Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“TAUHIDULLAH : MENGHAYATI KEHADIRAN ALLAH”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen: Supriadi,S.Ag.,M.Pd.I

DOSEN PENGAMPUH :
Supriadi,S.Ag.,M.Pd.I

Disusun oleh :
Nazwa Faisa Kirani Potabuga (711240223045)
Sri Suci Rahmawati Lakoro (711240223023)
Mutmainah Lahinda (711240223043)
Jeriyanto Masingo (7112402230

JURUSAN PRODI D III KESEHATAN GIGI TA 2023/2024 POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENKES MANADO
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu


Rasa syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengijinkan dan member
nikmat kemudahan kepada kami dalam menyusun dan menulis makalah ini yang
berjudul “TAUHIDULLAH : MENGHAYATI KEHADIRAN ALLAH”.

Hal yang paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari
mata kuliah agama, untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat perkuliahan.
Pada kesempatan ini kami semua mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas
bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik
Andai ada kekurangan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Manado,    Agustus 2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………...

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………

BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………………………….............
A.    Latar Belakang………………………………………………………………………………….
B.  Rumusan Masalah……………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………...
A.    Pengertian Tauhid………………………………………………………………………………
B.     Pembagian Tauhid……………………………………………………………………………...
C.     Hakekat dan Inti Tauhid………………………………………………………………………..
D.    Kesempurnaan Tauhid………………………………………………………………………….
E.     Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua Ilmu……………………………………………….
F.      Tingkatan Tauhid………………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………...


A.    Kesimpulan……………………………………………………………………………………..
.
B.     Saran……………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena
tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang dilandasi dengan
tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang
baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat An Nahl ayat 97 yang Artinya :Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah
Allah, bukan sekedar mengetahui bukti bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)
Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan SifatNya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaan dan
kemahakuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan SifatNya. Kaum
jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah, juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur,
Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan
mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang
beriman kepada Allah.

 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah Tauhid dalam Islam yaitu sebagai
berikut :
1.      Apa pengertian Tauhid?
2.      Bagaimana pembagian Tauhid, Hakekat dan Inti Tauhid serta Keutamaan Tauhid? 
3.      Bagaimana Keagungan Kalimat Tauhid, Tingkatan Ilmu Tauhid dan Kesempurnaan Tauhid?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tauhid                                                                      

            Pengertian Tauhid : Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan  yang


artinya menyatukan, meng-Esakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu.

            Adapun yang dimaksud dengan makna harfiyah tersebut adalah meng-Esakan atau
mengakui dan menyakini akan ke-Esaan Allah SWT. Lawan dari tauhid adalah syirik, yaitu
menyekutukan atau membuat tandingan kepada Allah SWT. Dengan demikian tauhid adalah
mengakui dan menyakini ke-Esaan Allah SWT, dengan membersihkan keyakinan dan
pengakuan tersebut dari segala kemusyrikan. Maka bertauhid kepada Allah (tauhidullah) adalah
hanya mengakui hukum Allah SWT yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah
SWT yang mengikat manusia secara mutlak.

            Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam Islam. Tauhid merupakan
landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan implementasi ajaran-ajarannya. Tanpa tauhid
tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada Islam dalam arti yang sebenarnya.

            Dari kalimat tauhid tersebut mengandung dua prinsip yang harus dipegang seorang
Muslim, prinsip tersebut adalah Al-Nafyu artinya peniadaan, merupakan penegasan tentang tidak
adanya sesembahan yang haq selain Allah SWT. Selanjutnya prinsip Al-Isbat yang artinya
penetapan, yaitu menegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sesembahan yang haq.

B.     Pembagian Tauhid
Macam-macam tauhid ada empat yaitu :
1.      Tauhid Uluhiyah (Rububiyah) yaitu meyakini bahwa allah yang menciptakan mahluk
2.      Tauhid Ubudiyah yaitu allah itu satu-satunya zat yang harus di ibadahi
3.      Tauhid Isti’anah yaitu allah satu-satunya zat yang patut dimintai pertolongan
4.      Tauhid Asma Washufat yaitu allah maha segala-galanya, sifat dalam asmaul husna.

