Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Pembagian Ilmu Tauhid, Konsep Iman,dan Kriterianya”

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tauhid dan Ilmu kalam

Dosen Pengampu:

Akhmad Khoiri, M.Pd

Disusun oleh :

Aminah Zahara

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STIT DARUL FATTAH BANDAR LAMPUNG

2024

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT,yang telah melimpah kan


rahmat dan hidayah-Nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Pembagian Ilmu Tauhid, Konsep Iman,dan Kriterianya ” dengan lancar.

Makalah ini disusun untuk memudahkan mahasiswa dalam mempelajari


mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada
Ustadz, Akhmad Khoiri M.Pd selaku dosen pengampu yang telah membimbing
dan mengarahkan kami, dan juga kepada teman-teman yang ikut serta dalam
pembuatan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat
kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata,semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca semua dan
dapat bermanfaat bagi kita.

Bandar Lampung, 20 Maret 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
1. Pengertian Ilmu Tauhid.......................................................................................5
2. Pembagian Ilmu Tauhid......................................................................................5
3. Konsep Iman dan Kriterianya.............................................................................7
BAB III...........................................................................................................................12
Kesimpulan.................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai agama mempunyai dua dimensi yaitu keyakinan atau
akidah dan sesuatu yang di amalkan atau amaliah. Amal perbuatan tersebut
merupakan perpanjangan dan implentasi dari akidah tersebut. Islam adalah
agama samawi yang bersumber dari Allah SWT yang berintikan keimanan
dan perbuatan.
Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah fundamental, karena dari
pemahaman tentang tauhid itulah keimanan seorang muslim mulai
tumbuh. Konsep tauhid dalam Islam merupakan salah satu pokok ajaran
yang tidak dapat diganggu gugat dan sangat berpengaruh terhadap
keislaman seseorang. Apabila pemahaman tentang tauhid seseorang tidak
kuat, maka akan goyah pula pilar-pilar keislamannya secara menyeluruh

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tauhid?
2. Apa macam-macam tauhid
3. Bagaimana konsep Iman dan apa kriterianya?

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Ilmu Tauhid


Tauhid menurut bahasa merupakan mashdar dari wahhada.Jika
dikatakan wahhada asy-syai‟a, artinya menjadikan sesuatu itu satu.
Adapun menurut syariat berarti: mengesakan Allah dengan sesuatu
yang khusus bagiNya, berupa rububiyah, uluhiyah, al-asma‟ dan sifat.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa penciptaan alam
semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional
tentang kebenaran wujud (keberadaan)Nya dan keesaan-Nya; dan bukan
pula sekedar mengenal Asma dan Sifatnya.
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan
manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan.
Hanya amal yang dilandasi dengan tauhid, menurut tuntunan Islam yang
akan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan
yang hakiki di alam akhirat nanti.
Allah SWT berfiman:
‫ًۚة‬ ‫ِم‬ ‫ِل‬ ‫ِم‬
‫َمْن َع َل َص ا ًح ا ِّم ْن َذَك ٍر َاْو ُاْنٰثى َو ُه َو ُم ْؤ ٌن َفَلُنْح ِيَيَّن هٗ َح ٰي وًة َطِّيَب َو َلَنْج ِز َيَّنُه ْم َاْج َر ُه ْم‬
‫ِبَاْح َس ِن َم ا َك اُنْو ا َيْع َم ُلْو َن‬
Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan,
sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan
kepadanya kehidupan yang baik421) dan akan Kami beri balasan dengan
pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan. (QS.
An-Nahl: 97)

2. Pembagian Ilmu Tauhid


Tauhid adalah meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlas
beribadah kepadaNya, serta menetapkan bagiNya nama-nama dan sifat-
sifat Dengan demikian, tauhid ada tiga macam : tauhid rububiyah, tauhid
uluhiyah serta tauhid asma wa sifat. Setiap dari ketiga tauhid itu memiliki
makna yang harus dijelaskan agar perbedaan antara ketiganya menjadi
terang.

a. Tauhid Rububiyah
Yaitu mengesakan Allah dalam segala perbuatanNya dengan
meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap

