Anda di halaman 1dari 23

TAUHIDULLAH : MENGHAYATI KEHADIRAN

ALLAH SWT.

Di susun oleh ;
Ludwinia Putri Salsabilla (1903421015)
Shafira Luthfiyah (1903421027)
Broadband Multimedia-1B

Prodi Broadband Multimedia


Jurusan Teknik Elektro
2019

1
Kata Pengantar

Saya panjatkan sykur kepada Allah SWT yang telah memberikan saya
kesempatan untuk menyelesaikan makala ini dengan baik dan lancar.
Dibuatnya Makala Tuhidullah: Menghayati Kehadiran Allah ini membantu
kita mengenal lebih dalam tentang ilmu Tauhid dan bagaimana cara mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Ilmu Tuhid ini diatur oleh Alquran dan Hadist yang saling
menyempurnakan satu sama lain.
Saya berharap agar pembaca dapat memahami makala ini dengan mudah agar
kita semua bisa sama-sama belajar menjadi orang yang lebih baik dan lebih dekat ke
Tuhan kita yaitu Allah SWT.

2
Daftar Isi
Kata pengantar 2
Daftar isi 3
Bab I. Pendahuluan 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4

Bab II. Isi 5


I. Pengertian Tauhid 5
II. Pembagian Tauhid 5
III. Makna Beriman Kepada Allah 7
IV. Tauhid sebagai Dimensi Metodolgi 8
V. Pengaruh Beriman Kepada Allah 12
VI. Hakekat Tauhid 12
VII. Keutamaan Tauhid 13
VIII. Kesempurnaan Tauhid 13
IX. Pentingnya Memelajari Tauhid 14
X. Kewajiban untuk Bertauhid 14
XI. Beriman kepada Hari Akhir 14
XII. Kedudukan Ilmu Tauhid 15
XIII. Tanda-Tanda di dalam Al-Quran 16
XIV. Tingkatan Tauhid 18
XV. Ma’rifatullah 20
Bab III. Penutup 23
Daftar Pustaka 23

3
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tauhid merupakan hal yang paling penting dalam aspek ‘aqīdaĥ. Pondasi pendidikan
anakpun dimulai dari penanaman nilai-nilai tauhid kepada anak. Tetapi,pada
seiringnya zaman, sudah berkurang pengetahuannya tentang Tauhid, padahal
mempelajari tauhid merupakan hal pokok yang sudah menjadi keharusan bagi
seseorang untuk mempelajarinya.

Dari semua ilmu Tauhid yang harus di pelajari, ada satu materi yang mempunyai nilai
dasar yang besar sehingga menjadi keseharusan unutk memelajarinya, yaitu
menghayati kehadiran Allah SWT.

Agar terciptanya kelakuan dan sikap yang lebih baik, memahami ilmu Tuhid
dirasakan sangat perlu.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan Tauhid ?
b. Apa jenis Tuhid yang ada?
c. Bagaimana cara penerapan ilmu Tuhid?
d. Bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah?

1.3. Tujuan
Tujuan dan manfaat penulisan makalah ini adalah:
a. Megetahui apa yang dimaksud dengan Tauhid
b. Dapat mengetahui jenisjenis Tuhid
c. Memahami penjelasan tentang bagaimana cara pemakaian ilmu Tuhid dalam
sehari-hari.
e. Memahami bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4
I. Pengertian Tauhid
Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tawhidan yang artinya
menyatukan, meng-Esakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu.

Adapun yang dimaksud dengan makna harfiyah tersebut adalah meng-


Esakan atau mengakui dan menyakini akan ke-Esaan Allah SWT. Lawan dari
tauhid adalah syirik, yaitu menyekutukan atau membuat tandingan kepada
Allah SWT. Dengan demikian tauhid adalah mengakui dan menyakini ke
Esaan Allah SWT, dengan membersihkan keyakinan dan pengakuan tersebut
dari segala kemusyrikan. Maka bertauhid kepada Allah (tauhidullah) adalah
hanya mengakui hukum Allah SWT yang memiliki kebenaran mutlak, dan
hanya peraturan Allah SWT yang mengikat manusia secara mutlak.

Dengan demikian, tauhid adalah esensi aqidah dan iman dalam Islam.
Tauhid merupakan landasan utama dan pertama keyakinan Islam dan
implementasi ajaran-ajarannya. Tanpa tauhid tidak ada iman, tidak ada aqidah
dan tidak ada Islam dalam arti yang sebenarnya.

Dari kalimat tauhid tersebut mengandung dua prinsip yang harus


dipegang seorang Muslim, prinsip tersebut adalah Al-Nafyu artinya
peniadaan, merupakan penegasan tentang tidak adanya sesembahan yang haq
selain Allah SWT. Selanjutnya prinsip Al-Isbat yang artinya penetapan, yaitu
menegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya sesembahan yang haq.