Tauhid dalam berbagai segi kehidupan yaitu pada :


a.       Bidang pendidikan
b.      Bidang IPTEK
c.       Bidang sosial budaya
d.      Bidang ekonomi
e.       Bidang politik

Bertemu dengan allah itu dapat melalui ciptaannya, lafadz dzikir, asmanya, perilaku dan
peristiwa yang dialami, dan pelaksanaan ibadah. Buah dari tauhid itu adalah kebenaranm
keamanan, keselamatan, dan ketenangan.
      

Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:

1.      Tauhid Rububiyah

Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,


memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu.
Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang
atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum
Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga
bertentanga dengan aqidah yang lurus.

2.      Tauhid Uluhiyah                                

 Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah


kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah,
pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi
seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah)
tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah).
Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi
hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.

3.      Tauhid Asma Wa Sifat

Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan
oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna,
mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih
lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.

            Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa
berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam.
Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain:

Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang mengakui bahwa Allah
           

SWT Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan yang memberi rizki niscaya
mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT. Maka
dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah SWT, tidak meminta tolong kecuali
kepadaNya, tidak bertawakkal kecuali kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis
ibadah kecuali hanya kepada Allah SWT semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah
mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya menyembah Allah SWT saja, tidak
menyekutukan sesuatu dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah SWT adalah Rabb-Nya,
Penciptanya, dan pemiliknya.

Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara bersama-sama, akan tetapi
           

keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang
mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang berhak
untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

C.    Hakekat dan Inti Tauhid


            
Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari
Allah SWT, dan  pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya SWT tanpa sebab
atau perantara. Seseorang  melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan
semisalnya, semuanya  berasal dariNya SWT. Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang
mengesakanNya dengan ibadah itu dan tidak menyembah kepada yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tauhid                                                                      

            Pengertian Tauhid : Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan  yang


artinya menyatukan, meng-Esakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu.

            Adapun yang dimaksud dengan makna harfiyah tersebut adalah meng-Esakan atau
mengakui dan menyakini akan ke-Esaan Allah SWT. Lawan dari tauhid adalah syirik, yaitu
menyekutukan atau membuat tandingan kepada Allah SWT. Dengan demikian tauhid adalah
mengakui dan menyakini ke-Esaan Allah SWT, dengan membersihkan keyakinan dan
pengakuan tersebut dari segala kemusyrikan. Maka bertauhid kepada Allah (tauhidullah) adalah
hanya mengakui hukum Allah SWT yang memiliki kebenaran mutlak, dan hanya peraturan Allah
SWT yang mengikat manusia secara mutlak.

            Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam Islam. Tauhid merupakan
landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan implementasi ajaran-ajarannya. Tanpa tauhid
tidak ada iman, tidak ada aqidah dan tidak ada Islam dalam arti yang sebenarnya.

            Dari kalimat tauhid tersebut mengandung dua prinsip yang harus dipegang seorang
Muslim, prinsip tersebut adalah Al-Nafyu artinya peniadaan, merupakan penegasan tentang tidak
adanya sesembahan yang haq selain Allah SWT. Selanjutnya prinsip Al-Isbat yang artinya
penetapan, yaitu menegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sesembahan yang haq.

B.     Pembagian Tauhid
Macam-macam tauhid ada empat yaitu :
1.      Tauhid Uluhiyah (Rububiyah) yaitu meyakini bahwa allah yang menciptakan mahluk
2.      Tauhid Ubudiyah yaitu allah itu satu-satunya zat yang harus di ibadahi
3.      Tauhid Isti’anah yaitu allah satu-satunya zat yang patut dimintai pertolongan
4.      Tauhid Asma Washufat yaitu allah maha segala-galanya, sifat dalam asmaul husna.

Tauhid dalam berbagai segi kehidupan yaitu pada :


a.       Bidang pendidikan
b.      Bidang IPTEK
c.       Bidang sosial budaya
d.      Bidang ekonomi
e.       Bidang politik

Bertemu dengan allah itu dapat melalui ciptaannya, lafadz dzikir, asmanya, perilaku dan
peristiwa yang dialami, dan pelaksanaan ibadah. Buah dari tauhid itu adalah kebenaranm
keamanan, keselamatan, dan ketenangan.
   

    Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:

1.      Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,
memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu.
Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang
atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum
Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga
bertentanga dengan aqidah yang lurus.