5
makhluk. Firman Allah swt surat Ath-Thur ayat 35-36
Artinya : “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri) ? Sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).”
Maksud dari mengesakan Allah dalam Rububiyah-Nya
adalah kita meyakini keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan
yang hanya dapat dilakukanoleh Allah, seperti mencipta dan
mengatur seluruh alam semesta beserta isinya, memberi riski,
memberikan manfaat, menolak mudhlarat dan lainnya yang
merupakan kekhususan bagi Allah.
Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada
seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang
mengingkari hal ini; seperti kaum atheis, pada kenyataannya
mereka menampakkan keingkarannya hanya karena
kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati
mereka, mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi
kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah
membohongi kata hati mereka sendiri.
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah
ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena
sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi
Rosulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini.

b. Tauhid Uluhiyah
Maksudnya adalah kita mengesakan Allah dalam segala
macam ibadah yang kita lakukan. Seperti Shalat, doa, nadzar,
menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai
macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan
tujuan dari semua ibadah itu hanya kepada Allah semata.
Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rasul dan
merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin
Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah
mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan
sesembahan-sesembahan itu sesembahan yang satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan.” Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy
mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadahnya hanya
ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah
maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun

6
mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta
alam semesta.
c. Tauhid Asma wa Shifah
Adapun definisi dari tauhid asma’ wa shifat atau maksud
dari tauhid asma’ wa shifat diyakini oleh Ahlus Sunnah wal
Jamaah mencakup tiga perkara:
1) Menetapkan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an Asmaul Husna
dan Shifatul Ulya.
2) Semua nama-nama dan sifat-sifat yang tertera dalam
Al-Qur’an dan hadits.
3) Mengimani hukum-hukum yang terkandung di dalam
nama-nama dan sifat-sifat tersebut serta tuntutan
ubudiyah dari setiap nama dan sifat tersebut.

Dalam redaksi bahasa Arabnya dijelaskan oleh para ulama:

‫ َو ِص َفاِتِه اْلُع َلى اْلَو اِر َدة ِفي‬،‫ِإْفَر اُد ِهللا ِبَأْس َم اِئِه ْالُحْسَنى‬
.‫ َو اِإْل يَم اُن ِبَم َع اِنْيَها َو َأَح َك اِمَها‬،‫اْلِكَتاِب َو الُّس َّنة‬

Maksud ‫إفراد هللا‬, itulah makna kalimat tauhid, yaitu kita


mengesakan Allah, menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat
Yang Maha Esa, Dialah Allah yang memiliki nama-nama yang
terbaik dan sifat-sifat yang sempurna. Semua nama-nama dan
sifat-sifat tersebut yang tertera di dalam Al-Qur’an dan hadits-
hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian kita
mengimani makna dari nama-nama tersebut beserta hukum dan
konsekuensinya.

3. Konsep Iman dan Kriterianya


Iman menurut ahlus sunnah wal jama’ah adalah, “Ikrar (keyakinan)
di dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan.”
Sehingga terkandung tiga perkara:
a. Ikrar (keyakinan) dengan hati;
b. Ucapan dengan lisan;
c. Amal dengan anggota badan.
Jika demikian, maka iman tersebut bisa saja bertambah dan
berkurang. Hal ini karena keyakinan dengan hati itu bertingkat-tingkat

7
(tidak sama). Keyakinan yang didasarkan atas berita (khabar) itu tidak
sama dengan keyakinan karena melihat secara langsung dengan mata
kepala. Demikian pula, keyakinan karena berita satu orang itu tidak
sama dengan keyakinan karena berita dua orang. Dan demikian
seterusnya.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim ‘Alahis salaam berkata,

‫َر ِّب َأِر ِني َكْيَف ُتْح ِيـي اْلَم ْو َتى َقاَل َأَو َلْم ُتْؤ ِم ن َقاَل َبَلى َو َلـِكن ِّلَيْطَم ِئَّن َقْلِبي‬