II. Pembagian Tauhid


Macam-macam tauhid ada empat yaitu :
1) Tauhid Rububiyah
Rabb selalu diterjemahkan dengan “Tuhan”
Penerjemahan ini sering menghilangkan kandungan makna yang
sebenarnya. Rububiyah sendiri yaitu mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki,
mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang
mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan,
menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya
Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang
meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini
juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.Ada tiga makna Rabb:
1. Pencipta (Khaliq),

5
Yaitu Penciptaan Langit dan Bumi. Proses penciptaan langit dan
bumi secara lebih rinci dilihat dalam surat Fushshilat (41:9-13) dan
An-Nazi’at (79:27-33). Ada tiga proses yang berurutan, yang
sampai sekarang belum ditemukan manusia, yaitu
 Penciptaan bumi dalam 2 MASA (41:9-10)
 Penciptaan langit dalam 2 MASA (41:11-12)
 Menyempurnakan penciptaan bumi dalam 2 MASA (41:10,
79:30-33)
Jadi bumi memerlukan 4 MASA (41:10)

2. Pemberi rizki (Raziq)


Berbagai Cara Mendapatkan Rizki :
 Ada hewan udara (burung), rizkinya ada di dalam air
 Ada hewan air, rizkinya ada di udara
 Ada hewan yang buta, tetapi tidak pernah kelaparan
Bagaimana dengan manusia?
ِ ‫ُه َو الَّ ِذي َخلَ َق لَ ُك ْم َما يِف اأْل َْر‬
2:29 ‫ض مَجِ ًيعا‬
Rizki manusia ada di mana-mana dan berbagai jenis

3. Pemilik (Malik).
Karena semua alam ini milik Allah, maka terserah kepada
Kehendak Allah untuk memberikan kepada siapa saja atau
mengambilnya dari siapa saja. Inilah kesadaran seorang mu’min
ketika mendapat musibah, sehingga ia mengucapkan (2:156):
‫إِنَّا لِلَّ ِه َوإِنَّا إِلَْي ِه َر ِاج ُعو َن‬
Jika kita menyadari hal ini, maka:
 Tidak akan sombong ketika diberi oleh Allah
 Tidak akan putus asa jika kehilangan sesuatu (57:22-23)

2) Tauhid Uluhiyah
Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu
mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam
ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll.
Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin.
Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam
perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan
mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah).
Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang

6
mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan
mereka ke dalam Islam.
3) Tauhid Asma Washufat
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah
di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama
dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan
bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih lengkap
bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah,
Qowaidul Mutsla, dll.

Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain:

 Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa


yang mengakui bahwa Allah SWT Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta,
Yang Memiliki, dan yang memberi rizki niscaya mengharuskan dia
mengakui bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT.
Maka dia tidak boleh berdoa melainkan hanya kepada Allah SWT,
tidak meminta tolong kecuali kepadaNya, tidak bertawakal kecuali
kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis ibadah kecuali
hanya kepada Allah SWT semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid
uluhiyah mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya
menyembah Allah SWT saja, tidak menyekutukan sesuatu dengannya.
Dia harus meyakini bahwa Allah SWT adalah Rabb-Nya, Penciptanya,
dan pemiliknya.

 Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara


bersama-sama, akan tetapi keduanya mempunyai pengertian berbeda.
Makna Rabb adalah yang memiliki dan yang mengatur dan sedangkan
makna ilah adalah yang disembah dengan sebenarnya, yang berhak
untuk disembah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

III.Makna Beriman Kepada Allah


1. Beriman kepada wujud Allah
Sesugguhnya mengakui wujud Allah adalah perkara fitrah bagi
manusia. Sebagian besar manusia mengakui wujud Allah. Dan tidak ada
yang menyelisihnya kecuali sedikit sekali dari kalangan orang-orang
atheis.
Sesungguhnya setiap mahluk telah diberikan fitrah untuk beriman
kepada penciptanya tanpa harus diajari terlebih dahulu. Disamping itu,

7
kita juga mendengan dan mnyasikan terkabulnya doa dan diberiNya orang
yang meminta,hal yang menanjukan secara yakin atas wujud Allah.
Allah Taala berfirman:
‫ني‬ ِِ ِ ِ ِ ٍ ْ‫إِ ْذ تَستَغِيثُو َن ربَّ ُكم فَاستَجاب لَ ُكم أَيِّن مُمِ ُّد ُكم بِأَل‬
َ ‫ف م َن الْ َماَل ئ َكة ُم ْردف‬ ْ ْ َ َ ْ ْ َ ْ
Artinya : (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu,
lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan
bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-
turut". (Al-Anfal:9)
2. Beriman kepada rubbiyah Allah
Yaitu bahwasannya mengakui bahwa Allah adalah Rabb dari segara
sesuatu; pemilik, pencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan, yang
mematikan,Yang memberi mandaaft dan Yang mendatangkan bahaya.
Beriman keada Rubbiyah Allah yaitu percaya bahwa Allah adalah Rabb
yang tidak ada sekutu baginya, dan mengesakan Allah dengan
perbuatannnya, yakni dengam meyakini Allah adalah satu-satunya dzat
yang menciptakan segala esuatu yang ada di alam semesta ini.
Allah berfirman :
‫يل‬ِ ٍ ٍ ِ َّ
ٌ ‫اللهُ َخال ُق ُك ِّل َش ْيء ۖ َو ُه َو َعلَ ٰى ُك ِّل َش ْيء َوك‬
Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala
sesuatu. (Zumar:62)
3. Beriman kepada uluhiyah Allah
a) Makna beriman kepada uluhiyah Allah
Yaitu kepercayaan secara pasti bahwa hanya Allah semata
yang berhak atas segala bentuk ibadah, baik yang lahir maupun
yang batin.
b) Beriman kepada uluhiyah Allah
Yaitu mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang berhak
disembah, tidak ada sekutu bagiNya.

c) Pentingnya beriman kepada uluhiyah Allah


1. Bahwasannya tujuan penciptaan manusia dan jin adalah
beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu
baginya.
2. Bahwasannya maksut diutusnya para rasul dan
diturunkan kitab-kitab samawi adalah untuk
menetapkan dan mnegakui bahwa Allah adalah Tuhan
yang patut disembah.