2.      Tauhid Uluhiyah                                
 Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah
kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah,
pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi
seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah)
tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah).
Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi
hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.

3.      Tauhid Asma Wa Sifat


Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan
oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna,
mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih
lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.

            Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa
berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam.

Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain:

             Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang mengakui bahwa Allah
SWT Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan yang memberi rizki niscaya
mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT. Maka
dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah SWT, tidak meminta tolong kecuali
kepadaNya, tidak bertawakkal kecuali kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis
ibadah kecuali hanya kepada Allah SWT semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah
mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya menyembah Allah SWT saja, tidak
menyekutukan sesuatu dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah SWT adalah Rabb-Nya,
Penciptanya, dan pemiliknya.

            
 Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara bersama-sama, akan tetapi

keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang
mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang berhak
untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

C.    Hakekat dan Inti Tauhid


           
 Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari
Allah SWT, dan  pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya SWT tanpa sebab
atau perantara. Seseorang  melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan
semisalnya, semuanya  berasal dariNya SWT. Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang
mengesakanNya dengan ibadah itu dan tidak menyembah kepada yang lain.

Keagungan Kalimat Tauhid

            Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam tatkala menjelang kematiannya, beliau berkata kepada
anaknya, “Sesungguhnya aku menyampaikan wasiat kepadamu: Aku perintahkan kepadamu dua
perkara dan melarangmu dari dua perkara.

            Saya perintahkan kepadamu dengan kalimat laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak
disembah) selain Allah). Sesungguhnya seandainya tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi
diletakkan dalam  satu daun timbangan dan kalimah laa ilaaha illallah (Tiada Ilah (yang berhak
disembah) selain Allah) diletakkan pada daun timbangan yang lain, niscaya kalimat laa ilaaha
illallah lebih berat. Dan jikalau tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi merupakan sebuah
lingkaran yang samar, niscaya dipecahkan oleh kalimah laa ilaaha illallah dan subhanallahi
wabihamdih (maha suci Allah dan dengan memujian-Nya), sesungguhnya ia merupakan inti dari
semua ibadah. Dengannya makhluk diberi rizqi. Dan aku melarangmu dari perbuatan syirik dan
takabur…” HR. Ahmad dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad.

D.    Kesempurnaan Tauhid

Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah SWT semata, tiada sekutu
bagi-Nya dan menjauhi thaghut.

Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya berupa sesembahan seperti
berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para ulama jahat, atau yang ditaati seperti para
pemimpin atau pemuka masyarakat yang ingkar kepada Allah SWT.
Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:

1. Iblis (semoga Allah SWT melindungi kita darinya),


2. Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,
3. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
4. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
5. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.

  Pentingnya mempelajari tauhid

            Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu
tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya.
Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola
saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi
lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya.
Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa
hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya.

            Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam
perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim
mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan
paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami
ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-
Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

  Kewajiban Untuk Bertauhid

            Merupakan suatu perkara yang tidak bisa disangkal, bahwa alam semesta ini pasti ada
yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itu pun karena
mereka tidak menggunakan akal sesuai dengan fungsinya. Sebab akal yang sehat akan
mengetahui bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang
demikian teratur dengan sangat rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan pengatur. Tidak ada
yang mengingkari perkara ini kecuali orang yang tidak berakal atau sombong dan tidak mau
menggunakan pikiran sehat. Mereka tidaklah bisa dijadikan tempat berpijak dalam menilai.

 
E.     Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua Ilmu

Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada kemulian tema yang dibahasnya. Ilmu kedokteran
lebih mulia dari teknik perkayuan karena teknik perkayuan membahas seluk beluk kayu
sedangkan kedokteran membahas tubuh manusia. Begitu pula dengan ilmu tauhid, ini ilmu
paling mulia karena objek pembahasannya adalah sesuatu yang paling mulia. Adakah yang lebih
agung selain Pencipta alam semesta ini? Adakah manusia yang lebih suci daripada para
rasul?       Adakah yang lebih penting bagi manusia selain mengenal Rabb dan Penciptanya,
mengenal tujuan keberadaannya di dunia, untuk apa ia diciptakan, dan bagaimana nasibnya
setelah ia mati? Apalagi ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang
terpenting dan paling utama.

