dari mazhab salaf dan
ahlus sunnah."
4. M.T. Thair Abdul Muin (tt:1) menyampaikan bahwa "Tauhid adalah
ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil dan

4
jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-Nya; juga menguoas dalil-
dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat bantu
untuk membuktikan adanya Zat yang mewujudkan."
5. Masih banyak sekali definisi atau pengertian tauhid yang telah
dikemukakan oleh para ahli. Meski susunan kata-kata atau redaksi dari
penjabaran mereka tidak sama, namun semuanya memiliki kesamaan
yakni masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan hal-hal yang
berkenaan dengan kehidupan manusia setelah mati.
Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah,
sifa-tsifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan
kepadaNya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan
padaNya. Juga membahas tentang rasulrasul Allah, meyakinkan kerasulan
mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan
apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
Karena itu, aspek penting dalam ilmu tauhid adalah keyakinan
akan adanya Allah Yang Mahasempurna, Mahakuasa, dan memiliki sifat-
sifat ke Maha sempurnaan lainnya. Tauhid tidak hanya sekedar diketahui
dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan
baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati
dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya
sebagai hamba Allah akan muncul sendirinya, Keesaan Allah mencakup :
a. Keesaan Dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya
bahwa Allah SWT tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian- bagian,
karena bila Dzat Yang Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih
berarti Allah membutuhkan unsur atau bagian.
b. Keesaan Sifat Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti
bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan
kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata
yang digunakan untuk menunjuk sifat dalam bentuk ibadah maḥḍah
(murni), maupun selainnya.

5
c. Keesaan Perbuatan Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu
yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan
wujud- Nya, kesemuanya adalah hasil perbuatan Allah semata.
d. Keesaan dalam Beribadah Kepada-Nya Mengesakan Allah dalam
beribadah yaitu melaksanakan segala sesuatu karena Allah, baik
sesuatu itu dengan segala spesifikasi yang telah diberikannya kepada
mereka.
Allah adalah pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nya
manusia wajib menaati perinta dan menjauhi larangan-Nya. Semua yang
berupa kebatilan langsung kepada Allah, tanpa perantara(wasilah). Allah
melarang kita menyembah selain-Nya 6 seperti menyembah batu,
menyembah matahari, maupun menyembah manusia. Semua itu adalah
perbuatan syirik yang sangat besar dosanya dan dibenci oleh Allah,
bahkan Allah tidak akan mengampuni dosa syirik itu.
Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa untuk memahami hal-hal
tersebut dan menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu yang bersifat
ghaib. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si
pembawa berita tentang halhal ghabi tersebut yang dibuktikan secara
ilmiah oleh akal pikiran, hanya itu.

B. Macam-Macam Tauhid
Macam-macam tauhid ini hanya sekedar penamaan atau istilah
untuk memudahkan pemahaman dan pengistilahan dalam mempelajarinya,
pada hakikatnya satu. Dalam bertauhid tidak mengenal pembedaan,
dengan kata lain, Tauhid Uluhiyah dengan Tauhid Rububiyah pada
hakikatnya satu, tidak berbeda, karena Allah sebagai Zat Yang Maha
Tunggal, juga Zat Yang Maha Mengayomi manusia sekaligus Pemilik
jagat raya ini. Macam-macam tauhid ini adalah :
1. Tauhid Rububiyah:
Tauhid Rububiyah yaitu menyatakan bahwa tidak ada Tuhan
Penguasa seluruh alam kecuali Allah yang menciptakan mereka dan

6
memberinya rizki (Muhammad, 2015). Tauhid macam ini juga telah
dinyatakan oleh orang-orang musyrik pada masa-masa pertama dahulu.
Mereka menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta,
Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman QS. Al-Ankabut 61:

‫َوَلْن َس َاْلَتُهْم َّم ْن َخَلَق الَّس ٰمٰو ِت َواْلَاْرَض َوَس َّخ َر الَّش ْمَس َواْلَقَمَر َلَيُقْوُلَّن الّٰلُهۗ َفَاّٰنى ُيْؤَفُكْوَن‬
‫ِٕى‬

Terjemahnya:
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah
yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan
bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah” maka betapakah mereka
(dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”.

Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat


mereka masuk Islam dan tidak membebaskan mereka dari api neraka
serta tidak melindungi harta dan darah mereka, karena mereka tidak
mewujudkan tauhid Uluhiyah, bahkan mereka berbuat syirik kepada
Allahdalam beribadah kepada-Nya dengan memalingkannya kepada
selain mereka.
2. Tauhid Asma’ dan Sifat.
Tauhid Asma’ dan Sifat yaitu beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat
yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat
yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada (Ardae, M., & Wan,
N. M. S. N. (2019). Dan bahwa nama-nama-Nya merupakan petunjuk
yang jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak sebagaimana
firman Allah ta’ala QS. As-yuro 11:

‫َلْيَس َكِمْثِلِهۦ َشْى ٌءۖ َوُهَو ٱلَّس ِميُع ٱْلَبِص يُر‬

Terjemahnya:

7
“Tidak ada yang meyerupainya sesuatupun, dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat”

Begitu juga halnya (beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah) berarti
menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya
atau apa yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya SAW dengan penetapan
yang layak sesuai kebesaran-Nya tanpa ada penyerupaan dengan
sesuatupun, tidak juga memisalkannya dan meniadakannya, tidak
merubahnya, tidak menafsirkannya dengan penafsiran yang lain dan
tidak menanyakan bagaimana hal-Nya (Wahidin, 2017). Kita tidak
boleh berusaha baik dengan hati kita, perkiraan kita, lisan kita untuk
bertanya-tanya tentang bagaimana sifat-sifat-Nya dan juga tidak boleh
menyamakan-Nya dengan
sifat-sifat makhluk.
3. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam
seluruh amalan ibadah yang Allah perintahkan seperti berdoa, khouf
(takut), raja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah (takut),
Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta
pertolongan, menyembelih, nazar dan ibadah yang lainnya yang
diperintahkan-Nya (Nur, 2017). Dalilnya firman Allah ta’ala QS. Al Jin
18:

‫\َّو َاَّن اْلَمٰسِجَد ِلّٰلِه َفَلا َتْدُعْوا َمَع الّٰلِه َاَحًدۖا‬

Terjemahnya:
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun didalamnya di
samping (menyembah) Allah”

Manusia tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada


selain Allah ta’ala, tidak kepada malaikat, kepada para Nabi dan tidak

8
juga kepada para wali yang sholeh dan tidak kepada siapapun makhluk
yang ada (Nasution, 2013). Karena ibadah tidak sah kecuali jika untuk
Allah, maka siapa yang memalingkannya kepada selain Allah dia telah
berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur (As-Suyuthi, J., &
Al-Mahalli, J, 2003).
Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas diri dari
penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati
sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup
dalam tauhid sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja jika tidak
menghindar dari ajaran orang-orang musyrik serta apa yang mereka
lakukan seperti berdoa kepada selain Allah misalnya kepada orang yang
telah mati dan semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka (orang-
orang mati) agar Allah menghilangkan kesusahannya dan
menyingkirkannya, dan minta pertolongan kepada mereka atau yang
lainnya yang merupakan perbuatan syirik (Zamili, 2014).

C. Makna Kalimat Tauhid Laa Ilaaha Illallah


Laa Ilaaha Illallah Maknanya adalah, tidak ada yang disembah di
langit dan di bumi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya
(Karim, 2017). Sesuatu yang disembah dengan bathil banyak jumlahnya
tapi yang disembah dengan hak hanya Allah saja. Allah ta’ala berfirman
QS. Al Hajj 62:

‫اْلَح َوَاَّن َما َيْدُعْوَن ِمْن ُدْوِنٖه ُهَو اْلَباِطُل َوَاَّن الّٰلَه ُهَو اْلَعِلُّي اْلَكِبْيُر‬
‫ٰذِلَك ِبَاَّن الّٰلَه ُهَو ُّق‬

Terjemahnya:
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya
Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka
seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang
Maha Tinggi lagi Maha Besar”

9
Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada pencipta
selain Allah” sebagaimana yang disangka sebagian orang, karena
sesungguhnya orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka
Rasulullah SAW mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini
adalah Allah ta’ala, akan tetapi mereka mengingkari penghambaan
(ibadah) seluruhnya milik Allah semata tidak ada yang menyekutukannya
(Karyono, 2020). Sebagaimana firman Allah ta’ala QS. Shad 5:

‫َاَجَعَل اْلٰاِلَهَة ِاٰلًها َّو اِح ًدۖا ِاَّن ٰهَذا َلَشْي ٌء ُعَجاٌب‬

Terjemahnya:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ?
Sesungguhnya ini benar-benar satu hal yang sangat mengherankan”

Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada
selain Allah adalah batal (Agustin, 2017). Artinya bahwa ibadah semata-
mata untuk Allah. Akan tetapi mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki
demikian, oleh karenanya Rasulullah SAW memerangi mereka hingga
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang disembah selain Allah serta
menunaikan hak-hak-Nya yaitu mengesa-kannya dalam beribadah kepada-
Nya semata. Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya
bahwa Laa ilaaha Illallah mengandung konsekwensi yaitu ditinggalkannya
ibadah kepada selain Allah dan hanya mengesakan Allah dalam ibadahnya
(Tutian, 2017).
Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap
menyembah kepada berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan
perbuatan yang bertolak belakang dan mereka memang telah memulainya
dari sesuatu yang bertentangan. Sedangkan para penyembah kuburan
zaman sekarang tidak memulainya dari sesuatu yang bertentangan, mereka
mengatakan Laa ilaaha Illallah, kemudian mereka membatalkannya
dengan doa terhadap orang mati yang terdiri dari para wali, orang-orang
sholeh serta beribadah di kuburan mereka dengan berbagai macam ibadah.

10
Celakalah bagi mereka sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal
walaupun keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah.
Keutamaan Laa Ilaaha Illallah
Dalam kalimat Ikhlas (Laa Ilaaha Illallah) terkumpul keutamaan
yang banyak, dan faedah yang bermacam-macam. Akan tetapi keutamaan
tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya jika sekedar
diucapkan saja (Choriyah, 2013). Dia baru memberikan manfaat bagi
orang yang mengucapkannya dengan keimanan dan melakukan
kandungan-kandungannya. Diantara keutamaan yang paling utama adalah
bahwa orang yang mengucapkannya dengan ikhlas semata-mata karena
mencari ridho-Nya maka Allah ta’ala haramkan baginya api neraka.
Sebagaimana sabda Rasulullah :

‫ َيْبَتِغى ِبَذِلَك َوْجَه الَّل ِه‬. ‫َفِإ َّن الَّل َحَّر َم َعَلى الَّن اِر َمْن َقاَل لَا ِإ َلَه ِإ لَّا الَّل‬
‫ُه‬ ‫َه‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang
mengatakan: Laa Ilaaha Illallah semata-mata karena mencari ridho Allah”
(Muttafaq Alaih).

Dan banyak lagi hadits-hadits lainnya yang menyatakan bahwa


Allah mengharamkan orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah
dari api neraka. Akan tetapi hadits-hadits tersebut mensyaratkan dengan
berbagai syarat yang berat. Banyak yang mengucapkannya namun
dikhawatirkan terkena fitnah disaat kematiannya sehingga dia terhalang
dari kalimat tersebut karena dosa-dosanya yang selama ini selalu
dilakukannya dan dianggapnya remeh. Banyak juga yang
mengucapkannya dengan dasar ikut-ikutan atau adat semata sementara
keimanan tidak meresap kedalam hatinya. Orang-orang semacam
merekalah yang banyak mendapatkan fitnah saat kematiannya dan saat di
kubur sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits “Saya mendengarkan
manusia mengatakannya, maka saya mengatakannya”. (Gunara, 2018)
(Riwayat Ahmad dan Abu Daud).