8
3. Sesungguhnya kewajiban pertama atas setiap manusia
adalah beriman kepada uluhiyah Allah.
d) Makna ibadah
Ibadah adalah sebutan unutk mencangkup seluruh apa yang
diicintai dan dirihai Allah, baik berupa perbuatan maupun ucapan,
yang lahir maupun yang batin.
e) Rukun-rukun ibadah
Ibadah yang diperintahkan Allah itu tag katas dua rukun
penting. Pertama, kesmepurnaan tunduk dan takut. Kedua,
kesempurnaan cinta.
f) Tauhid adalah sebab diterimanya Ibadah
Sesungguhnya ibadah yang diperintahkan Allah itu tidak
disebut ibadah kecuali dengan mentauhidkan Allah. Karena itu
ibadah menjadi tidak sah jika disertai dengan syirik. Dan tidaklah
hamba itu disebut hamba Allah, kecuali dengan merealisasikan
tauhid. Karena itu syarat diterimanya amal ibdah disisi Allah itu
ada dua:
a) Hendaknya tidak disembah kecuali Allah semata.
b) Hendaknya tidak menyembah kecualai bedasarkan perintah
Allah.
4. Beriman kepada Asma dan sifat-sifat Allah
Yaitu menetapkan asma dan sifat Allah berdasarkan apa yang telah
ditetapkan oleh Allah unutk diriNya didalam Alquran maupun Sunnag
Rasul.

IV. Tauhid sebagai Dimensi Metodologi


Sebagai intisari peradaban Islam, tauhid mempunyai dua segi atau
dimensi yaitu segi metodologis dan konseptual. Yang pertama menentukan
bentuk penerapan dan implementasi prinsip pertama peradaban ; yang kedua
menentukan prinsip pertama itu sendiri.
 Dimensi Metodologis
Dimensi metodologis meliputi tiga prinsip yaitu kesatuan, rasionalisme, dan
toleransi. Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam.
Kesatuan. Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur
peradaban tidak bersatu, berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka
unsur-unsur itu bukan membentuk peradaban, melainkan himpunan campur-
aduk. Prinsip menyatukan berbagai unsur dan memasukkan unsur-unsur itu di
dalam kerangkanya sangat penting. Prinsip seperti ini akan mengubah
campuran hubungan unsur-unsur satu dengan lainnya menjadi bangunan rapi

9
dimana tingkat prioritas atau derajat kepentingan dapat dirasakan. Peradaban
Islam menempatkan unsur-unsur dalam bangunan rapi dan mengatur
eksistensi serta hubungannya berdasarkan pola yang seragam. Unsur-unsur itu
sendiri ada yangasli dan ada yang berasal dari luar. Tidak ada peradaban yang
tidak mengambil unsur dari luar. Yang penting adalah bahwa peradaban
mencerna unsur itu, yaitu mempola kembali bentuk dan hubungannya
sehingga menyatu ke dalam sistemnya sendiri. “Membentuk” unsur itu
dengan bentuknya sendiri sebenarnya mengubahnya menjadi realitas baru
sehingga unsur itu tak lagi eksis sebagai unsur itu sendiri, namun sebagai
komponen integral peradaban baru. Ini bukanlah argumen menentang
peradaban bila peradaban itu semata-mata hanya menambah unsur-unsur
asing. Atau bila peradaban melakukannya dengan cara terpotong-potong,
tanpa pembentukan ulang, penambahan, atau integrasi. Persisnya, unsur-unsur
ini semata-mata ada bersama (co-exist) dengan peradaban. Secara organis,
unsur-unsur itu bukan bagian dari peradaban itu. Namun jika peradaban ini
telah berhasil mengubah mereka dan mengintegrasikannya ke dalam
sistemnya, maka proses integrasi menjadi indeks vitalitas, dinamisme dan
kreativitasnya.
Dalam setiap peradaban integral, dan tentu saja dalam Islam, unsur-
unsur pembentuknya, baik unsur material, struktural atau relasional, semuanya
diikat oleh satu prinsip utama. Dalam peradaban Islam, prinsip utama ini
adalah tauhid. Inilah tongkat pengukur utama orang Islam, pembimbing dan
pencarinya dalam berhadapan dengan agama dan peradaban lain, dengan fakta
atau situasi baru. Yang sejalan dengan prinsip ini diterima dan diintegrasikan.
Yang tidak sejalan ditolak atau dikutuk.
Tauhid atau doktrin keesaan, transenden, dan doktrin keutamaan Tuhan,
mengandung arti bahwa hanya Dia yang patut disembah dan dilayani. Orang
yang taat akan hidup berdasarkan prinsip ini. Dia akan berupaya
menyelaraskan perbuatannya dengan pola ini, melaksanakan maksud Ilahiah.
Karena itu, kehidupannya harus menunjukkan kesatuan pikiran dan
kehendaknya, tujuan utama pengabdiannya. Kehidupannya tak akan
merupakan serangkaian peristiwa yang disatukan dengan kacau balau. Tetapi,
kehidupannya akan dihubungkan dengan satu prinsip utama, diikat oleh
kerangka tunggal yang menyatukan mereka menjadi kesatuan tunggal.
Dengan demikian, kehidupannya memiliki gaya tunggal, bentuk yang integral
– singkatnya Islam.
Rasionalisme. Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk
intisari peradaban Islam. Rasionalisme terdiri atas tiga aturan atau hukum :
pertama, menolak semua yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua,