Karena itu, hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim dan
muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan hati serta akal bahwa ia
berada di atas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu
kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak berdosa.
                                                          
F.     Tingkatan Tauhid

Baik tauhid maupun kemusyrikan ada tingkatan dan tahapannya masing-masing. Sebelum
kita melewati semua tahap dalam tauhid, kita belum dapat menjadi pengikut atau ahli tauhid
(muwahhid) yang sejati.
                                                                                                        
Adapun tingkatan tauhid adalah sebagai berikut :

a.Tauhid Zat Allah


Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa Allah Esa dalam Zat-
Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan bahwa Dia berdikari. Dia adalah
Wujud yang tidak bergantung pada apa dan siapa pun dalam bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-
Qur'an, Dia adalah Ghani (Absolut). Segala sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan
pertolongan-Nya. Dia tidak membutuhkan segala sesuatu.

b. Tauhid dalam Sifat-sifat Allah                                              

Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat dan Sifat-sifat Allah identik,
dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu sama lain. Tauhid Zat artinya adalah menafikan
adanya apa pun yang seperti Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya adalah menafikan adanya
pluralitas di dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang menunjukkan kesempurnaan,
keperkasaan dan ke-indahan, namun dalam Sifat-sifat-Nya tak ada segi yang benar-benar
terpisah dari-Nya. Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan keterpisahan sifat-sifat dari satu sama lain
merupakan ciri khas keterbatasan eksistensi, dan tak mungkin terjadi pada eksistensi yang tak
terbatas. Pluralitas, perpaduan dan keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi pada
Wujud Mutlak.
Seperti Tauhid zat Allah, tauhid sifat-sifat Allah merupakan doktrin Islam dan salah satu
gagasan manusiawi yang paling bernilai, yang semata-mata mengkristal dalam mazhab syiah.

c. Tauhid dalam Perbuatan Allah

Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam semesta dengan segenap
sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya, merupakan perbuatan Allah saja, dan terwujud karena
kehendak-Nya. Di alam semesta ini tak satu pun yang ada sendiri. Segala sesuatu bergantung
pada-Nya. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah pemelihara alam semesta. Dalam hal sebab-
akibat, segala yang ada di alam semesta ini bergantung. Maka dari itu, Allah tidak memiliki
sekutu dalam Zat-Nya, Dia juga tak memiliki sekutu dalam perbuatan-Nya. Setiap perantara dan
sebab ada dan bekerja berkat Allah dan bergantung pada-Nya. Milik-Nya sajalah segala kekuatan
maupun kemampuan untuk berbuat.

Manusia merupakan satu di antara makhluk yang ada, dan karena itu merupakan ciptaan
Allah. Seperti makhluk lainnya, manusia dapat melakukan pekerjaannya sendiri, dan tidak
seperti makhluk lainnya, manusia adalah penentu nasibnya sendiri. Namun Allah sama sekali
tidak mendelegasikan Kuasa-kuasa-Nya kepada manusia. Karena itu manusia tidak dapat
bertindak dan berpikir semaunya sendiri, "Dengan kuasa Allah aku berdiri dan duduk. "
Percaya bahwa makhluk, baik manusia maupun makhluk lainnya, dapat berbuat semaunya
sendiri, berarti percaya bahwa makhluk tersebut dan Allah sama-sama mandiri dalam berbuat.
            Karena mandiri dalam berbuat berarti mandiri dalam zat, maka kepercayaan tersebut
bertentangan dengan keesaan Zat Allah (Tauhid dalam Zat), lantas apa yang harus dikatakan
mengenai keesaan perbuatan Allah (Tauhid dalam Perbuatan).

d. Tauhid dalam Ibadah

Tiga tingkatan Tauhid yang dipaparkan di atas sifatnya teoretis dan merupakan masalah
iman. Ketiganya harus diketahui dan diterima. Namun Tauhid dalam ibadah merupakan masalah
praktis, merupakan bentuk "menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid di atas melibatkan pemikiran
yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap menjadi benar. Tahap teoretis tauhid, artinya
adalah memiliki pandangan yang sempurna. Tahap praktisnya artinya adalah berupaya mencapai
kesempurnaan.
Tauhid teoretis artinya adalah memahami keesaan Allah, sedangkan tauhid praktis artinya
adalah menjadi satu. Tauhid teoretis adalah tahap melihat, sedangkan tauhid praktis adalah tahap
berbuat. Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang tauhid praktis, perlu disebutkan satu masalah
lagi mengenai tauhid teoretis. Masalahnya adalah apakah mungkin mengetahui Allah sekaligus
dengan keesaan Zat-Nya, keesaan Sifat-sifat-Nya dan keesaan perbuatan-Nya, dan jika mungkin,
apakah pengetahuan seperti itu membantu manusia untuk hidup sejahtera dan bahagia; atau dan
berbagai tingkat dan tahap tauhid, hanya tauhid praktis saja yang bermanfaat.
  Al-Quran adalah Kitab Tauhid Terbesar