11
Rukun Laa Ilaaha Illallah.
Syahadat memiliki dua rukun (Zaman, F. K. N., Sujana, A., & Ramli, Z.
2016) :
1. Peniadaan (Nafy) dalam kalimat: “Laa Ilaaha”.
2. Penetapan (Itsbat) dalam kalimat: “Illallah”.
Maka “Laa Ilaaha” berarti meniadakan segala tuhan selain Allah, dan
“Illallah” berarti menetapkan bahwa sifat ketuhanan hanya milik Allah
semata dan tidak ada yang menyekutukannya.
Syarat-syarat Laa Ilaaha Illallah
Para ulama menyatakan bahwa ada tujuh syarat bagi kalimat Laa
Ilaaha Illallah (Malhan). Kalimat tersebut tidak sah selama ketujuh syarat
tersebut tidak terkumpul dan sempurna dalam diri seseorang, serta
mengamalkan segala apa yang terdapat didalamnya serta tidak melakukan
sesuatu yang bertentangan dengannya. Berikut ini syarat-syaratnya:
1. Berilmu (‫)العلم‬
Yang dimaksud adalah memiliki ilmu terhadap maknanya (kalimat
Laa Ilaaha Illallah) baik dalam hal nafy maupun itsbat dan segala amal
yang dituntut darinya (Amin, S., & Siregar, F. M. 2015). Jika seorang
hamba mengetahui bahwa Allah ta’ala adalah semata-mata yang
disembah dan bahwa penyembahan kepada selainnya adalah bathil,
kemudian dia mengamalkan sesuai dengan ilmunya tersebut. Allah
ta’ala berfirman QS. Muhammad 19 :

‫ِا ِا‬
‫َفاْعَلْم َّنَاٗه َلٓا ٰلَه َّل ا الّٰلُه‬

Terjemahnya:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang
Haq) melainkan Allah”
2. Yakin (‫)اليقين‬
Yaitu seseorang mengucapkan syahadat dengan keyakinan
sehingga hatinya tenang didalamnya, tanpa sedikitpun pengaruh
keraguan yang disebarkan oleh syetan-syetan jin danmanusia, bahkan

12
dia mengucapkannya dengan penuh keyakinan atas kandungan yang ada
didalamnya (Syam, D., Rosyadi, I., & Muinudinillah, M. (2020). Juga
berkeyakinan bahwa kepada selain Allah tidak boleh diarahkan
kepadanya ibadah dan penghambaan. Jika dia ragu terhadap
syahadatnya atau tidak mengakui bathilnya sifat ketuhanan selain Allah
ta’ala, misalnya dengan mengucapkan: “Saya meyakini akan ketuhanan
Allah ta’ala akan tetapi saya ragu akanbathilnya ketuhanan selain-Nya”,
maka batallah syahadatnya dan tidak bermanfaat baginya. Allah ta’ala
berfirman QS. Al Hujurat 15:

‫إَِّن َما اْلُمْؤِمُنوَن اَّلِذيَن آَمُنوا ِبالَّل ِه َوَرُسوِلِه ُثَّم َلْم َيْرَتاُبوا‬

Terjemahnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak
ragu-ragu.”
3. Menerima (‫)القبول‬
Maksudnya adalah menerima semua ajaran yang terdapat dalam
kalimat tersebut dalamhatinya dan lisannya (Azizah, 2019). Dia
membenarkan dan beriman atas semua berita dan apayang disampaikan
Allah dan Rasul-Nya, tidak ada sedikitpun yang ditolaknya dan tidak
berani memberikan penafsiran yang keliru atau perubahan atas nash-
nash yang ada sebagaimana hal tersebut dilarang Allah ta’ala.
4. Tunduk (‫)االنقياد‬
Yang dimaksud adalah tunduk atas apa yang diajarkan dalam
kalimat Ikhlas, yaitu dengan menyerahkan dan merendahkan diri serta
tidak membantah terhadap hukum-hukum Allah (Ja’far, 2012). Allah
ta’ala berfirman QS. Az Zumar 54:

‫َوَاِنْيُبْٓو ا ِاٰلى َرِّبُكْم َوَاْس ِلُمْوا َلٗه‬

Terjemahnya:

13
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya.”
Termasuk juga tunduk terhadap apa yang dibawa Rasulullah SAW
dengan diiringi sikapridho dan mengamalkannya tanpa bantahan serta
tidak menambah atau mengurangi. Termasukdikatakan tidak tunduk
juga adalah tidak menjadikan syariat Allah sebagai sumber hukum dan
menggantinya dengan undang-undang buatan manusia.
5. Jujur (‫)الصـــدق‬
Maksudnya jujur dengan keimanannya dan aqidahnya, selama itu
terwujud maka dia dikatakan orang yang membenarkan terhadap kitab
Allah ta’ala dan sunnahnya (Akbar, 2017). Lawan dari jujur adalah
dusta, jika seorang hamba berdusta dalam keimanannya, maka
seseorangtidak dianggap beriman bahkan dia dikatakan munafiq
walaupun mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka syahadat
tersebut baginya tidak menyelamatkannya
6. Ikhlas (‫)اإلخـــالص‬
Maksudnya adalah mensucikan setiap amal perbuatan dengan niat
yang murni dari kotoran-kotoran syirik, yang demikian itu terwujud
dari apa yang tampak dalam perkataan danperbuatan yang semata-mata
karena Allah ta’ala dan karena mencari ridho-Nya (Saihu, S.,
&Rohman, B. 2019). Tidak ada didalamnya kotoran riya’ dan ingin
dikenal, atau tujuan duniawidan pribadi, atau juga melakukan sesuatu
karena kecintaannya terhadap seseorang atau golongannya. Allah ta’ala
berfirman QS. Az Zumar 3:

‫َاَلا ِلّٰلِه الِّدْيُن اْل َخاِلُۗص‬

Terjemahnya:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik).”
7. Cinta (‫)المحـــبة‬

14
Cinta yaitu mencintai kalimat yang agung ini serta semua ajaran
dan konsekwensi yangterkandung didalamnya maka dia mencintai
Allah dan Rasul-Nya dan mendahulukan kecintaankepada keduanya
atas semua kecintaan kepada yang lainnya serta melakukan semua
syarat-syaratnya dan konsekuensinya. Cinta terhadap Allah adalah rasa
cinta yang diiringi dengan rasa pengangungan dan rasa takut dan
pengharapan (Agustin, 2011).
Termasuk cinta kepada Allah adalah mendahulukan apa yang Allah
cintai atas apa yangdicintai hawa nafsu dan segala tuntutannya,
termasuk juga rasa cinta adalah membenci apa yang Allah benci, maka
dirinya membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka. Dia
jugamembenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Allah ta’ala
berfirman QS. Ali Imran 31:

‫ُقْل ِاْن ُكْنُتْم ُت ِحُّب ْوَن الّٰلَه َفاَّت ِبُعْوِنْي ُي ْحِبْبُكُم الّٰلُه َوَيْغِفْر َلُكْم ُذُنْوَبُكْم‬

Terjemahnya:
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allahmengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah
Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.”
Lawan dari cinta adalah benci. Yaitu membenci kalimat ini dan
semua ajaran yang terkandung didalamnya atau mencinta sesuatu yang
disembah selain Allah bersama kecintaannya terhadap Allah. Termasuk
yang menghilangkan sifat cinta adalah membenci Rasulullah SAWdan
mencintai musuh-musuh Allah serta membenci wali-wali Allah dari
golongan orang beriman.

15
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Taat terhadapnya atas apa yang diperintahkannya dan


membenarkan atas apa yang diberitakannya serta menjauhi apa yang
dilarang dan diancamnya. Tidak beribadah kepada Allah kecuali apa yang
dia syariatkan. Setiap muslim harus mewujudkan syahadat ini, sehingga
tidak dikatakan syahadat seseorang terhadap kerasulannya sempurna mana
kala dia sekedar mengucapkannya dengan lisan namun meninggalkan
perintahkannya dan melanggar larangannya serta taat kepada selainnya
atau beribadah kepada Allah tidak berdasarkan ajarannya.
Termasuk wujud nyata dari syahadat ini adalah tidak adanya
keyakinan bahwa Rasulullah SAW memiliki hak ketuhanan yang
mengatur alam ini atau tidak memiliki hak untuk disembah, akan tetapi dia
hanyalah seorang hamba yang tidak disembah dan seorang Rasul yang
tidak didustakan dan dirinya tidak memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri
dan orang lain dalam mendatangkan manfaat dan mudharat kecuali apa
yang Allah kehendaki.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, D. S. Y. (2011). Penurunan rasa cinta budaya dan nasionalisme generasi