10
menafikan hal-hal yang sangat bertentangan; ketiga, terbuka terhadap bukti
baru dan/ atau berlawanan. Hukum pertama melindungi seorang muslim dari
membuat pernyataan yang tidak terujji, tidak jelas terhadap ilmu
pengetahuan.Pernyataan yang kabur, menurut Al-Qur’an, merupakan contoh
zhann (pengetahuan yang menipu) dan dilarang oleh Tuhan, sekalipun
tujuannya dapat diabaikan. Seorang muslim dapat didefinisikan sebagai orang
yang pernyataannya hanyalah kebenaran. Hukum kedua melindunginya dari
kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di pihak lain.
Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi
penolakan terhadap kontradiksi puncak antara keduanya.
Rasionalisme mempelajari tesis-tesis yang bertentangan berulang-ulang,
dengan anggapan bahwa pasti ada segi pemikiran yang terlewat yang jika
dipertimbangkan akan mengungkapkan hubungan yang bertentangan.
Rasionalisme juga menggiring pembaca wahyu- bukan wahyu itu sendiri –
kepada bacaan lain. Bila dia menangkap makna yang tak jelas yang kemudian
dipikirkannya kembali, maka akan menghapus kontradiksi yang tampak.
Perujukan pada akal atau pemahaman demikian akan memiliki
pengaruh penyelarasan bukan wahyu itu sendiri – wahyu tak dapat
dimanipulasi manusia – tetapi penafsiran atau pemahamann insani seorang
muslim akan wahyu. Ini menjadikan pemahamannya akan wahyu sejalan
dengan bukti kumulatif yang disingkapkan akal. Penerimaan terhadap sesuatu
yang bertentangan atau paradoks sebagai suatu kebenaran hanya menarik
orang-orang berpandangan picik. Muslim yang cerdas adalah seorang
rasionalis karena dia menegaskan kesatuan dua sumber kebenaran yaitu
wahyu dan akal.
Hukum ketiga, keterbukaan terhadap bukti baru atau yang
bertentangan, melindungi seorang muslim dari literalisme, fanatisme, dan
konservatisme yang menyebabkan stagnasi. Hukum ketiga ini mencontohkan
dia kepada kerendahan hati intelektual. Memaksanya menambahkan pada
penegasan dan penyangkalannya ungkapan “Allahu a’lam” (Allah yang lebih
tahu). Karena dia yakin bahwa kebenaran lebih besar daripada yang dapat
dikuasainya.
Sebagai penegasan akan keesaan mutlak Tuhan, tauhid merupakan
penegasan keesaan kebenaran. Karena Tuhan, dalam Islam adalah kebenaran.
Keesaan-Nya merupakan keesaan sumber-sumber kebenaran. Tuhan adalah
Pencipta alam dari mana manusia mendapat pengetahuannya. Tujuan
pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan karya Tuhan. Jelas
Tuhan mengetahui semuanya karena Dialah penciptanya; dan Dialah sumber
wahyu. Dia memberi manusia pengetahuan-Nya; dan pengetahuan-Nya

11
mutlak dan universal. Tuhan tidak menipu, tidak dengki, tidak menyesatkan.
Dia juga tidak mengubah keputusan-Nya seperti yang dilakukan manusia
ketika membetulkan pengetahuan-Nya, kehendaknya, atau keputusannya.
Tuhan adalah sempurna dan maha tahu. Dia tak pernah salah. Kalau pernah,
Dia tidak akan menjadi Tuhan trasenden agama Islam.

Toleransi. Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap


yang tampak sampai kepalsuannya tersingkap. Dengan demikian toleransi
relevan dengan epistemologi. Ia juga relevan dengan etika sebagai prinsip
menerima apa yang dikehendaki sampai ketaklayakannya tersingkap. Yang
pertama disebut sa’ah; yang kedua yusr. Keduanya melindungi seorang
muslim dari menutup diri terhadap dunia dari konservatisme. Keduanya
mendesaknya untuk menegaskan dan mengatakannya terhadap kehidupan,
terhadap pengalaman baru. Keduanya mendorongnya untuk menyampaikan
data baru dengan pikirannya yang tajam, usaha konstruktifnya. Dan dengan
demikian memperkaya pengalaman dan kehidupannya, dan selalau
memajukan budaya dan peradabannya.
Sebagai prinsip metodologis di dalam intisari peradaban Islam,
toleransi adalah keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan umat-Nya tanpa
mengutus rasul dari mereka sendiri. Rasul yang akan mengajarkan bahwa tak
ada Tuhan kecuali Allah, dan bahwa mereka patut menyembah dan mengabdi
kepada-Nya, untuk memperingatkan mereka bahaya kejahatan dan
penyebabnya. Dalam hubungan ini, toleransi adalah kepastian bahwa semua
manusia dikaruniai sensus communis, yang membuat manusia dapat
mengetahui agama yang benar, mengetahui kehendak dan perintah Tuhannya.
Toleransi adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi
karena sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang
dan waktunya yang berbeda, prasangka, keinginan, dan kepentingannya. Di
balik keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang
mana manusia lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat manusia
menganut agama ini atau itu. Toleransi menuntut seorang Muslim untuk
mempelajari sejarah agama-agama. Tujuannya untuk menemukan di dalam
setiap agama karunia awal Tuhan, yang diajarkan oleh rasul-rasul yang diutus-
Nya di segenap tempat dan waktu.
Dalam agama-dan hampir tak ada yang lebih penting dalam hubungan
manusia-toleransi mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama
menjadi kerjasama penelitian ilmiah tentang asal-usul dan perkembangan
agama. Tujuannya memisahkan penambahan historis dari wahyu awal yang
diterima. Dalam etika, semua bidang penting berikutnya, yusr; mengebalkan

12
seorang Muslim dari kecenderungan menolak kehidupan. Yusr membuatnya
memiliki optimisme yang diperlukan untuk menjaga kesehatan,
keseimbangan, dan kebersamaan, meski kehidupan manusia ditimpa berbagai
tragedy dan penderitaan. Tuhan menjamin makhluk-Nya bahwa “dengan
kesulitan, Kami menetapkan kemudahan [yusr]”. Dan karena Dia
memerintahkan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan memastikannya
sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan eksperimentasi
sebelum menilai kebaikan atau keburukannya, yang tidak bertentangan
dengan perintah Ilahiah yang pasti.
Sa’ah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika.
Tuhan, yang menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan
dirinya berguna, telah membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di
dunia. Menurut Islam, melaksanakan hal itu adalah maksud eksistensi
manusia di bumi.