Sesungguhnya pembahasan utama Al-Quran adalah tauhid. Kita tidak akan menemukan
satu halaman pun yang tidak mengandung ajakan untuk beriman kepada Allah, rasul-Nya, atau
hari akhir, malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, atau taqdir yang diberlakukan bagi alam
semesta ini.

Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh ayat Al-Quran yang diturunkan sebelum
hijrah (ayat-ayat Makkiyyah) berisi tauhid dan yang terkait dengan tauhid.
Karena itu tak heran masalah tauhid menjadi perhatian kaum muslimin sejak dulu, sebagaimana
masalah ini menjadi perhatian Al-Quran. Bahkan, tema tauhid adalah tema utama dakwah
mereka. Umat Islam sejak dahulu berdakwah mengajak orang kepada agama Allah dengan
hikmah dan pelajaran yang baik. Mereka mendakwahkan bukti-bukti kebenaran akidah Islam
agar manusia mau beriman kepada akidah yang lurus ini.
            Bagi seorang muslim, akidah adalah segala-galanya. Tatkala umat Islam mengabaikan
akidah mereka yang benar -yang harus mereka pelajari melalui ilmu tauhid yang didasari oleh
bukti-bukti dan dalil yang kuat– mulailah kelemahan masuk ke dalam keyakinan sebagian besar
kaum muslimin.

            Kelemahan akidah akan berakibat pada amal dan produktivitas mereka. Dengan semakin
luasnya kerusakan itu, maka orang-orang yang memusuhi Islam akan mudah mengalahkan
mereka. Menjajah negeri mereka dan menghinakan mereka di negeri mereka sendiri.Sejarah
membuktikan bahwa umat Islam generasi awal sangat memperhatikan tauhid sehingga mereka
mulia dan memimpin dunia. Sejarah juga mengajarkan kepada kita, ketika umat Islam
mengabaikannnya akidah, mereka menjadi lemah. Kelemahan perilaku dan amal umat Islam
telah memberi kesempatan orang-orang kafir untuk menjajah negeri dan tanah air umat Islam.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
ْ
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (ُ‫)ال َع ْقد‬ yang berarti ikatan, at-
َّ ْ
tautsiiqu (ُ‫ )التوْ ثِيق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (‫)اِإل حْ َكا ُم‬ yang
ْ
artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (‫)ال َّر ْبطُ بِقُ َّو ٍة‬ yang berarti mengikat
dengan kuat.
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:

Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,
memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu.
Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll.

Tauhid Uluhiya
              Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah
kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah,
pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. theis
yang berkeyakinan tidak adanya Rabb.

Tauhid Asma Wa Sifat


Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan
oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna,
mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.

B.     Saran

            Setelah pembahasan makalah ini, diharapkan kepada kita semua,dapat memahami


Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat mengamalkannya dengan ibadah dan
pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengenal Allah SWT sebagai Tuhan Yang
Maha Esa dan yang patut disembah, kita akan terhindar dari perbuatan syirik.

            Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang dilindungi Allah SWT dari perbuatan
syirik yang mengantar kita ke neraka jahannam. Amin.

                                 
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya,


(www.islamhouse.com, 2007)

Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, (http://www.scribd.com/doc/10055486/Kitab-


Tauhid, Yayasan Al-Sofwa, 2007)
               
Maktabah Abu Syeikha Bin Imam Al Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam ayat-ayat
Al Quran,
(http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?s=1,
2008)

 Syaikh Muhammad At-Tamimi, Dasar-dasar Memahami Tauhid, (www.perpustakaan-


islam.com, Islamic Digital Library, 2001)
 http://zidniagus.wordpress.com/2009/10/31/makalah-tauhid/

Anda mungkin juga menyukai