“’Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau


menghidupkan orang-orang mati.’ Allah berfirman, ‘Belum yakinkah
kamu?’ Ibrahim menjawab, ‘Aku telah meyakinkannya, akan tetapi
agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)’” (QS. Al-Baqarah: 260).
Maka, iman itu bertambah dari sisi keyakinan dan kemantapan dari
dalam hati. Seseorang bisa mendapati kondisi itu dari dirinya sendiri.
Ketika seseorang menghadiri mejelis ilmu, disebutkan di dalamnya
nasihat-nasihat, (disebutkan pula) surga, dan neraka, maka
bertambahlah imannya. Sampai-sampai seolah-olah dia melihatnya
dengan mata kepala sendiri. Dan ketika dia lalai, sehingga tidak
menghadiri majelis ilmu tersebut, maka berkuranglah keyakinan
tersebut dari dalam hatinya.
Demikian pula, iman bertambah dari sisi ucapan lisan. Siapa saja
yang berzikir menyebut nama Allah Ta’ala sepuluh kali, itu tidak sama
dengan yang menyebut seratus kali. Maka yang kedua itu bertambah
dengan berlipat-lipat (keimanannya). Demikian pula, orang yang
mendirikan suatu ibadah dalam bentuk yang sempurna itu
keimanannya lebih tinggi daripada orang yang mendirikan ibadah
dalam bentuk yang tidak sempurna.
Demikian pula amal perbuatan. Ketika seseorang beramal dengan
anggota badannya lebih banyak dari orang lain, maka imannya lebih
tinggi daripada orang yang lebih sedikit beramal. Hal ini telah
disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, yaitu tentang bertambah
dan berkurangnya iman.
Allah Ta’ala berfirman,

‫َو َم ا َجَع ْلَنا َأْص َح اَب الَّناِر ِإاَّل َم اَل ِئَك ًة َو َم ا َجَع ْلَنا ِع َّد َتُهْم ِإاَّل ِفْتَنًة ِّلَّلِذ يَن َكَفُروا ِلَيْسَتْيِقَن اَّلِذ يَن ُأوُتوا‬
‫اْلِكَتاَب َو َيْز َداَد اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِإيَم انًا‬

8
“Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat, dan
tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi
cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab
menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya” (QS.
Al-Muddatsir: 31).

Allah Ta’ala berfirman,

‫َو ِإَذ ا َم ا ُأنِز َلْت ُسوَر ٌة َفِم ْنُهم َّم ن َيُقوُل َأُّيُك ْم َز اَد ْتُه َهـِذِه ِإيَم انًا َفَأَّم ا اَّل ِذ يَن آَم ُن وْا َف َز اَد ْتُهْم ِإيَم انًا َو ُهْم‬
‫َيْسَتْبِش ُروَن َو َأَّم ا اَّلِذ يَن ِفي ُقُلوِبِه م َّمَر ٌض َفَز اَد ْتُهْم ِر ْج سًا ِإَلى ِر ْج ِس ِه ْم َو َم اُتوْا َو ُهْم َك اِفُروَن‬

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang


munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah
imannya dengan (turunnya) surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman,
maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan
adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan
surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah
ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir” (QS. At-Taubah: 124-125).

Dalam hadis yang sahih, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫َم ا َر َأْيُت ِم ْن َناِقَص اِت َع ْقٍل َوِد يٍن َأْذ َهَب ِلُلِّب الَّرُج ِل اْلَح اِز ِم ِم ْن ِإْح َداُك َّن‬

“Dan aku tidak pernah melihat dari tulang laki-laki yang akalnya lebih
cepat hilang dan lemah agamanya selain kalian” (HR. Bukhari no. 304).

Oleh karena itu, iman itu bisa bertambah dan berkurang.Lalu, apa yang
menyebabkan bertambah dan berkurangnya Iman? Sebab bertambahnya
iman ada beberapa hal:

1) Sebab pertama, mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala


(ma’rifatullah). Setiap kali pengenalan terhadap nama dan sifat Allah
bertambah, maka akan bertambah pula keimanannya tanpa diragukan
lagi. Oleh karena itu, engkau jumpai para ulama yang mengenal nama-
nama dan sifat-sifat Allah yang tidak diketahui oleh selain mereka,
keimanan mereka lebih tinggi dari orang lain dari sisi ini.

2) Sebab kedua, merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah


maupun ayat syar’iyyah. Seseorang yang merenungkan ayat kauni,

9
yaitu makhluk ciptaan Allah Ta’ala, maka keimanannya akan
bertambah. Allah Ta’ala berfirman,

‫َوِفي اَأْلْر ِض آَياٌت ِّلْلُم وِقِنيَن َوِفي َأنُفِس ُك ْم َأَفاَل ُتْبِص ُروَن‬

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-


orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu
tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 20-21).