V. Pengaruh Berima kepada Allah.


1) Bahwa Allah membela kaum mukmin dari segala hal yang dibenci,
menyelamatkan mereka dari berbagai penderitaan dan menjaga
mereka dari tipu daya para musuh.
2) Bahwa iman merupakan penyebab kehidupan yang baik,
kebahagiaan maupun kegembiraan.
3) Sesungguhnya iman itu membersihkan jiwa dari berbagai khurafat.
4) Mendapatkan apa yang diminta dan selamat dari apa yang ditakuti.
5) Masuk surge.
VI. Hakekat dan Inti Tauhid
Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa
semua perkara berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak
menoleh kepada selainNya SWT tanpa sebab atau perantara. Seseorang
melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan
semisalnya, semuanya berasal dariNya SWT. Seseorang menyembahNya
dengan ibadah yang mengesakanNya dengan ibadah itu dan tidak menyembah
kepada yang lain.

VII. Keistimewaan dan Keutamaan Tauhid


 Pertama, tauhid adalah tujuan penciptaan manusia. Artinya, Allah
Ta’ala menciptakan manusia untuk mewujudkan dan merealisasikan
tauhid.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

13
َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬
‫س إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan untuk


beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)

 Kedua, sesungguhnya tauhid adalah poros atau pokok dakwah seluruh


Nabi dan Rasul. Artinya, materi pokok dan inti dakwah para Nabi dan
Rasul seluruhnya adalah tauhid.

 Ketiga, tauhid adalah kewajiban pertama kali bagi seorang mukallaf


(yang telah terkena kewajiban syariat). Jadi, kewajiban pertama kali
bagi manusia yang masuk Islam adalah tauhid. Demikian juga, materi
pertama kali yang harus disampaikan ketika berdakwah adalah tauhid.

VIII. Kesempurnaan Tauhid


Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah
SWT semata, tiada sekutu bagi-Nya dan menjauhi thaghut.

Thaghut adalah setiap perkara yang hamba melewati batas dengannya


berupa sesembahan seperti berhala, atau yang diikuti seperti peramal dan para
ulama jahat, atau yang ditaati seperti para pemimpin atau pemuka masyarakat
yang ingkar kepada Allah SWT.

Thaghut itu sangat banyak dan intinya ada lima:

1. Iblis (semoga Allah SWT melindungi kita darinya),


2. Siapa yang disembah sedangkan dia ridha,
3. Siapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya,
4. Siapa yang mengaku mengetahui yang gaib,
5. Siapa yang berhukum kepada selain hukum Allah SWT.

IX. Pentingnya Mempelajari Tauhid

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada
mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali
orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang
yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepak bola saja begitu hafal dengan

14
nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain
seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang
disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama
Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya.

Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan


terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting
dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah
ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
“Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung
kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan
memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu
wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas
hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

X. Kewajiban Untuk Bertauhid

Merupakan suatu perkara yang tidak bisa disangkal, bahwa alam


semesta ini pasti ada yang menciptakan. Yang mengingkari hal tersebut
hanyalah segelintir orang. Itu pun karena mereka tidak menggunakan akal
sesuai dengan fungsinya. Sebab akal yang sehat akan mengetahui bahwa
setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang
demikian teratur dengan sangat rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan
pengatur. Tidak ada yang mengingkari perkara ini kecuali orang yang tidak
berakal atau sombong dan tidak mau menggunakan pikiran sehat. Mereka
tidaklah bisa dijadikan tempat berpijak dalam menilai.

XI. Beriman Kepada Hari Akhir


Makna beriman kepada hari akhir aitu percaya bahwa pastinya akan
dating terjadi peristiwa itu
Beriman kepada hari akhir mencangkupi 3 hal:
1. Beriman kepada adanya kebangkitan dan dihimpunannya manusia.
Yaitu dihidupkannya orang-orang mati dari kubur mereka serta
dikembalikannya setiap ruh kepada tubuhnya. Lalu bangkitlah umat
manusia untuk menghadap kepaa Tuhan mereka. Selanjutnya dihimpun
dan dikumpulkan disuatu tempat dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang
tanpa pakaian, dan tanpa di khitan.
2. Beriman kepada Hisab dan Mizan.

15
Allah menghisab amal setiap manusia bedasarkan amal yang mereka
laukakn dalam kehidupan di dunia. Barang siapa termasuk ahli tauhid dan
taat kepada Allah dan Rasullnya maka ia akan mendapatkan hisabnya
dengan mudah dan ringan. Sebaliknya barang siapa termasuk ahli syirik
dan maksiat maka ia akan mendapat hisabnya dengan sulit dan berat.
3. Surga dan Neraka
Surga adalah kampong kenikmatan yang abadi. Allah menyediakan
bagi orang-orang yang beriman, bertaqwa serta yang taat kepada Allah
dan Rasullnya. Didalamnya terdapat segala macam kenikmatan yang
abadi, baik dalam bentuk makanan, minuman dan segala macam yang kita
senangi.
Adapun neraka ialah kampong siksa yang abadi. Allah
menyediakannya untuk orang orang kafir yang mengingkari Allah dan
menentang RasulNya. Didalamnya terdapat bebagai bentuk siksaan,
kepedihan dan kesengsaraan yang tak terbahayangkan oleh akal pikiran.