muda akibatglobalisasi.JURNAL SOSIAL HUMANIORA (JSH),4(2),
177-185.
Agustin, H. (2017). Studi Kelayakan Bisnis Syariah.
Akbar, M. R. (2017). Internalisasi nilai karakter jujur dan tanggung jawab siswa
di Sekolah:Studi Multisitus di Madrasah Ibtidaiyah Al-Fattah Malang dan
Sekolah Dasar IslamMohammad Hatta Malang(Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri MaulanaMalik Ibrahim).
Amin, S., & Siregar, F. M. (2015). Ilmu Dan Orang Berilmu Dalam Al-Qur’an:
MaknaEtimologis, Klasifikasi, Dan Tafsirnya.EMPIRISMA: JURNAL
PEMIKIRAN DANKEBUDAYAAN ISLAM,24(1).
As-Suyuthi, J., & Al-Mahalli, J. (2003). Tafsir jalalain.Surabaya: Imaratullah.
Azizah, R. N. (2019). Pengaruh penerimaan diri dan penyesalan terhadap harapan
padaNarapidana di Lapas Perempuan klas IIa Malang(Doctoral
dissertation, UniversitasIslam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Choiriyah, C. (2013). AJARAN TAREKAT SYEKH AHMAD AT-TIJANI:
ANALISISMATERI DAKWAH.Wardah,14(2), 155-165.
Gunara, T. (2018).Marketing Muhammad:(Strategi Andal dan Jitu Praktis Bisnis
NabiMuhammad saw). Loyalitas Media.
Karim, P. A. (2017). MEMA’NAI SYAHADATAINDAN KEUTAMAANNYA
DALAMKEHIDUPAN.NIZHAMIYAH,7(2).
KARYONO, A. (2020). PEMAHAMAN TAUHID PADA REMAJA KAMPUNG
UJUNGGUNUNG ILIR KECAMATAN MENGGALA KABUPATEN
TULANGBAWANG(Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Malhan, K. S. U. S. B. BAB III MAKNA SYAHADATAIN.BUKU PANDUAN
TUTORIALPENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA, 17.

17
Muhammad, T. R. (2015). Pendidikan tauhid dalam perspektif Ibnu
Taimiyah(Doctoraldissertation, STAIN Ponorogo).
Nasution, S. T. W. (2013). Konsep Ideologi Islam (Studi Kasus Salafi di Jalan
Karya Jaya GangEka Wali Pribadi Kecamatan Medan Johor, Medan)
(Doctoral dissertation, PascasarjanaUIN Sumatera Utara).
Nur, I. K. (2017). Nilai-nilai Tauhid Dalam Ayat Kursi Dan Metode
Pembelajarannya DalamPAI.INSPIRASI: Jurnal Kajian dan Penelitian
Pendidikan Islam,1(1), 93-104.
Saihu, S., & Rohman, B. (2019). PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI
MODELPENDIDIKAN TRANSFROMATIFE LEARNING PADA
SANTRI DI PONDOKPESANTREN NURUL IKHLAS BALI.Edukasi
Islami: Jurnal Pendidikan Islam,8(02),435-452.
Sainuddin, I. H., S. (2020, August 7). Aktivitas Dakwah di Masa New Normal.
https://doi.org/10.31219/osf.io/dejy2
Tutiana, M. (2017). FENOMENA ZIARAH MAKAM KERAMAT MBAH
NURPIAH DANPENGARUHNYA TERHADAP AQIDAH ISLAM
(Studi di Desa Sukarami Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung
Barat)(Doctoral dissertation, UIN Raden IntanLampung).
Wahidin, A. (2017). Kurikulum Pendidikan Islam Berbasis Tauhid Asma wa
Sifat.EdukasiIslami: Jurnal Pendidikan Islam,3(06).
Zaman, F. K. N., Sujana, A., & Ramli, Z. (2016). Makna Semar Dalam Kalimah
Syahadat PadaSeni Lukis Kaca Cirebon.ATRAT: Jurnal Seni Rupa,4(3).
Zamili, M. (2014). Konsep Pembelajaran Seumur Hidup Dan Nilai-Nilai Tauhid
Di PesantrenSukorejo Situbondo Jawa Timur.Tribakti: Jurnal Pemikiran
Keislaman,25(1)

18

Anda mungkin juga menyukai