Ayat-ayat yang menunjukkan hal ini sangat banyak. Maksudnya, ayat-


ayat yang menunjukkan bahwa jika manusia merenungkan dan
memperhatikan ayat-ayat kauniyah, maka bartambahlah keimanannya.

3) Sebab ketiga, banyaknya ketaatan. Setiap kali seseorang


memperbanyak ketaatan, maka bertambahlah imannya, baik ketaatan
itu berupa ucapan ataupun perbuatan. Zikir bisa menambah kualitas
dan kuantitas iman, demikian pula salat, puasa, haji.

Adapun sebab berkurangnya iman adalah kebalikan dari perkara-perkara


tersebut, yaitu:

1) Sebab pertama, kebodohan terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah


Ta’ala akan menyebabkan berkurangnya iman. Hal ini karena
seseorang yang berkurang pengenalan (pengetahuannya) terhadap
nama dan sifat Allah Ta’ala, maka akan berkurang pula imannya.
2) Sebab kedua, berpaling dari merenungi ayat-ayat Allah, baik ayat
kauniyah maupun syar’iyyah. Hal ini merupakan sebab berkurangnya
iman, atau minimal iman tersebut stagnan (statis) dan tidak bertambah.
3) Sebab ketiga, mengerjakan maksiat. Maksiat itu memiliki pengaruh
yang besar terhadap hati dan juga iman. Oleh karena itu, Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫اَل َيْز ِني الَّز اِني ِح يَن َيْز ِني َو ُهَو ُم ْؤ ِم ٌن‬

“Seorang pezina tidak sempurna imannya ketika sedang berzina” (HR.


Bukhari no. 2475 dan Muslim no. 57).

4) Sebab keempat, meninggalkan ketaatan. Meninggalkan ketaatan


merupakan sebab berkurangnya iman. Akan tetapi, jika ketaatan
tersebut adalah perkara wajib dan dia meninggalkan tanpa uzur, maka

10
imannya berkurang, dia pun dicela dan berhak mendapatkan hukuman.
Jika ketaatan tersebut tidak wajib, atau wajib namun dia meninggalkan
karena uzur (syar’i), maka imannya berkurang, namun tidak dicela.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut para
wanita sebagai orang yang kurang akal dan agamanya. Beliau
memberikan alasan kurangnya agama wanita karena jika mereka haid,
mereka tidak salat dan tidak puasa. Padahal, mereka tidaklah dicela
karena meninggalkan salat dan puasa ketika haid, bahkan hal itu
diperintahkan. Akan tetapi, ketika mereka terlewat dari mengerjakan
ibadah yang dikerjakan oleh kaum lelaki, maka di situlah sisi
berkurangnya agama mereka.

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Tauhid adalah mengesakan Allah dengan sesuatu yang khusus
bagiNya, berupa rububiyah, uluhiyah, al-asma‟ dan sifat.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa penciptaan
alam semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-
bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)Nya dan
keesaan-Nya; dan bukan pula sekedar mengenal Asma dan
Sifatnya.

Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan


bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi
setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang dilandasi dengan
tauhid, menurut tuntunan Islam yang akan mengantarkan manusia
kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam
akhirat nanti.

2. Konsep Iman dan Kriterianya


Iman menurut ahlus sunnah wal jama’ah adalah, “Ikrar
(keyakinan) di dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amal dengan
anggota badan.” Sehingga terkandung tiga perkara:
a. Ikrar (keyakinan) dengan hati;
b. Ucapan dengan lisan;
c. Amal dengan anggota badan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin, Syarah Kitab Tauhid Jilid 1, (Jakarta: PT


Darul Falah, 2017
Mohd Teh, Kamarul Shukri, Pengantar Ilmu Tauhid (Selangor: Dar Ehsan, 2008).
Sa’ad bin Nashri, Haqiqotul Iman wa Bida’ Al Irja’ fil Qodim wal Hadits, terbitan
Dar Kunuz Isybiliya, cetakan kedua, tahun 1430 H.
https://muslim.or.id/72139-definisi-iman-menurut-ahlus-sunnah.htmlAsy Syatsri,
https://rumaysho.com/5873-pengertian-iman-menurut-ahlus-sunnah.html

13

Anda mungkin juga menyukai