XII. Kedudukan Ilmu Tauhid di Antara Semua Ilmu

Kemuliaan suatu ilmu tergantung pada kemulian tema yang dibahasnya. Ilmu
kedokteran lebih mulia dari teknik perkayuan karena teknik perkayuan
membahas seluk beluk kayu sedangkan kedokteran membahas tubuh manusia.
Begitu pula dengan ilmu tauhid, ini ilmu paling mulia karena objek
pembahasannya adalah sesuatu yang paling mulia. Adakah yang lebih agung
selain Pencipta alam semesta ini? Adakah manusia yang lebih suci daripada
para rasul? Adakah yang lebih penting bagi manusia selain mengenal Rabb
dan Penciptanya, mengenal tujuan keberadaannya di dunia, untuk apa ia
diciptakan, dan bagaimana nasibnya setelah ia mati? Apalagi ilmu tauhid
adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan
paling utama.

Karena itu, hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap
muslim dan muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan
hati serta akal bahwa ia berada di atas agama yang benar. Sedangkan
mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada
yang mengetahui, yang lain tidak berdosa.

XIII. Tanda-Tanda Didalam Alquran.


Kebenaran yang dipertahankan oleh sumber-sumber agama adalah
realitas penciptaan dari ketiadaan. Ini telah dinyatakan dalam kitab-kitab suci

16
yang telah berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi manusia selama ribuan
tahun. Dalam semua kitab suci seperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan
Al Quran, dinyatakan bahwa alam semesta dan segala isinya diciptakan dari
ketiadaan oleh Allah.
Dalam satu-satunya kitab yang diturunkan Allah yang telah bertahan
sepenuhnya utuh, Al Quran, ada pernyataan tentang penciptaan alam semesta
dari ketiadaan, di samping bagaimana kemunculannya sesuai dengan ilmu
pengetahuan abad ke-20, meskipun diungkapkan 14 abad yang lalu.
Pertama, penciptaan alam semesta dari ketiadaan diungkapkan dalam Al
Quran sebagai berikut:
“Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia
tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui
segala sesuatu.” (QS. Al An’aam, 6: 101) !
Aspek penting lain yang diungkapkan dalam Al Quran empat belas
abad sebelum penemuan modern Dentuman Besar dan temuan-temuan yang
berkaitan dengannya adalah bahwa ketika diciptakan, alam semesta
menempati volume yang sangat kecil:
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al Anbiyaa’, 21: 30) !
Terjemahan ayat di atas mengandung pemilihan kata yang sangat
penting dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Kata ratk diterjemahkan sebagai
“suatu yang padu” yang berarti “bercampur, bersatu” dalam kamus bahasa
Arab. Kata itu digunakan untuk merujuk dua zat berbeda yang menjadi satu.
Frasa “Kami pisahkan” diterjemahkan dari kata kerja bahasa Arab, fatk yang
mengandung makna bahwa sesuatu terjadi de-ngan memisahkan atau
menghancurkan struktur ratk. Tumbuhnya biji dari tanah adalah salah satu
tindakan yang meng-gunakan kata kerja ini.
Mari kita tinjau lagi ayat tersebut dengan pengetahuan ini di benak
kita. Dalam ayat itu, langit dan bumi pada mulanya berstatus ratk. Me-reka
dipisahkan (fatk) dengan satu muncul dari yang lainnya. Mena-riknya, para
ahli kosmologi berbicara tentang “telur kosmik” yang me-ngandung semua
materi di alam semesta sebelum Dentuman Besar. De-ngan kata lain, semua
langit dan bumi terkandung dalam telur ini dalam kondisi ratk. Telur kosmik
ini meledak dengan dahsyat menyebabkan materinya menjadi fatk dan dalam
proses itu terciptalah struktur keseluruhan alam semesta.
Kebenaran lain yang terungkap dalam Al Quran adalah pengem-
bangan jagat raya yang ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan

17
Hubble tentang pergeseran merah dalam spektrum cahaya bintang
diungkapkan dalam Al Quran sebagai berikut:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesung-guhnya
Kami benar-benar meluaskannya.” (QS. Adz-Dzaariyat, 51: 47) !
Singkatnya, temuan-temuan ilmu alam modern mendukung kebe-
naran yang dinyatakan dalam Al Quran dan bukan dogma materialis.
Materialis boleh saja menyatakan bahwa semua itu “kebetulan”, namun fakta
yang jelas adalah bahwa alam semesta terjadi sebagai hasil penciptaan dari
pihak Allah dan satu-satunya pengetahuan yang benar tentang asal mula alam
semesta ditemukan dalam firman Allah yang diturunkan kepada kita.1

XIV. Tingkatan Tauhid

Baik tauhid maupun kemusyrikan ada tingkatan dan tahapannya masing-


masing. Sebelum kita melewati semua tahap dalam tauhid, kita belum dapat
menjadi pengikut atau ahli tauhid (muwahhid) yang sejati.

Adapun tingkatan tauhid adalah sebagai berikut :

a) Tauhid Zat Allah


Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa
Allah Esa dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita
adalah, kesan bahwa Dia berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak
bergantung pada apa dan siapa pun dalam bentuk apa pun. Dalam
bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani (Absolut). Segala sesuatu
bergantung pada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dia tidak
membutuhkan segala sesuatu.

b) Tauhid dalam Sifat-sifat Allah

Tauhid Sifat-sifat Allah artinya adalah mengakui bahwa Zat dan Sifat-
sifat Allah identik, dan bahwa berbagai Sifat-Nya tidak terpisah satu
sama lain. Tauhid Zat artinya adalah menafikan adanya apa pun yang
seperti Allah, dan Tauhid Sifat-sifat-Nya artinya adalah menafikan

1
Harun Yahya,”Penciptaan alam semesta” , Dzikra,2004 hlm. 17

18
adanya pluralitas di dalam Zat-Nya. Allah memiliki segala sifat yang
menunjukkan kesempurnaan, keperkasaan dan ke-indahan, namun
dalam Sifat-sifat-Nya tak ada segi yang benar-benar terpisah dari-Nya.
Keterpisahan zat dari sifat-sifat dan keterpisahan sifat-sifat dari satu
sama lain merupakan ciri khas keterbatasan eksistensi, dan tak
mungkin terjadi pada eksistensi yang tak terbatas. Pluralitas,
perpaduan dan keterpisahan zat dan sifat-sifat tak mungkin terjadi pada
Wujud Mutlak.
Seperti Tauhid zat Allah, tauhid sifat-sifat Allah merupakan doktrin
Islam dan salah satu gagasan manusiawi yang paling bernilai, yang
semata-mata mengkristal dalam mazhab syiah.

c) Tauhid dalam Perbuatan Allah

Arti Tauhid dalam perbuatan-Nya adalah mengakui bahwa alam


semesta dengan segenap sistemnya, jalannya, sebab dan akibatnya,
merupakan perbuatan Allah saja, dan terwujud karena kehendak-Nya.
Di alam semesta ini tak satu pun yang ada sendiri. Segala sesuatu
bergantung pada-Nya. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah pemelihara
alam semesta. Dalam hal sebab-akibat, segala yang ada di alam
semesta ini bergantung. Maka dari itu, Allah tidak memiliki sekutu
dalam Zat-Nya, Dia juga tak memiliki sekutu dalam perbuatan-Nya.
Setiap perantara dan sebab ada dan bekerja berkat Allah dan
bergantung pada-Nya. Milik-Nya sajalah segala kekuatan maupun
kemampuan untuk berbuat.

Manusia merupakan satu di antara makhluk yang ada, dan karena itu
merupakan ciptaan Allah. Seperti makhluk lainnya, manusia dapat
melakukan pekerjaannya sendiri, dan tidak seperti makhluk lainnya,
manusia adalah penentu nasibnya sendiri. Namun Allah sama sekali
tidak mendelegasikan Kuasa-kuasa-Nya kepada manusia. Karena itu
manusia tidak dapat bertindak dan berpikir semaunya sendiri, "Dengan
kuasa Allah aku berdiri dan duduk. "
Percaya bahwa makhluk, baik manusia maupun makhluk lainnya,
dapat berbuat semaunya sendiri, berarti percaya bahwa makhluk
tersebut dan Allah sama-sama mandiri dalam berbuat.
Karena mandiri dalam berbuat berarti mandiri dalam zat, maka
kepercayaan tersebut bertentangan dengan keesaan Zat Allah (Tauhid

19
dalam Zat), lantas apa yang harus dikatakan mengenai keesaan
perbuatan Allah (Tauhid dalam Perbuatan).

d) Tauhid dalam Ibadah

Tiga tingkatan Tauhid yang dipaparkan di atas sifatnya teoretis dan


merupakan masalah iman. Ketiganya harus diketahui dan diterima.
Namun Tauhid dalam ibadah merupakan masalah praktis, merupakan
bentuk "menjadi". Tingkatan-tingkatan tauhid di atas melibatkan
pemikiran yang benar. Tingkat keempat ini merupakan tahap menjadi
benar. Tahap teoretis tauhid, artinya adalah memiliki pandangan yang
sempurna. Tahap praktisnya artinya adalah berupaya mencapai
kesempurnaan.
Tauhid teoretis artinya adalah memahami keesaan Allah, sedangkan
tauhid praktis artinya adalah menjadi satu. Tauhid teoretis adalah tahap
melihat, sedangkan tauhid praktis adalah tahap berbuat. Sebelum
menjelaskan lebih lanjut tentang tauhid praktis, perlu disebutkan satu
masalah lagi mengenai tauhid teoretis. Masalahnya adalah apakah
mungkin mengetahui Allah sekaligus dengan keesaan Zat-Nya,
keesaan Sifat-sifat-Nya dan keesaan perbuatan-Nya, dan jika mungkin,
apakah pengetahuan seperti itu membantu manusia untuk hidup
sejahtera dan bahagia; atau dan berbagai tingkat dan tahap tauhid,
hanya tauhid praktis saja yang bermanfaat.

XV. Ma’rifatullah
Allah adalah awal dan akhir segala sesuatu. Dialah yang paling
nampak dari segala sesuatu dan Dialah yang berada dibelakang segala
sesuatu. Yang dimaksud dengan ma’rifatullah yakni pertemuann
fikiran dan kesadaran manusia dengan kebesaran, keagungan, harapan
dan ridla-Nya.

Bagaimana dan kapan manusia dapat bertemu dengan-Nya ?


a) Melalui Ciptaan-Nya
Allah memperkenalkan diri kepada manusia dengan segala cara
dan segala jalur komunikasi yang dapat diterima oleh manusia, yaitu
tentang ayat-ayat Allah baik ayat kauniyah dan ayat kauliyah yang
dapat menyentuh seluruh sisi hidup dan kesadaran manusia
Untuk bertemu dengan Allah melalui ayat-ayat Allah, manusia diberi
kekuatan bashar dan kekuatan bashirah. Kekuatan bashar dan bashirah

20
harus menumbuhkan kesadaran tinggi, mengantarkan pertemuan indah
antara manusia dengan khaliknya, itulah pertemuan fikiran dan
kesadaran manusia dengan ridla-Nya.
b) Melalui Lafadz Dzikir
Dalam kitab Al- Adzkar tulisan imam Nawawio adalah salah
satu kitab yang mengumpulkan berbagai dzikir dan do’a. Rasulullah
pada seluruh aktivitas manusia. Do’a atau lafadz dzikir bukan untuk
sekedar diucapkan tanpa makna, tapi dengan lafadz-lafadz itu manusia
tetapi menghayati kehadiran dan keterlibatan Allah dalam seluruh
keadaannya dengan demikian seluruh langkah, usaha, harapan dan
tujuannya akan tersandar dan terarah kepada –Nya dan disinilah
sesungguhnya tertumpu kekuatann, keberanian, ketenangan dan
kepuasan apa yang telah diperolehnya. Pada dasarnya do’a dan dzikir
bermakna memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah serta
harapan kebaikan secara umum. Lafadz dzikir itu banyak sekali baik
yang ditentukan atau tanpa penentuan waktu/ kondisi misalnya
bismillah, al-hamdulillah, subhanallah inalilhi dan lain-lain
c) Melalui Nama dan Sifat-sifat-Nya
Melalui asma-asma Allah serta meyakini bahwa makna
tersebut adalah milik Allah, kita memohon kepada Allah melalui Al-
asma al-Husna. Muhammad Ali menejelaskan bahwa yang dimaksud
dengan al-asma al-husna yakni nama-nama yang menampakan sifat-
sifat paling baik dari Dzat Allah. Selain dengan al-asma al-husna ada
juga yang disebut fad’uhu biha berarti bahwa manusia harus
menyimpan sifat-sifat Illahi dalam fikirannya dan berusaha memiliki
sifat-sifat tersebut, sebab dengan itu dapat mencapai kesempurnaan
itulah pertemuan indah antara manusia dengan Allah yakni melalui
sifat-sifatnya.
d) Melalui Perilaku dan Peristiwa yang Dialami
Perilaku dan peristiwa dalam hidup ini hanya bolak balik
antara hasil dan gagal, antara senang dan tidak senang. Peristiwa
apapun yang dialami manusia akan dapat mempertemukan fikiran dan
kesadaran manusia dengan rencana, kehendak dan pilihan Allah pasti
lebih baik dari rencana siapapun. Allah maha pengasih dan maha
penyayang disatu pihak dan maha adil di lain pihak, karena itu,
mustahil Allah berbuat aniaya, mustahil Allah salah mempelakukan
siapapun.
e) Melalui Pelaksanaan Ibadah

21
Ibadah merupakan wujud aktualisasi diri sebagai hamba. Shalat
merupakan kunci untuk bertemu dengan Allah. Pertemuan dengan
Allah melalui ibadah khusus itu bukan shalat saja banyak ibadah-
ibadah lainnya yang secara khusus ditetapkan dan ditata seluruh aturab
dan caranya langsung oleh Allah dan Rasulnya.
f) Implikasi Tauhidullah
Tauhidullah sebagai pondasi kehidupan seorang muslim akan
memberi cara pandang mendasar terhadap segala segi dan aspek
kehidupannya, mewarnai corak hidupnya secara khas, akhirnya akan
membawa implikasi terhadap kondisi dan penataan sikap dan
kepribadiannya. Tauhidullah akan menimbulkan sikap keberanian,
keamanan, keselamatanm ketenangan dan lain-lain.

Contoh-contoh yang mengandung nilai-nilai yang dimaksud yaitu :


1. Keberanian
Tatkala tentara muslim telah berhadapan dengan tentara
Quraisy dalam perang uhud
2. Keamanan
Saat utusan Quraisy yang berpura-pura sebagai kafilah dagang
sampai di Madinah untuk menakut-nakuti tentara muslim supaya tidak
berangkat ke Badar
3. Keselamatan
Tatkala yunus dilemparkan kelaut, ikan paus langsung
menelannya
4. Ketenangan
Rasulullah SAW pernah diancam dibunuh oleh seorang musrik
Quraisy. Waktu itu beliau sedang beristirahat dibawah pohon kurma,
tiba-tiba datanglah seorang musrik menghunuskan pedang dihdapan
mukanya sambil berkata “Hai Muhammad siapakah yang akan
menolongmu dari pedangku ini ? karena keterarahan dan kepercayaan
yang penuh hanya kepada Allah, beliau sama sekali tidak gentar atau
takut. Beliau menjawab : “Hanya Allahlah yang menjagaku” dengan
ketenangan dan keteguhan hatinya yang penuh bertumpu hanya kepada
Allah.
Daftar Pustaka
Aiz, abdul. 2000. Pelajaran Tauhid untuk Pemula. Jakarta. Al-Sofwa.
Aiz, abdul. 2000. Pelajaran Tauhid untuk Tingkat Lanjutan. Jakarta. Al-
Sofwa.
Aiz,Aqsal. TAUHIDULLAH SEBAGAI MERASAKAN KEHADIRAN ALLAH.

22
https://muslim.or.id/44481-keistimewaan-dan-keutamaan-tauhid-bag-1.html
http://referensikoe.blogspot.com/2014/10/contoh-makalah-tauhidullah.html
https://tafsirweb.com/

23

Anda mungkin juga menyukai